You are on page 1of 23

A.

PENGERTIAN
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik / penyakir ginjal tahap akhir ( ESRD / End State Renel Diease ) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemempuan tubuh gagal dalam memprtahankan metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat menyebebkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah ). ( Brunner dan Suddarth, 2002 : 1448 ). Gagal ginjal kronik ( GGK ) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penuirunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. ( Suhardjono, 2001 : 427 ). Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal secara bertahap, diikuti oleh penimbunan sisa sia metabolisme protein, gangguan keseiimbangan cairan dan elektrolit. ( Sukandar, Enday, 1997 : 324 ). Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal, bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversibel, dimana ginjal gagal dalam mempertahankan metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit, diikuti penimbunan sisa sisa metabolisme protein di dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan uremia. 2. Definisi Nefrostomy Nefrostomy adalah pemesangan selang atau kateter yang disisipkan ke dalam pelvis renis lewat luka insisi pada pinggang atau denganj pemasangan kateter perkutan kedalam ginjal. ( Brunner dan Suddarth, 2002 : 1475 ). Nefrostomy perkutaneus adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit kedalam pelvius ginjal dilakukan untuk drainage eksternal urin dari ureter yang tersumbat, membuat suatu jalur pemasangan stent ureeter, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat, memungkinkan menyisipkan alat biopsi bentuk sikat atau nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah tertentu. ( Brunner dan Suddarth, 2002 : 1416 ). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nefrostomy adalah pemasangan selang atau kateter kedalam pelvis ginjal melalui insisi pada kulit didaerah ginjal / perkutan pada ginjal dengan tujuan untuk mengeluarkan urine, untuk pemesangan stent kateter, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat, untyuk biopsi atau untuk tindakan bedah tertentu.

B.
1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL


Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak dikedua sisi kolumna vertebralis yang berpasangan. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibaqndingkan dengan ginjal kiri karena tertekan oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kosta keduabelas, sedangkan

katup atas ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas. Ginjal terletak di belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan dua kosta terakhir dan tiga oto otot besar, yaitu tranversus abdominis, kuadrotus lumborum dan spoas mayor. Ginjal terlindungi dengan baik dari trauma langsung, dibagian posterior dilindungi oleh kosta dan otot otot yang meliputi kosta, sedangkan pada bagian anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Pada orang dewasa panjangnya ginjal sekitar 12 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya 120 150 gram. Permukaan anterior dan posterior katup atas dean bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks, sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteria dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilap yang berikatan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal. Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang bebeda yaitu korteks bagian luar dan medula bagian dalam. Medula terbagi bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut bellini. Setiap duktus atau apeks dari setiap piramid membentuk duktus papilaris bellini. Setiap duktus masuk pada perluasan ujung pelvis ginjal yang berbentuk cawan yang disebut kaliks minor dan beberapa aliks minor bergabung menjadi kaliks mayor yang selanjutnya membentuk pelviks ginjal. Pelvis ginjal merulakan reservoir utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Pembentukan kemih dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan pembentuk kemih tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pemgumpul kemih yang terbentuk kemudian mengalir kedalam duktus papilaris bellini, masuk kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal yang akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter menuju kandung kemih. Dinding kaliks, pelvis dan ureter mengandung otot polos yang dapat berkontraksi secara bersama dan mampu mendorong kemih melalui saluran kemih dengan gerakan peristaltik a. Struktur Ginjal Secara Mikroskopis

Secara mikroskopik ginjal mempunyai struktur yang terdiri atas : 1) Nefron

Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdiri atas satu juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerolus, tuulus kontruktus proximal, lengkung henle dan tubulus konturtus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Seorang yang normal masih dapat bertahan walaupun dengan susah payah dengan jumlah nefron kurang dari 20.000. fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan atau untuk menjernihkan plasma darah dari zat zat yang tidak dikehendaki ketika zat zat tersebut mengalir melalui ginjal. ( Guyton and Hall, 1997 : 389 ) 1) Korpuskulus ginjal

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerolus. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proximal, terdapat ruang yang mengandung kemih antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang mengandung kemih ini dekenal sebagai ruang bowman atau ruang kapsular kapsula bowman yang dilapisi oleh sel sel epitel. Sel sel epitel parietal berbentuk gepeng dan berbentuk bagian terluar dari kapsula, sedangkan sel sel epitel viseral jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam dari kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Membran basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit diantara sel sel epitel padat pada satu sisi dan sel endotel pada sisi lain. Membran basalis kapiler kontiniu dengan membran basalis tubulus. Sel sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel sel endotel, membran basalis dan sel sel viseralmerupakan tiga lapisan yang membentuk membran filtrasi glomerolus. Cairan yang di filtrasikan melalui glomerolus kedalam kapsula bowman disebut dengan filtrat glomerolus. Membran filtrasi glomerolus memungkinkan ultrafiltrasi darah melalui pemisahan unsur unsur darah dan molekul molekul protein besar dari bagian plasma lainnya dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai kemih primer kedalam ruang dari kapsula bowman. Filtrat glomerolus memiliki komposisi yang hampir tepat sama dengan komposisi cairan yang merembes dari ujung arteri kapiler kedalam cairan intestisial. Filtrat tersebut tidak mengandung eritrosit dan hanya mengandung sekitar 0.03% protein atau sekitar 1/200 protein diplasma. Sel sel mesangial adalah sel endotel yang membentuk suatu jalinan kontiniu antara lengkung lengkung kapiler glomerolus dan diduga berfungsi sebagai jalinan penyokong dan bukan merupakan bagian dari membran filtrasi. 2) Aparatus jugstaglomerolus

Dari setiap nefron bagian pertama dari tubulus distal berasal dari medula sehingga terletak pada sudut yang terbentuk antara anterior aferen dan eferen dari glomerolus nefron yang bersangkutan. Pada posisi ini sel sel jugstaglomerolus didnding anteriol aferen mengandung glanural sekresi yang diduga mengeluarkan renin. Renin adalah suatu enzim yang penting dalam pengaturan tekanan darah. Sel sel tubulus distal yang mengadakan kontaqk erat dengan sel sel glanular tersebut dikenel dengan nama makula densa. Sel sel jugstaglomerolus berfungsi sebagai baroreseptor (sensor tekanan ) yang sensitif terhadap aliran darah yang melalui arteriola aferen. Penurunan tekanan arteria akan merangsang peningkatan glanularitas sel sel jugstaglomerolus dan peningkatan sekresi renin. Sel sel makula densa tubulus distal bertindak sebagai kemoreseptor yang sensitif terhadap kadar natrium dan cairan tubulus. Peningkatan kadar natrium dalam tubulus akan mempengaruhi makula densa sehingga akan meningkatkan produksi renin. Selain itu, sistem saraf simpatis dan katekolamin dapat mempengaruhi produksi renin. 3) Sisten renin angiotensin

Pengeluaran renin dalam ginjal akan mempengaruhi pemgeluaran angiotensinogen ( suatu glikoprotein yang diproduksi oleh hati ) menjadi angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh enzim konversi yang ditemukan pada kapiler paru paru.. angiotensin II meningkatkan tekanan darang oleh efek vasokontriksi arteriola ferifer dan merengsang

sekresi aldosteron. Peningkatan aldosteroan akan merangsang reabsorpsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul. Peningkatan reabsorpsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorpsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat. Peningkatanvolume plasma akan berperan dalan peningkatan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal. b. Pembuluh Darah Ginjal

Ginjal dilalui sekitar 1200 ml darah permenit, suatu volume plasma yang hampir sama dengan 20 % sampai 25 % curah jantung ( jumlah normal curah jantung 5000 cc/mnt ). Lebih darai 90 % darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya ( 10 % ) dialirkan ke medula. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi. Tetapi dalam kondisi tertentu otoregulasi ini dapat terganggu. Sraf saraf renal dapat menyebabkan vasokontriksi dan dengan demikian mengalihkan darah dari ginjal ke jantung, otak atau otot rangka. Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdomen ( kira kira setinggi vertebre lumbal 11 ), saat arteri masuk kedalam hilus arteria tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk arteri arkuata, kemudian membentuk arteriola arteriola interlobaris dan membentuk arteriola aferen, arteriola aferen akan berakhir pada rumbai rumbai kapiler yang disebut glomerolus. Rumbai rumbai kapiler atau glomeroli bersatu membentuk arteriola eferen yang kemudian bercabang membentuk kapiler pertibular kemudian masuk kejalinan vena, selanjutnya menuju vena interlobaris, vena arkuata, vena interlobaris, vena renalis dan akhirnya mencapai vena cava inferior. 2. Fisiologi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstra sel ini dikontrol oleh filtrasi glomerolus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Untuk lebi jelasnya fungsi dasar ginjal dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu : a. Fungsi Eksresi 1) Memepertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-osmol dengan menubah ubah eksresi air. 2) Memeprtahankan kadar masing masing elektrolit plasma dalam rentang normal. 3) Memepertahankan Ph plasma sekitar 7.4 dengan mengeluarkan H+ dfan membentuk kembali HCO3- . 4) Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat dan kreatinin. b. Fungsi Non Eksresi 1) Menghasilkan renin, penting untuk pengaturan tekanan darah. 2) Menghasilkan eritripoetin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sum sum tulang.

3) Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktif. 4) Degradasi insulin, sekitar 20 % dari insulin dibentuk oleh pankreas dan didegradasi olehbsel sel tubulus ginjal, akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal mungkin membutuhkan insulin yang jumlahnya sedikit. 5) Menghasilkan prostaglandin, merupakan hormom asam laktat tidak jenuh yang terdapat dalam banyak jaringan tubuih, dibentuk dalam medula ginjal dan berfungsi sebagai vasodilator potensial. A Utrafiltrasi glomerolus Proses filtrasi di glomerolusdinamakan ultrafiltrasi glomerolus, jumlah filtrat di glomerolus dibentuk setiap menit dalan sejumlah nefron keedua ginjal disebut laju filtrasi glomerolus ( GFR ), pada orang normal rata rata laju filtrasi glomerolus adalah 125 ml/mnt. Tekanan tekanan yang berperang dalam proses laju filtrasi glomerolus yang cepat ini seluruhnya bersifat pasif dan tidak dibutuhkan energi metabilik untuk proses filtrasi tersebut. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan takanan yang terdapat antara kapiler glomerolus dan kapsula bowman. Tekanan filtrasi adalah tekanan yang memaksa cairan keluar melalui membran glomerolus, dan ini sama dengan tekanan glomerolus ( 50 mmHg ) dikurangi denmgan tekanan osmitik koloid glomerolus ( 30 mmHg ) dan tekanan intrakapsular ( 10 mmHg ) sehingga tekanan filtrasi normal adalah 10 mmHg. Laju filtrasi glomerolus sama dengan tekanan filtrasi dikalikan koefisien filtrasi yaitu : GFR = tekanan filtrasi x kf koefisien filtrasi ( kf ) merupakan suatu konstanta, koefisien filtrasi normal adalah 12,5 ml/mnt/mmHg tekanan filtrasi. Salah satu cara untuk mengukur laju filtrasi glomerolus adalah pemberian insulin. Insulin merupakan suatau polisakarida yang mempunyai sifat khusus yaitu tidak direasorpsi oleh tubulus nerfron dan dengan berat molekul yang cukup kecil sehingga dapat melalui membran glomerolus ( sama dengan zat kristaloid dasn air plasma ). Bersihan plasma permenit dari insulin sama dengan laju filtrasi glomerolus. ( Guyton and Hall 1997 : 388 ) faktor faktor yang mampengaruhio laju filtrasi glomerolus adalah : 1) Tekanan arteri

Bila tekeneen arteri meningkat maka tekanan glomerolus meningkat sehingga GFR meningkat. 2) Efek konstriksi arteriol aferen pada GFR

Konstriksi streriol aferen menurunkan kecepatan aliran darah kedalam glomerolus dan menurunkan tekanan glomerolus sehingg GFR menurun. 3) Efek konstriksi arteriol eferen

Konstriksi arteriola eferan meningkatkan tekanan terhadap aliran keluar dari glomerolus hal tersebut meningkatkan tekanan glomerolus dan meningkatkan GFR. 4) Efek aliran darah glomerolus atas GFR

Bila aliran darah glomerolus turun secara bermakna di bawah normal maka GFR mungkin menjadi tertekan secara seriun walaupun tekanan glomerolus tinggi. B Reabrorpsi dan sekresi tubulus Filtrasi glomerolus yang memasuki tubulus nefron mengalir melalui proksimal, ansa henle, tubulus distal dan melalui duktus koligens kedalam pelvis ginjal. Sepanjang perjalanan ini zat zat yang diabsorpsi atau disekresi secara selektif oleh epitel tubulus dan cairan yang dihasilkannya memasuki pelvis ginjal sebagai urine. Reasorpsi mempunyai peranan penting daripada sekresi dalam pembentukan urin ini tapi sekresi sangat penting dalam menentukan jumlah ion kalium, ion hidrogen dan beberapa zat didalam urin. Zat yang difiltasi ginjal dibagi dalam tiga kelas : 1) Elektrolit hidrofosfat. : natriun, kalium, magnesium, kalsium, bikarbonat, klorida dan

2) Nonelektrolit : glukosa, asam amino, metabolik produksi akhir proses metabolisme protein yaitu urea, asam urat, kreatinin. 3) Air

Setelah filtrasi, langlah selanjutnya dalam proses pembentukan urin adalah reabsorpsi selektif zat zat yang sudah difiltrasi, disamping itu beberapa zat disekresi pula dari pembuluh darah pertibular kedalam tubulus. Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung baik melalui mekanisme transpfor aktif maupun pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi seseluruhnya di seanjang tubulus proksimal dengan mekanisme transfor aktif. Kalium dan asam uarat hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dalam tubulus proksimal yang berlanjut dalam lengkung henle, tubulus distal dan pengumpul sehingga kurang satu persen dari beban yang di filtrasi akan disekresi dalam kemih. C Pengaturan keseimbangan air

Konsentrasi total solut cairan tubuh seseirang normalnya adalah sangat konstan meskipun fluktuasi asupan dan sekresi air dan zat terlarut cukup besar. Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas batas yang sempit melalui pembentukan kemih yang jauh lebih pekat atau lebih encer dibandingkan dengan plasma. Cairan yang banyak diminum akan menyebabkan cairan tubuh lebih encer. Kemih menjadi encer dan kelebihan air akan dieksresikan dengan cepat begitu juga sebaliknya. ADH ( Anti Diuretik Hormon ) membentu dalam mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstraselular pada tingkat konstan dengan mengatur volume dan osmolalitas kemih. ADH dibentuk dalam nukleus supraoptik hipotalamus dan berjalan kebawah sepanjang serabut saraf menuju hipofisis posterior dimana ADH disimpan dan dilepas kemudian. Pengeluaran ADH ditingkatkan oleh peninggian osmolalitas plasma dan pengurangan

volume plasma. Sel sel osmoreseptoryang terdapat dalam hipotalamus dekat terhadap konsentrasi darah yang bersirkulasi sedangkan sel sel yang berada dalam atrium kiri peka terhadap volume darah. Perasaan haus subjektif juda dirangsang oleh penurunan volume dan peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler. Pusat yang memperantarainya terletak di hipotalamus dekat dengan daerah penghasil ADH. ADH secara tidak langsung meningkatkan proses utama yang terjadi dalam lengkung henle melalui dua mekanisme yaitu aliran darah melalui vasa reksa dimedula berkurang dan meningkatkan permeabilitas duktus pengumpul dan tubulus distal, sehingga semakin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk keseimbangan dengan cairan intestitial yang hiperosmotik. Kedua mekanisme ini bekerja, ini menghasilkan kemih yang lebih pekat sehingga mengurangi volume eksresi.

B.

ETIOLOGI / PENYEBAB GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresiv dan irreversibel dari berbagai penyebab. Sebab sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi tujuh belas, yaitu : 1. infeksi / penyakit peradangan : pielonefritis kronis dan glomerulonefritis. 2. penyakit vaskular / hipertensi : nefroskerosis benigna / maligna dan stenosis arteri renalis. 3. gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa dan skerosis sistemik progresif. 4. gangguan kongenital / herediter : penyakit ginjal polikistik dan ansidosis tubulus ginjal. 5. penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiriodisme dan amiloidosis. 6. nefropati toksik : penyalahgunaan analgetik dan nefropati timbal. 7. neuropati obstruktif a. saluran kemih bagian atas ( kalkuli, neoplasma dan fibrosis retriberitonial ).

b. Saluran kemih bagian bawah ( hipertropi prostat, striktur uretra anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra ). ( Prince, silvia A dan Lorraini M. W, 1995 : 817 )

A. KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIK


Gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi lima, yaitu : Tahapan gagal ginjal 1. fungsi ginjal berkurang. LFG Manifestasi (ml/mnt)

2. 3. 4. 5.

ringan sedang berat terminal

A. TANDA DAN GEJALA GAGAL GINJAL KRONIK


Pada penderita gagal ginlaj kronik ditandai oleh nilai GFR yang turun dibawah normal ( 125 ml/mnt ), kemudian apabila GFR menurun, maka kadar kreatinin dan BUN ( Blood Urea Nitrogen ) plasma akan meningkat diatas normal atau terjadi azotemia ( konsentrasi BUN normal 10 20 mg/100 mg ) seedangkan konsentrasi kreatinin plasma 0,7 1,5 mg/100ml. Kedua zat ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya disekresi dalam kemih. ( prince, Sylvia A dan Lorraine M. W, 1995 : 800 ) Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu : 1) Stadium pertama ( penurunan cadangan ginjal ) Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik, nilai GFR adalah 40 45 %. ( sukandar, enday, 1997 : 324 ) 2) Stadium kedua ( insufiensi ginjal ) Dimana lebih 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak . pada tahap ini kadar BUN sudah mulai meningkat diatas normal. Nilai GFR adalah 20 50 %. Peningkatan ini berbeda beda tergantung dari kadar protein dalam diet, pada stadium ini kadar kretinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. 3) Stadium akhir ( Uremia ) Stadium ini timbul apabila sekitar 90 % dari nefron telah hancur atau hanya sekitar 20.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5 10 ml/ mnt atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat sangat mencolok, sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium ini penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak mampu mempertahankan kembali homeiostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, kemih menjadi

isoosmosis dan biasanya oligouri dan syndro uremik. Pada stadium akhir gagal ginjal pasti meninggal kecuali mendapat pengobatan transplanasi ginjal atau dialisis.

B.

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Pada penderita gagal ginjal kronik, akan mengalami penurunan fungsi ginjal, produk akhir metabolisme protein ( ureum, kreatinin, asam urat yang normalnya dieksresikan kedalam urine ) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.( Brunner & Suddart 2002 : 1448 ) 1) Penurunan laju filtrasi glomerolus ( GFR )

Penurunan GFR terjadi akibat tidak berfungsinya glomeruli, kliriens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin sereum meningkat. Selain itu kadar nitrogen urea darah ( BUN ) akan meningkat. 2) Retensi cairan dan natrium.

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap terakhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Penahanan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti dan hipertensi. Hipertensi dapat terjadi aktivasi aksis renin- angiotensin-aldosteron. Mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam mencetuskan resiko hipertensi dan hipovolemi. 3) Asidosis

Terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengeksresikan muatan asam (H +) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresikan amonia (NH3+) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3 -). Nilai normal adalah 16-20 mEq/L. penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Pada sebagian klien GGK asidosis metabolik terjadi. pada tingkatan ringan dengan Ph darah tidak kurang dari 7,35. nilai normalnya 7,35-7,45. 4) Anemia

Terjadi akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat (racun uremik dapat menginaktifkan eritropoetin atau menekan sum-sum tulang terhadap eritropoetin). Memendeknya usia sela darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan mengalami perdarahan terutama disaluran gastrointestinal, anemia akan

menyebabkan kelelahan, dapat timbul dispneu sewaktu penderita melakaukan kegiatan fisik. Anemia GGK akan timbul apabila kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/100 ml atau GFR menurun 30 % dari normal. 5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Dengan menurunnya filtrasi ginjal dapat meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya serta peningkatan fospat serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid tapi pada GGK tubuh tidak berespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan akibatnya kalsium tulang menurun sehingga menyebabkan perubahan pada tulang. Selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25 dehidrosikolekalsiferol) yang secara normal dibuat diginjal menurun seiring perkembanagan gagal ginjal. 6) Ketidakseimbangan kalium

Hiperkalemia timbul pada klien GGK yang mengalami Oligouri disamping itu asidosis sistemik dapat menimbulkan hiperkalemia melalui pergesaran K+ dari sel kecairan ekstra seluler. Bila K + antara 7-8 mEq/ L akan timbul disritmia yang fatal bahkan henti jantung. 7) Hipermagnesemia

Uremia akan mengalami penurunan kemampuan meneksresikan magnesium, sehingga kadar magnesium serum meningkat ( nilai normal 1,5-2,3 mEq/L). 8) Hiperurisemia

GGK dapat menimbulkan gangguan eksresi asam urat sehingga kadar asam urat meningkat ( nilai normal 4-6 mg/100 ml ) sehinggfa dapat menimbulkan serangan arthithis Gout akibat endapan garam urat pada sendi dan jaringan lunak 9) Penyakit tulang uremik

Osteodistropi renal terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fospat dan ketidakseimbangan parathormon. 10) Kelainan metabolisme Merupakan ciri khas syndrome uremik, meski mekanismenya belum jelas. Terjadi akibat gangguan metabolisme protein akibat dari sintesa protein abnormal. Gangguan metabolisme karbohidrat juga terjadi, kadar gula darah puasa meningkat tapi tidak lebih dari 200 mg/100ml. Akibatnya jaringan perifer tidak peka

terhadap insulin, dimana ginjal gagal menonaktifkan 1-5 % insulin dari uremia. Metabolisme lemak terjadi akibat peningkatan kadar trigliserida serum karena peningkatan glukosa dan insulin serta penggunaan asetat dalam dialisat.

C. DAMPAK GAGAL GINJAL KRONIK PADA SISTEM TUBUH


1. sistem pernafasan

Pernafasan yang berat dan dalam (kusmaul) dapat terjadi pada pasien yang menderita asidosis berat, komplikasi lain akibat GGK adalah paru-paru uremik dan pneumonitis. Keadaan Oedema paru dapat terlihat pada thorax foto dimana disertai kelebihan cairan akibat retensi natrium dan air, batuk non produktif juga dapat terjadi sekunder dari kongesti paru-paru terutama saat berbaring, suara rales akibat adanya transudasi cairan paru. Kongesti pulmonal akan menghilang dengan penurunan jumlah cairan tubuh melalui pembatasan garam dan hemodialisis. 2. Sistem kardiovaskuler

Hipertensi akibat penimbunan cairan / garam atau peningkatan sistem renin-angiotensin-aldosteron, nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi peri cardial, penyakit jantung koroner akibat arterosklerotis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi, adanya oedema periorbital, pitting oedema, prictionrub pericardial dan adanya pembesaran vena leher. 3. Sistem Gastrointestinal

Adanya anoreksia, nause dan vomitus akibat gangguan metabolisme protein diusus, ternbentuknya zat toksik akibat metabolisme di usus seperti amonia dan metil guadin. Zat toksik tersebut merupakan bahan iritan yang dapat menimbulkan defek mukosa barier, histamin terangsang untuk menguluarakan asam lambung. Foetor uremik disebabkan ureum berlebih pada saliva yang diubah oleh bekteri dimulut sehingga menjadi amonia sehingga nafas berbau amoniaq yang menimbulkan stomatitis atau paratitis. Cegukan ( hiccup ) terjadi tapi penyebabnya belum jelas dapat berhubungan dengan sisten saraf otonom. 4. Sistem Integumen

Kulit berwarna pucat karena anemia, kekuningan akibat penimbunan urekom, gatal gatal terjadi akibat toksik uremik dan pengendapan kalsium di pori pori kulit, ekimosis terjadi akibat gangguan hematologi, urea frost akibat kristalisasi urea

yang ada pada keringat ( jarang terjadi ). 5.


sistem Muskuloskeletal restless leg syndrom : pasien merasa pegal di bagian kaki sehingga selalu digerakkan burning feet syndrom : rasa kesemutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik : lemeh, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan kejang. Sistem endokrin

6.

Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada pria akibat testosteron dan spermatogenesis menurun, sebeb lain karena hormon tertentu ( paratiroid ), pada wanita gangguan menstruasi, gangguan ovulasi dengan sampai amenorhoe. Gangguan metabolisme glukosa, retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Gangguan metabolisme lemak dan vitamin D. Sistem Hematologi

7.

Anemia karena disebabkan oleh penurunan produksi eritropoetin, hemolisis, defisiensi zat besi, asam folat dan nafsu makan berkurang, perdarahan, fibrosis sum sum tulang akibat hiperparatiroidism sekunder. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni. Gangguan leukosit, fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun dan imunitas berkurang. Sistem Perkemihan

8.

Hilangnya kemampuan pemekatan atau pengenceran kemih dari kadar plasma, Bj kemih 1.010 ( nilai normal 1.013 ). Perubahan tersebut mengakibatkan klien uremia sehingga mudah mengalami perubahan keseimbangan air yang akut. Pemasangan kateter atau pemasangan selang nefrostomy biasanya dapat mambantu dalam pengeluaran urine dan pengukuran keseimbangan cairan tersebut. Gangguan elektrolit dapat terjadi akibat hiperfosthamia, hiperkalemia atau hipokalsemia.

D. MANAJEMEN MEDIS / PENATALAKSANAAN


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan hemotasis selama mungkin, seluruh faktor yang berperan pada ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan ( mis : obstruksi ) diidentifikasi dan ditangani dengan tiga

strategi, yaitu : 1. Memperlambat progresi gagal ginjal

Dengan pengobatan hipetensi dengan antihipertensi, pembatasan asupan protein untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerolus, restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, mengurangi protein uri, pengendalian hiperlipidemia dengan olahraga dan diet. 2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut

Dengan pencegahan kekurangan cairan, sepsis, hipertensi yang tidak terkendali dan penggunaan obat nefrotoksik seperti amino glikosid, obat anti inflamasi non steroid harus dihindari. 3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya

Pencegahan gangguan keseimbangan cairan elektrolit dengan restriksi asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretik. Cairan yang diminum harus dibatasi dan diawasi < 1 ltr/hari, keadaan berat 500 ml/hari untuk menghindari hidrasi berlabih/kurang. Untuk membantu mengurangi asidosis dengan cara pantau LFG tidak < 25 ml/mnt, diet rendah protein 0,6 gr/kg/BB/hari. Pembatasan asupan kalium dari makanan, transfusi darah diberikan bila perlu dan dapat memperbaiki keadan klinis secara nyata. Kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor ( daging dan susu ) untuk mencegah hiperparatiroidesme. Pemberian allopurinol bila ada peningkatan asam urat ( 100 mg 300 mg ) bila > 10 mg/dl. Dan insisi dialisis atau transpalntasi ginjal bila tahap GFR sekitar 5 10 ml/mnt.

I. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG DILAKUKAN TINDAKAN NEFROSTOMY
1. PENGKAJIAN Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan dimana perawat dapat memperoleh data melalui wawancara, laporan teman sejawat, cataatn keperawatan dan pengkajian fisik. ( priharjo, robert, 1995 : 1 ) a. 1) Pengumpulan Data Identitas klien dan penanggungjawab

Identitas klien dan penanggungjawab meliputi nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku, bangsa, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosa medis dan alamat, identitas penanggungjawab disertai hubungan dengan klien dan alamat. 2) Riwayat kesehatan

a). Riwayat kesehatan sekarang

(1)

Keluhan utama masuk rumah sakit

Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan klien saat pertama kali datang ke rumah sakit. Klien biasanya mengeluh sesak nafas, tidak bisa BAK, bengkak pada seluruh tubuh, mual dann muntah, nyeri pinggang.

(2) Keluahan utama pada saat pengkajian


Menjelaskan keluhan yang paling diarasakan oleh klien saat dilakukan pengkajian diuraikan dengan PQRST, yaitu klien mengeluh nyeri/pegal pada daerah paha ke tungkai yang dirasakan disertai dengan rasa panas seperti terbakar, gejala atau gambaran tentang masalah kesehatan aktual atau potensial/resiko yang ada pada klien. ( priharjo, robert, 1995 : 8 ) Untuk memudahkannya keluhan tersebut menggunakan analisa symptom PQRST yaitu :

P ( Provokatif/paliatif )

Apakah yang menyebabkan timbulnya masalah/keluhan, hal yang memperberat/memperingan.

Q ( quantity/quality )

Seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya dan seberapa sering.

R ( region/radiasi )

Lokasi keluahn dirasakan/ditemukan, apakah menyebar kedaerah lain dan daerah/area penyebarannya.

S ( safety of scale )

Intensitas keluhan dinyatakan ringan, sedang atau berat.

T ( timing )

Kapan keluhan dimulai, seberapa sering keluhan tersebut, apakah berulang ulang, berapa lama intensitasnya. b). Riwayat kesehatan dahulu

Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang dimiliki, hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini dan faktor predisposisi penyakit, pada saat dikaji klien pernah mengalami keluahan yang sama yang pernah diderita sebelumnya, seperti sering nyeri pinggang, BAK yang tidak lancar. Selain itu penyakit berat/keturunan/menular seperti hipertensi, DM, jantung, astma dan rheumatik. Selain itu perlu juga dikaji mengenai pola kebiasaan sehari hari, aktivitas, penggunaan obat obatan, kebiasaan makan/minum. c). Riwayat kesehatan keluarga Kaji keadaan kesehatan keluarga, apakah dikeluarganya ada yang menderita penyakit yang sama seperti klien atau penyakit yang ditularkan/diturunkan. 3) Data fisik

a). Sistem pernafasan Biasanya ditemukan pernafasan kausmaull, nafas bau aseton, batuk dengan/tanpa sputum kental. b). Sistem kardiovaskuler

Adanya data hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah, hipotensi orthostatik, pucat, edema jaringan umum atau pitting edema pada kaki dan kecenderungan perdarahan. Pada area nefrostomy, pembentukan fistula/infeksi. c). Sistem pencernaan Biasanya ditemukan keluhan mual, nafsu makan menurun, nyeri ulu hati, muntah, rasa tidak nyaman dimulut, distensi abdomen, perubahan turgor kulit/kelembaban dan penampilan tampak lemas. d). Sistem integumen Adanya kulit pucat/kekuningan, gatal gatal, rambut tipis, kulit kering atau lembab, adanya pemasangan selang melalui luka pembedahan/insisi.

e). Sistem muskuloskeletal Ditemukan kelelahan, penurunan rentang gerak. f). Sistem perkemihan

Kaji adanya penurunan frekwensi urine, oliguri, anuria, abdomen kembung, pemasanagan selang/kateter untuk pengeluaran urine, warna urine kuning tua. g). Sistem reproduksi Adanya penurunan libido, amenorhoe dan infertilitas. h). Sistem persarafan

Ditemukan adanya keluhan nyeri/pegal yang disertai adanya rasa panas terbakar pada area ekstrimitas bawah, kram otot/kejang, kesemutan keluhan pusing/sakit kepala. 4) Data psikososial dan spiritual

a). Psikososial Kaji hubungan klien dengan keluarga, tim kesehatan dan lingkungan sekitar, tingkat kecemasan terhadap penyakit dan perubahan status kesehatan, memeperetahankan fungsi dan peran dalam keluarga. b). Spiritual

Kaji mengenai persepsi klien terhadapa penyakit dan harapan klien akan kesembuhannya serta keyakinan klien menegenai sehat dan sakit. 5) Data penunjang

a). Pemeriksaaan diagnostik

Pemeriksaan urine

Adanaya peningkatan ureum, kreatinin, valume urine sedikit atau oliguri, warna keruh, Bj urine meningkat, adanya protein urine.

Pemeriksaan darah

Peningkatan kadar ureun kreatinin, penurunan kadar haemoglobin, penurunan albumin.

Prosedur diagnostik

Thorax foto, BNO, USG dan EKG. b).


Terapi Antiboitik Antihipertensi Diuretik Analgetik Analisa Data

b.

Merupakan proses pengelompokan data yang menyimpang, dianalisa dan diinterpretasikan sehingga diperoleh masalah masalah keperawatan. 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah suatu respon individu pada amasalah kesehatan yang aktual dan resiko, yang dimaksud aktual adalah masalah yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan resiko adalah masalah yang dimungkinkan akan timbul kemudian. Didalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah yang disususn oleh Brunner dan Suddarth tahun 1997 yang dialihbahasakan oleh kuncara dkk, dijelaskan mengenai diagnosa keperawatan yang akan timbul pada klien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut : 1. kelebihan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine, diet berlabihan serta retansi cairan dan natrium. 2. perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diat dan perubahan membran mukosa mulut. 3. kurang pengetahuan tentang kondisi dan parogram penanganan. 4. intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialisis/nefrostomy. 5. gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual. 1. PERENCANAAN KEPERAWATAN Merupakan tahap penentuan apa yang akan dilakuakan untuk

membantu memenuhu kebutuhan klien dan mengatasi masalah keperawatan yang ditemukan. Perencanaan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan dimana ditentukan tujuan dan perumusan intervensi dan rasional sesuai dengan masalah yang muncul setelah dilakukan analisa data.. selain itu tujuan dan intervensi disesuaikan juga dengan kondisi, situai dan lingkungan karenan diperlukan sekali kerjasama untuk mengatasi masalah kesehatan klien. Dibawah ini adalah perencanaan yang dapat dilakukan sesuai dengan masalah yang muncul. ( Brunner dan Suddarth, 1997 : 1451 ), yaitu : 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine, diet berlabihan serta retansi cairan dan natrium. Tujuan : Kelebihan cairan dalam tubuh berkurang. Kriteria hasil yang diharapkan : 1.
o o o o o o o

Berat badan turun mendekati normal Turgor kulit mendekati normal Oedema berkurang atau hilang Tanda tanda vital normal Distensi vena leher hilang atau berkurang ( < 3 cm ) Rasa haus yang berlebihan hilang atau berkurang. Membran mukosa lembab

Intervensi 1. kaji status cairan.2. batasi masukan cairan.

Rasional 1. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau 3. Identifikasi sumber potensial perunbahan dsan mengevaluasi intervensi.2. Pembatasan cairan. cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan 4. Jelaskan pada klien dan resiko terhadap terapi. keluarga rasoinal pembatasan cairan. 3. sumber keluaran cairan yang tidak diketahui akan 5. Bantu klien dalam menghadapi ketidaknyamanan teridentifikasi. akibat pembatasan cairan. 4. pemahaman menimgkatkan kerjasama klien dan keluarga 6. Tingkatkan dan dorong dalam pembatasan cairan. hygien oral yang sering.

5. Kenyamanan akan meningkatkan kepatuhan akan pembatasan diet. 6. Hygiene oral akan mengurangi kekeringan membran mukosa mulut. 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diat dan perubahan membran mukosa mulut. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil yang diharapkan :

Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi. Porsi makan yang disajikan habis sesuai dengan pembatasan diit. Nafsu makan bertambah, mual dan muntah berkurang atau hilang. Intervensi Kaji status nutrisi Rasional 1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervansi.

1.

2.

Perubahan BB Pengukuran antropometri Nilai labolatorium ( BUN 2. Pola diet terdahulu dan ) sekarang dapat dipertimbangkan dalam Kaji pola diet nutrisi klien. menyusun menu. Riwayat diet Makanan kesukaan Hitung kalori

3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi.


3. Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah dan dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet. 4. Mendorong peningkatan masukan diet. 5. Protein lengkap diberikan untyuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan

Anoreksia, mual dan muntah Diet yang tidak mnyenengkan bagi klien Depresi Kurang pemehaman tentang pembatasan diet

stomatitis

dan penyembuhan.

4. Menyediakan makanan 6. Mengurangi makanan kesukaan klien klien dalam batas protein yang dibatasi dan batas diet. menyediakan kalori untuk enertgi membagi protein untuk pertimbuhan jaringan. 5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, produksi 7. Memantau status ciran susu, daging. dan nutrisi. 6. Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan. 7. hari. 8. Masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan protein lain, Timbang berat badan setiap pembentukan edema.

8. Kaji bukti masukan protein yang tidak adekuat : pembentukan eodeme, kadar albumin serum, pertumbuhan jaringan lambat. 3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan parogram penanganan. Tujuan : Pengetahuan klien menungkat mengenai kondisi dan penenganan penyakitnya. Kriteria hasil yang diharapkan :

Klien dan kaluarga dapat menyatakan hubungan antara gagal ginjal dan konsekwensinya. Klien dan keluarga dapat menjelaskan mengenai pembatasab cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal. Klien dan keluarga dapat menggunakan informasi dan instruksi tertulis untuk mengklarifikasi pernyataan dan mencari informasi tambahan. Rasional

Intervensi 1. Tentukan persepsi klien tentang penyakit sekarang. 2. Bina hubungan saling

percaya antara perawat dan klien. 3. Diskusikan mengenai program dialisis/pembedahan yang akan dilalui oleh klien. 4. Diskusiakan menganai pemberian obat, motivasi untuk menggunakan menggunakan obat secara teratur. 5. Jelaskan pentingnya perawatan evaluasi dan labolatorium. 4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produksi sampah dan prosedur dialisis/nefrostomy. Tujuan : Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi. Kriteria hasil yang diharapkan :

tingkat aktivitas dan latihan kliuen meningkat. Klien dapat melakukan aktivitas dan istirahan secara bergantian. Klien dapat melakukan perawatan mandiri. Rasional 1. Menyediakan informasi tentang indikasi kelelahan. 2. Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri. 3. Mendorong latihan dan aktifitas dalam batas batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.

Intervensi 1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan. 2. Tingkakan kemandirian dalam melakukan aktivitas perawatan mandiri yang dapat ditoleransi, bantu jika terjadi keletihan. 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil beristirahat.

4. Anjurkan untuk beristirahat 4. Istirahat yang adekuet setelah dialisis/prosedur dianjurkan untuk pembedahan. mencegah/mengurangi keletihan. 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.

Tujuan : Konsep diri tidak terganggu. Kriteria hasil yang diharapkan :


Koping klien adekuat Klien dan keluarga dapat mengungkapkan dan mengidentifikasi perasaan dan reaksi terhadap penyakit dan perubahan yang dilakukan.

Intervensi Rasional 1. Kaji respon dan reaksi klien 1. Menyediakan data tentang dan keluarga terhadap penyakit masalah pada klien dan dan penanganan. keluarga dalam menghadapi perubahan dalam hidup. 2. Kaji hubungan antara klien dengan keluarga terdekat. 2. Penguatan dan dukungan terhadap klien diidentifikasi. 3. Kaji pola koping klien dan keluarga. 3. Pola koping yeng telah efektif di masa yang lalu mungkin potensial destruktif 4. Ciptakan diskusi terbuka ketika memamndang mengenai perubahan yang pembatasan yang ditetapkan terjadi akibat penyakit dan akibat penyakit dan penenganan. penanganan. 5. Gali cara alternatif untuk mengekspresikan seksual lain 4. Identifikasi masalah-maslah dan langkah-langkahg yang selain hubungan seksual. diperlikan untuk 6. Diskusiakan peran memberi menghadapinya. dan menerima cinta, kehangatan 5. Bentuk alternatif ekspresif dan kemesraan. seksual dapat diterima. 6. Seksualitas mempunyai atri yang berbeda bagi individu, tergantung pola tahap maturasi. 1. IMPLEMENTASI Pelaksanaan merupakan tahap pengelolaan dan perwujudan dari rencanan keperawatan yang telah ditetapkan untuk mengatasi masalah yang ditemukan dan membantu individu dalam memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara mandiri. 1. EVALUASI Evaluasi merupakan tahap pengukuran keberhasilan tindakan

keperawatan dalam memecahkan masalah-maslah yang ditemukan dan merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, yang terdiri dari : S : respon subjektif klien terhadap intervensi yang telah dilaksanakan. O : respon objektif klien terhadap intervensi yang diberikan A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau sudah teratasi. Selain itu untuk menentukan apakah muncul masalah baru atau tidak. P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

You might also like