You are on page 1of 8

nilai etika dan estetika dalam berbudaya

http://azenismail.wordpress.com/2010/05/17/nilai-etika-dan-estetika-dalam-berbudaya/ Secara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan yang dahsyatmun, peran kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia. Sebab, melalui media kesenian, makna harkat menjadi citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyata. Bagi manusia Indonesia telanjur memiliki meterai sebagai bangsa yang berbudaya. Semua itu dikarenakan kekayaan dari keragaman kesenian daerah dari Sabang sampai Merauke yang tidak banyak dimiliki bangsa lain. Namun, dalam sekejap, pandangan terhadap bangsa kita menjadi aneh di mata dunia. Apalagi dengan mencuatnya berbagai peristiwa kerusuhan, dan terjadinya pelanggaran HAM yang menonjol makin memojokkan nilai-nilai kemanusiaan dalam potret kepribadian bangsa. Padahal, secara substansial bangsa kita dikenal sangat ramah, sopan, santun dan sangat menghargai perbedaan sebagai aset kekayaan dalam dinamika hidup keseharian. Transparansi potret perilaku ini adalah cermin yang tak bisa disangkal. Bahkan, relung kehidupan terhadap nilai-nilai etika, moral dan budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan. Namun, kenyataannya kini semuanya telah tercerabut dan nyaris terlupakan. Barangkali ada benarnya, dalam potret kehidupan bangsa yang amburadul ini, kita masih memiliki wadah BKKNI (Badan Koordinasi Kebudayaan Nasional Indonesia) yang mengubah haluan dalam transformasi sosial, menjadi BKKI (Badan Kerja sama Kesenian Indonesia) pada Februari lalu. Barangkali dengan baju dan bendera baru ini, H. Soeparmo yang terpilih sebagai bidannya dapat membawa reformasi struktural dan sekaligus dapat memobilisasi aktivitas kesenian sebagaimana kebutuhan bangsa kita. Sebab, salah satu tugas dalam peran berkesenian adalah membawa kemerdekaan dan kebebasan kreativitas bagi umat manusia sebagai dasar utama. Tulang Punggung Suatu dimensi baru, jika dalam pola kebijakan untuk meraih citra sebagai manusia Indonesia dapat diwujudkan. Untuk hal tersebut, kebijakan menjadi bagian yang substansial sifatnya. Bukan memberi penekanan pada konsep keorganisasian, sebagai bendera baru dalam praktik kebebasan. Melainkan, bercermin pada kebutuhan manusia terhadap kebenaran, dan nilainilai keadilan. Sehingga, kesenian dapat menjadi tulang punggung mempererat kehidupan yang lebih tenang, teduh dan harmonis. Dalam koridor menjalin kesatuan dan persatuan bangsa, dan mengangkat citra kehidupan manusia Indonesia di mata dunia, perlu adanya upaya yang tangguh dan kokoh. Sebab, tanpa upaya tersebut niscaya kita hanya mengenang masa silam dan mengubur masa depan dari lahirnya sebuah peradaban. Dalam hal ini kita sebagai bangsa yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, tentu tidak akan rela. Namun demikian, gradasi budaya itu menukik tajam, dan dapat dirasakan sejak jatuhnya rezim Soeharto. Meskipun, pada rezim kekuasaan Orde Baru bukan berarti tidak ada sama sekali pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, justru karena terselubung dengan rapi maka borok kemerosotan moral itu tidak begitu tampak. Tetapi, kini semuanya menjadi serba terbuka dan menganga. Siapa pun punya hak dan kewajiban untuk menjadi pelaku reformasi, tidak sekadar jadi penonton. Itu sebabnya, tidaklah salah jika dalam memperbaiki kondisi bangsa, kita juga proaktif dalam menyikapinya. Tak dapat disangkal, jika kesenian merupakan kebutuhan dasar manusia secara kodrati dan unsur pokok dalam pembangunan manusia Indonesia. Tanpa kesenian, manusia akan menjadi kehilangan jati diri dan akal sehat. Sebab, kebutuhan manusia itu bukan hanya melangsungkan hajat hidup semata, tetapi juga harus mengedepankan nilai-nilai etika dan

estetika. Untuk wujudkan manusia dewasa yang sadar akan arti pentingnya manusia berbudaya, obat penawar itu barangkali adalah kesenian. Unsur penciptaan manusia sebagai proses adalah konteks budaya. Dalam hal ini, apa yang diimpikan Konosuke Matsushita dalam bukunya Pikiran Tentang Manusia menjadi dasar pijakan kita, jika ingin menjadi manusia seutuhnya. Sebab, pada dasarnya manusia membawa kebahagiaan dan mengajarkan pergaulan yang baik dan jika perlu memaafkan sesamanya. Karena, dari sinilah dapat berkembang kesenian, kesusastraan, musik dan nilai-nilai moral. Sehingga, pikiran manusia menjadi cerah dan jiwanya menjadi kaya. Bertalian dengan konteks itu, Soeparmo dalam ceramahnya di depan pengurus daerah juga mengatakan hal yang sama. Artinya, jika manusia sudah tidak mampu menjalankan tugas kreativitasnya, maka manusia itu menjadi mandek dan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan. Kondisi Semrawut Carut marut kehidupan saat ini, semakin tumpang tindih. Persoalan bangsa menjadi bara api yang sulit untuk dipadamkan. Kondisi sosial yang tidak lagi bersahabat, menjadikan manusia makin kehilangan jati dirinya. Bahkan berbagai ramalan menatap masa depan bangsa, hanya berisi pesimistis dan sinis. Jika kearifan yang dimiliki manusia semakin sempit dan terbatas, barangkali kegelisahan sebagai anak bangsa semakin beralasan. Potret sosial yang kini menjadi skenario massal masih menjadi tekanan dalam konteks berpolitik. Akibatnya, pertarungan yang tidak pernah akan menyelesaikan masalah terus berjalan tanpa ada rem nya. Dan itu dapat kita lihat secara kasat mata, pertunjukan dagelan yang hanya untuk memuaskan nafsu kekuasaan dan ingin menunjukkan kekuatan dalam menggalang massa. Padahal, tugas sebagai manusia yang berbudaya senantiasa mengulurkan cinta kasih, perdamaian dan menjaga harmoni kehidupan. Tetapi, kenyataannya sikap dan perilaku dalam potret masa kini, nilai-nilai etika, norma-norma sosial, dan hukum moral menjadi haram untuk dijadikan landasan berpikir yang sehat. Bahkan, upaya untuk berani membohongi diri sendiri, adalah ciri-ciri lenturnya nilai-nilai budaya. Dimensi sosial semacam ini, Indonesia di mata dunia semakin menjadi bahan lelucon. Apalagi yang harus dijadikan komoditi bangsa dari berbagai aspek kehidupan. Bicara soal ekonomi, bangsa Indonesia sudah menggadaikan diri nasibnya pada IMF. Soal politik, dianggap ludrukan karena hanya sekadar entertainment. Dan lebih mengerikan lagi, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di daerah-daerah membuat bingkai kemanusiaan semakin tidak memiliki harga diri. Dan masih banyak persoalan seputar kita yang semakin semrawut dan kehilangan konteks dalam pijakan untuk membangun manusia seutuhnya. Jalan pintas melalui kesenian, barangkali masih bisa menjadi mediasi silahturahmi di mata dunia. Karena dalam pendekatan kesenian, estika, etika, dan hukum moral merupakan ekspresi yang tidak pernah bicara soal kalah menang. Melainkan, dalam korelasi budaya pintu melalui kesenian masih bisa dijadikan komoditi yang bisa dijadikan akses kepercayaan. Apalagi dengan diberikannya kebebasan terhadap otonomi daerah, melalui undang-undang No.22/1999 harus dipandang sebagai suatu masa pencerahan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Karena dengan otoritas yang ada, daerah dapat membangun wilayahnya dan pengembangan terhadap kesenian tidak lagi dijadikan proyek yang sentralistik di pusat, Jakarta. Kebebasan akan hal ini, harus dijadikan peluang untuk membangun potensi yang ada. Karena itu makna pembangunan, jangan hanya dilihat dari sukses dan tidaknya sarana jalan tol, pasar swalayan, mal-mal atau bahkan tempat-tempat hiburan yang kini sedang menggoda mata budaya. Padahal ada hal yang lebih penting dari pesan Eric From dalam

bukunya Manusia Bagi Dirinya bahwa, Ketidakharmonisan eksistensi, manusia menimbulkan kebutuhan yang jauh melebihi kebutuhan asli kebinatangannya. Kebutuhankebutuhan ini menimbulkan dorongan yang memaksa untuk memperbaiki sebuah kesatuan dan keseimbangan antara dirinya dan bagian alam. Jika demikian masalahnya, masihkah kita men-dewa-kan pembangunan dalam arti yang harafiah sebagai lingkup keberadaan manusia. Sebab masih ada yang lebih substansial, pembangunan manusia seutuhnya lewat kesenian adalah cermin bagi kepribadian bangsa. Ironis, selama ini kita hanya terlena dalam memikirkan nasib bangsa dari sisi pembangunan perut semata. Akibatnya, dari waktu ke waktu, kita hanya bisa merenungi peradaban baru yang membawa bangsa ini semakin bodoh.

Atas Nama Moral untuk Berkesenian http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/03/53965/atas_nama_moral_untuk_berkese nian/#.T8zlBIGgLDc Oleh:Fadmin Prihatin Malau. Alinea terakhir dari tulisan rubrik Lirik Rebana, Minggu Analisa, 20 Mei 2012 berjudul, "Lady Gaga Haram?" yang ditulis Idris Pasaribu cukup menggelitik dengan kalimat, "kita tak perlu kebakaran jenggot, hanya karena Lady Gaga, membuat kita tergaga(p)-gaga(p) menanggapinya," Pada baris akhir alinea terakhir dari tulisan Idris Pasaribu yang menyoroti pro-kontra dan netral tentang akan digelarnya pertunjukan artis kondang dari luar negeri di Indonesia pada pertengahan Juni 2012 ini. Atas nama moral, etika dan budaya Indonesia konser Lady Gaga diprotes sebagian kalangan di Indonesia. Anehnya, meskipun diprotes, ternyata calon penonton yang ditargetkan 40.000 penonton ini laris manis. Tiket dengan mudah terjual dan susah untuk mendapatkannya. Logika berpikirnya, jika diprotes konser itu maka kurang atau tidak ada calon penonton, tiket susah dijual. Bila ini yang terjadi tanpa protes juga konser Lady Gaga bisa gagal di Indonesia. Promotor mana yang mau rugi bila melakukan konser sepi atau tanpa ada penonton. Itulah Indonesia, sesuai dengan pribahasa Indonesia (kini banyak masyarakat Indonesia yang sudah lupa) yang menyebutkan, "Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, tetapi kuman di seberang lautan terlihat" Peribahasa ini, kini terjadi. Sekelompok kecil masyarakat protes, tetapi sekelompok besar ingin menonton dan sekelompok besar lagi diam saja. Fenomena yang terjadi sekarang ini, bukti nyata kegagalan kebudayaan, kesenian Indonesia, kegagalan kebudayaan, kesenian membuat komponen anak bangsa terpecah-pecah dalam persepsi (pandangan) yang berbeda tentang kesenian, berkesenian, budaya, berbudaya. Sesungguhnya kesenian, berkesenian, budaya, berbudaya pasti akan menyatukan pandangan pada satu titik yakni budaya Indonesia. Sebab budaya itu adalah jati diri bangsa dan jati diri bangsa milik semua anak bangsa Indonesia. Semua komponen anak bangsa Indonesia memiliki satu kebudayaan yang merupakan akar jati diri bangsa itu sendiri Pemerintah Bingung Soal Budaya Indonesia Pro-kontra dan netral tentang konser Lady Gaga di Indonesia dikaitkan dengan nilai moral Bangsa Indonesia. Kita bertanya nilai moral yang bagaimana anak Bangsa Indonesia. Bila tidak sesuai dengan budaya Indonesia, lantas kita bertanya lagi kebudayaan Indonesia itu yang bagaimana. Terus, terus dan terus, bolak-balik tanpa ada titik temu. Mengapa tanpa ada titik temu? Jawabnya, karena kita masih tergagap-gagap dengan dengan hadirnya Lady Gaga. Jelas dan tegas, kebudayaan itu adalah hasil budi daya manusia. Dia memiliki nilai yang tidak ternilai, sehingga salah bila kebudayaan itu dibenturkan dengan kepentingan kelompok tertentu dan akan tidak benar bila dikaitkan dengan kebudayaan, nilai moral suatu bangsa karena pada dasarnya kebudayaan itu nilai-nilai moral yang ada pada diri manusia dalam satu bangsa. Muncul pertanyaan, apakah para koruptor pemimpin bangsa di Indonesia yang melakukan korupsi uang rakyat merupakan budaya Bangsa Indonesia? Bila kita (Anda) mengatakan tidak, maka mengapa tidak dilarang, mengapa masih diterima hidup bersama dengan

masyarakat Indonesia. Mengapa tidak diusir saja dari bumi Indonesia ini. Mana budaya Indonesia itu? Jawabnya, dari hari ke hari budaya luhur Indonesia semakin hilang. Kehilangan ruh, kehilangan jiwa dan jati diri bangsa. Bila korupsi tidak dianggap budaya Indonesia, maka harus dilarang sebagaimana Lady Gaga yang datang ke Indonesia sebab korupsi tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Bila demikian para koruptor tidak mempunyai tempat berpijak dan bernafas di bumi Indonesia. Idris Pasaribu dalam tulisannya di rubrik Lirik Rebana menilai, pemerintah tidak (kurang) perduli dengan kesenian, kebudayaan Indonesia dilihat dari anggaran yang diberikan pemerintah pada kesenian, kebudayaan Indonesia. Benar, jika pemerintah perduli pasti anggaran yang diberikan kepada kesenian, kebudayaan Indonesia tidak sepeti sekarang ini. Lebih pasti lagi, pemerintah tidak (kurang) perduli pada kesenian, kebudayaan Indonesia terlihat dari tergagap-gagapnya menilai konser Lady Gaga yang mendapat protes (kontra) dari sekelompok kecil masyarakat dan menerima dukungan (pro) juga dari masyarakat terhadap konser Lady Gaga serta lebih gagap lagi menilai masyarakat yang netral (diam, acuh) terhadap konser Lady Gaga di Indonesia. Tergagap-gagapnya Pemerintah menentukan sikap, sampai kepada pembantu Presiden (Menteri) meminta, agar dilakukan dialog dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan konser Lady Gaga, satu tanda pemerintah tidak (belum) mengetahui sesungguhnya mana kebudayaan Indonesia. Bila sudah mengetahui dan memiliki konsep dasar kebudayaan Indonesia tidak akan tergagap-gagap lagi hanya soal konser Lady Gaga yang diprotes sekelompok kecil masyarakat atas nama moral bangsa Indonesia dalam kerangka berkesenian. HaHaHaluar biasa, maka tidak perlu heran lagi bila koruptor berkuasa di negeri ini. Tindak kerasan terus terjadi di negeri ini, nyawa manusia tidak bernilai, para tenaga kerja Indonesia diluar negeri diperkosa, disiksa, dibunuh dan mayatnya dikembalikan ke tanah air. Hasil bumi Indonesia dijarah, dibawa ke luar Indonesia dan kemiskinan terus meningkat di bumi yang kaya-raya. Semua itu karena kita (Bangsa Indonesia) tidak punya jati diri. Mengapa tidak punya jati diri, karena tidak mengenal secara baik budaya atau kebudayaan sendiri. Bila Pemerintah perduli dan mengetahui dengan baik kebudayaan Indonesia, tidak butuh dialog, tidak butuh konpromi, jelas yang namanya bukan budaya Indonesia tidak boleh hidup di bumi Indonesia. Penulis; mantan Sektretaris Majelis Kebudayaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, pemerhati masalah budaya dan pecinta seni.

Seni Pertunjukan
Karya seni yg melibatkan aksi individu / klompok di tempat dan waktu tertentu biasanya melibatkan 4 unsur : 1. Waktu 2. Ruang 3. Tubuh si seniman 4. Hubungan seniman dan penonton Seni tradisi / tradisional: unsur kesenian yg menjadi bagian dalam hidup masyarakat tertentu contoh: esenian daerah tertentu dan alat musik daerah tertentu. Apresiasi seni: suatu cara kita menghargai karya sebuah karya seni. Definisi lain adalah, bentuk kepedulian dan penghargaan yang tinggi akan nilai-nilai keindahan yang terkandung dalam melihat suatu hasil karya seni. Performer: berasal dari kata perform maksudnya, melakukan suatu aksi, melakukan sesuatu atau prosedur tertentu, yang sering membutuhkan keahlian atau kemampuan tertentu. Arti lain: memainkan / melakukan (orang yang memainkan / melakukan) dalam seni tari,musik, drama dll. Contohnya dance performer, adalah seorang penari yang menunjukan keahliannya menari, atau music performer, seorang pemusik yang menunjukan kemampuannya bermusik dengan alat tertentu. Performer biasanya melakukan sesuatu dengan memperagakannya sesuai kemampuannya dan sesuai disain dari yang akan dipertunjukkan. Performer menurut suatu definisi lain adalah seseorang atau beberapa orang yang melakukan atau berpartisipasi aksi panggung baik itu untuk pertunjukan tari, music, opera, teater dan sirkus dengan menggunakan gerakan tubuh, suara dan mimik wajah. Dalam hal ini termasuk didalamnya aktor, komedian, penari, musisi dan penyayi. Seringkali mereka menggunakan kostum dan riasan dan peralatan lainnya untuk melengkap tampilan pertunjukannya. Sensualitas, dari bahasa Inggris, sensuality, adalah the quality or state of being sensual, atau arti lain: enjoyment of physical, esp. sexual, pleasures (terjemahannya: keadaan atau kondisi dimana sesuatu hal dianggap sensual, bisa secara fisik, berkaitan juga dengan tindakan mengarah seksual dan atau kondisi yang menyentuh kenikmatan tertentu). Sensualitas dalam seni: segala sesuatu yang berkaitan dengan rasa sensual, terutama fisik, juga berkaitan seksualitas dalam karya seni yang di ciptakan dengan keahlian yang luar biasa. KOREOGRAFI : seni menciptakan dan mengubah tari / dia berhasil memasukan unsur-unsur pokok dari seni. Choreography, diambil dari bahasa Yunani yang berarti menari-menulis, ini adalah seni dalam membuat struktur-struktur (gerakan-gerakan) yang ada. Bentuk komposisinya mengarahkan atau menghubungkan setiap gerakan. Hasil gerakan yang terstruktur bisa juga ditujukan sebagai bentuk dari koreografi. Orang yang menciptakan koreografi disebut koreografer.

GAGASAN PENCIPTAAN : ide / hasil pemikiran proses / cara menciptakan. Gagasan penciptaan selalu bisa dilakukan satu orang atau lebih, atau juga kerja tim yang berproses cukup lama, sebelum menjadi satu ide yang benar-benar final untuk dilanjutkan menjadi rencana kerja besar. GAGASAN ARTISTIK : ide / hasil pemikiran yg mempunyai nilai seni / bersifat seni. Ciptaan akan suatu pemikiran yang mengandung aspek dan nilai seni dengan mempertimbangkan bentuk estetikanya. ETIKA SENI : tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak) dalam berkesenian. Etika juga nanti kaitannya sangat erat dengan norma dan kebijakan hukum yang berlaku di tempat dimana kesenian itu tumbuh. ESTETIKA DALAM SENI : ilmu yang membahas keindahan di kesenian ( unsur keindahan dalam seni ). Cabang dari ilmu filsafat yang berurusan dengan keindahan dan selera (menekankan pada aspek evaluatif yang diterapkan pada seni/kesenian). Estetika tradisional mengasumsikan bahwa memang ada kriteria universal yang berlaku sepanjang masa tentang apa yang disebut nilai artistik atau keindahan. Sumber-sumber utama antara lain:

http://academia.edu/AddAffiliation# http://academia.edu/AddAffiliation# https://www.facebook.com/dialog/permissions.request?_path=permissions.request&app_id=23698 44204&redirect_uri=http%3A%2F%2Fstatic.ak.facebook.com%2Fconnect%2Fxd_arbiter.php%3Fvers ion%3D6%23cb%3Df8281e9e43e4%26origin%3Dhttp%253A%252F%252Findependent.academia.edu %252Ff3803cde608b128%26domain%3Dindependent.academia.edu%26relation%3Dopener%26fra me%3Df1dedde1b39798&sdk=joey&display=popup&response_type=token%2Csigned_request&do main=independent.academia.edu&perms=email%2Coffline_access&fbconnect=1&from_login=1&cli ent_id=2369844204

You might also like