You are on page 1of 39

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan merupakan penyebab kematian terbanyak kedua karena kanker di Amerika. Karsinoma kolon merupakan keganasa n yang mengenai sel-sel epitel di mukosa kolon. Insidens karsinoma kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 karsinoma kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus karsinoma yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita karsinoma kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus karsinoma. Gejala yang di timbulkan antara lain adalah nyeri di perut bagian bawah, darah pada tinja, diare, konstipasi, atau perubahan kebiasaan buang air besar, obstruksi usus, anemia dengan penyebab tidak di ketahui dan berat badan menurun tanpa alasan yang diketahui. Dari anamnesa, apabila kita temukan gejala-gejala seperti itu, kita perkuat dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain berupa

ultrasonografi, CT-Scan, foto polos abdomen, barium enema dan foto thoraks. Ultrasonografi digunakan untuk menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis. Membedakan kista dengan massa yang solid, sulit dilakukan untuk memeriksa karsinoma pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis karsinoma kekelenjar getah bening di abdomen dan hati. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan karsinoma kolon dalam menentukan staging, CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi setelah pembedahan karsinoma kolon. Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan pemeriksaan barium enema. Pada foto polos abdomen

kadang kelainan sukar ditemukan, seringnya berupa dilatasi usus yang terletak lebih proximal dari tempat tumor akibat adanya massa dibagian distalnya. Oleh karenanya, lebih sering dilanjutkan dengan pemeriksaan barium enema. Pemeriksaan barium enema dapat memperlihatkan keganasan kolon dengan gambaran apple core. Pemeriksaan foto thoraks berguna selain untuk melihat ada/tidaknya metastasis ke paru juga bisa untuk persiapan tindakan pembedahan. Pemeriksaan lain yang dapat dil akukan adalah kolonoskopi. Pada colonoscopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat terlihat seluruh kolon termasuk yang tidak terlihat pada foto colon. Akhirnya diagnosis pasti karsinoma kolon adalah dengan

pemeriksaan histopatologis.

1.2 Tujuan Tujuan Umum 1. Tujuan penulisan makalah ini adalah menambah wawasan mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan obesitas. Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi dan clasifikasi dari Kanker Colorektal. 2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan complikasi pada kanker colorektal. 3. Mengetahui asuhan keperawatan yang benar untuk pasien dengan kanker kolorektal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Kanker kolon dan rectal adalah kanker yang terbentuk di rektal, kolon, dan appendix. Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas (FKUI, 2008 : 268). Kanker adalah sebuah penyakit yang

ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Gale, 2000 : 177). Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa

abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel

kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805). Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143). Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang

bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar) sedangkan kanker colorectal yaitu salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali. Dengan 655.000 kematian di seluruh dunia per tahun, kanker kolorektal timbul dari adenomatous polip (tumor jinak yang tumbuh di lapisan usus besar atau rektum). Pertumbuhan ini (yang berbentuk jamur) biasanya jinak, tetapi beberapa berkembang menjadi kanker dari waktu ke waktu.

Kanker invasif yang terkurung dalam dinding usus besar dapat disembuhkan dengan operasi. Jika tidak diobati, mereka dapat menyebar ke kelenjar getah bening regional, pada tahap ini sebanyak 73% dapat

disembuhkan dengan operasi dan kemoterapi. Kanker yang bermetastase ke situs (lokasi) jauh (stadium IV) biasanya tidak dapat disembuhkan, meskipun kemoterapi dapat memperpanjang kelangsungan hidup. Dalam kasus yang jarang terjadi, operasi dan kemoterapi digunakan secara bersama-sama dalam usaha untuk menyembuhkan pasien. Radiasi dalam hal ini bisa juga digunakan untuk perawatan. 2.2 ETIOLOGI Penyebab kanker colorectal yang pasti hingga sekarang belum bisa dijelaskan. Tetapi ada yang menyebutkan terdapat etiologi utama kanker (Davey, 2006 : 334) yaitu : 2.2.1 Diet Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental.

Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Makanan yang menyebabkan resiko terhadap Ca Colorektal : Makanan yang harus dihindari : Daging merah Lemak hewan Makanan berlemak Daging dan ikan goreng atau panggang. Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring) Makanan yang harus dikonsumsi: Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts ) Butir padi yang utuh Cairan yang cukup terutama air 2.2.2 Gaya Hidup Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun mempunyai risiko dua
5

setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal. Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara

aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma. 2.2.3 Polip Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma. Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi

pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi

mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai. Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip. Neoplastik polip atau adenomatous polip (gambar 2.4) berpotensial berdegenerasi maligna; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma (gambar 2.5). Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.

Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-4 fold jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 fold pada pasien yang mempunyai multipel polip. Dari penelitian didapatkan bahwa polip yang lebih besar dari 1 cm jika tidak ditangani menunjukkan risiko menjadi kanker sebesar 2,5% pada 5 tahun, 8% pada 10 tahun dan 24% pada 20 tahun. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung beratnya derajat displasia. Tiga koma lima tahun untuk displasia sedang dan 11,5 tahun untuk atypia ringan. Karena sebagian besar tumor colorektal menghasilkan adenoma,faktor utama yang membahayakan terhadap kanker colorektal menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma colorektal : tubular,villous dan tubulo villous ( akan di bahas pada polips ).Meskipun hampir besar kanker colorektal berasal dari adenoma,hanya 5% dari semua adenoma colorektal menjadi manigna,villous adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manligna. Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum.Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 30 tahun. Orang-orang yang telah mempunyai ucerative colitis atau penyakit Crohns juga mempunyai resiko terhadap kanker colorektal. Penambahan

resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker colorektal akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut. 2.2.4 Faktor Genetik 2.2.4.1 Riwayat Keluarga Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya. 2.2.4.2 Herediter Kanker Kolorektal Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh

karsinoma dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC). 2.2.5 Usia Resiko meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 - 70 an, dan jarang di bawah usia 50 kecuali dalam sejarah keluarga ada yang terkena kanker kolon ini. Usia merupakan faktor paling
9

relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Pada kebanyakan kasus kanker terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan pada usia lanjut yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi, terutama antara Negara berkembang dan Negara maju. Bila di Negara maju angka kejadian penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia 50 tahun dan hanya 3 persen di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI, 1996-1999) menunjukkan persentase yang lebih tinggi yakni 35,25%. Proporsi dari orang yang berusia lanjut telah meningkat di berbagai Negara beberapa dekade terakhir, dan akan terus meningkat lebih jauh beberapa tahun mendatang. Tingkat harapan hidup di Indonesia pada saat kelahiran diperkirakan adalah 67,86 tahun untuk pria dan wanita. Peningkatan usia harapan hidup yang ada beserta populasi Indonesia yang menduduki peringkat 4 dunia akan menjadikan Indonesia pada tahun 19902025 akan mempunyai jumlah usia lanjut paling tinggi di dunia. Meningkatnya jumlah orang yang berusia lebih tua akan menambahkan beban ganda pada penyakit, dengan umumnya penyakit yang menular di satu sisi, dan meningkatnya prevalansi penyakit yang tidak menular di sisi lainnya. Kanker pada usia lanjut di masa-masa yang akan datang merupakan masalah yang perlu ditangani dengan serius dikarenakan perubahan populasi penduduk dengan kelompok usia lanjut yang semakin banyak. Oleh karena

10

itu sangat perlunya penggalakan penelitian mengenai pencegahan kanker dan perencanaan terapi pada orang yang berusia lanjut. 2.3 GEJALA Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis). 2.3.1 Gejala Lokal o Perubahan kebiasaan buang air o Perubahan frekuensi buang air besar, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare). o Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari kanker kolorektal o Perubahan wujud fisik kotoran/feses o Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air besar. o Feses bercampur lendir o Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas. o Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor. o Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll),

11

vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejalagejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya. 2.3.2 Gejala Umum o Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum di semua jenis keganasan) o Hilangnya nafsu makan o Anemia, pasien tampak pucat o Sering merasa lelah 2.3.3. Gejala Penyebabnya o Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala : Penderita tampak kuning Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati o Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh dokter o Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan dengan peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker. 2.4 PATOFISIOLOGI Kanker colorektal terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati). Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.

12

Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal. Tumor-tumor pada Recti dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena. Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimptomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahanlahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut. 2.5 CLASIFIKASI Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi TNM, klasifikasi Dukes, namun yang akan saya jabarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut (mirip dengan klasifikasi Dukes) : 2.5.1 Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon 2.5.2 Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon 2.5.3 Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa 2.5.4 Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain

13

2.6 MANIFESTASI KLINIS Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi. 2.6.1 Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang kadang pada epigastrium. 2.6.2 Kanker kolon kiri, dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).

14

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Kanker kolorektal dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang, sehingga deteksi dini sangat berpengaruh terhadap

kemungkinan sembuhnya. Bila Anda termasuk seseorang yang beresiko untuk terkena, ada baiknya Anda melakukan pemeriksaan screening. Pemeriksaan itu adalah : 2.7.1 Endoskopi : pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik

sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. 2.7.2 Radiologis : Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru. 2.7.3 Ultrasonografi (USG) : Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati. 2.7.4 Histopatologi : Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel. 2.7.5 Laboratorium : Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). 2.7.6 Pemeriksaan rektal dengan jari (Digital Rectal Exam), di mana dokter memeriksa keadaan dinding rektum sejauh mungkin dengan jari; pemeriksaan ini tidak selalu menemukan adanya kelainan, khususnya kanker yang terjadi di kolon saja dan belum menyebar hingga rektum. 2.7.7 Pemeriksaan kadar CEA (Carcino Embryonic Antigent) darah.

15

2.7.8 Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali). 2.8 PENATALAKSANAAN Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit. Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan). 2.8.1 Pembedahan Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-and-close. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang terlokalisir. Intinya adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya. Pada keadaan ini mungkin diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan yang membuang usus dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa harus dijahit kembali. Biasanya pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga kotoran yang melalui usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu pilihan yang enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi makanan / kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan. Apa dan bagaimana kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual, tiap pasien memiliki keadaan yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak sama.
16

Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat ulah tumor primer tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat menyelamatkan jiwa. Bila penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka pembedahan pun secara teknis menjadi sulit, sehingga dokter mungkin memilih teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang. Pilihan terakhir pada kondisi terburuk adalah open-and-close, di mana dokter membuka daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan tidak memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan ini sepertinya sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak tersedia laparoskopi dan radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi kanker jauh sebelum diperlukan operasi. 2.8.2 Terapi Non Bedah Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya metastasis (penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau memperlambat pertumbuhannya. Radioterapi jarang

digunakan untuk kanker kolon karena memiliki efek samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik pada kolon. Radioterapi lebih sering pada kanker rektal saja. Imunoterapi sedang dikembangkan sebagai terapi tambahan untuk kanker kolorektal. Terapi lain yang telah diujicoba dan memberikan hasil yang sangat menjanjikan adalah terapi Vaksin. Ditemukan pada November 2006 lalu sebuah vaksin bermerek TroVax yang terbukti secara efektif mengatasi berbagai macam kanker. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan sistem imun penderita untuk melawan penyakitnya. Fase ujicobanya saat ini sedang ditujukan bagi kanker ginjal dan direncanakan untuk kanker kolon. Terapi lainnya adalah pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi metastasisnya (penyebaran tumornya).

17

Selain dari terapi non bedah di atas, yang juga tak kalah pentingnya adalah Terapi Suportif. Diagnosis kanker sangat sering menimbulkan pengaruh yang sangat besar pada kejiwaan penderitanya. Karenanya dorongan dari rumah sakit, dokter, suami/istri, kerabat, keluarga, social support group sangat penting bagi penderitanya. 2.8.3 Penyinaran (Radioterapi) Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah.Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan. 2.8.4 Kemotherapy Khemotherapy memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211). 2.8.5 Adjuvan Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU + levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan survival ketika diberikan post operatif

18

kepada pasien tanpa penyakit penyerta. Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga 39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%. Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium II . Pemakaian adjuvant kemoterapi untuk penderita kanker kolorektal stadium II masih kontroversial. Peneliti dari National Surgical Adjuvant Breast Project (NSABP) menyarankan penggunaan adjuvant terapi karena dapat

menghasilkan keuntungan yang meskipun kecil pada pasien stadium II kanker kolorektal pada beberapa penelitiannya. Sebaliknya sebuah meta-analysis yang mengikutkan sekitar 1000 pasien menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna pada 5-years survival rate sebesar 2%, antara yang diberi perlakuan dan yang tidak untuk semua pasien stage II. Adjuvant Kemoterapi untuk Kanker Kolorektal Stadium III . Penggunaan 5-FU + levamisole atau 5-FU + leucovorin telah menurunkan insiden rekurensi sebesar 41% pada sejumlah prospektif randomized trial. Terapi selama satu tahun dengan menggunakan 5-FU + levamisole meningkatkan 5year survival rate dari 50% menjadi 62% dan menurunkan kematian sebesar 33%. Pada kebanyakan penelitian telah menunjukkan bahwa 6 bulan terapi dengan menggunakan 5-FU + leucovorin telah terbukti efektif dan sebagai konsekuensinya, standar regimen terapi untuk stage III kanker kolorektal adalah 5-FU + leucovorin. Adjuvant Kemoterapi Kanker Kolorektal Stadium Lanjut. Sekitar delapan puluh lima persen pasien yang terdiagnosa kanker kolorektal dapat dilakukan pembedahan. Pasien dengan kanker yang tidak dapat dilakukan penanganan kuratif, dapat dilakukan penanganan pembedahan palliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi, dan perdarahan. Bagaimanapun juga pembedahan dapat tidak dilakukan jika tidak menunjukkan gejala adanya metastase. Penggunaan stent kolon dan ablasi laser dari tumor intraluminal cukup memadai untuk kebutuhan pembedahan walaupun pada kasus

19

asymptomatik. Radiasi terapi dapat digunakan sebagai tindakan primer sebagai modalitas penanganan untuk tumor yang kecil dan bersifat mobile atau dengan kombinasi bersama sama kemoterapi setelah reseksi dari tumor. Radiasi terapi pada dosis palliatif meredakan nyeri, obstruksi, perdarahan dan tenesmus pada 80% kasus. Penggunaan hepatic arterial infusion dengan 5-FU terlihat meningkatkan tingkat respon, tetapi penggunaan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah termasuk berpindahnya kateter, sklerosis biliaris dan gastrik ulserasi. Regimen standar yang sering digunakan adalah kombinasi 5-FU dengan leucovorin, capecitabine (oral 5-FU prodrug), floxuridine (FUDR), irinotecan (cpt-11) dan oxaliplatin. 2.9 KOMPLIKASI Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar colon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan sepsis dapat menimbulkan syok. 2.10 PROGNOSIS Prognosis atau ramalan kanker kolorektal masih rendah. Jika kanker telah menjalar pada bagian-bagian lain di dalam tubuh khususnya penjalaran ke liver atau paru-paru dan dianggap sebagai stadium IV, maka angka rata-rata kelangsungan hidup selama 5 tahun adalah 5%. Apabila kanker telah metastase ke kelenjar getah bening atau dianggap sebagai stadium III, maka angka rata-rata kelangsungan hidup selama 5 tahun adalah kira-kira 30%. Sedangkan pada stadium awal atau stadium I dan II, maka angka rata-rata kelangsungan hidup selama 5 tahun berturut-turut adalah 90% dan 85%.

20

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

3.1 PENGKAJIAN 3.1.1 Identitas Klien dan Penanggung Jawab 3.1.2 Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama Klien mengatakan nyeri pada saat buang air besar dan hilangnya nafsu makan karena selalu merasa mual dan muntah saat makan. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merasakan tidak nyaman pada abdomen, diare dan konstipasi terjadi secara bergantian. 3. Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya pasien telah mengalami inflamasi usus kronis atau polip colorektal, itu terjadi saat pasien umur 32 tahun. 4. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit atau gangguan pada colon ataupun rektal. 3.1.3 Pemeriksaan Fisik 1. Activitas / Istirahat Gejala :

21

o Kelemahan, cenderung terus mengantuk o Ketidakmampuan /kurang keinginan untuk aktif atau melakukan latihan teratur. o Kelelahan yang tidak jelas penyebabnya o Istirahat terganggu karena nyeri yang hilang timbul pada perut. 2. Sirkulasi Gejala : o Palpitasi o Kebiasaan tidak ada perubahan pada tekanan darah. o Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress ( misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual). o Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat, pembedahan. Tanda : o Asietas. o Menyangkal, menarik diri, marah. 3. Makanan / Cairan Gejala : o Mencerna makanan kurang dari biasanya. o Nafsu makan hilang/anoreksia. o Cairan dalam tubuh hilang karena muntah. o Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet). Tanda : o Berat badan terus-menerus menurun. o Gagal untuk menentukan masukan makanan untuk memenuhi kebutuhan. o Nausea 4. Abdomen Gejala :

22

o Distensi abdomen, massa akibat timbunan feses. o Nyeri pada perut, lebih sering karena BAB tidak lancar. Tanda : o Pembesaran abdomen, kembung o Kebiasaan BAB yang tidak teratur. 5. Nyeri / Kenyamanan Gejala : o Timbul rasa nyeri saat buang air besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor. o Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati. 6. Defekasi Gejala : o Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi. o Perubahan wujud fisik kotoran / feses. o Konstipasi dan diare terjadi bergantian. Tanda : o Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air besar. o Perasaan masih ingin buang air besar tapi sudah tidak bisa keluar dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). o Feses bercampur lendir feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas. 7. Seksualitas Gejala : o Keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan. 8. Penyuluhan / pembelajaran Gejala :

23

o Masalah dapat berupa masa hidup atau sehubungan dengan peristiwa hidup. o Masalah kesehatan yang menyertai yaitu kanker dapat tumbuh menyebar mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll).

3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik yang paling penting untuk kanker kolorectal adalah pengujian darah samar, enema barium,proktosigmoideskopi dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi atau apusan sitologi. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukanindikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA.

3.1.5 Pengkajian Psikososial 1. Psikologi Pasien Emosi pasien terkendali dengan baik, pasien dapat menerima dengan keadaan yang dialami sekarang. Namun terkadang tampak putus asa karena berat badannya yang cenderung menurun. 2. Sosial Pasien berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya dengan baik dapat menerima dan diterima oleh orang lain.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 3.2.1 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat karena nafsu makan yang menurun dan nausea.

24

3.2.2 Perubahan pola buang air besar berhubungan dengan konstipasi dan diare terjadi bergantian. 3.2.3 Gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nausea 3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN 3.3.1 Dx 1 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditandai dengan nafsu makan yang menurun dan nausea/muntah. Tujuan : o Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : o Mual/muntah : o Menunjukkan BB meningkat secara bertahap o Anoreksia : Intervensi : o Kaji kondisi pasien saat muntah (berapa kali/hr, bentuk,warna dan bau) o Hindarkan pasien dari makanan yang bisa menimbulkan asam lambung meningkat. o Buat daftar makanan sehari pasien untuk mencapai BB normal dengan rendah lemak o Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan o Hindari makanan yang dapat menimbulkan gas o Sediakan ruangan untuk makan dengan ventilasi yang baik dan lingkungan yang nyaman Rasional :

25

o Membantu menilai perkembangan kondisi pasien o Bisa mengurangi pasien mual ataupun muntah o Sebagai acuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi o Memberikan rasa nyaman pada mulut dan dapat mengurangi rasa mual. o Dapat mempengaruhi nafsu makan / pencernaan dan membatasi masukan nutrisi o Lingkungan yang menyenangkan dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan 3.3.2 Dx 2 : Perubahan pola buang air besar berhubungan dengan konstipasi dan diare terjadi bergantian. Tujuan : o Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan BAB pasien selama dirumah sakit terpenuhi / defekasi umum. Kriteria Hasil : o Buang air besar terpenuhi o Intake cairan meningkat menjadi 3000cc/24 jam o Pasien merasa perutnya lebih nyaman o Konstipasi/diare :Intervensi : o Kaji kondisi ketidaknyamanan dan keinginan buang air besar. o Dorong pasien untuk minum air putih lebih banyak dari biasanya. o Berikan menu makan-makanan yang tinggi serat dan rendah lemak o Kaji berapa kali BAB pasien / hari (bentuk,bau dan warna) Rasional : o Mengetahui perkembangan kondisi pasien mengalami peningkatan atau penurunan.
26

o Menghindari dehidrasi saat diare dan memudahkan feses keluar agar konstipasi. o Tinggi serat bisa melancarkan BAB dan tinggi lemak dapat mengakibatkan konstipasi o Mengetahui sejauh mana BAB pasien terpenuhi. 3.3.3 Dx 3 : Gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nausea. Tujuan :

o Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan memiliki keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria Hasil : o TTVStabil o Dehidrasi : o Cairan dan elektrolit seimbang Intervensi : o Kaji tanda-tanda kekurangan cairan o Kaji TTV o Tingkatkan pemberian cairan Rasional : o Mengetahui seberapa jauh cairan yang hilang o Kekurangan / perpindahan cairan meningkat mengakibatkan frekuensi jantung TD menurun, mengurangi volume nadi. o Mengurangi resiko dehidrasi dan syok hipovolemik 3.4 IMPLEMENTASI

27

3.4.1 Dx 1 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat karena nafsu makan yang menurun dan nausea/muntah. 1) Mengkaji kondisi pasien saat muntah (berapa kali/hr, bentuk,warna dan bau) 2) Menghindarkan pasien dari makanan yang bisa menimbulkan asam lambung meningkat. 3) Membuat daftar makanan sehari pasien untuk mencapai BB normal dengan rendah lemak. 4) Memberikan perawatan mulut seperti gosok gigi dan berkumur sebelum dan sesudah makan untuk menghilangkan rasa mual 5) Menganjurkan pasien tidak makan makanan yang dapat menimbulkan gas, seperti umbi-umbian. 6) Menyediakan ruangan untuk makan dengan ventilasi yang baik dan lingkungan yang nyaman

3.4.2 Dx 2 : Perubahan pola buang air besar berhubungan dengan konstipasi dan diare terjadi bergantian. 1) Mengkaji kondisi ketidaknyamanan dan keinginan buang air besar. 2) Menganjurkan pasien untuk minum air putih lebih banyak dari biasanya. 3) Memberikan menu makanan yang tinggi serat dan rendah lemak 4) Mengkaji berapa kali BAB pasien / hari (bentuk, bau, dan warna) 3.4.3 Dx 3 : Perubahan pola BAB derhubungan dengan obstruksi sebagian pada 1) Mengkaji tanda-tanda kekurangan cairan 2) Mengkaji TTV pasien 3) Mingkatkan pemberian cairan lebih dari bisanya.

28

3.5 EVALUASI Evaluasi adalah proses penilaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi juga merupakan proses yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar / kriteria yang telah ditetapkan. Selama evaluasi perawat kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan pasien. 3.5.1 Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi 3.5.2 Berat badan semakin meningkat 3.5.3 Mual, Muntah sudah berhasil hilang 3.5.4 BAB normal 3x/hari dengan bentuk, bau, dan warna. 3.5.5 Pasien menyadari tentang penyebab konstipasi dan diare serta menghindari makanan yang berlemak tinggi.

29

BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN COLOREKTAL

4.1 PENGKAJIAN 4.1.1 Biodata a. Identitas Klien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Status pernikahan Alamat Tgl Masuk RS Dx Medis : Tn. A : 58 th : Laki-laki : SMP : Pedagang : Islam : Banjar/Indonesia : Menikah : Jln. Batu benawa Banjarbaru : 13 Jan 2012 : Kanker colorectal stadium 2

b. Identitas Penanggung jawab Nama Umur : Ny. M : 35 th

30

Jenis Kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Hubungan dg Klien Alamat 4.1.2 Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama

: Perempuan : Islam : Sarjana Pendidikan : Pegawai Negeri : Anak : Jl. Gatot Subroto Blok B, No 13v Banjarbaru.

Klien mengatakan nyeri pada saat buang air besar dan hilangnya nafsu makan karena selalu merasa mual dan muntah saat makan. 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien merasakan tidak nyaman pada abdomen, diare dan konstipasi terjadi secara bergantian. 3. Riwayat penyakit dahulu Sebelumnya pasien telah mengalami inflamasi usus kronis atau polip colorektal, itu terjadi saat pasien umur 32 tahun. 4. Riwayat penyakit keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit atau gangguan pada colon ataupun rektal. 4.1.3 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum o Compos mentis o Suara : bicara jelas o Nampak letih dan lemah 2. TTV o TD o Suhu : 120/90 mmHg : 380 C
31

o HR o RR

: 82x/menit : 22x/menit

3. Review of System o Breath (B1 = Pernapasan) Pola nafas a) Irama : : Teratur/Tidak teratur

b) Frekuensi :Normal / 18x/menit Jenis Suara nafas Bunyi Batas paru Dinding dada Sesak nafas Batuk : Normal/Dipsnea/Kusmaul/Ceyne/Stokes/Lain-lain : Vesiculer/Stidor/ Wheezing/Ronchi/Lain-lain : Sonor/hypersonor (pada lapang paru) : ICS 1-6 d/s : Resonance/Hiperresonance/Dullnes(perkusi) ::: Tidak ada masalah.

Masalah keperawatan

o Blood (B2 = Cardiovascular) Irama jantung S1/S2 tunggal Nyeri dada Bunyi jantung Ictus cordis Cardiomegali CRT Akral : Reguler/Irreguler : +/:: Normal/Murmur/Gallop/Lain-lain : ICS 5 LMC kiri :: <3dtk/>3dtk : Hangat/panas/dingin kering/dingin/basah : Tidak ada masalah.

Masalah Keperawatan o Brain (B3 = Nervosa) GCS : a) Eye b) Verbal : :

32

c) Motorik d) Total Reflek fisiologis

: :

a) Refleks Patella : +/+ b) Refleks Triseps :+/+ c) Refleks Biseps :+/Refleks Patologis a) Babinski : -/Istirahat/tidur Gangguan tidur Penglihatan a) Pupil : Isokor/Anisokor/lain-lain : 7jam/hari :-

b) Sklera/konjungtiva : anemis/icteric/lain-lain c) Lesi d) Edema Pendengaran a) Gangguan pendengaran b) Nyeri tekan c) Serumen d) Lesi Penciuman a) Bentuk b) Edema : proporsional/tidak proporsional :: +/+ : -/: +/+ (coklat & berbau) : -/: -/: -/-

c) Kebersihan : masih tersisa sedikit kotoran hidung d) Nyeri tekan : e) Krepitasi :33

Masalah Keperawatan

: Tidak ada masalah.

o Bowel (B4 = Pencernaan) Nafsu makan Jenis makanan Frekuensi Porsi makan Minum : baik/menurun/meningkat : Padat/cair/lunak/saring : 3x/hari/400cc : habis/tidak/setengah(porsi RS) : gelas/hari(100cc/gelas)

Mulut dan Tenggorokan a) Mulut b) Mukosa : Bersih/Kotor/Berbau : Lembab/Kering/Cyanosis

c) Stomatitis : d) Perdarahan : - (gusi) e) Lidah f) Gigi Tenggorokan a) Sakit saat menelan : b) Pembesaran tonsil : Abdomen a) Distensi abdomen : + b) Bentuk abdomen c) Nyeri tekan d) Bising usus lemah. e) Pembesaran hepar : f) Pembesaran lien g) BAB Warna :: 1x/hari : pucat kehitaman : kembung : + (Abd.bagian bawah pusar) : Bising usus 2 x/mnt, bunyi peristaltik usus : kotor/bercak-bercak putih : berkerak dan kuning

34

Bau

:+

Perdarahan : + (sesekali) Jenis Nyeri : lembek/berlendir :+ :

Masalah Keperawatan

a) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan ditandai dengan nafsu makan yang menurun. b) Perubahan pola buang air besar c) Kekurangan cairan dan elektrolit ditandai dengan nausea. o Bladder (B5 = Perkemihan) BAK : 2x/hari (kadang lebih)

Alat bantu : Kateter Urine : : 100cc/hari : kuning :+

a) Jumlah b) Warna c) Bau Kandung kemih

a) Membesar : b) Nyeri tekan : Gangguan : Anuria/Nokturia/Oligouria/Retensi/Incontinensia :

Masalah Keperawatan

a) Devisit volume dan cairan

o Bone (B6 = Tulang/Musculosceletal/Integumentum) Kemampuan pergerakan sendi lemas.


35

: Terbatas karena pasien merasa

Kekuatan Otot

4 4
Keterangan kekuatan otot : 5

4 4

: kekuatan kontraksi maksimal (dapat melawan

tahanan

pemeriksaan dengan kekuatan maksimal). 4 : kekutan sedang (bisa bergerak melawan pemeriksaan dengan

kekuatannya berkurang). 3 : kekuatan hanya cukup untuk mengatasi kekuatan gravitasi (bisa

melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa). 2 : kemampuan untuk menggerakkan tapi tidak dapat mengatasi

kekuatan gravitasi. 1 : kekuatan kontraksi minimal (terlihat kontraksi tapi tidak ada

gerakan sendi). 0 : ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan kontraksi.

Kulit a) Warna b) Hiperpigmentasi c) Tekstur kulit d) Turgor e) Edema Masalah keperawatan 4. Data Psikologis a) Status emosi : Terkendali dan stabil tetapi ekspresi wajah klien tampak sedih. b) Konsep diri : : Cyanosis/Kemerahan/Pucat :: kering : <2dtk / >2dtk :Lokasi : -

: Keterbatasan Beraktivitas

36

Gambaran diri : Klien mengatakan ingin gemuk dan kecewa karena selalu muntah saat makan. Harga diri Ideal diri bekerja Identitas diri : Klien seorang laki-laki, sudah menikah dan punya anak 2. c) Sosial Pasien berinteraksi dan bergaul dengan lingkungannya dengan baik dapat menerima dan diterima oleh orang lain. 4.1.4 Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan radiologis 2) Ultrasonografi 3) CT-Scan 4) Foto Polos Abdomen 5) Barium enema 6) Foto Thoraks : Klien mengatakan sudah puas dengan

perannya dalam keluarga dan masyarakat. : Klien ingin cepat sembuh dan kembali

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 4.2.1 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat karena nafsu makan yang menurun dan nausea. 4.2.2 Perubahan pola buang air besar berhubungan dengan konstipasi dan diare terjadi bergantian. 4.2.3 Gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nausea.

37

4.3 ANALISA DATA No 1 Data Subyektif dan Data Objektif DS : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan. DO : BB Pasien menurun secara bertahap. Pasien terlihat mual dan ingin muntah Etiologi Nausea Masalah Kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi

DS : Pasien mengatakan tidak nyaman pada perut karena kadang diare / konstipasi bergantian. DO : BAB 1x sehari kadang lebih dari 4x sehari. Pasien tampak lemas karena diare

Penyumbatan pada colon bagian rectum.

Perubahan pola buang air besar

DS : Pasien mengatakan lemah. DO : Pasien terlihat mau memuntahkan apapun yg masuk ke mulutnya. Mukosa terlihat kering dan pucat

Cairan tubuh lebih sering terbuang karena muntah dan mual.

Intake cairan tidak sesuai kebutuhan.

38

39

You might also like