You are on page 1of 20

Asuhan Keperawatan TB Paru

October 9, 2010

1. Pendahuluan Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. 2. Pengertian

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001). Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe. 3. Etiologi Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

Mycobakterium tuberculosis Varian asian Varian african I Varian asfrican II Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :

Mycobacterium cansasli Mycobacterium avium Mycobacterium intra celulase Mycobacterium scrofulaceum Mycobacterium malma cerse Mycobacterium xenopi

Klasifikasi a.

Pembagian secara patologis : Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ). Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :

b.

Tuberkulosis Paru BTA positif. Tuberkulosis Paru BTA negative Pembagian secara aktifitas radiologis :

c.

Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. Tuberkulosis non aktif . Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

d.

Pembagian secara radiologis ( Luas lesi ) Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru. For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:

Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :

f.

Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

4. Patofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan

tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. 5. Manifestasi Klinis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

6. Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

7. Pemeriksaan Diagnostik a.

Pemeriksaan Laboratorium Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi

bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. Anemia bila penyakit berjalan menahun Leukosit ringan dengan predominasi limfosit LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. Radiologi

b.

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). Pemeriksaan fungsi paru

c.

Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural. 8. Pencegahan

Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.

Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

9. Penatalaksanaan a. Farmakologi

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:

Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).

Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut : - Obat Primer 1. Isoniazid (H) 2. Rifampisin (R) 3. Pirazinamid (Z) 4. Streptomisin 5. Etambutol (E) 6. 7. Tiasetazon Viomisin - Obat Sekunder 1. Ekonamid 2. Protionamid 3. Sikloserin 4. Kanamisin 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

8.

Kapreomisin

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu : Tahap INTENSIF Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat kategori 1 : Tahap Intensif Lanjutan Lama 2 bulan 4 bulan (H) / day 1 2 R day 1 1 Z day 3 F day 3 Jumlah Hari XMinum Obat 60 54

Paduan Obat kategori 2 : Tahap Lama (H)@300 R@450 mg mg Z@500 mg Mg Intensif 2 bulan1 11 bulan Lanjutan 5 bulan 2 Paduan Obat kategori 3 : Tahap Lama Intensif 2 bulan Lanjutan3 x 4 bulan week OAT sisipan (HRZE) H @ 300 mg 1 2 R@450mg 1 1 P@500mg Hari X Minum Obat 3 60 1 54 11 33 1 33 3 E@ 250 E@500 Strep.Injeksi JumlahHari X mg Minum Obat 0,5 % 6030 2 66

Tahap

Lama

H@300mg 1

R@450mg Z@500mg 1 3

Intensif(dosis 1 bulan harian) 11. Pengkajian

E Minum obat day@250mg XHari 3 30

Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut: a. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b. Pola nutrisi berat badan.

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f. Keamanan

Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi Sosial

Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 12. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. d. e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. 13. Perencanaan Keperawatan Diagnosa Tujuan Intervensi Keperawatan Bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan a. Kaji ulang fungsi tidak efektif keperawatan kebersihan jalan napas pernapasan: bunyi napas, berhubungan dengan efektif, dengan criteria hasil: kecepatan, irama, sekret kental atau kedalaman dan sekret darah, Mempertahankan jalan napas penggunaan otot kelemahan, upaya aksesori.b. Catat pasien. Rasional a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan

batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

kemampuan untuk napas sehingga otot mengeluarkan secret atau aksesori digunakan dan batuk efektif, catat kerja pernapasan karakter, jumlah sputum, meningkat. b. adanya hemoptisis. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum c. Berikan pasien posisi berdarah akibat kerusakan paru atau semi atau Fowler, luka bronchial yang Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas memerlukan evaluasi/intervensi lanjut dalam. . d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi bila perlu. maksimal membuka area e. Pertahankan intake atelektasis dan peningkatan gerakan cairan minimal 2500 sekret agar mudah ml/hari kecuali dikeluarkan. kontraindikasi. d. Mencegah f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila Kolaborasi: pasien tidak mampu g. Berikan obat: agen mengeluarkan sekret. mukolitik, bronkodilator, e. Membantu kortikosteroid sesuai mengencerkan secret indikasi. sehingga mudah dikeluarkan. f. Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas. a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang

Gangguan Setelah diberikan tindakan pertukaran gas keperawatan pertukaran gas efektif, berhubungan dengan dengan kriteria hasil: berkurangnya

a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya

keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.

Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tandatanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.

c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir c. Meningkatnya disiutkan, terutama pada resistensi aliran udara pasien dengan fibrosis untuk mencegah atau kerusakan parenkim. kolapsnya jalan napas.

berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b. Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

d. Anjurkan untuk d. Mengurangi konsumsi bedrest, batasi dan bantu oksigen pada periode aktivitas sesuai respirasi. kebutuhan. e. Menurunnya saturasi e. Monitor GDA. oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 f. Kolaborasi: Berikan menunjukkan perlunya oksigen sesuai indikasi. penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi. f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru. Gangguan Setelah diberikan tindakan a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam keseimbangan keperawatan diharapkan kebutuhan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat nutrisi, kurang dari nutrisi adekuat, dengan kriteria timbang berat badan, masalah dan intervensi kebutuhan hasil: integritas mukosa mulut, yang tepat b. Membantu berhubungan dengan kemampuan menelan, intervensi kebutuhan kelelahan, batuk adanya bising usus, yang spesifik, Menunjukkan berat badan yang sering, adanya meningkatkan intake diet meningkat mencapai tujuan riwayat mual/rnuntah produksi sputum, dengan nilai laboratoriurn atau diare.b. Kaji ulang pasien. dispnea, anoreksia, pola diet pasien yang normal dan bebas tanda penurunan disukai/tidak disukai. malnutrisi. c. Mengukur keefektifan

kemampuan finansial.

Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan c. Monitor intake dan dan mempertahankan berat output secara periodik. badan yang tepat. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). e. Anjurkan bedrest.

nutrisi dan cairan. d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

f. Mengurangi rasa tidak f. Lakukan perawatan enak dari sputum atau obat-obat yang mulut sebelum dan digunakan yang dapat sesudah tindakan merangsang muntah. pernapasan. g. Memaksimalkan g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan intake nutrisi dan makanan tinggi protein menurunkan iritasi gaster. dan karbohidrat. Kolaborasi: h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.

i. Awasi pemeriksaan i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi laboratorium. (BUN, dan perubahan program protein serum, dan terapi. albumin). Nyeri akut Setelah diberikan tindakan a. Observasi a. Nyeri merupakan berhubungan dengan keperawatan rasa nyeridapat karakteristik nyeri, mis respon subjekstif yang inflamasi paru, batuk berkurang atau terkontrol, dengan tajam, konstan , ditusuk. dapat diukur.b. menetap KH: Selidiki perubahan Perubahan frekuensi karakter /lokasi/intensitas jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami Menyatakan nyeri berkurang nyeri.b. Pantau TTV nyeri, khususnya bila atauterkontrol alasan untuk perubahan Pasien tampak rileks c. Berikan tindakan tanda vital telah nyaman mis, pijatan terlihat. punggung, perubahan posisi, musik tenang,

relaksasi/latihan nafas c. Tindakan non d. Tawarkan analgesik diberikan pembersihan mulut dengan sentuhan lembut dengan sering.. dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan e. Anjurkan dan bantu memperbesar efek terapi analgesik. pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi. d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat f. Kolaborasi dalam mengiritasi dan mengeringkan membran pemberian analgesik mukosa, potensial sesuai indikasi ketidaknyamanan umum. e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk. f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan Hipertermi Setelah diberikan tindakan a. Kaji suhu tubuh a. Mengetahui berhubungan dengan keperawatan diharapkan suhu tubuh pasienb. Beri peningkatan suhu tubuh, proses inflamasi kembali normal dengan KH : kompres air hangat memudahkan aktif. intervensib. Mengurangi Suhu tubuh 36C-37C c. Berikan/anjurkan panas dengan pemindahan panas pasien untuk banyak secara konduksi. Air minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi) hangat mengontrol pemindahan panas d. Anjurkan pasien secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi untuk menggunakan pakaian yang tipis dan atau menggigil. mudah menyerap c. Untuk mengganti keringat cairan tubuh yang hilang e. Observasi intake akibat evaporasi dan output, tanda vital d. Memberikan rasa (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali nyaman dan pakaian yang tipis mudah

atau sesuai indikasi

f. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian e. Mendeteksi dini obat sesuai program. kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan a. Evaluasi respon a. Menetapkan berhubungan dengan keperawatan pasien diharapkan pasien terhadap aktivitas. kemampuan atau ketidakseimbangan mampu melakukan aktivitas dalam Catat laporan dispnea, kebutuhan pasien antara suplai dan batas yang ditoleransi dengan peningkatan kelemahan memudahkan pemilihan kebutuhan oksigen. kriteria hasil: atau kelelahan.b. intervensi.b. Berikan lingkungan Menurunkan stress dan tenang dan batasi rangsanagn berlebihan, Melaporkan atau pengunjung selama fase meningkatkan istirahat. menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas akut sesuai indikasi. yang dapat diukur dengan c. Tirah baring adanya dispnea, kelemahan c. Jelaskan pentingnya dipertahankan selama berlebihan, dan tanda vital istirahat dalam rencana fase akut untuk dalam rentan normal. pengobatandan perlunya menurunkan kebutuhan keseimbangan aktivitas metabolic, menghemat dan istirahat. energy untuk penyembuhan. d. Bantu pasien memilih posisi nyaman d. Pasien mungkin untuk istirahat. nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja e. Bantu aktivitas atau bantal. perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan e. Meminimalkan aktivitas selama fase kelelahan dan membantu

penyembuhan.

Kurang pengetahuan Setelah diberikan tindakan a. Kaji ulang tentang kondisi, keperawatan tingkat pengetahuan kemampuan belajar pengobatan, pasien meningkat, dengan kriteria pasien misalnya: pencegahan hasil: perhatian, kelelahan, berhubungan dengan tingkat partisipasi, tidak ada yang lingkungan belajar, Menyatakan pemahaman menerangkan, tingkat pengetahuan, proses interpretasi yang media, orang penyakit/prognosisdan salah, informasi dipercaya.b. Berikan kebutuhan pengobatan. yang didapat tidak Informasi yang spesifik Melakukan perubahan lengkap/tidak akurat, prilaku dan pola hidup unruk dalam bentuk tulisan c. Meningkatkan terbatasnya misalnya: jadwal minum partisipasi pasien memperbaiki kesehatan pengetahuan/kognitif obat. umurn dan menurunkan mematuhi aturan terapi resiko pengaktifan ulang dan mencegah putus luberkulosis paru. c. Jelaskan obat. Mengidentifikasi gejala yang penatalaksanaan obat: mernerlukan dosis, frekuensi, tindakan d. Mencegah keraguan evaluasi/intervensi. dan perlunya terapi terhadap pengobatan Menerima perawatan dalam jangka waktu sehingga mampu kesehatan adekuat lama. Ulangi penyuluhan menjalani terapi. tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan e. Kebiasaan minurn obat lain. alkohol berkaitan dengan terjadinya d. Jelaskan tentang efek hepatitis samping obat: mulut kering, konstipasi, f. Efek samping gangguan penglihatan, etambutol: menurunkan sakit kepala, peningkatan visus, kurang mampu tekanan darah. melihat warna hijau. e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. f. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol. g. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap

keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen. a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b. Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus. h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis,

Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.

efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, h. Review tentang cara Tuberkulosis laring, dan penularan Tuberkulosis penularan kuman. dan resiko kambuh lagi. Setelah diberikan tindakan a. Review patologi a. Membantu pasien keperawatan tidak terjadi penyakit fase aktif/tidak agar mau mengerti dan penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, aktif, penyebaran infeksi menerima terapi yang dengan kriteria hasil: melalui bronkus pada diberikan untuk jaringan sekitarnya atau mencegah komplikasi. b. Mengidentifikasi intervensi aliran darah atau sistem Orang-orang yang limfe dan resiko infeksi beresiko perlu program untuk melalui batuk, bersin, terapi obat untuk mencegah/menurunkan mencegah penyebaran resiko penyebaran infeksi. meludah, tertawa., ciuman atau infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk menyanyi.b. meningkatkan lingkungan Identifikasi orang-orang c. Kebiasaan ini untuk yang beresiko terkena yang. aman. mencegah terjadinya infeksi seperti anggota penularan infeksi. keluarga, teman, orang dalam satu d. Mengurangi risilio perkumpulan. penyebaran infeksi. c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk. e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.

f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini d. Gunakan masker membantu pasien untuk setiap melakukan mengubah gaya hidup tindakan. dan menghindari/mengurangi e. Monitor temperatur. keadaan yang lebih buruk. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi g. Periode menular untuk terinfeksi ulang dapat terjadi hanya 2-3 Tuberkulosis paru, hari setelah permulaan seperti: alkoholisme, kemoterapi jika sudah malnutrisi, operasi terjadi kavitas, resiko, bypass intestinal, penyebaran infeksi dapat menggunakan obat berlanjut sampai 3

penekan imun/ bulan. kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit g. Tekankan untuk Tuberkulosis primer tidak menghentikan dikombinasikan dengan terapi yang dijalani. obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Kolaborasi: Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol h. Pemberian terapi untuk 2 bulan pertama. INH, etambutol, Rifampisin. i. Obat-obat sekunder i. Pemberian terapi diberikan jika obat-obat primer sudah resisten Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, paraj. Untuk mengawasi amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi j. Monitor sputum BTA. 14. Evaluasi Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:

Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:


Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:


Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:


Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol Pasien tampak rileks

DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :

Suhu tubuh 36C-37C.

DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi :

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria evaluasi:


Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:


Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

Daftar pustaka Anonymous.(2010). Tuberkulosis.Retrieved: http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis Kamis, 11 Maret 2010, from

Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Media Aescullapius. Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC

You might also like