You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK BUDIDAYA IKAN KERAPU

OLEH : M. FAUZI C1K009045

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MATARAM 2011

1. Penahuluan Potensi perairan laut yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha budidaya ikan-ikan bersirip diperkirakan 3 juta Ha (Sunaryanto, et al, 2001). Upaya budidaya selain bertujuan meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan per kapita, juga untuk memenuhi permintaan pasar dunia serta memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang tersedia dengan cara-cara yang ramah lingkungan dalam upaya pelestariannya di alam baik terhadap ruaya hidupnya maupun terhadap kelestarian jenis-jenisnya. Ikan kerapu tersebar luas di perairan pantai baik di daerah tropis maupun sub tropis, dan termasuk jenis ikan yang hidup di perairan berkarang sehingga sering dikenal sebagai ikan karang (coral reef fish). Beberapa jenis ikan kerapu yang banyak terdapat di Indonesia seperti kerapu bebek atau tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kerapu sunu (Plectropomus leopardus), kerapu lumpur (Epinephelus coioides), kerapu malabar (Epinephelus malabaricus), dan kerapu bintik atau batik (Epinephelus bleekeri), merupakan komoditas andalan untuk dibudidayakan karena selain memiliki nilai jual yang tinggi juga dalam proses produksinya lebih banyak memanfaatkan sumber daya laut yang ada dan menggunakan komponen lokal cukup besar, sementara hasil dari usaha budidayanya mempunyai pangsa pasar yang luas merupakan salah satu komoditi perikanan yang memiliki prospek pasar yang sangat menjanjikan sehingga sangat potensial untuk dikembangkan yang pada gilirannya dapat meningkatkan devisa negara (Anonim, 2011). Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang cerah dan layak dikembangkan sebagai ikan budidaya laut karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dipasar lokal maupun internasional. Selain itu Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) juga potensial untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat, mudah untuk dipelihara, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan dapat dikembangkan di Keramba Jaring Apung (Kordi, 2007). Ikan kerapu seperti kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat ini sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia, termasuk di kawasan perairan Lombok, NTB. Selain bernilai ekonomis tinggi dengan harga sekitar 36 US dollar per kg (Yudha, 2003), ikan kerapu bebek juga sudah berhasil dikembangkan teknik budidayanya di Balai Budidaya Laut (BBL) Sekotong. Kerapu bebek termasuk satu diantara jenis kerapu yang paling banyak diminati konsumen baik sebagai ikan hias (pada ukuran juvenil 3-5 cm) yang dikenal dengan nama Grace Kelly atau Polka dot Grouper, maupun sebagai pasok restoran sea food (pada ukuran konsumsi 400-800 gram). Ketersediaan benih telah berhasil diproduksi secara massal di Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT) di Bali dengan ukuran yang relatif seragam, jumlah yang cukup serta kualitas yang terjamin sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pasok benih yang kontinyu tanpa dipengaruhi musim (Anonimous, 1998), bahkan HSRT telah

mampu menembus pasar luar negeri. Dengan demikian sumber benih relatif berdekatan dengan lokasi pembesaran di Teluk Ekas. Demikian juga hasil budidayanya akan sangat mudah dipasarkan karena propinsi Bali merupakan pelabuhan internasional sehingga peluang ekspor ikan hidup ke pasar internasional seperti Hongkong, Singapura, Jepang, Taiwan dan Thailand akan sangat mudah (Aslianti, 1996). Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya ikan kerapu dalam proses pembesarannya adalah tingginya tingkat kematian. Hal ini terutama disebabkan karena belum dikuasainya tehnologi pembesaran secara baku, baik ditinjau dari kondisi lingkungan perairan yang kurang mendukung maupun dari segi standar operasional (ukuran KJA, ukuran benih pada saat tebar, padat penebaran dalam pemeliharaan, pola pemberian pakan, dll). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang pembesaran kerapu dengan mengacu pada aspek-aspek kendala budidaya, dengan tujuan untuk mengkaji lebih lanjut kelayakan sistim budidayanya sehingga dapat meningkatkan kapasitas pemeliharaan (carryng capacity) dan meningkatkan jumlah produksi yang akhirnya dapat diperoleh suatu type budidaya kerapu yang dapat diaplikasikan pada pengguna. 2. Pemeliharaan Induk dan Pemijahan Induk yang dipelihara di Balai Budidaya Laut Sekotong didatangkan dari luar daerah yaitu dari Bali yang berasal dari penangkapan di alam. Pengangkutan induk kerapu tersebut dilakukan menggunakan kapal. Induk kerapu yang akan di bawa direndam terlebih dahulu menggunakan Elbajo. Calon induk yang didatangkan berumur lima tahun dengan induk betina lebih besar daripada induk jantan. Induk kemudian dipelihara pada bak-bak pemeliharaan. Bak pemeliharaan calon induk dibedakan dengan bak tempat pemijahan. Ukuran ikan kerapu yang siap dipijahkan yaitu ikan kerapu jantan dengan berat 2,5-3,5 kg/ekor dan induk betina memiliki ukuran lebih kecil dengan berat 1,5-2,5 kg/ekor dengan perbandingan 1:3 yaitu satu induk betina dan tiga induk jantan, untuk merangsang pemijahan ikan kerapu biasanya dilakukan menggunakan hormon. Hormon yang digunakan untuk merangsang pemijahan yaitu Natur E yang dicampurkan pada cumi-cumi sebagai pakan ikan kerapu tersebut yang diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Dosis pemberian natur E pada pagi harinya lebih banyak dibandingkan dengan dosis yang diberikan pada sore hari.

Gambar 1. Bak pemeliharaan induk

Pakan yang diberikan pada induk kerapu yang akan memijah berupa ikan rucah dan cumi-cumi. Hamka (2009) menyampaikan bahwa pada saat menjelang pemijahan kirakira sepuluh hari sebelum pemijahan i nduk diberi pakan berupa cumi-cumi. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki mutu telur yang dihasilkan nantinya. Ikan rucah yang diberikan berupa ikan teri. Sebelum diberikan ke ikan kerapu ikan rucah tersebut terlebih dahulu dibersihkan bagian kepala dan isi perutnya serta insangnya karena pada bagian- bagian tersebut mikroorganisme banyak ditemukan dan cepat berkembang biak. Pakan ikan tersebut diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan diberkan sampai kenyang (adlibitum). Pemijahan ikan kerapu terjadi pada satu bulan dalam satu periode. Ikan kerapu akan memijah pada bulan gelap dan bulan terang. Pada bulan gelap setiap dua minggu dihasilkan telur ( sehari sebelum buan gelap dan sehari sesudah bulan gelap). Pemijahan ikan kerapu terjadi pada di atas jam satu malam. Pemanenan telur dilakukan dua atau tiga hari sebelum ikan kerapu melakukan pemijahan. Terlebih dahulu pada bak kolektor dipasangkan jaring dengan ukuran mash size 200 mikron, pemanenan telur pada bak pemijahan dilakukan sengan menambahkan aerasi. Fungsi aerasi tersebut yaitu untuk membantu menaikkan telur supaya telur hasil pemijahan mengapung di permukaan dan memudahkan dalam pemanenan telur. Sutrisno, dkk (2003) mengatakan bahwa untuk memisahkan telur yang baik dan buruk, telur didiamkan selama 5-10 menit tanpa aerasi. Telur yang baik berwarna transparan dan akan mengapung di permukaan air, sedangkan telur yang buruk akan mengendap di dasar wadah. Telur ikan yang mengapung akan ikut mengalir keluar bersama air melalui pipa yang disambungkan dengan bak kolektor yang sudah dipasangkan jaring supaya telur ikan tidak keluar ke pembuangan. Telur di ambil menggunakan plankton net dan di tampung pada akuarium.

Penanganan telur dilakukan dengan melakukan penyeleksian terlebih dahulu untuk mendapatkan telur yang baik. Telur ikan kerapu yang baik yaitu telur yang melayang dipermukan air sedangkan telur yang tenggelam di dasar bak atau kolam kualitasnnya jelek. Setelah telur di ambil selannjutnya di tebar pada kolam penebaran telur dengan padat tebar 5-6 butir/liter. Telur akan menetas dalam waktu 19 jam pada suhu 30-32 oC. Pengukuran kualitas air seperti suhu, salinitas, ammonia, pH serta DO pada budidaya ikan kerapu ini diakukan setiap hari dan penggantian air laut pada bak pemeliharaan 30% perharinya. Dalam budidaya kerapu ini yang menjadi masalah utama yaitu limbah pengolahan emas yang dibuang oleh masyarakat dan mengalir ke laut, sirkulasi air yang satu arah yaitu pengeluaran dan pemasukan air dalam satu jalur dan keadaan air yang sering kotor. Untuk mengatasi kendala ini yaitu harus memperhatikan dan memenejmen kualitas air secara intensif. Kunci sukses dalam pemeliharaan induk harus memperhatikan debit air yang masuk karena berpengaruh terhadap suplay oksigen yang di butuhkan oleh ikan dan kualitas indukan ikan kerapu yang sehat dan bagus. Bak tempat pemeliharaan induk ikan kerapu yaitu pada bak berbentuk bundar dengan tinggi sekitar 3 m, diameter sekitar 3 m, volume air 15-50 ton dengan warna bak dicat dengan warna biru. Untuk bak kolektor berukuran dengan tinggi 1x1x1 m dan berwarna biru. Sedangkan jumlah titik aerasi yang ada pada bak pemeliharaan induk yaitu lima titik aerasi dan penempatannya disesuikan dengan besar dan bentuk baknya. 3. Unit Pengolahan Pakan Alami Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada ikan kerapu. Maka pakan har us disiapkan terlebih dahulu. Adapun pakan yang disiapkan yaitu pakan alami berupa plankton. Jenis pakan alami yang dikultur sebagai pakan alami dalam pemeliharaan larva ikan kerapi pada BBL sekotong ini adalah Nanochloropsis sp. dan bebrapa plankton lainnya. System kultur yang dilakukan ada dua yaitu : kultur skala laboratorium dan skala missal. Sistem kultur ini dilakukan dengan cara bertingkat, mulai dari skala laboraturium dengan volume kecil yang ditumbuhkan melalui media agar kemudian dikultur melalui media cair dan dilakukan mulai dari yang sedikit yaitu dengan volume 10 ml pada tabung reaksi selama 7-10 hari kemudian dikiltur kembali dalam wadah yang lebih besar yaitu volume 100 ml, 250 ml sampai 10 L masih di lakukan di dalam laboratorium. Selanjutnya dikultr lagi dalam wadah yang lebih besar dengan volume 60-100 L yang dilakukan di luar ruangan/outdoor dalam media akuarium.

Gambar 2. Kultur pakan alami skala laboratorium

Setelah dari akuarium pindahkan lagi ke wadah dengan volume berkisar 0,5-1 ton dalam bak fiber, yang kemudian dilanjutkan pada bak yang berukuran 20 ton yang selain berfungsi untuk pakan larva juga untuk pakan rotifer, dimana rotifer tersebut digunakan sebgai pakan larva yang berumur 3-15 hari keatas. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton adalah cahaya untuk proses fotosintesis, aerasi dan salinitas. Semua peralatan maupun bahan yang digunakn untuk kultur pakan alami ini dalam keadaan steril, jadi sebelum digunakan air laut harus melalui proses filterisasi terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan perebusan dan penambahan klorin untuk mematikan kuman-kuman yang selanjutnya diberikan tiosulfat untuk menetralisirnya. Untuk pengkulturan dari 1 L kultur dibutuhakan bibit 10-20% dari volume air tersebut jadi untuk volume air kultur 900 ml digunakan bibit 100 ml. Adapun pupuk yang digunakan dalam proses kultur plankton ini yaitu pupuk konwe, pupuk medium dan pupuk KW21. Dalam waktu 4-5 hari petumbuhan plankton sudah mulai terlihat padat, secara visual dapat dilihat dari warnanya. Pada hari ke-2 plankton akan mulai beradaptasi, hari ke 3-4 mulai berkembangbiak dan hari ke 5-6 mengalami puncak pertumbuhan. Setelah itu akan terjadi penurunan pertumbuhan akibat nutrien yang mulai habis dan selanjutnya akan mengalami proses kmatian. Kultur pada media yang lebih besar dilakuan pada saat terjadi puncak pertumbuahan misalnya pada skala 1 L pada hari ke-7 pada saatnya dilakukan kultur kedalam media dengan volume yang lebih besar dapat dilakukan dengan mengambil separunhnya untuk bibit dan separuhnya lagi disimpan sebagai stok. Penyimpan stok tersebut dilakukan di dalam ruangan dengan suhu berkisar antara 4-5oC. Kultur pakan alami skala masal dilakukan dengan menggunakan akuarium sebanyak 3 buah dengan volume akuarium 8-10 liter, bibit dari laboraturium sebanyak 90 ml. Pemupukan dilakukan dengan cara memasukan air terlebih dahulu berserta penambahan klorin dan pupuk mulai ditebar, kemudian dimasukkan bibit dan pemberian aerasi. Setelah umur lima hari dipindahkan

kedalam bak fiber. Kendala yang sering dialami dalam kultur pakan alami adalah mudahnya pakan alami tersebut terkontaminasi oleh lingkungan. 4. Penetasan telur dan pemelihraan larva (hetchery) Induk kerapu di BBL sekotong di pelihara pada bak beton berbentuk bulat degan volume 15 50 ton dengan kepadatan 1 2 ekor/ m3, dengan sistem air mengalir dan dilengkapi dengan bak pemanenan telur ukuran 1x1x1 m. Pakan yang diberikan berupa ikan segar, cumi, yang disertai penambahan vitamin E dan multivitamin secara teratur untuk mempercepat pematangan gonad dengan dosis 2 3% berdasarkan berat biomassa. Induk kerapu bebek akan mengalami pematangan gonad setelah 7 10 bulan pemeliharaan dengan berat 1,5 2,5 kg/ekor induk betina, dan 2,5 3,5 kg/ekor induk jantan. Pemijahan terjadi pada malam hari pukul 22.00 02.00 dengan perbandingan jantan betina adalah 1:2 dengn jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 1 3 juta telur. Telur kerapu bebek di panen dengan menggunakan skopnet, dipindahkan ke dalam akuarium dan dilakukan seleksi telur. Adapun ciri telur yang bagus yaitu ditandai dengan warna transparan dan mengapung di permukaan air. Telur yang bagus ditebar pada media pemeliharaan dengan padat tebar 4 5 butir/ liter dan telur akan menetas setelah 19 jam pada suhu air 28 300c. Dalam penebaran telur tersebut ada beberapa alat dan bahan yang digunakan yaitu: Ember volume 30 liter 1 buah Gayung sebanyak 1 buah Scopnet halus meshsize 400 mikron sebanyak 1 buah Beakerglass 50 ml sebanyak 1 buah Telur kerapu bebek Anti bakteri Elbaju sebanyak 100 gram Akuarium voume 100 liter Aearsi Air laut dan Bak penetasan Naupli Artemia dengan volume 200 liter sebanyak 2 buah.

Gambar 3. Bak penetasan telur

Salah satu prosedur kerja yang dilakukan adalah perhitungan telur, perhitungan telur ini dilakukan pada akuarium dengan volume 100 liter dengan aerasi kuat supaya penyebaran telurnya merata, setelah itu diambil sampel pada lima titik (setiap sudut akuarium dan pada bagian tengah akuarium) kemudian dirataratakan dan dibagi volume samplel kemudian dikalikan dengan volume akuarium. Selanjutnya pemberian Elbaju dengan dosis 1 ppm sebanyak 5 gram untuk 10 ton air bak pemeliharaan larva, kemudian diencerkan dengan air laut sebanyak 15 liter aduk hingga homogen kemudian ditebar pada titik aearasi. Setelah jumlah telur diketahui kemudian dilakukan penebaran pada bak pemeliharaan larva denagn kepadatan 5 - 7 butir/liter. Di BBL sekotong pemeliharaan larva dilakukan pada bak beton volume 10 ton, di ruangan tertutup (indoor), dengan kepadatan larva 4 5 ekor/liter. Pakan yang diberikan adalah rotifera mulai dari D.2 sebanyak 1 3 ind/ml, selanjutnya D.5 dengan kepadatan 3 5 ind/ml, dan pakan buatan diberikan mulai D.15 secara adlibitum sesuai dengan kepadatan larva. Artemia diberikan mulai D.18 dengan kepadatan 0,5 1 ind/ml tergantung dengan kepadatan larva. Panen larva dilakukan setelah benih berumur D40 45 atau setelah mencapai ukuran 1,5 2 cm. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya benih tidak stres, kemudian dipindahkan ke bak pendederan. Kegiatan persiapan sebelum benih ditebar di bak pendederan adalah setting aerasi, sterilisasi bak maupun peralatan dengan pengisian air pemeliharaan . Benih yang berasal dari bak larva dipindahkan pada pagi hari dengan kepadatan benih awal yang ditebar 200 250/m3 dan kepadatan yang ditebar semakin menurun sesuai dengan ukuran larvanya. Pakan yang diberikan berupa pelet tenggelam sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya. Pakan diberikan sebanyak 6 kali sehari secara adlibitum. Sebelum pakan diberikan pada benih, pakan ditambahkan bahan pengkaya vitamin C dengan dosis 2 gr/ kg pakan. Ikan dipanen apabila sudah mencapai ukuran 8 10 cm dan lama pemeliharaan 3 4 bulan dengan SR 60 70%. panen larva juga dapat dilakukan apabila larva sudah berkembang secara sempurna menjadi ikan (juvenile) dengan ukuran 1,5 2 cm/ ekor dan berumur 40 45 hari. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi stres, dengan cara menurunkan air pemeliharaan sampai kedalaman 20 30 cm dari dasar bak. Benih ditangkap dengan menggunakan keranjang halus sekaligus di grading/dipilah berdasarkan ukuran untuk dipindahkan ke bak pendederan. Sedangkan untuk pengendalian penyakit pada pemeliharaan larva kerapu bebek alat dan bahan yang digunakan berupa: Anti bakteri Elbaju sebanyak 50 gram/bak Timbangan digital (Annalitical balance) Laminar flow Incubator Mikroskop

Colony counter Media TSA, TSB, dan uji sifat biokimia bakteri dan Aerasi

Cara menanggulanginya adalah dengan pemberian Elbaju dengan dosis 0,5 ppm setiap lima hari sekali, dan timbang Elbaju sebanyak 5 gram untuk 10 ton air bak pemeliharaan larva. Sedangkan untuk pengelolaan kualitas airnya digunakan alat seperti: Selang sipon sebanyak 1 buah/bak Alat pengukuran kualitas air Selang diameter 1 inchi panjang 2 meter dan Spektrofotometer

5. Pendederan larva Benih yang digunakan berasal dari Gondol dan Situbondo. Sebelum tersebut di tebar dilakukan persiapan air dan aklimatisasi erlebih dahulu baru kemudian benih di tebar. Ukuran benih yang didatangkan tersebut biasanya berukuran sekitar 1,8-3 cm dan di tebar dengan kepadatan 1330 ekor/bak. Pakan yang diberikan berupa pelet, adapun jenis pakan pelet yang diberikan ada dua jenis di antaranya pellet NRD untuk benih yang berukuran 1,8 cm dan pelet GR2 diberikan pada benih ikan kerapu yang berukuran 3 cm. Pada pendederan ikan kerapu ini tidak diberikan pakan ikan rucah karena ukuran bukaan mulut masih trlalu kecil untuk memakan ikan runcah.

Gambar 4. Pendederan larva

Untuk pemberian pakan pelet pada unit pendederan ini dilakukan secara adlibitum yaitu pemberian pakan sampai ikan merasa kenyang dengan frekuensi pemberian pakan dilakukan setiap 2 jam sekali. Untuk menjaga kualitas air dalam bak pendederan, bak tersebut disipon setiap hari menggunakan alat penyiponberupa pipa plastic (selang sipon). Dalam melakukan penyiponan, aerasi

dan sirkulasi yang ada dalam bak dihentikan untuk sementara dengan tujuan agar feses dan sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan mengendap di dasar bak sehingga mudah untuk dibrsihkan. Apabila proses penyiponan sudah selesai maka aerasi dinyalakan kembali. Dalam unit pendederan ini tidak dilakukan penjarangan. Waktu yang dibutuhkan dalam pembesaran pada unit pendederan ini yaitu selama 4-6 bulan dengan ukuran benih mencapai panjang 10-12 cm. Harga dari benih dengan ukuran 10-12 cm dapat dijual dengan harga 1500/ekor. Untuk menjaga agar kualitas air dalam bak tetap bagus, maka dilakukan penggantian air. Penggantian air biasanya dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari da sore hari yaitu sekitar pukul 11.00 WITA dan 15.00 WITA. Penggantian air pada setiap bak dilakukan dengan debit air 200 L/jam. Ukuran bak yang digunakan dalam pendeeran ini yaitu 1,5 m x 3m x 1.4 m dan ketinggian rata-rata 60 cm. Untuk pengukuran parameter kualitas perairan seperti suhu, salinitas, pH dan DO diusahakan supaya suhu air berkisar 28-30 oC, salinitas pada kiaran 30-32 ppt, pH 6,8- 7,2 dan oksigen terlarut 2,9-3,2 ppm. Kendala yang biasa dihadapi dalam unit pendederan yaitu sering ditemukannya penyakit, penyakit yang biasa menyerang benih ikan kerapu bebek berupa bakteri yaitu penyakit yang disebakan oleh bakteri vibrio selain itu juga sering ditemukan penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu virus VNN, untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut para teknisi melakukan vaksinasi menggunakan vaksin polivalen dengan dosis 0,2 ppm/bak. Bak pendederan ikan dicat dengan warna biru laut dan aerasi yang di berikan yaitu ada tiga titik aerasi. 6. Pembesaran Di Keramba Jaring Apung (KJA). Pembesaran ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA) menggunakan dua jenis keramba jaring apung yaitu keramba yang terbuat dari kayu dan yang terbuat dari plastic/ fiber. Untuk keramba yang terbut dari kayu umur pemakaiannya bisa sampai 8 tahun. Keramba jaring apung yang bahan dasarnya berasal dari kayu dan papan dihubungkan dengan menggunakan baut dengan ukuran 10 cm dan 21 cm. Baut yang berukuran 10 cm biasanya digunakan untuk menghubungkan papan dengan lubang-lubang kantong sedangkan baut yang berukuran 21 cm untuk menghubungkan papan utama pembentuk keramba tersebut. Selain itu juga bahan yang tidak kalah pentingnya yaitu pelampung dan terpal berwarna hitam yang memiliki lubang untuk melindungi keramba dan para pekerja supaya tidak terkena sinar matahari langsung. Keramba yang menggukan bahan dasar pelastik/fiber didatangkan dalam bentuk batang dan dirakit/dihubungkan setelah sampai di BBL sekotong. Keramba pelastik/ fiber ini buatan Malaysia dan biasaya berwarna hitam, balaibalai budidaya yang ada di Indonesia sudah disarankan untuk menggunakan keramba yang terbuat dari fiber. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi penggunaan kayu dari hasil penebangan hutan. Dalam satu unit KJA yang terbuat dari fiber terdapat 8 buah kantong sedangkan pada KJA yang terbuat dari kayu terdapat 24 buah kantong dan dari

keseluruhan keramba yang di gunakan dalam pembesaran ikan kerapu ini berjumlah 150 kantong. Untuk ukuran lubang kantong pada rakit ternyata berbeda-deda, keramba yang terbuat dari kayu memiliki luas 3 x 3 m sedangkan untuk keramba yang terbuat dari fiber dengan luas 2 x 2 m. Keramba yang berasal dari kayu harus menggunakan pelampung supaya tidak tenggelam, pelampung yang digunakan terbuat dari sterofom yang dilapisi dengan plastik sedangka keramba yang berasal dari fiber tidak perlu menggunakan pelampung karena karamba tersebut sudah dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki rongga-rongga agar dapat terapung pada permukaan air laut. Untuk keramba kayu memiliki 20 buah pelampung dalam satu unit KJA. Keramba jaring apung ini juga memiliki rumah jaga tetapi rumah jaga ini berpisan dengan kerambanya, rumah jaga ini tidak memeiliki kantong tempat pemeliharan ikan tetapi rumah jaga ini berfungsi untuk menaruh pakan yang akan dberikan pada ikan dan tempat peralatan yang akan digunakan di tengah laut.

Gambar 5. Pembesaran kerapu di KJA

Pengadaan bibit yang ditebar pada karamba jaring apung yaitu bibit berasal dari hasil pembenihan yang diakukan di sekitar bubidaya dan harga yang berasal dari luar BBL sekotong mencapai 3000/ cm sedangkan bibit yang berasal dari BBL sekotong sendiri sampai 2000/cm. Untuk penebarannya tentu saja memiliki ukuran, ukuran benih ikan yang baik untuk di tebar yaitu 12-17 cm, tujuan penggunaan ukuran lebih dari 12 cm karena bibit sudah mampu untuk melawan gangguan arus dan sudah mampu melawan serangan penyakit. Untuk memindahkan benih ikan dari tempat pedederan ke tempat pembesaran yaitu kedalam keramba jaring apung yang ada di tengah laut maka akan membutuhakan sarana transportasi air seperti speedboat. Proses pengangkutannya yaitu: 1. Terlebih dahulu air diambil dari tempat pendederan dan di tuangkan ke palkah speedboat dan ikan yang akan di tebar dimasukkan ke dalam palkah speedboat tanpa di aklimatisasi terlebih dahulu. 2. Nyalakan kompresor sebagai sumber aerasi untuk ikan. 3. Benih ikan dibawa ke KJA.

4. Benih ikan dimasukkan ke KJA dan di lakukan aklimatisasi agar benih ikan tidak stres. Adapun teknik aklimatisasi yang dilakukan sebagai berikut: 1. Ikan yang ada di palkah speedboat diambil menggunakan sorok dan dimasukkan dalam ember yang sudah diisi air dari palkah speedboat tersebut. 2. Ember tersebut dibawa ke lubang kantong KJA dengan tujuan menyamakan suhu air. 3. Masukkan air sedikit demi sedikit untuk menyamakan salinitas dan tunggu beberapa saat sampai ikan bisa beradaptasi dan ikan di lepaskan ke KJA. Padat tebar benih ikan kerapu pada KJA yaitu untuk benih ikan yang berukuran 12-15 cm mencapi 300 ekor per lubang kantong dan untuk ukuran ikan yang berukuran 17cm berkisar 250 ekor perlubang kantong, pada benih ikan yang berukuran 12-15 cm ketika sudah mencapai ukuran 17 cm dilakukan pengurangan kepadatan karena ikan akan melakukan kompetisi dalam memperebutkan makanan. Jenis ikan yang diberikan pada pembesaran di KJA yaitu pakan buatan yang berupa pelet yang dapat di beli pada toko-toko tempat penjualan pakan ikan. Pakan ikan kerapu ini bermerek KERA atau MEGAMI, terkadang juga ikan kerapu diberikan pakan ikan rucah jika sedang musim (ikan rucah). Pakan ikan rucah biasanya lebih bagus dibandingkan dengan pakan buatan. Ikan rucah memiliki keunggulan karena ikan rucah dapar mempercepat pertumbuhan ikan kerapu. Ikan kerapu dapat tumbuh besar dimana ukuran dalam 1 ekor mencapai 4 ons bahkan lebih dalam 10 bulan sedangkan untuk pemberian pakan pelet dapat mencapai 1,5 tahun untuk ukuran yang sama. Tetapi ikan rucah ini selain memiliki keunggukan juga memiliki kekurangan yaitu sangat sulit dicari karena ketersediaan ikan rucah tergantung musim dan tidak tahan laka sedangkan pakan pelet mudah ditemukan selain itu pelet juga lebih tahan lama dan nutrisi ikan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan nutrisi dari ikan tersebut. Pengurangan kepadatan dilakukan sejak ikan kerapu masih dipelihara di KJA. Pengurangan bisa terjadi 18 kali sampai ikan kerapu siap untuk dipanen. Teknik pengurangan dilakukan dengan melihat ukuran ikan kerapu dan keaktifannya serta responnya terhadap pemberian pakan. Untuk pegurangannya biasanya dapat mencapai 10-20% dari padat tebar awal kerapu. Ukuran ikan kerapu yang siap untuk dipasarkan yaitu yang mencapai ukuran lebih dari 4 ons per ekor. Untuk ikan yang masih hidup penjualannya bisa mencapai Rp. 350.000,- sampai Rp. 400.000,- per kilogram, ini berlaku untuk ikan kerapu bebek. Untuk penjualan ikan dalam keadaan tidak hidup para karyawan di balai budidaya laut sekotong tidak tahu karana hanya menjual ikan dalam keadaan hidup. Pembesaran ikan kerapu pada KJA dapat memakan waktu sampai 1,5 tahun.

Perawatan jaring dan rakit pada KJA mulai dilakukan dengan pembersihan dan pergantian jaring. Pembersihan dan penggantian jaring biasanya dilakukan dua minggu sekali. Jaring yang lama diganti dengan jaring yang baru. Lokasi budidaya ikan kerapu di BBL sekotong ini sebenarnya kurang bagus untuk dijadi kan tempat budidaya karena lokasi perairannya memiliki arus yang cukup kuat namun karena ini merupakan keputusan pemerintah, maka kegiatan budidanya ikan kerapu ini tetap dilakukan di wilayah ini. Dalam pembesaran ikan kerapu bebek ini tidak lepas dari masalah dan kendala yang dihadapi para pembudidaya. Yang menjadi kendala dalam budidaya ikan kerapu yaitu proses pembesaran ikan kerapu pada KJA dan faktor social dari manusia itu sendiri. Warga sekitar sering mencuri ikan yang ada di KJA serta para petugas yang tidak memberi makan ikan dikarenakan cuaca yang tidak mendukung. Proses pemberian pakan dilakukan empat kali sehari yaitu dua kali pagi hari dan dua kali pada sore hari dengan campuran vitamin C 2 g/kg pakan yang dicampurkan dengan telur. Untuk mengatasi kendala dan masalah tersebut maka para karyawan balai harus menperhatikan kondisi keramba dan harus menperhatikan pola pemberian pakan supaya ikan tumbuh dengan optimal. Letak titik kritis proses pembesaran ikan kerapu pada keramba jaring apung adalah saat musim ombak datang. Selain itu juga hal-hal yang perlu diperhatikan dan merupakan kunci sukses dalam membudidayakan ikan kerapu yaitu pemberian pakan yang rutin, melakukan perendaman yang rutin dengan air tawar setiap 2 minggu sekali untuk menghilangkan parasit yang menempel pada ikan kerapu dan pakan yang diberi pada ikan kerapu harus diperkaya dengan vitamin. Kesimpulan dan Saran Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan diatas sebagai berikut: 1. Ikan kerapu bebek merupakan ikan yang memiliki nilai jual tinggi dengan pangsa pasar yang luas, sampai ke luar negeri. 2. Perairan NTB memiliki potensi yang besar sebagai untuk budidaya ikan kerapu, salah satunya ikan kerapu bebek. 3. Sebagai salah satu balai, BBL Sekotong sudah memiliki fasilitas yang cukup lengkap mulai dari laboratorium, bak pemeliharaan induk sampai KJA untuk pembesaran kerapu bebek. 4. Diperlukan ketekunan yang tinggi dalam melakukan budidaya kerapu bebek ini seperti bagaimana teknik pembenihan, teknik pembesaran, pendederan ataupun pengadaan pakan harus dikuasai sebagai langkah awal untuk melakukan budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Budidaya Kerapu Ikan Kerapu . http//www.google.co.id/teknikbudidaya-kerapu.html. Di akses 28 Desember 2011. Aslianti, T. 1996. Pemeliharaan Larva Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis Dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia II(2):6-12. Edisi Khusus. Hamka. 2009. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Depertemen Kelautan dan Perikanan. Kordi, K. M. G. H. 2007. Teknik Budidaya Kerapu Bebek di KJA. PT. Rineka Cipta. jakarta. Sunaryanto, Sulistyo, I. Chaidir, dan Sudjiharno. 2001. Pengembangan Teknologi Budidaya Kerapu : Permasalahan dan Kebijakan. Prosiding Lokakarya Nasional. Pengembangan Agribisnis Kerapu. Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kerapu yang Berkelanjutan Melalui Penerapan IPTEK. Jakarta, 2829 Agustus 2001. Hal.1-16. Yudha. 2003. Budidaya Kerapu di BBL Sekotong. http//www.google.co.id. Di akses 28 Desember 2011.

You might also like