You are on page 1of 20

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3 SISTEM SARAF PUSAT

DISUSUN OLEH: 1. Tri Ayu Apriyani 2. Novia Ayu Rahmawati 3. Soraya Diliwiyani 4. Mitha Maulidya 5. Ayu Mayangsari 6. Rendi Nur Hidayat 7. Andardyan Widiniyah 8. Kurnia Aulia Khoirunisa G1F009004 G1F009005 G1F009006 G1F009008 G1F009022 G1F009023 G1F009024 G1F009025

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

SISTEM SARAF PUSAT A. DATA BASE PASIEN Nama Usia MRS KRS : Ny. A : 65 tahun : 9 Januari 2009 : 14 Januari 2009

Alamat : Surabaya Status : umum Keluhan Diagnosa Klinik: Vertigo Topikal: Alat keseimbangan tubuh Etiologi: BPPV (Benigna Paroxysmal Positional Vertigo) Profil Penyakit Riwayat Penyakit : Riwayat stroke disangkal, HT (+) tidak rutin kontrol, DM (+) tidak terapi, kolesterol tinggi : pusing berputar mendadak 1 jam SMRS, muntah (+)

Hasil Pemeriksaan : Pada tanggal 09-01-09


1. foto thorax 2. CT scan kepala

: kesan Cardiomegali dengan aortosclerosis : edema cerebri

B. DATA KLINIK DAN LABORATORIUM Profil Data Klinik DATA KLINIK Suhu TD Nadi GCS Defekasi Tanggal (maret 2011) 9 37,6 150/90 88 456 + + 37 170/100 10 11 36,8 150/90 37 170/90 12 37 150/100 140/90 13 14

Profil Data Laboratorium DATA LAB WBC HB PLT Albumin GDA Gluc puasa Gluc 2 jam pp SGOT SGPT BUN Creatinin Cholesterol TG HDL LDL Asam Urat 3.4-5.7 Nilai normal 4500-10500/L 11-18 g/dL 150-450 3.8-5.4 g/dL 70-110 g/dL 70-110 mg/dL 110-160 mg/dL 5-34IU/L 11-60 IU/L 5-23 mg/dL 0.6-1.1 mg/dL <220 3.4-5.7 41.5-67.3 38 23 9 0.9 277 91 48 146 5.6 9 9800 19,5 161 4.14 187 119 150 12

TP K Na Cl Ca Ket: 3.8-5 136-144 94-104 8.1-10.4 Tebal : Naik Miring : Turun

8.4 3.03 143.6 97.7 10

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

VERTIGO Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. (Joesoef AA, 2002) Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (Joesoef AA, 2002) Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut (Sedjawidada,1991) : 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2) Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

Gambar 2. Skema teori Neural Mismatch 4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3). 5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.

Gambar 3. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis Keterangan : SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System 6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf

simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis. Penyebab dari Vertigo yang dialami oleh pasien dikarenakan riwayat penyakit dari pasien yaitu Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan Kolesterol tinggi, serta adanya Aortosklerosis pada otot jantung. 1. Diabetes Mellitus GDA tanggal 9= 187 (meningkat) Gluk puasa tanggal 12=119(meningkat) Diabetes mellitus dapat menyebabkan atau menimbulkan gangguan pendengaran yang merupakan faktor pencetus terjadinya vertigo. Teori mekanisme terjadinya gangguan pendengaran adalah karena mikroangiopati, neuropati atau kombinasi keduanya (prihantara,2002) Telinga bagian dalam seperti halnya otak, tidak memiliki energi cadangan. Metabolismenya bergantung secara langsung dari suplai oksigen dan glukosa yang berasal dari perdarahan. Oleh karena itu, gangguan metabolisme glukosa berpotensi tinggi menyebabkan gangguan kerja pada telinga bagian dalam dan memicu tibulnya vertigo. (prihantara,2002) 2. Hipertensi Tekanan darah tanggal 9-14 (meningkat) Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal sementara keterkaitan antara hipertensi dengan gangguan pendengaran dan tinitus juga terkait dengan vaskularisasi koklea. Reduksi dari oksigenasi pada koklea sangat berpengaruh pada hambatan vaskularisasi ini. Perubahan konsentrasi O2 mengakibatkan perbedaan elektropotensial antara vestibular kana & kiri akibatnya akan terjadi serangan vertigo (prihantara,2002) 3. Kolesterol tinggi Kolesterol tanggal 12 (meningkat) Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk deposit lemak lainnya meningkat. Pembuluh darah mayor ketelinga tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi iramanya (robbins,1991) 4. Aortosklerosis

Pasien mengalami aortosklerosis yaitu adanya aterosklerosis pada aorta jantung ,sehingga asupan darah(O2 dan nutrisi) yang keluar dari jantung melalui arteri karotis comunis dextra et sinistra (cabang aorta) menuju ke kepala(otak,wajah,telinga) akan terganggu.Dapat terjadi kekurangan pasokan O2. Sistem vestibular sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi dalam darah, oleh karena itu,perubahan aliran darah yang mendadak dapat menimbulkan vertigo. Aterosklerosis dapat mucul akibat DM, hipertensi dan kolesterol tinggi (Supardi et al,2007)

D. KOMPOSISI TERAPI I. Tujuan Terapi II. Mengatasi Hipertensi Mengatasi Diabetes Mellitus Engobati Vertigo Mengobati Aortosklerosis Menormalkan kadar Kolesterol yang meningkat Mengobati sembelitnya Menormalkan kadar kalium

Terapi Farmakologi Komposisi terapi R/ RL s.2fls.dd Infus martos s.0,3 gr/kgBB/jam CDP cholin inj 250mg s.3 dd. Flunarizine 5mg s.2 dd. Novalgin inj 5ml s.1 dd.

Dipenhidramine inj (10-50 mg) s. 1dd. Betaserc (8mg) s.3 dd. Noperten (10mg) s.1 dd. Adalat Oros (30mg) s.1 dd. Dulcolax supp s.1 dd. Metformin (500mg) s.3 dd.

E. PEMBAHASAN TERAPI YANG DIBERIKAN Untuk Pengobatan Vertigo:

1. Betaserc a. Komposisinya betahistin diHCl. b. Indikasi : :

pengobatan untuk menghilangkangejala-gejala vertigo perifer, penyakit meniere dan sindroma meniere yang ditandai dengan serangan vertigo, telinga berdenging tanpa tangsang dari luardan atau semakin kehilangan pendengaran, biasanya disertai dengan mual dan muntah. c. Alasan penggunaan :

karena pasien didiagnosis mengalami vertigo perifer. Dosis yang diberikan adalah 3x1 tablet (8mg). pemberian obat ini adalah dari tanggal 9-14 (Anonim, 2011). d. Mekanisme obat : betahistin tidak sepenuhnya diketahui. Pada study biokimia, betahistin ditemukan sebgai agonis lemah H1 dan berpotensi sebagai antagonis H3 pada sistem saraf

sentral dan sistem saraf otonom. Betahistine mempercepat pemulihan vestibular setelah neurectomy sebelah, dengan mempromosikan dan memfasilitasi kompensasi vestibular tengah; efek ini, yang dicirikan oleh up-regulasi histamin dan pelepasannya dimediasi melalui antagonism reseptor H3. Sifat-sifat ini berkontribusi terhadap efek terapeutik menguntungkan melihat berkaitan dengan penyakit meniere dan vestibular vertigo. Betahistine meningkatkan omset histamin dan pelepasan dengan cara menghalangi presynaptic H3-reseptor dan merangsang H3-reseptor downregulation. Efek ini memberikan penjelasan kemanjuran dari betahistine dalam perawatan vertigo dan vestibular penyakit. e. Efek samping :

keluhan lambung yang ringan dan kemerahan pada kulit (Anonim, 2011). 2. CDP Cholin Injeksi (Citidine Diphosphat Cholin) Citidine Diphosphat Cholin merupakan asam nukleat yang merupakan prekursor fosfatidilkolin, yaitu suatu zat gizi penting untuk integritas dan fluiditas membran sel otak. Senyawa ini juga dapat berubah menjadi asetilkolin, suatu neurotransmiter penting untuk komunikasi antar sel sehat serta untuk menyimpan memori dan mengeluarkannya.
a. Dosis :

3x250mg, digunakan pada tanggal 9 b. Hubungan umur pasien dengan obat : Tepat, karena obat ini digunakan untuk meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak pada pengobatan gangguan kesadaran, dan dosis yang diberikan menggunakan dosis dewasa lazim c. Hubungan dengan riwayat penyakit : Pasien memiliki riwayat stroke di sangkal, Hipertensi, Diabetes Mellitus, dan kolesterol tinggi, sehingga dapat menyebabkan Vertigo pada pasien. d. Lama penggunaan : Sesuai kebutuhan
e. Indikasi :

Untuk percepatan rehabilitas ekstrimitas atas pada pasien pasca hemiplagia apoplektif; pasien dengan paralisis ekstrimitas bawah yang relative ringan muncul dalam satu tahun dan sedang direhabilitasi dan sedang diberi terapi oral biasa dengan obat yang mengaktifkan metabolism serebral/yang memperbaiki sirkulasi). Kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala atau operasi otak dan serebral infark.

f. Mekanisme :

Citicholine meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascensdens yang berhubungan dengan kesadaran. Citicholine mengaktifkan sistem piranidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.
Citicholine menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme. g. Efek samping :

Sakit pada perut (epigastric distress), mual, kemerahan pada kulit, sakit kepala dan pusing.
h. Interaksi obat :

Tidak ada interaksi dengan obat-obat lain yang digunakan dalam terapi (Tatro, 2003). 3. Flunarizin Flunarizin merupakan obat antihistamin turunan piperazin. Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Flunarizine adalah derivat cinnarizine yang mempunyai efek antihistamin dan penghambat ion kalsium yang bekerja secara selektif, Flunarizine diabsorbsi dengan baik pada saluran cerna dan mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 2 - 4 jam setelah pemberian per oral. Flunarizine berikatan dengan protein plasma 90%. Waktu paruh Flunarizine sekitar 18 hari. Setelah menjalani metabolisme ekstensif di hati, Flunarizine dan metabolitnya diekskresi melalui feces.
a. Dosis :

10mg, bila terjadi efek samping diturunkan menjadi 5mg, diberikan tanggal 9-14. b. Hubungan umur pasien dengan obat : Tepat, karena obat ini digunakan untuk mengobati vertigo dari pasien. Pasien mengalami aortasklerosis yaitu penyempitan aorta sehingga terjadi hipoksia atau suplai oksigen berkurang sehingga obat ini dapat meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jantung. Dosis yang diberikan menggunakan dosis dewasa lazim. c. Hubungan dengan riwayat penyakit : Pasien memiliki riwayat stroke di sangkal, Hipertensi, Diabetes Mellitus, dan kolesterol tinggi, sehingga dapat menyebabkan Vertigo pada pasien. d. Lama penggunaan :

9-14 januari 2009.


e. Indikasi :

Untuk pencegahan migraine, mengurangi frekuensi serangan dan meringankan gejalanya, dan untuk terapi pada gangguan vestibular sentral maupun perifer seperti pusing, tinnitus dan vertigo (Anonim, 2006).
f. Mekanisme :

Flunarizin merupakan obat golongan antagonis kalsium atau penghambat kalsium. Penghambatan kalsium mempengaruhi pergerakan kalsium ke dalam sel dari jantung ke peredaran darah. Sehingga peredaran darah melemas dan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke jantung, akibatnyamengurangi kerja jantung (Anonim, 2006)
g. Efek samping :

Efek samping yang sering dijumpai adalah mengantuk dan lesu. Sedangkan efek samping yang jarang dilaporkan adalah nyeri ulu hati, mual, muntah, insomnia, ansietas, pusing, mulut kering, nyeri otot dan ruam kulit. Efek samping yang serius selama pengobatan jangka panjang adalah: depresi, gejala-gejala ekstrapiramidal (bradikinesia, rigiditas, akatisia, diskinesia orofasial, tremor).
h. Interaksi obat :

Obat-obatan seperti: alkohol, antiepilepsi, obat tidur, anti depresan dan obat penenang dapat mempengaruhi kerja Flunarizine atau meningkatkan terjadinya efek samping obat ini. Galaktore dapat terjadi jika digunakan bersama-sama dengan kontrasepsi oral. (Anonim, 2009).

4. Novalgin Injeksi Novalgin mengandung metamizole natrium, suatu obat yang mempunyai efek mengurangi rasa nyeri (analgetik) dan mengurangi spasme otot (antispasmodik).
a. Dosis :

Dewasa dan remaja 15 tahun, sebagai dosis tunggal 2-5ml (iv/im). Sebagai dosi harian sampai dengan 10 ml larutan injeksi (Anonim, 2011). b. Hubungan umur pasien dengan obat : Tepat, karena obat ini digunakan untuk mengobati vertigo dari pasien. Pasien mengalami rasa nyeri sehingga obat ini digunakan untuk menurangi rasa nyeri tersebut. Dosis yang diberikan menggunakan dosis dewasa lazim.

c. Hubungan dengan riwayat penyakit : Pasien memiliki riwayat stroke di sangkal, Hipertensi, Diabetes Mellitus, dan kolesterol tinggi, sehingga dapat menyebabkan Vertigo pada pasien. d. Lama penggunaan : Sesuai kebutuhan sampai rasa nyerinya hilang.
e. Indikasi :

Untuk nyeri berat misalnya akut atau kronis berkaitan dengan sakit kepala, sakit gigi atau tumor dan setelah cedera atau operasi (Anonim, 2011).
f. Mekanisme :

Obat-obat ini memiliki target aksi pada enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya prostaglandin. Mekanismenya dengan mengeblok pembentukan prostaglandin dengan cara menginhibisi COX (Neal, 2008).
g. Efek samping :

Reaksi hipersensitivitas atau alergi (jarang) : rash/kulit kemerahan, bengkak di wajah (bibir dan mulut), urtikaria, angioedema, bronkospasme, sesak napas, syok, steven johnson syndrome. Jarang : Lyells syndrome. Sangat jarang : agranulositosis, leukopenia, oliguria, anuria, atau proteinuria. Air kencing berwarna kemerahan.
h. Interaksi obat :

Bila digunakan bersamaan dengan siklosporin, dapat menurunkan konsentrasi siklosporin di dalam darah. Dapat meningkatkan efek alkohol. (Tatro, 2003).

Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus

1. Metformin (Obat golongan Biguanidin) a. Indikasi : Diabetes Melitus Tipe II yang gagal dikendalikan dengan diet dan OHO golongan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk (Anonim,2000)

b. Dosis : Diberikan 3 x 1 tablet (500 mg). Diberikan tanggal 9-14 (Anonim ,2000) c. Efek samping : Gangguan pencernaan, antara lain mual, muntah, diare ringan. Anoreksia (Anonim,2000) d. Alasan pemilihan obat : Obat ini diberikan karena pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus. Selain itu berdasarkan data laboratorium pasien memiliki kadar GDA dan GDP diatas normal. Oleh karena itu metformin dipilih untuk dapat meningkatkan sensitifitas reseptor insulin. e. Mekanisme aksi : Antidiabetik oral golongan biguanida mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea. Obat-obat ini bekerja tidak melalui perangsangan sekresi insulin, melainkan langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan produksiglukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis. Disamping itu, metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport dan meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya (Handoko dan suharto,2004) Untuk Pengobatan Hipertensi 1. Noperten a. Komposisi : NOPERTEN 10 mg. Tiap tablet mengandung Lisinopril 10 mg.
b. Indikasi adalah NOPERTEN

penghambat Angiotensin Converting Enzymeyang diindikasikan untuk Pengobatan hipetensi tingakta sedang hingga berat. Dapat digunakan sendiri atau bersama dengan obat antihipertensi lain (Tatro, 2003). c. Alasan pemakaian : Obat ini diberikan karena pasien memiliki riwayat hipertensi dan tekanan darah pada tangggal 9-14 melebihi batas normal.
d. Farmakologi atau mekanisme

penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan menghambat angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang kuat. Lisinopril mengatur mekanisme fisiologik yang spesifik, yakni sistem renin angiotensin-aldosteron, yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Awal kerjanya mulai dalam waktu 2 jam, setelah pemberian per oral, efek puncak tercapai 7 jam setelah dosis per oral dan efek berlanjut selama 24 jam setelah dosis tunggal harian. Data memperlihatkan efeknya

tidak lenyap selama terapi jangka lama. Peninggian tekanan darah secara tiba-tiba tidak terjadi bila pengobatan dengan penghambat ACE dihentikan secara mendadak. Penderita payah jantung kongestif yang diobati dengan lisinopril mendapat keuntungan khususnya dari pengurangan beban hulu(preload) dan beban hilir (afterload) dari jantung, yang terlihat sebagai peningkatan curah jantung, tanpa disertai refleks takikardia. Lisinopril tidak dimetabolisme di hati dalam jumlah yang nyata, ikatan plasmaprotein hampir tidak ada dan diekskresikan dalam bentuk yang tidak berubah/ke dalam urin. Lisinopril memperkecil kemungkinan timbulnya hipokalemia dan hiperurikemia akibat pemakaian tiazid.
e. Dosis yang diberikan untuk orang Dewasa Hipertensi yaitu :

Dosis awal, oral 10 mg sekali sehari dan Dosis pemeliharaan, oral 10-20 mg sekali sehari (Tatro, 2003). Noperten diberika pada tanggal 9-14. f. Kontraindikasi :

NOPERTEN tidak boleh diberikan pada orang yang sensitif terhadap lisinopril. Pada penderita yang secara historis pernah menderita angioedema sebagai akibat pengobatan sebelumnya dengan obat penghambat Angiotensin Converting Enzyme. g. Efek samping :

Hipotensi, Edema angioneurotik pernah dilaporkan walaupun jarang. Pada kasuskasus seperti itu, NOPERTEN harus dihentikan segera dan penderita diperhatikan dengan cermat sampai pembengkakan hilang, Edema angioneurotik yang disertai edema laring dapat mematikan, Reaksi hipersensitivitas lain yang mencakup urtikaria telah dilaporkan, Secara keseluruhan, melalui uji klinik, terbukti NOPERTENdapat diterima dengan baik oleh penderita, Takikardia, Nyeri abdomen, mulut kering, ikterus hepatoselular atau kolestatik, Perubahan suasana perasaan (mood), Perasaan bingung (mental confusion), Diaforesis, Uremia, oliguria, anuria, disfungsi ginjal, gagal ginjal akut, impoten, Suatu kompleks gejala telah dilaporkan meliputi: demam, vaskulitis, mialgia, artralgia/artritis, eosinofilia dan lekositosis (Tatro, 2003).

2. Adalat Oros (Nifedipine) a. Indikasi: Pengobatan vasopastic, angina, klonik stable angina, hipertensi (dalam bentuk tablet sustained-release). Untuk pasien dalam kasus ini, diberikan untuk terapi hipertensi karena pada data klinik tanggal 9-14 (Tantro et al., 2003) b. Dosis

Dosis untuk hipertensi adalah dengan dosis awal 30 mg/hari (maksimal 90 mg/hari) (Tantro et al., 2003)
c. Hubungan umur pasien dengan obat

Nifedipine ini dapat diberikan untuk pasien geriatri mengingat usia pasien sudah 65 tahun
d. Hubungan pengobatan dengan data klinik

Berdasarkan data klinik/data pasien, mengalami hipertensi berdasarkan data klinik tekanan darah pasien pada tanggal 9-14. Nifedipine digunakan untuk mengatasi hipertensi yang diderita pasien.
e. Hubungan pengobatan dengan riwayat pasien, penyakit, dan pengobatan

Pasienmengalamihipertensi sehinggadibutuhkanobat penurun tekanan darah untuk mengatasi hipertensi pasien f. Interaksiobat-obat, obat-makanan, obat-jamu Tidakadainteraksiobat-obat, obat-makanan, obat-jamu
g. Aturan pemakaian obat

Aturan pemakaian obat adalah dengan dosis awal 30 mg/hari (maksimal 90 mg/hari) (Tantro et al., 2003)
h. Lama penggunaan obat untuk terapi

Diberikan pada tanggal 9-14


i.

Efek samping Efek samping pada geriatri yang harus diwaspadai adalah terjadinya penurunan tekanan darah secara drastis

j. Hargaobat Bradname dengan kandungan nifedipine

Untuk Pengobatan Lainnya Hipertensi+Kolesterol+DM: 1. Infus Martos-10 Infus Martos-10 adalah salah satu merk dari cairun infuse yang nama generiknya adalah Maltosa.

a. Indikasinya adalah Martos 10 ini digunakan sebagai suplai air dan karbohidrat untuk pasien yang beresiko diabetes mellitus dan pada pasien dengan kondisi stress. Injeksi Martos 10 (500 mL 1000 mL dalam botol) bisa dicampur dengan larutan asam amino seperti contohnya Aminovel 600 atau infuse Aminoloban, untuk mendukung suplai kalori dan mengurangi osmolaritas, dan untuk mempertahankan kondisi aseptic juga (Anonim, 2009) b. Efek samping : Namun, Martos 10 ini juga mempunyai beberapa efek samping, seperti reaksi hipersentivitas, contohnya agatal-gatal pada kulit. Apabila tanda-tanda adanya gatal pada kulit sudah mulai terlihat, pemberian infuse Martos 10 harus dihentikan (Anonim,2009) c. Alasan pemilihan : Infus martos dipilih karena Martos tersebut mengandung Maltosa, dan pada pasien Diabetes Mellitus, maltose dapat secara bermakna menurunkan gula darah. Maltosa memiliki indeks glikemik yang rendah. Hal ini menggambarkan penyerapan maltose yang lambat oleh tubuh di dalam system pencernaan, dengan demikian maltose tidak menyebabkan kenaikan kadar gula darah yang mendadak sehingga maltose sesuai untuk dikonsumsi orang yang memiliki penyakit diabetes maupun yang menjalani diet rendah karbohidrat (Anonim,2009) Pengganti elektrolit: 1. Infus RL (Ringer Laktat) a. Komposisi : Kandungan elektrolitnya antara lain Natrium 130 mEq, Kalium 4 mEq, Klorida109 mEq, Kalsium 3 mEq, Asetat 28 mEq (Martindale, 2005). b. Dosis : Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit telah rasional untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit-elektrolit tubuh karena dalam hal ini pasien mengalami mual dan muntah dimana dapat mengancam terjadinya dehidrasi (MIMS, 2007). c. Alasan pemilihan : Infus ini dipilih karena pasien mengalami penurunan kadar kalium pada tanggal 9, selain itu pasien mengalami mual dan muntah yang dapat menyebabkan dehidrasi. Keadaan dehidrasi ini dapat dicegah dengan menggunakan infus ringer laktat karena infus Ringer laktat mengandung komposisi elektrolit dan konsentrasinya sama dengan yang dikandung di dalam cairan ekstraseluler (Martindale, 2005). Natrium merupakan kation utama plasma darah dan menentukan tekanan osmotik, klorida merupakan anion utama plasma darah serta kalium merupakan kation intraseluler sebagai konduksi syaraf dan otot. Mual dan muntah: 1. Dipenhidramin Inj (generik) a. Indikasi :

untuk mengurangi gajala nkondisi alergi termasuk urtikaria, angiodema, rhinitis & gangguan pruritus pada kulit. Selain itu digunakan sebgaai antimuntah pada terapi mual dan muntah, khususnya pada pencegahan dan terapi motion sickness. b. Alasan pemakaian : Obat ini digunakan karena pasien mengalami mual dan muntah akibat vertigo pada saat SRMS. c. Dosis :

10-50 mg melalui injeksi ( diberikan 30 menit sebelum bepergian ). Untuk injeksi intramuscular atau intravena digunakan konsentrasi 1% atau 5% (Sweetman, 2009). d. Mekanisme :

merupakan antagonis reseptor H1 dengan menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam macam otot polos, mengobati reaksi hipersensitivitas / keadaan lain yang disertai pelepasan histamine endogen berlebih (Istiantoro, dkk, 2007). Efek samping yang dapat timbul dari obat ini adalah bradikardi, takikardi, mulut kering. Sedangkan kontraindikasinya adalah pasien dengan riwayat penyakit asma dan kehamilan, bayi baru lahir / premature, menyusui .(Sweetman, 2009).

Sembelit: 1. Dulcolax a. Indikasi Pengobatan jangka pendek untuk konstipasi (Tantro et al., 2003) b. Dosis Untuk sediaan oral: dewasa dosis 10 sampai 15 mg Untuk sediaan suppositoria: dewasa dosis 10 mg (Tantro et al., 2003) c. Hubunganumurpasiendenganobat Dulcolax ini dapat diberikan untuk pasien geriatri mengingat usia pasien sudah 65 tahun d. Hubunganpengobatandengan data klinik Berdasarkan data klinik/data pasien, mengalami konstipasi berdasarkan data klinik tekanan darah pasien pada tanggal 13 dan 14. k. Hubunganpengobatandenganriwayatpasien, penyakit, danpengobatan

Pasienmengalamikonstipasi sehinggadibutuhkanobat pencahar untuk mengatasi kosntipasi pasien l. Interaksiobat-obat, obat-makanan, obat-jamu Tidakadainteraksiobat-obat, obat-makanan, obat-jamu m. Aturanpemakaianobat Untuk sediaan oral: dewasa dosis 10 sampai 15 mg Untuk sediaan suppositoria: dewasa dosis 10 mg (Tantro et al., 2003) n. Lama penggunaanobatuntukterapi Diberikan pada tanggal 12 januari o. Efeksamping Iritasi lokal pada pemberian sediaan terutama sediaan supositoria p. Hargaobat Bradname dengan kandungan bisacodyl

F. MONITORING a. Monitoring Monitoring kadar glukosa darah pada penggunaan metformin karena ditakutkan terjadi hipoglikemia Monitoring tekanan darah pada penggunaan obat hipertensi (noperten) hingga mencapai normal Monitoring penyakit vertigo pasien

b. KIE Hindari posisi kepala yang menimbulkan serangan Melakukan Brandt Daroff exercise sebagai instruksi Menghindari tidur pada posisi yang buruk Tinggikan posisi kepala dengan menggunakan 2 bantal ketika beristirahat Pada pagi hari bangun perlahan dan duduk di tepi kasur untuk beberapa menit Patuhi pengobatan yang diberikan

Jangan menyetir dulu

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Obat Vasodilator Perifer. http://medicastore.com/apotik.online/obat jantung /obat vasodilator. Diakses tanggal 25 mei 2012. Anonim,2009.Frego Flunarizin Tablet. http://www.farmasiku.com/index.php? target=products&product_id=32914. Diakses tanggal 25 mei 2012. Anonim .2009. http://els.fk.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=3758&parent=28417 Diakses pada tanggal 25 Mei 2012. Anonim. 2011. MIMS Indonesia Online (Novalgin). http://www.mims.com/indonesia/drugs/info.Novalgin. Diakses tanggal 25 mei 2012. Anonim. 2011. Betaserc - Detailed Prescribing Information. http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Betaserc/Betaserc%20tab?type=full#Actions. Diakses tanggal 14 Mei 2012 Handoko dan Suharto. Insulin, Glukagon dan Antidiabetik Oral. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi 4, 2004. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 2000 Istiantoro, Y. H, dan Setiabudy, R., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, 616- 619, Penerbit FKUI, Jakarta. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA, Kusumastuti K.(eds.). Martindale. 2005. The Complete Drug Reference. The Pharmaceutical Press 34rd Ed. London. Hal 1180-1181. Mathur NN, Carr MM. Inner Sudden Hearing Loss.E. medicine medscape.com.2009 Neal J, Michael. 2002. Medical pharmacology at glance-21th edition BlacwellScience Ltd. London

Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok Indonesia cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991. Prihantara Ys. 2002.Kurang Pendengaran Sensorineural Pada Penderita DM. Semarang. Robbin SL, Lotran RS, Kumar V.1991. Pathologics Basis of Desease. 3rd. Philadelphia.WB.Sanders . Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium Tinitus dan Vertigo. Soepardi EA,dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung Tenggorokan,Kepala dan leher Edisi ke enam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta Sweetman, Sean C et al,. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 35th Edition. Pharmaceutical Press. London, UK. Tatro , David ,et al. 2003. A to Z Drug Facts. Facts and Comparisons, San Francisco.

You might also like