You are on page 1of 29

MAKALAH PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING PENGEMBANGAN PROFESIONALISME KONSELOR

Disusun guna melengkapi tugas tengah semester 2 Dosen pengampu : Indah Lestari S.Pd

Disusun oleh: Nama Nim Kelas : Novita Niki Astuti : 2010-31-098 : 2C

UNIVERSITAS MURIA KUDUS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN AKADEMIK 2010/2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penlis dapat menyelesaikan tugas individu mata kuliah Profesi Bimbingan dan Konseling dengan tema Pengembangan profesionalisme konselor, sehingga makalah ini dapat di susun dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucaokan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan serta memberi dukungan materiil serta spiritual kepada penulis. 2. Indah Lestari S.Pd selaku dosen pembimbing. 3. Sahabat-sahabat yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. 4. Semua pihak yanng telah membantu memberikan informasi dan dukungan demi terwudkannya makalah ini. Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,oleh sebab itu penlis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Penulis sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menyusun makalah ini agar menampilkan yang terbaik. Penulis berharap semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .. i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI .. iii BAB I PENDAHULUAN . 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah .. 1 BAB II PEMBAHASAN . 2 A. Pengertian dan pentingnya profesionalisme konselor dalam bimbingan dan konseling 2 B. Konselor sebagai profesi . 4 C. Kompetensi konselor .. 5 D. Pribadi konselor ... 12 E. Pengembangan Kode etik profesional konselor F. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling . G. Pengembangan standarisasi profesi konselor 14 14 19

BAB III PENUTUP 24 A. Kesimpulan .. 24 B. Saran . 25 DAFTAR PUSTAKA 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat, Artinya profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik di lakukan melalui pendidikan, Latihan pra-jabatan maupun pendidikan latihan dalam jabatan. Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu ( S1) program studi bimbingan dan konseling. Sebagai seorang konselor kita harus dapat profesional dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang sudah berlaku. Konselor yang profesional dapat berusaha memahami, bukan menghakimi tingkah laku orang yang mereka upayakan bantu. Selain itu sebagai konselor yang profesional juga harus dapat membangkitkan rasa percaya diri dan kredibilitas kliennya. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dan pentingnya profesionalisme konselor dalam bimbingan dan konseling ? 2. Mengetahui mengapa konselor sebagai profesi ? 3. Mengetahui apa saja kompetensi seorang konselor ? 4. Pribadi konselor profesional ? 5. Pengembangan kode etik profesional konselor ? 6. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling ? 7. Pengembangan Standarisasi Profesi Konselor ?

BAB II

PEMBAHASAN A. Pengertian dan pentingnya profesionalisme dalam bimbingan dan konseling 1. Pengertian Istilah profesi memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat di sebut profesi. Ada beberapa yanng berkaitan dengan profesi yang hendaknya tidak di campuradukkan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas dan profesionalisasi. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya pekerjaan yang di sebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak di siapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjukkan kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi: misalnya sebutan dia sebagai profesional. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian ini, istilah profesional sering di pertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang di gunakan dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalitas mengacu pada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses

pengembangan keprofesionalan, baik di lakukan melalui pendidikan / latihan pra-jabatan maupun pendidikan/ latihan dalam jabatan.

Oleh

sebab

itu

profesionalisasi

merupakan

proses

yang

berlangsung sepanjang hayat tanpa henti ( lifelong learning process). Konselor adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka telah di siapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu ( S1) program studi bimbingan dan konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Jadi profesionalisme konselor merupakan keahlian pelayanan pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna ( klien) sesuai dengan martabat, nilai, potensi dan keunikan individu.

2.

Pentingnya Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling bagi Konselor Bimbingan dan konseling merupakan suatu profesi, karena suatu pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa di lakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak di siapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Kegiatan bimbingan dan konselling tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang, karena untuk melakukan kegiatan tersebut di tuntut keahlian khusus atau kompetensi sebagai konselor atau ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Konselor merupakan orang yang profesional, artinya secara formal mereka telah di siapkan oleh lembaga atau institusi pendidikan yang berwenang. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor memang memiliki peranan penting, karena konselor merupaka jabatan yang penting, oleh karena itu orang yang menjabat sebagai konselor harus mempunyai dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap khusus tertentu dimana pekerjaan itu diakui oleh masyarakat sebagai suatu

keahlian. Profesi konselor adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. Artinya, tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak di siapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan bimbingan dan konseling.

B. Konselor sebagai profesi Djojonegoro ( 1998:350) menyatakan bahwa profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan di tentukan oleh tiga faktor penting, yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang di persiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi, (2) kemampuan untuk memperbaiki kemampuan ( keterampilan dan keahlian khusus) yang di miliki, (3) penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu. Menurut Vollmer & Mills ( 1991:4) profesi adalah sebuah pekerjaan atau jabatan yang memerlikan kemampuan intelektual khusus, yang di peroleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis ( nasihat) pada oran lain dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu. Suatu profesi memiliki persyaratan tertentu, yaitu (1) menuntut adanya keterampilan yang mendasarkan pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya, (3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4) menuntut adanya kepekaan terhadap dampak

kemasyarakatan dari pekerjaan yang di laksanakan, (5) memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (7) memiliki objek tetap seperti dokter dengan pasiennya, konselor dengan kliennya, dan (8) di akui di masyarakat maupun di lembaga karena memang diperlikan jasanya. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa unsur-unsur tepenting dalam suatu profesi adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai keahlian khusus, untuk melaksanakan bimbingan secara efektif dan efisien.

Kompetensi konselor berkaitan dengan profesionalisme adalah konselor yang kompeten ( memiliki kemampuan ) di bidangnya. Karena itu kompetensi profesionalisme seorang konselor dapat diartikan sebagai kemampuan memiliki keahlian dan kewenangan dalam menjalankan profesinya.

C. Kompetensi konselor Sahertian ( 1990: 4) mengatakan kompetensi adalah pemilikan, penguasaan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut jabatan seseorang. Oleh sebab itu seorang konselor agar dapat menguasai kompetensinya harus dengan mengikuti organisasi seperti ABKIN. Kompetensi konselor untuk melaksanakan kewenangan profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai berikut : (1) kemampuan kognitif, yakni kemampuan konselor menguasai kemampuan serta keterampilan atau keahlian kependidikan dan pengetahuan materi bidang studi yang di ajarkan, (2) kemampuan afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi serta sikapsikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah. Dalam UU pendidikan disebutkan bahwa kompetensi konselor mencakup kompetensi paedagogik, kepribadian, profesional dan sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang di peroleh melalui pendidikan profesi konselor setelah menyelesaikan studi S1 bimbingan dan konseling.

1.

Kompetensi paedagogik Sebelum kita membahas mengenai kompetensi paedagogik, tidak ada salahnya kita mengetahui maksud dari kompetensi paedagogik. Paedagogik adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogik berasal dari kata Yunani paedagogia yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Kompetensi merupakan komponen utama dari standard profesi disamping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi dan kredensi yang

di tetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi da infestigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning process). Kemampuan paedagogik menurut Suparno (2002:52) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri peserta didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep bimbingan yang sesuai dengan bahan dan

perkembangan peserta didik, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada saatnya semakin meningkatkan kemampuan peserta didik. Pertama, konselor perlu mengenal klien ( peserta didik ) yang mau di bantunya. Konselor diharapkan dapat memahami sifat-sifat, karakter, perkembangan fisik dan psikis peserta didik. Dengan mengerti hal-hal itu konselor akan mudah mengerti masalah/kesulitan dan kemudahan yang di alami peserta didik dalam mengembangkan diri. Dengan demikian konselor akan lebih mudah membantu peserta didik untuk berkembang. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan yang baik, mengetahui ilmu psikologi tentang anak dan perkembangan anak. Kedua, seorang konselor juga perlu menguasai beberapa teori tentang pendidikan terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena sistem pendidikan di indonesia lebih dikembangkan ke arah yang demokratis, maka teori dan filsafat pendidikan yang bersifat demokratis perlu didalami dan dikuasai. Dengan mengerti berbagai macam teori pendidikan, diharapkan koselor dapat memilih mana yang paling baik untuk membantu memecahkan masalah peserta didik. Untuk itu seorang

konselor diharapkan memiliki kreatifitas untuk selalu menyesuaikan teori bimbingan yang di gunakan dalam bimbingan peserta didik secara nyata. Ketiga, konselor juga diharaokan mengerti mengenai berbagai macam model pembelajaran. Dengan semakin banyak mengerti model pembelajaran, maka ia akan lebih mudah memberikan bimbingan kepada peserta didik sesuai dengan situasi peserta didik tersebut. Dan yang tidak kalah pentingnya dalam pembelajaran adalah konselor dapat membuat evaluasi yang tepat sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah peserta didik sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah proses bimbingan sudah berjalan dengan baik dan membantu anak berkembanng secara efisien dan efektif.

2.

Kompetensi Kepribadian Kompetenssi kepribadian menuru Suparno (2002:47) adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa,

beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka, objektif, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan profesi seperti kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat, dapat mengambil keputusan secara tepat, dll. ( Depdiknas,2001). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang konselor sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk terus maju. Yang pertama ditekankan adalah seorang konselor itu harus bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas konselor adalah membantu peseta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta menjadi anak yang baik. Bila konselor itu sendiri tidak beriman kepada Tuhan YME dan tidak bermoral, maka akan menjadi sulit untuk membantu peserta didik beriman dan bermoral. Bila konselor tidak percaya dengan Allah SWT,

maka proses membantu peserta didik percaya akan lebih sulit. Disini konselor perlu menjalani teladan dalam beriman dan bertaqwa. Yang kedua, konselor harus memiliki aktualisasi diri yang tinggi. Aktualisasi diri yann paling penting adalah sikap bertanggung jawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada peserta didik memerlukan tanggung jawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan peserta didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tangungjawab. Meskipun konselor sebagai fasilitator, tetapi harus tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembanngan peserta didik. Dari berbagai pengalaman dilapangan yang ada pendidikan anak menjadi rusak karena ada beberapa guru yang tidak bertanggung jawab. Misalnya: terjadi pelecehan seksual konselor terhadap peserta didik. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain sangat penting dimiliki oleh seorang konselor karena tugasnya selalu berkaitan dengan orang lain seperti peserta didik, klien, masyarakat, dll. Kemampuan ini sangat penting untuk di kembanngkan karena dalam pengalaman, sering terjadi seorang konselor yang pandai, tetapi karena kemampuan komunukasinya dengan orang lain atau peserta didik tidak baik, ia akan kesulitan untuk membantu peserta didiknya maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang konselor. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yanng perlu diberantas sejak dini. Untuk itu konselor sendiri juga harus hidup dalam kedisiplinan sehingga peserta didik dapat meneladaninya. Meskipun konselor sudah disiplin, tetapi ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan peserta didik. Pendidikan dan perkembanngan di Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dalam belajar.

Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan. Seorang konselor bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu peserta didik untuk terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju denngan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, konselor dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya tetap segar. Walaupun sudah menjadi seorang konselor tidak boleh berhenti untuk belajar.

3.

Kompetensi Sosial Kompetensi sosial meliputi:(1) memiliki empati kepada orang lain Artinya seorang konselor dapat mengalami dan mengetahui dunia kliennya rasa empati hanya sebagai kerangka acuan untuk

mengidentifikasi dengan orang lain ( turut merasakan). (2) memiliki toleransi terhadap orang lain, Artinya seorang konselor harus memiliki toleransi terhadap klien atau orang lain. (3) memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kompetensi yang lain, Artinya sebagai seorang konselor kita tidak boleh berburuk sangka kepada klien yanng akan kita bantu untuk menyelesaikan masalahnya. (4) mampu bekerjasama dengan orang lain, Artinya jika seorang konselor dalam membantu menangani masalah yang di hadapi oleh kliennya, dan konselor tersebut merasa tidak mampu untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut maka konselor tersebut perlu mengalih tangankan kasus ( Refferal) tetapi dengan persetujuan kliennya. Menurut Gadner (1983) dalam sumardi ( kompas,18 Maret 2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan ( logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam dan kuliner) yang berhasil diidentifikasikan oleh Gardner. Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja, mungkin beberapa diantaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau

bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan simultanketika seseorang berfikir dan atau mengerjakan sesuatu ( Amstrong,1994). Sehubungan dengan yang di katakan oleh Amstrong itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat di pahami dan dipecahkan melalui pendekatan holistik, pendekatan komprehensif dan pendekatan multidisiplin. Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial adalah kecerdasan pribadi ( personal intellegence), lebih khusus lagi kecerdasan emosi atau emotial intellegence ( Goleman, 1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan ( Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi. Dewasa ini mulai di sadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat. Dari uraian contoh-contoh diatas dapat kita singkat bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial yanng harus dimiliki oleh seorang pendidik ( konselor) yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus di tularkan kepada peserta didiknya. Untuk mengembangkan kompetensi sosial seorang konselor perlu target atau dimensi-dimensi ini, misalnya, dapat saring dari konsep life skills ( www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yanng dapat dimasuukan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6)

relawan sosial, (7) kedewasaan dalam berkreasi, (8) berbagi,

(9)

berempati, (10) kepedulian terhadap sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan, ( 14) kerjasama, dan (15) komunikasi. Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat di jadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para pendidik . Dari uraian tentang profesi dan kompetensi konselor, menjadi jelas bahwa pekerjaan atau jabatan konselor adalah sebagai profesi yang layak mendapatkan penghrgaan, baik finansial maupun non-finansial.

4.

Kompetensi Profesional Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yanng menuntut keahlian para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang suatu profesi, (2) panampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya ( misal: dokter). Profesional merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai dengan perkembanngan teknologi. Untuk menjadi konselor yang profesional, seoranng konselor dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut : 1. Komitmen tinggi Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya. 2. Tanggung jawab Seorang yang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang di lakukannya. 3. Berfikir sisematis

Seorang yang profesional harus mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan mau belajar dari pengalaman. 4. Penguasaan materi Seorang profesional harus dapat menguasai dan mendalami materi pekerjaan yang sedang dilakukannya. 5. Menjadi bagian masyarakat profesional Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.

D. Pribadi Konselor Profesional Seorang konselor yang profesional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Winkel (1991) Ciri-ciri kepribadian konselor yanng efektif yaitu 1. 2. 3. Mengenal diri sendiri Memahami orang lain Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Gerald Corey (1995), ciri-ciri perilaku konselor teraupetik adalah 1. Memiliki filosofi yang jelas tentang konseling Artinya, konselor dapat mengembangkan gaya konseling mereka sendiri meskipun bebas meminjam gagasan dan teknis dari terpis yang lain dan tidak lalu berarati bahwa mereka menjiplak gaya orang lain tetapi dapat melakukan konseling sesuai dengan permasalahan. 2. Memiliki respek dan harga diri Konselor menghargai dan menaruh rasa hormat pada diri sendiri karena konselor bisa memberi pertolongan. 3. Terbuka untuk perubahan dan barani mengambil risiko

Artinya, konselor menunjukkan suatu kesediaan dan keberanian untuk beranjak dari apa yang sudah diketahuinya manakala mereka tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki. 4. Mampu memberikan empati dan tidak hanyut Artinya, konselor dapat mengalami dan mengetahui dunia kliennya, rasa empati hanya sebagai kerangka acuan untuk mengidentifikasi dengan orang lain ( turut merasakan ). 5. Otentik, nyata, jujur dan selaras Artinya, konselor adalah orang-orang otentik, bersungguh-sungguh dan jujur. Konselor tidak hidup dalam kepura-puraan melainkan berusaha untuk menjadi orang separti yang dia pikirkan dan dia rasakan. 6. Bisa berbuat salah dan mau mengakui Artinya, konselor tidak di bebani rasa bersalah tentang apa yang telah di lakukan, mereka tetap belajar dari kesalahan tersebut yang telah mereka perbuat. 7. Hidup pada kekinian tidak bermimpi-mimpi Artinya, konselor tidak terpaku pada masa silam, namun harus melihat ke masa depan. Mereka mampu hidup di masa kini dengan orang lain. Dan dapat berbagi penderitaan atau kegembiraan dengan orang lain. Ciri-ciri konselor yang profesional: 1. Memiliki visi dan misi secara luas dan mendalam dalam bidang profesinya, 2. Dapat memberikan pelayanan secara tepat dan akurat disertai dedikasi yang tinggi untuk kepentingan kliennya. 3. Lebih mementingkan kepentingan klien diatas kepentingan pribadi.

E. Pengembangan Kode Etik Profesional Konselor Yaitu konselor harus memperhatikan kualifikasi dan kegiatan profesionalnya yang meliputi: a) Memiliki sikap, pengetahuan, nilai, wawasan dan keterampilan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling. b) Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya konselor terlabih dahulu harus bisa menguasai dirinya sendiri, mengetahui kekurangan dan prasangka yang dapat mempengaruhi hubungan dengan klien c) Dalam melakukan tugasnya membantu klien seorang konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat di percaya, dan tidak boleh dogmatis. d) Memilikim sifat-sifat tanggung jawab terhadap lembaga dan individu yang di layani maupun terhadap ikatan profesinya. e) Dalam menjalankan tugas-tugas layanan, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia harus terampil dalam menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus kembangkan atas dasar ilmiah. f) Pekerjaan sebagai konselor muda memerlukan jenis pengetahuan dasar yang sama seperti yang di tuntut dari seorang konselor yang berkewenangan penuh dan yang di peroleh dari pendidikan khusus. F. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu dikembangkan, bahkan diperjuangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui : a) Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor yang di

Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI, pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada pemecahan masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu pada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan menuntut adanyaunjuk kerja profesional tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan dalam konvensi IPBI di Padang itu dapat dilihat pada lampiran. Walaupun rumusan butir-butir (sebanyak 225 butir) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu. b) Standardisasi Penyiapan Konselor Tujuan penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan ketrampian yang terkandung di dalam butirbutir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui

program

pendidikan

prajabatan,

program

penyetaraan,

ataupun

pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi. 1. Seleksi / Penerimaan Peserta didik. Seleksi atau pemilihan calon peserta didik merupakan tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam upaya

pemerolehan calon konselor yang diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula? Komisi tugas, standar, dan kualifikasi konselor Amerika Serikat (Dalam Mortensen & Schmuller, 1976).

2.

Pendidikan Konselor Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang

bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik (calon) konselor dituntut memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang memadai. Pengetahuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui pendidikankhusus. Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap dan ketrampilan konselor yang (akan) ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuiakan dengan berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat pendidikan, dan tahap perkembangan anak.

c) Akreditasi Lembaga pendidikan konselor perlu diakreditasi untuk

menjamin mutu lulusannya. Akreditasi meliputi penilaian tehadap misi,

tujuan, struktur dan isi program, penilaian keberhasilan mahasisiwa dan keberhasilan program, potensi pengembangan lembaga unsur unsur penunjang, dan hubungan masyarakat. Akreditasi dikenakan terhadap lembaga pendidikan baik milik pemerintah maupun swasta. Penyelenggara akreditasi ialah pemerintah dengan bantuan organisasi profesi bimbingan dan konseling. Akriditasi merupakan prosedur yang secara resmi diakui bagi suatu profesi untuk mempengaruhi jenis dan mutu anggota profesi yang dimaksut (steinhouser & Bradley, dalam Prayitno, (1987) Tujuan pokok akreditasi adalah untuk mamantapkan kredibilitas profesi. Tujuan ini lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk menilai bahwa program yang ada memenuhi standar yang ditetapkan oleh profesi. 2) Untuk menegaskan misi dan tujuan program. 3) Untuk menarik calon konselor dan tenaga pengajar yang bermutu tinggi. 4) Untuk membntu para para lulusan yang memenuhi tuntutan kredensial seperti lisensi. 5) Untuk meningkatkan kemampuan progam dan pengakuan terhadap progam tersebut. 6) Untuk meningkatkan progam dari penampilan dan penutupan. 7) Untuk membantu mahasiswa yang berpotensi dalam seleksi memakai progam pendiodikan konselor. 8) Memungkinkan mahasiswa dan staf pengajar berperan serta dalam evaluasi progam secara intensif. 9) Membantu para pemakai lulusan untuk mengetahui progam mana yang telah standar.

10) Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pendidikan, masyarakat profesi, dan masyarakat pada umumnya tentang kemantapan pelayanan bimbingan dan konseling. d) Sertifikasi dan Lisensi Sertifikasi merupakan upaya lebih lanjut untuk lebih

memantapkan dan menjamin profesionalisasi bimbingan dan konseling. Para lulusan pendidikan konselor yang akan bekerja dilembaga lembaga pemerintah misalnya sekolah diharuskan menempuh program sertifikasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sedangkan mereka yang hendak bekerja diluar lembaga atau badan pemerintah diwajibkan memperoleh lisensi atau sertifikat kredensial dari organisasi profesi bimbingan dan konseling. e) Pengembangan Organisasi Profesi Organisasi profesi adalah himpunan orang orang yang mempunyai profesi yang sama. Sesuai dengan dasar pembentukan dan sifat organisasi itu sendiri, yaitu profesi dan profesional, tujuan organisasi profesi dapat dirumuskan ke dalam Tri Darma Organisasi Profesi, yaitu : Pengembangan ilmu Pengembangan pelayanan Penegak kode etik professional Ketiga darma organisasi profesi itu saling bersangkutan, yang satu menunjang yang lain. Organisasi profesi bimbingan dan konseling dikehendaki dapat menjalankan ketiga dramanya itu sebagai mana diharapakan. Keikutsertaan dalam program akreditasi lembaga

pendidikan konselor, sertifikasi, dan pemberian lisensi tidak lain adalah wujud dari pelaksanaan ketiga darma itu.demikian juga perumusan untuk kerja dan pembinaan serta pengembangan melalui pendidikan konselor

tidak terlepas dari upaya pengembangan profesi yang menjadi sisi organisasi profesi bimbingan dan konseling. G. Pengembangan Standarisasi Profesi Konselor a. Pertimbangan dan Arah Pengembangan Profesi Rasional Permasalahan yang menimpa individu atau kelompok warga masyarakat tidak boleh dibiarkan begitu saja, melainkan perlu diberi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam menjalani dan meraih perikehidupan dengan pengembangan potensial yang optimal dan membahagiaan. Pelayanan yang dimaksudkan adalah pelayanan konseling oleh tenaga ahli yang telah secara resmi menyandang gelar profesi konselor. Tamatan progam S1 Bimbingan dan Konseling (BK) belum dapat dikategorikan sebagai konselor profesional. Oleh karena itu mahasiswa yang memenuhi persyaratan dididik dalam progam pascasarjana yang dapat berupa: 1. Progam Pendidikan Konselor (PPK) 2. Progam Magister dan Doktor untuk memperkuat bidang akademik, penelitian, dan pengembangan BK Pilar Profesi Profesi merupakan pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan keahlian dengan tingkat ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pelanggan (klien, pasien, dsb) berdasarkan norma norma yang berlaku. Dengan orientasi seperti ini, suatu profesi perlu mengembangkan dan menegakkan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Ilmu dan Teknologi Visi dan Misi Suatu Profesi perlu ada dukungan Keseragaman Implikasi profesi

Pendidikan Berorientasi Profesi 1. 2. Penyiapan tenaga BK yang memakai standar professional Jurusan / progam study / konsentrasi sebagai ujung tombak pendidikan di Perguruan Tinggi bertanggung jawab atas pembinaan para calon pelaksana pekerjaan profesional dan profesi, terutama pada tingkat prajabatan. 3. Akuntabilitas pendidikan tenaga profesional merupakan

pengendalian mutu lembaga berdasarkan standar profesi.

b. Standar Profesi Visi dan Misi Ruang Lingkup Profesi Ruang lingkup dan spesifikasi lapangan kerja konseling dapat digolongkan ke dalam: 1. 2. 3. 4. 5. Konseling Sekolah Konseling Karir Konseling Perkawinan dan Keluarga Konseling Kesehatan Mental Konseling Rehabilitasi

Kompetensi Profesi Kompetensi profesi konseling meliputi kompetensi profesional dan kompetensi akademik, sesuai dengan jenjang pendidikan prajabatan.

c.

Program Pendidikan Tenaga Profesi BK Program pendidikan profesi konselor (PPK) a. Pertimbangan Pembukaan dan penyelenggaraan program PPK didasarkan pada pertimbangan berikut: 1. Tuntutan kebutuhan dan tuntutan profesionalisme yang semakin meningkat akan adanya pelayanan profesi konseling

untuk warga masyarakat luas, setara dengan pelayanan dokter, psikolog, psikiater, apoteker, akuntan. 2. Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan

diselenggarakannya pendidikan profesi disamping pendidikan akademik dan vokasi diperguruan tinggi. 3. Model pendidikan profesi yang berlaku di Indonesia, seperti pendidikan profesi dokter, psikolog, psikiater, apoteker, dll. b. Visi dan misi 1. Visi dan misi umum program Pendidikan Profesi Konselor mengacu pada visi dan misi profesi konseling. 2. Misi khusus program Pendidikan Profesi Konselor adalah menyiapkan tenaga profesi konseling yang bergelar konselor dengan Paradigma Profesi konselor merupakan keahlian pelayanan kewenangan menjalankan pelayanan profesi

konseling dimasyarakat luas.

pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pelanggan sesuai martabat, nilai, potensi, dan keunikan individu berdasarkan kajian dan penerapan ilmu dan teknologi dengan acuan dasar ilmu pendidikan psikologis yang dikemas dalam kaji terapan konseling yang diwarnai oleh budaya Indonesia. Pola Pendidikan Tenaga Profesi BK Pendidikan dasar bagi tenaga profesi BK adalah jenjang sarjana (S1) BK. Pada jalur profesi para sarjana BK yang memenuhi persyaratan dapat menempuh program Pendidikan Profesi Konselor (PPK), untuk mendapatkan gelar profesi konselor. Kelanjutan progam ini adalah Pendidikan Spesialis (P.sp). Prgam PPK bertujuan untuk menghasilkan tenaga profesi ahli yang menyandang gelar profesi

konselor yang mampu melaksanakan pelayanan profesi konseling bagi masyarakat luas.

d. Kredensialisasi Profesi Dalam dunia profesi, kemampuan seorang tenaga profesi atau lembaga yang bersangkut paut dengan profesi diuji dan kepadanya diberikan tanda bukti bahwa yang bersangkutan benar-benar diyakini dan dapat diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas dalam bidang profesi yang dimaksudkan. Aturan kredensial yang dilakukan berdasarkan pihak pihak yang berwenang. Aturan kredensial meliputi pemberian sertifikasi, akreditasi dan lisensi. Lisensi yaitu pemberian izin kepada tenaga profesi konseling untuk melaksanakan praktik pelayanan konseling pada jenjang dan setting tertentu, khususnya untuk praktik mandiri (privat) Sertifikasi yaitu pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan konseling pada jenjang dan jenis setting tertentu. Akreditasi yaitu pemberian derajat penilaian terhadap kondisi yang dimiliki oleh satuan pengembanng atau pelaksana konseling, seperti jurusan/program studi konseling di LPTK, yang menyatakan kelayakan program satuan pendidikan lembaga yang dimaksud. Pengembangan kredensialisasi profesi Kegiatan pengembangan kredensialisasi profesi meliputi hal-hal berikut: 1. Validasi standarisasi profesi melalui studi empirik-komparatif 2. Studi kelayakan tentang a. Sasaran yang kepadanya dapat diberlakukan aturan kredesial ( sertifikasi, akreditasi, dan lisensi),termaasuk WNA. b. Subtansi masing-masing objek sertifikasi, akreditasi dan lisensi.

3. Penyusunan instrumen, kriteria, dan prosedur pemberian sertifikasi, akreditasi, dan lisensi. 4. Pembentukan perangkat pelaksana sertifikasi, akreditasi dan lisensi serta kerjasamanya dengan pihak-pihak terkait ( Depdiknas, ABKIN, Tim khusus). 5. Proses pelaksana sertifikasi, akreditasi, dan lisensi termasuk lisensi termasuk lisensi untuk praktik mandiri bagi para Konselor Umum dan Konselor Spesialis.

e.

Kode Etik Profesi Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan atau diperhatikan oleh setiap tenaga profesi dalam menjalankan tugas profesi dan dalam masyarakat. Norma- norma itu berisi apa yang boleh dan diharapkan dilakukan serta apa yang tidak boleh dilakukan oleh tenaga profesi. Pelanggaran terhadap norma norma tersebut akan mendapatkan sanksi. Tujuan kode etik diantaranya : Menjunjung tinggi martabat profesi Melindungi pelanggan dari perbuatan malpraktik Meningkatkan mutu profesi Menjaga standar mutu dan status profesi

f.

Upaya Pengembangan Pengembangan Progam Pendidikan Sarjana (S1) BK Pengembangan Progam pendidikan Pascasarjana BK 1. 2. Pengembangan Progam PPK Pengembangan Progam Pendidikan Magister (S2) dan Doktor (S3) BK Pengembangan Progam Pendidikan dalam Jabatan Pengembangan Kredensialisasi Profesi Pengembangan Legalitas dan Organisasi

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Profesionalisme konselor merupakan keahlian pelayanan

pengembangan pribadi dan pemecahan masalah yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan pengguna ( klien) sesuai dengan martabat, nilai, potensi dan keunikan individu. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor memang memiliki peranan penting, karena konselor merupaka jabatan yang penting, oleh karena itu orang yang menjabat sebagai konselor harus mempunyai dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap khusus tertentu dimana pekerjaan itu diakui oleh masyarakat sebagai suatu keahlian. Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan di tentukan oleh tiga faktor penting, yaitu: (1) Memiliki keahlian khusus yang di persiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi, (2) Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan ( keterampilan dan keahlian khusus) yang di miliki, (3) Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu. Kompetensi konselor untuk melaksanakan kewenangan

profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai berikut : (1) Kemampuan kognitif, yakni kemampuan konselor menguasai

kemampuan serta keterampilan atau keahlian kependidikan dan pengetahuan materi bidang studi yang di ajarkan, (2) Kemampuan afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain,

(3) Kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah. Dalam UU pendidikan disebutkan bahwa kompetensi konselor mencakup kompetensi paedagogik, kepribadian, profesional dan sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang di peroleh melalui pendidikan profesi konselor setelah menyelesaikan studi S1 bimbingan dan konseling.

B. Saran 1. Konselor yang profesional diharapkan memotifasi kliennya dengan baik. Jadi seorang konselor yang profesional lebih mementingkan kepentingan kliennya di atas kepentingan pribadi. 2. Konselor yang profesional diharapkan dapat ikut serta dalam menumbuh kembangkan profesinya agar keprofesionalannya menjadi lebih baik dari yang sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

- Hikmawati Fenti, 2010. Bimbingan dan Konseling. Jakarta.raja Grafindo Persada. - Prayitno, Erman Amti, 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Rineka cipta.

- Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. - Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.

- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pandidikan Dasar dan Umum, Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum, 1997. Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling. Jakarta Badan Proyek Peningkatan Mutu Sekolah Menengah Umum. - Sertifikasi Guru, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru ( PLPG), Sertifikasi Guru dalam Jabatan. 2009. Bimbingan dan Konseling. Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII, universitas Semarang.

You might also like