You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah pedesaan.

Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori, ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di Indonesia filariasis telah tersebar luas hampir di semua propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya eliminasi penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005. Pada Tahun 2011, di Wilayah kecamatan Kerjo, dicurigai terdapat 1 kasus filariasis dan 1 orang penderita filariasis. Hal ini menarik bagi penulis untuk mengetahui prioritas masalah program pencegahan dan pemberantasan filariasis (P2 filariasis) di wilayah kerja Puskesmas Kerjo beserta pemecahan masalahnya. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan suatu rumusan permasalahan sebagai berikut:

1.

Apakah prioritas masalah program P2 Filariasis di wilayah kerja Apakah prioritas pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk

Puskesmas Kerjo? 2. memecahkan masalah tersebut? C. 1. Tujuan Penulisan Tujuan Umum Mengetahui prioritas masalah dan pemecahannya dalam program P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2. a. b. Tujuan Khusus Mempelajari dan menerapkan problem solving Menemukan masalah dan mencari alternatif cycle dalam mencari dan memecahkan masalah. pemecahan masalah dalam pelaksanaan program P2 filariasis. D. 1. Manfaat Penulisan Mahasiswa mampu dan berpengalaman dalam menerapkan konsep-konsep pemecahan masalah tentang program P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 2. Memberikan informasi bagi unit pelayanan kesehatan setempat, mengenai masalah yang ada dalam pelaksanaan P2 filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. 3. filariasis. Dapat digunakan oleh instansi Puskesmas sebagai bahan informasi di dalam meningkatkan peran sertanya dalam program P2

BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI FILARIASIS Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik. B. KRITERIA FILARIASIS Filariasis mudah menular, kriteria penularan penyakit ini adalah jika ditemukan mikrofilarial rate 1% pada sample darah penduduk di sekitar kasus elephantiasis, atau adanya 2 atau lebih kasus elephantiasis di suatu wilayah pada jarak terbang nyamuk yang mempunyai riwayat menetap bersama/berdekatan pada suatu wilayah selama lebih dari satu tahun. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikro filarial rate 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis dan harus segera diberikan pengobatan secara masal selama 5 tahun berturut-turut. Di Indonesia filariasis telah tersebar luas hampir di semua propinsi, berdasarkan laporan dari daerah dan hasil survey pada tahun 2000 tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa pada 231 kabupaten atau 26 propinsi. Pada tahun 2005 kasus kronis dilaporkan sebanyak 10.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 propinsi. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada tanggal 8 April 2002 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya eliminasi penyakit Kaki Gajah di Indonesia dan telah menetapkan eliminasi Kaki Gajah sebagai salah satu program prioritas. Sebagai pedoman Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer : 1582/MENKES/SK/XI/2005 Tanggal 18 Nopember 2005.

C. CARA PENULARAN FILARIASIS Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit nyamuk yang sudah terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva (L3). Nyamuk sendiri mendapat mikro filarial karena menghisap darah penderita atau dari hewan yang mengandung mikrofolaria. Nyamuk sebagai vector menghisap darah penderita (mikrofilaremia) dan pada saat itu beberapa microfilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Dalam tubuh nyamuk microfilaria tidak berkembang biak tetapi hanya berubah bentuk dalam beberapa hari dari larva 1 sampai menjadi larva 3, karenanya diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi. Didalam tubuh manusia larva 3 menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina serta berkembang biak D. PENYEBAB FILARIASIS Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari. Penyebarannya diseluruh Indoensia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres. W. bancrofti perkotaan vektornya culex quinquefasciatus W. bancrofti pedesaan: anopheles, aedes dan armigeres B. malayi : mansonia spp, an.barbirostris. B. timori : an. barbirostris. Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya. Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara

umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

E. DAUR HIDUP FILARIASIS Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Microfilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, microfilaria W.bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya microfilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada waktu siang hari, microfilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal, dan sebagainya. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau Aedes. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu sangat panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga kurang lebih 7 bulan. Microfilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. dalam waktu kurang lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi mula-mula ke rongga abdomen, dan kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III (bentuk infektif) ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa. F. CACING DEWASA ATAU MAKROFILARIA Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem

limfe. Ukuran 55 100 mm x 0,16 mm Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm Berkembang secara ovovivipar

E. MIKROFILARIA Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu. Mempunyai sarung. 200 600 X 8 um Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk. Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir. Faktor yang mempengaruhi : Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya, Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan, reservoir, vector Lingkungan sosial ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat, Kebiasaan dsb, Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial-ekonomibudaya) F. ELIMINASI FILARIA Bertujuan pemutusan rantai penularan dengan pengobatan Massal (MDA) pada penduduk yang beresiko (population at risk) thd Filariasis dan Disability prevention and Control : ditingkat masyarakat(CHBC) pada kasus : limfedema, hidrokel dan Limfedema / hidrokel dengan serangan akut serta

ditingkat RS pada kasus : Perbaikan / operasi Hidrokel , limfedema skrotum. Filaria belum bisa tereliminasi karena : 1. Gajah 2. 3. belum banyak diketahui G. GEJALA DAN TANDA FILARIASIS 1. Gejala dan tanda klinis akut : - Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat - Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit - Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan - Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah - Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas. 2. Gejala dan tanda klinis kronis : - Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki dan lengan, dibawah lutut / siku, lutut dan siku masih normal - Hidrokel : Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe, dapat sebagai indikator endemisitas filariasis bancrofti - Kiluria : Kencing seperti susu, kebocoran sel limfe di ginjal, jarang ditemukan Kab/kota Eliminasi Kaki Gajah belum merupakan prioritas Issue Eliminasi Kaki Gajah belum terangkat ke permukaan sehingga Belum adanya kesamaan persepsi tentang kegiatan Eliminasi Kaki

H. DIAGNOSIS FILARIASIS 1. Klinis - diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut ataupun kronis 2. Laboratorium - Seseorang dinyatakan sebagai penderita falariasis apabila di dalam darahnya positif ditemukan mikrofilaria. Untuk uji laboratorium sebaiknya gunakan darah jari yang diambil pada malam hari (pukul 20.00 02.00). a. Diagnosis parasitologis
1) Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan

hidrokel, atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott, membrane filtrasi, dan tes provokatif DEC. pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor. 2) Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesifik spesies, dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi b. Radiodiagnosis 1) Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi program. 2) Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas system limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik mikrofilaremia. c. Diagnosis imunologi Dengan teknik ELISA dan immunochromatographic test (ICT). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibody monoclonal yang manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

spesifik untuk mendeteksi antigen W. bancrofti dalam sirkulasi. Hasil yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Pada stadium obstruktif, microfilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-kadang microfilaria tidak dijumpai di dalam darah tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria. I. PENGOBATAN 1. Pengobatan Masal Dilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat. 2. Pengobatan Selektif Dilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria <1% (non endemis). 3. Pengobatan Individual (penderita kronis) Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak. J. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN 1. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk 2. Memberantas nyamuk serta sumber perindukan 3. Meminum obat anti penyakit gajah secara masal

C. Profil Puskesmas Kerjo Puskesmas Kerjo terletak paling utara di wilayah Kabupaten Karanganyar, yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen, dengan luas wilayah kerja Puskesmas Kec. Kerjo 4682,275 km 2. Keadaan wilayah kecamatan Kerjo terdiri dari pegunungan dengan ketinggian daerah sekitar 500 m dari permukaan air laut, dan Kecamatan Kerjo terletak arah utara dari Kabupaten Karanganyar. 1. Batasan Wilayah Bagian Timur Bagian Utara Bagian Barat 2. Demografi Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Kerjo tahun 2010 sebanyak 43.823 jiwa. Jumlah KK adalah 10.140. Jumlah penduduk terbanyak yaitu Karangrejo (5.782 jiwa) dan di Desa Kutho (5.698 jiwa). Sebagian besar mata pencaharian penduduk di kecamatan Kerjo sebagai petani atau buruh tani. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan SD. Di wilayah ini banyak terdapat hutan karet dan peternakan ayam di antara sawah yang terhampar luas. : Kecamatan Jenawi : Kabupaten Sragen : Kecamatan Mojogedang

Bagian Selatan : Kecamatan Ngargoyoso

10

Gambar 1. Peta Puskesmas Kerjo 3. Luas Wilayah Desa Kutho Desa Tawangsari Desa Ganten Desa Gempolan Desa Plosorejo Desa Karangrejo Desa Kwadungan Desa Botok Desa Sumberejo Desa Tamansari : 635,332 km2 : 677,044 km2 : 299,107 km2 : 605,169 km2 : 592,337 km2 : 567,970 km2 : 229,985 km2 : 324,297 km2 : 443,935 km2 : 307,104 km2 + : 4682,275 km2 Kecamatan Kerjo terbagi menjadi 10 desa , antara lain adalah :

--------------------------------------------------------------------------------

Luas Kecamatan

4. Pembagian Wilayah Binaan - Desa Kutho : Bidan Novi Indah Maryani, Amd.Keb.

11

- Desa Tawangsari : Bidan Tutik Eko Budiarti, Amd.Keb. - Desa Ganten - Desa Gempolan - Desa Plosorejo : Bidan Noer Indarni, Amd.Keb. : Bidan Heni Tri Astuti, Amd.Keb. : Bidan Dwi Ernawati,Amd.Keb. Bidan Meilani Mustikadewi, Amd. Keb - Desa Karangrejo : Bidan Prihatin Rahayuningsih, Amd.Keb. - Desa Kwadungan : Bidan Puji Lestariningsih,Amd.Keb. - Desa Botok - Desa Sumberejo - Desa Tamansari - Desa Ngasem 5. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang ada di wilayah Kecamatan Kerjo adalah ; Sekolah TK SLTP

: Bidan Wahyu Nur Aisyah, Amd.Keb. : Bidan Sri Ningsih, Amd.Keb. : Bidan Titik Muslihah Handayani, Amd.Keb. : Suyanta

: 26 Sekolah Dasar/ MI
: 5

: 30 : 1

Jumlah

SLTA : 62 sarana Puskesmas Induk Puskesmas Pembantu Pustu Botok

--------------------------------------------------------- + 6. Fasilitas sarana Kesehatan :1 : 4 buah

Pustu Ganten Pustu Tawangsari Pustu Plosorejo Polindes : 5 Polindes Polindes Desa Kutho Polindes Desa Kwadungan Polindes Desa Tamansari Polindes Desa Karangrejo

12

Polindes Desa Gempolan - Dokter Umum - Dokter Gigi - Bidan - Perawat - Perawat Gigi - Petugas Kesling - Petugas farmasi - Petugas Gizi - Petugas Laborat - Administrasi - Penjaga Malam Pusling / Mobil Posyandu Lansia Pokjanal Rawat Inap Pos Kesehatan : 4 Orang : 1 Orang : 18 Orang : 8 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 4 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 1 Orang : 48 Orang :2 : 26 Tempat : 68 Tempat :1 : 1 ( Poskes Ngasem )

7. Sarana Ketenagaan

- Petugas Cuci & Masak

- Perawat Honorer : 4 Orang - Cleaning Service Honorer - Fisioterafis Kontrak Jumlah Karyawan

------------------------------------------------------ +

8. Jenis Pelayanan Puskesmas Kerjo Pelayanan pengobatan umum Pelayanan pengobatan gigi Pelayanan kesehatan ibu dan anak Pelayanan KB Pelayanan klinik sanitasi

13

Pelayanan imunisasi Pelayanan klinik gizi Laboratorium sederhana Apotik Rawat inap UGD 24 jam Pusling PKD Pijat bayi Pos kesehatan

D. Pencegahaan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis Kasus Filariasis yang ditangani a. Pengertian 1) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan belum sembuh, termasuk kasus filarisis dengan gejala/tanda menetap atau kasus filariasis dengan gejala/tanda hilang timbul (trantient limphoedema); 2) 3) 4) 5) Seseorang yang pernah tercatat sebagai kasus filariasis dan tidak Seseorang yang pada pemeriksaan darah jari dinyatakan microfilaria Kasus filariasis ditangani adalah kasus filariasis yang mendapatkan Setiap penemuan kasus filariasis di suatu kecamatan harus pernah termonitor oleh Puskesmas (loss of follow up); positif dan belum pernah mendapat pengobatan; tatalaksana di Puskesmas dan diikuti tatalaksana rumah tangga; dilanjutkan dengan survei darah jari dan pengobatan massal filariasis sesuai dengan pedoman program eliminasi filariasis. b. Definisi Operasional Kasus filariasis yang ditangani adalah kasus filariasis yang ditemukan dengan pemeriksaan mikroskopis dan/atau dengan gejala klinis. c. Langkah kegiatan 1) Penemuan kasus:

14

Penemuan kasus dapat diperoleh di Puskesmas dan penemuan di masyarakat melalui survei. 2) Tatalaksana kasus : a) Tatalaksana penderita klinis akut dan kronis dilakukan di Puskesmas dan perawatan di rumah. Untuk kasus yang baru ditemukan langsung diberikan DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikuti pengobatan massal. Penderita dengan serangan akut, diberi antibiotika dan obat simptomatik lain terlebih dulu sampai gejala klinis mereda, baru kemudian diberikan DEC. Perawatan meliputi pencucian, pemberian salep anti jamur/anti bakteri, peninggian bagian tubuh yang mengalami lymphoedema, gerakan/exercise dan pemakaian alas kaki yang tepat. Setiap penderita dianjurkan untuk menjaga personal hygiene; b) Pengobatan kasus non klinis dengan obat DEC 3 x 100 mg selama 10 hari, kemudian diikutkan dalam siklus pengobatan massal dengan obat DEC, Albendazole, dan Parasetamol. 3) Peningkatan SDM: Melalui kegiatan antara lain: pelatihan tenaga pengelola filariasis Puskesmas, pelatihan tenaga pengelola mikroskopis filariasis Puskesmas, dan peningkatan SDM keluarga penderita dan kader di Puskesmas. 4) Promosi : Melalui kegiatan advokasi, penyuluhan, dan sosialisasi di Puskesmas, masyarakat dan kader. 5) Survei darah jari : Dilakukan untuk menentukan suatu daerah endemis filariasis atau tidak, dan untuk evaluasi setelah pengobatan massal. Persiapan yang dilakukan antara lain pelatihan tenaga Puskesmas (on the job training) dan penyiapan koordinasi masyarakat. dan Dalam penyiapan oleh masyarakat diperlukan (agama, penggerakan perangkat/tokoh-tokoh

masyarakat, pemuda, dan lain-lain) di desa. 6) Pengobatan massal untuk 1 kecamatan Implementation Unit (IU):

15

a) b) c)

Untuk memutuskan rantai penularan filariasis melalui pengobatan massal setiap tahun selama minimal 5 tahun; Pelatihan kader/TPE (Tenaga Pembantu Pengobatan); Diperlukan penyiapan masyarakat dengan penyuluhan serta koordinasi dan penggerakan masyarakat oleh perangkat desa dan tokohtokoh (masyarakat, agama, pemuda, dan lain-lain);

d)

Pelaksanaan pengobatan massal. Melakukan supervisi secara berjenjang. Pelaksanaan surveilans

7) Pemantauan dan penilaian : kasus klinis dan survei darah jari. E. Kerangka Pemikiran
Program Lingkungan Dana

Koordinasi Sarana Prasarana SD M Pelayanan kesehatan

Penanggulangan filariasis

Kependudukan dan genetika

Perilaku dan pengetahuan masyarakat

Keterangan : Koordinasi : kerjasama yang baik antara petugas, kader, dan masyarakat di wilayah Puskesmas Kerjo. Program : penyuluhan, dan penjaringan pasien filariasis di puskesmas. Sarana dan prasarana : penyediaan sampel untuk hapusan darah tebal SDM : peningkatan pengetahuan petugas puskesmas dan kader di wilayah Puskesmas Kerjo. Dana : penyediaan dana yang cukup untuk keperluan promosi kesehatan mengenai filariasis dan pengobatan filariasis. Lingkungan : perwujudan lingkungan yang bersih dan sehat untuk mengurangi angka kejadian filariasis. Perilaku dan pengetahuan masyarakat : peningkatan pengatahuan masyarakat tentang pencegahan filariasis.

16

BAB III METODE PEMECAHAN MASALAH A. Metode Metode pemecahan masalah yang dipakai adalah problem solving cycle. B. Lokasi dan Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kerjo Kabupaten Karanganyar. Waktu pelaksanaannya pada tanggal 26 April 2011 s.d 13 Mei 2011 saat menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kerjo. C. Pengumpulan Data Sumber data primer D. Analisis Data Analisis data dilakukan menggunakan tabel matrikulasi masalah. E. Penyajian Data Data disajikan dengan tabel F. Rancangan Penyelesaian Masalah
Matrikulasi Prioritas Masalah

: wawancara dengan pasien dan keluarga

Sumber data sekunder : hasil capaian kerja program P2TB 2010

Identifikasi Masalah

Prioritas masalah

Uraian rencana prioritas pemecahan masalah

Matrikulasi prioritas pemecahan masalah

Menyusun alternatif pemecahan masalah

Pelaksanaan prioritas pemecahan masalah

Evaluasi Pencegahan dan pemberantasan filariasis

17

BAB IV HASIL KEGIATAN DAN ANALISIS A. Hasil Kegiatan Hasil kegiatan P2 filariasis 2010 didapatkan dari data sekunder bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M) Puskesmas Kerjo dan bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK Karanganyar. Tabel 1. Hasil kegiatan P2 Filariasis 2010 Puskesmas Kerjo Karanganyar No 1 Indikator Program Angka penanganan kasus filariasis Target (%) 90 % Capaian (%) 0%

(Data sekunder bidang P2M Puskesmas Kerjo, 2010; Data sekunder bidang P2PL DKK Karanganyar, 2010) Dari tabel 1 diperoleh permasalahan yaitu capaian angka penanganan kasus filariasis belum memenuhi target. B. Analisis SWOT Organisasi Puskesmas SWOT merupakan akronim dari strength (kekuatan) dan weakness (kelemahan) dalam organisasi puskesmas, serta opportunity (peluang) dan threat (ancaman) dari lingkungan eksternal yang dihadapi organisasi puskesmas. Analisis SWOT merupakan alat yang ampuh dalam melakukan analisis strategis. Keampuhan tesebut terletak pada kemampuan untuk memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan peluang serta berperan untuk meminimalisasi kelemahan organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi. Analisis SWOT dapat diterapkan dalam tiga bentuk untuk menentukan keputusan stategis. Pertama, analisis SWOT memungkinkan penggunaan kerangka berpikir yang logis dan holistik yang menyangkut situasi tempat organisasi berada, identifikasi dan analisis berbagai alternatif yang layak

18

untuk dipertimbangkan, dan menentukan pilihan alternatif yang diperkirakan paling ampuh. Kedua, perbandingan secara sistematis antara peluang dan ancaman eksternal di salah satu pihak serta kekuatan dan kelemahan internal di pihak yang lain. Ketiga, analisis SWOT memungkinkan untuk melihat posisi organisasi secara menyeluruh dari aspek produk dan atau jasa yang dihasilkan dan pasar yang dilayani. Untuk mengidentifikasi dan memaksimalkan peranan faktor kekuatan organisasi dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan internal organisasi dan menekan dampak ancaman eksternal organisasi maka dilakukan kajian secara seksama dengan analisis SWOT, dengan unsur-unsur sebagai berikut: 1. Kekuatan (strength) Yang dimaksud kekuatan (strength) adalah berbagai kelebihan internal organisasi yang bersifat khas, yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila dimanfaatkan akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki organisasi. 2. Kelemahan (weakness) Yang dimaksud dengan kelemahan (weakness) adalah berbagai kekurangan internal organisasi yang bersifat khas yang dimiliki oleh suatu organisasi yang apabila diatasi akan berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki oleh organisasi. 3. Kesempatan (opportunity) Yang dimaksud dengan kesempatan (opportunity) adalah peluang eksternal organisasi yang bersifat positif yang dihadapi oleh suatu organisasi, yang apabila dapat dimanfaatkan akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi. 4. Ancaman (threat) Yang dimaksud dengan ancaman (threat) adalah kendala eksternal organisasi yang bersifat negatif yang dihadapi oleh suatu organisasi yang

19

apabila berhasil diatasi akan besar peranannya dalam mencapai tujuan organisasi (Azwar, 1996)

20

Tabel 2. Analisis SWOT Puskesmas Kerjo


Kekuatan (S) 1. Tersedianya dana (APBD II, JKMM ) 2. Terjangkaunya pelayanan kesehatan (2 Pustu / Pusling ) yang terjangkau 3. Adanya protap untuk penanganan filariasis dan tersedianya obat obatan yang cukup. Kelemahan (W) Koordinasi yang belum optimal antar pemegang program (P2 filariasis, Kesehatan lingkungan, Pos Kesehatan Masyarakat ) 2. Jumlah petugas program P2 filariasis kurang 3. Tidak adanya laboratorium parasit kerja

1.

4. Adanya

Kelompok operasional (Pokjanal)

Peluang (O)

Strategi SO

Strategi WO

1. Adanya kerjasama yang


baik dengan pelayanan kesehatan di luar Puskesmas (RS, DKK, dr. swasta) 2. Adanya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan (sudah terbentuknya Kalurahan Siaga)

1. Mengoptimalkan kerja sama 1.

Mengoptimalkan dengan pelayanan kesehatan di kinerja petugas kesehatan luar puskesmas, misalnya yang menangani filariasis dengan knowledge transfer dan dengan cara sistem rujukan mengevaluasi program P2 filariasis secara rutin 2. Mengoptimalkan partisipasi (knowledge transfer) masyarakat dalam gerakan pencegahan dan Mengoptimalkan pemberantasan filariasis, 2. misalnya dengan membantu kontribusi dan penyebaran informasi terkait keterlibatan jejaring filariasis internal Puskesmas terkait program P2 3. Penggunaan dana secara filariasis dengan optimal, seperti penyediaan menambah personil media media promotif yang petugas program P2 edukatif tentang filariasis filariasis dalam bentuk poster, dan leaflet Strategi ST 1. Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan instansi lain yang terkait pada promosi kesehatan 2. Mengadakan penyuluhan tentang PHBS dan keterkaitannya dengan filariasis Strategi WT Meningkatkan komunikasi antara pemegang program dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat, misalnya dengan pertemuan secara rutin mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan di masyarakat

Ancaman (T) 1. Perilaku masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan masih kurang sehingga masih banyak rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat . 2. Kesadaran masyarakat akan filariasis masih kurang 3. Tingkat sosial ekonomi masyarakat masih rendah

21

BAB V PEMBAHASAN Untuk itu disusunlah alternatif pemecahan masalah beserta rencana pemecahan masalah (plans of action) yang memungkinkan untuk dilakukan, demi menyelesaikan permasalahan tersebut. A. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah Beberapa alternatif pemecahan masalah terkait belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis yang mungkin disusun adalah sebagai berikut: Tabel 3. Alternatif Pemecahan Masalah Masalah Belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis Penyebab Pelaksanaan program Alternatif Pemecahan Masalah P2 Meningkatkan kontribusi dan jejaring dengan internal menambah Puskesmas terkait program P2 filariasis personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin Kurangnya partisipasi Meningkatkan partisipasi

filariasis yang belum optimal keterlibatan

masyarakat dalam gerakan masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis dan kurangnya P2 filariasis serta pengetahuan pengetahuan akan filariasis. masyarakat akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster

dan pembagian leaflet filariasis Kurangnya komunikasi dan Meningkatkan komunikasi dan kerja sama lintas sektoral kerja sama lintas sektoral untuk dalam kegiatan promosi kegiatan filariasis, semua seperti promosi dengan tokoh kesehatan melibatkan terkait, tokoh kesehatan khususnya terkait khususnya terkait PHBS dan PHBS dan filariasis instansi yang agama,

22

masyarakat, guru-guru di sekolah, dan Kementerian kerja Pendidikan operasional serta Nasional di bawah koordinasi kelompok (Pokjanal),

mengevaluasinya secara rutin.

Dari beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut Pemilihan prioritas menggunakan teknik CARL, dengan skala penilaian: 1. 2. 3. 4. C : Capability (Kemampuan): Kekuatan yang dimiliki dari sumber daya; A : Accessibility (Kemudahan): masalah/penyebab masalah mudah diatasi R : Readyness (Kesiapan): tenaga pelaksana (keahlian/kemampuan) dan

(ketersediaan metode/ cara/ teknologi dan penunjang pelaksanaannya Juknis). sasaran (motivasi). L : Leverage (Daya ungkit/Pengaruh): Besarnya pengaruh yang satu dengan yang lain secara langsung maupun tidak langsung dalam proses manajemen

Tabel 4. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Filariasis di Puskesmas Kerjo dengan Teknik CARL. No
1

Aspek Meningkatkan

C kontribusi
3

A
2

R
4

L
5

Kumulatif Rangking
120 2

dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program dengan P2 rutin P2 filariasis menambah filariasis, serta secara

personil petugas program mengevaluasinya

23

Meningkatkan partisipasi masyarakat serta pengetahuan dalam akan dengan pemasangan pembagian pelaksanaan P2 filariasis filariasis penyuluhan, poster dan

90

leaflet filariasis Kurangnya komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi dan filariasis kesehatan khususnya terkait PHBS

250

Ket : Mengisi dan membobot masing-masing aspek dengan bobot interval 5-4-3-21.Semakin besar/tinggi akibat, pengaruh dampak dan rasionalnya makin tinggi bobot yang ditetapkan padanya. Berdasarkan tabel 4 urutan prioritas pemecahan masalah adalah : 1. Kurangnya 2. komunikasi dan kerja sama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis. Meningkatkan kontribusi dan keterlibatan jejaring internal Puskesmas terkait program P2 filariasis dengan menambah personil petugas program P2 filariasis, serta mengevaluasinya secara rutin. 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 filariasis serta pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian leaflet filariasis Dari penentuan prioritas pemecahan masalah filariasis dengan Teknik CARL di atas, diketahui bahwa skor yang paling besar untuk alternatif pemecahan

24

masalah Filariasis adalah kurangnya komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis agar terjadi peningkatan kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. B. Plans of Action Berdasarkan hasil alternatif pemecahan masalah, diketahui bahwa hal yang menjadi prioritas utama dalam menghadapi target angka penanganan kasus filariasis yang belum tercapai di wilayah kerja Puskesmas Kerjo adalah dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis. Maka dari itu, disusunlah plans of action sebagai berikut: Susunan Plans of Action Kegiatan I : Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan P2 Filariasis a. Tujuan Secara umum, melibatkan seluruh masyarakat dalam wilayah Kecamatan Kerjo untuk mendukung program P2 filariasis, setidaknya dalam membantu proses penjaringan suspek, deteksi kasus, serta peredaran informasi terkait filariasis. Secara khusus, melibatkan kader kesehatan di tiap desa untuk berperan secara tidak langsung sebagai petugas P2 filariasis membantu petugas P2 filariasis Puskesmas Kerjo. Hal ini ditujukan untuk mencegah kejadian dan/atau penularan filariasis. b. Sasaran Kader kesehatan tiap desa dan masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu Pertengahan tahun 2011.

25

e. Lokasi Seluruh desa di wilayah Kecamatan Kerjo. Kegiatan II : Peningkatan pengetahuan akan filariasis dengan penyuluhan, pemasangan poster dan pembagian leaflet filariasis a. Tujuan Meningkatkan terjadinya, b. Sasaran Masyarakat di wilayah Kecamatan Kerjo. c. Pelaksana Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi Posyandu Lansia dan Pokjanal jejaring Puskesmas Kerjo Kegiatan III : Evaluasi rutin a. Tujuan Mengevaluasi kegiatan pelibatan kader kesehatan dan penyuluhanpenyuluhan yang telah dilakukan. b. Sasaran Jajaran UPTD Puskesmas Kerjo, dalam hal ini adalah unit P2M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular). c. Pelaksana Anggota P2 filariasis Puskesmas Kerjo. d. Waktu Kegiatan dilaksanakan minimal 1 kali dalam satu bulan. e. Lokasi pengetahuan bagaimana masyarakat Kecamatan penularannya, Kerjo akan cara filariasis, khususnya mengenai apakah filariasis itu, bagaimana proses cara bagaiman pencegahannya, dan bagaimana cara mengatasinya.

26

Puskesmas Kerjo Karanganyar.

27

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Prioritas masalah pada program P2 filariasis adalah Belum tercapainya target angka penanganan kasus filariasis di wilayah kerja Puskesmas Kerjo, dan prioritas pemecahan masalah tersebut adalah dengan meningkatkan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan mengadakan lokakarya mini filariasis. B. Saran Puskesmas Kerjo dapat mengaplikasikan metode peningkatan komunikasi dan kerjasama lintas sektoral dalam kegiatan promosi kesehatan khususnya terkait PHBS dan filariasis dengan harapan kejadian filariasis di masa yang akan datang dapat dihindari.

A.

28

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan ed.3. Jakarta: Binarupa Aksara. Gandahusada S., Ilahude H.D., dan Pribadi W (eds). 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S (eds). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Wallace RJ, Griffth DE. 2004. Antimycobaterial Agents in Kasper DL, Braunwald E (eds), Harrison's Principles of Internal Medicine, 16th ed. M Graw Hill. New York.

29

You might also like