You are on page 1of 24

Kisah Lukman Al Hakim

Dalam sebuah riwayat menceritakan, pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya mengikut dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orang pun berkata, 'Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desasdesus dari orang ramai maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat yang demikian, maka orang di passar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu."

Sebaik sahaja mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh menyiksakan himar itu." Oleh kerana tidak suka mendengar percakapan orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai." Dalam perjalanan mereka kedua beranak itu pulang ke rumah, Luqman Hakim telah menasihatai anaknya tentang sikap manusia dan telatah mereka, katanya, "Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah s.w.t. sahaja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu." Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, iaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (keperibadiannya), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka merendahrendahkan dan meringan-ringankannya."

Uwais AlQarni: Terkenal Di Langit Tak Terkenal di Bumi


Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Quran dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafaat, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafaat sejumlah qobilah Robiah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah Uwais al-Qarni. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya. Seorang fuqoha negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana

kamu

dapatkan

pakaian

itu,

kalau

tidak

dari

membujuk

pasti

dari

mencuri.

Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah bertamu dan bertemu dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. ecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya. Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan

perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, Engkau harus lekas pulang. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru. Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya. Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi. Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais alQorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? Abdullah, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ? Uwais kemudian berkata: Nama saya Uwais al-Qorni. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendoakan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: Sayalah yang harus meminta doa kepada kalian. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari anda. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang

lagi. Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. Wahai waliyullah, Tolonglah kami ! tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: Apa yang terjadi ? Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?tanya kami. Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! katanya. Kami telah melakukannya. Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat. Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? Tanya kami. Uwais al-Qorni. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah? tanyanya.Ya,jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal. Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.) Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais alQorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa Uwais al-Qorni

ternyata

ia

tak

terkenal

di

bumi

tapi

terkenal

di

langit.

Wallahualam...

Bai Fang Li, tukang becak berhati besar

Bai Fang Li adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya. Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam. Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngosngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya. Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robekrobek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak. Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, diruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, diruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang. Bai Fang Li tinggal sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong.Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan. Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya

yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anakanak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada. Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar dimukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu. Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ketempat sampah, mengaisngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu kemulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga. Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana. Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya. jawab anak itu. Orang tuamu dimana? tanya Bai Fang Li. Saya tidak tahu., ayah & ibu saya pemulung. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil sahut anak itu. Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping. Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan. Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak. Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan. Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm tapi masih cukup bagus gumannya senang. Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya. Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini, katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya

sendiri. Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua. Bai Fang Li berkata, Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. saya tidak dapat menyumbang lagi.

Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan katanya dengan sendu. Semua guru di sekolah itu menangis.. Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 ( setara 470 juta rupiah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin. Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa.

Alesaundra Tafoya, Bocah Penolong

Alesaundra Tafoya, balita anak pasangan Tafoya, selalu diajarkan untuk menjaga keselamatan diri, termasuk menghindari bermain api karena khawatir terjadi kebakaran. Ia diajarkan bagaimana harus segera mencari bantuan pemadam kebakaran jika melihat api di blok mereka tinggal. Namun, tak sekalipun bocah 3 tahun ini diajarkan untuk bagaimana mencari bantuan medis jika salah satu dari anggota keluarganya tiba-tiba mengalami gangguan kesehatan serius. Tapi, Alesaudra berinisiatif sendiri ketika suatu pagi ayahnya ambruk di rumah mereka di kawasan Manteca, California. Ia melakukan persis apa yang diajarkan - berjalan dua blok -sekitar 2 km -- untuk mencapai Fire Station 243, sebuah kantor layanan pemadam kebakaran. Setelah itu, dia mengatakan kepada petugas pemadam kebakaran bahwa ayahnya telah membeku dan tidak bisa bangun. "Aku sudah di sini selama 20 tahun," kata Kapten Robert Villalovoz, pimpinan regu pemadam kebakaran. "Ini pertama kalinya aku melihat bocah 3 tahun berjalan kaki sampai ke stasiun pemadam kebakaran." Alesaundra kemudian dikawal penolong kembali ke rumahnya. Benar, ayahnya tergeletak di ruang tamu dan memerlukan perawatan medis segera. "Kami segera melarikannya ke rumah sakit," kata Villalovoz. Dokter yang menanganinya mengatakan, tanpa pertolongan medis yang segera, Frank Tafoya akan mati.

Kisah Kebijaksanaan Seorang Nenek


Matahari siang tepat di atas ubun-ubun. Keringat membasahi tubuh. Entah karena terik matahari atau keringat dingin karena ketakutan. Satu anak bertugas menggergaji sementara yang lain menutupi agar tidak terlihat orang lain. Semua berdebar-debar. Semua gemetar. Tidak sampai dua puluh menit selesai sudah. Sebuah lubang terbentuk di pagar anyaman bambu itu. Tetap rasanya berjam-jam. Padahal ukuran lubang hanya sebesar tubuh anak-anak usia 11 tahun. Setelah itu potongan gedek kami tempelkan kembali sehingga tampak seperti semula. Sepintas tidak akan terlihat ada lubang bekas gergajian di sana. Malamnya, berjingkat-jingkat, kami menuju belakang gedung. Suasana temaram. Satu per satu kami mulai mbrobos ke dalam gedung melalui lubang kecil yang kami buat siang tadi. Siapa yang masuk terakhir, harus menutup kembali lubang tersebut. Itulah aturan mainnya. Setelah di dalam, kami langsung berbaur dengan penonton. Saya tinggal di Jalan Cisadane, Surabaya. Sekitar satu kilometer dari rumah saya ada sebuah lapangan. Mirip alun-alun. Fungsinya serbaguna. Selain tempat bermain, lapangan itu juga sering dipakai untuk pertunjukkan ludruk, teater khas Jawa Timur, mirip ketoprak di Jawa Tengah. Biasanya kelompok ludruk yang main di situ akan membangun sendiri gedung pertunjukkan. Kalau saya bilang gedung pertunjukkan, jangan membayangkan macam-macam. Bayangkan saja sebuah panggung dari papan, beratapkan seng, dengan dinding anyaman bambu atau gedek. Di sekeliling gedung akan diberi pagar anyaman bambu setinggi dua meter yang menjadi tembok pembatas antara mereka yang di luar dan penonton di dalam. Penonton harus membeli tiket. Tidak ada nomor bangku. Siapa cepat dia akan duduk di deretan paling depan. Paling dekat dengan panggung. Bangkunya juga terbuat dari bambu yang memanjang. Kalau penonton penuh, duduknya berhimpit-himpitan. Uniknya, tidak ada yang keberatan. Semua happy. Waktu itu usia saya 11 tahun. Bersama teman-teman sebaya, yang tidak mampu beli tiket, kami biasanya menerobos melalui lubang di tembok gedek yang kami gergaji pada siang hari. Pekerjaan menggergaji memang lebih aman dilakukan siang hari karena hampir semua pemain dan pengurus perkumpulan ludruk tidak berada di tempat. Mereka biasanya punya kegiatan atau pekerjaan lain. Gedung kosong. Saat itulah kami mulai beraksi membuat lubang rahasia. Biasanya lubang yang kami buat cuma efektif sampai tiga hari. Setelah itu akan ketahuan oleh pengelola gedung pertunjukkan lalu ditutup dan dijaga. Lampu neon tambahan juga akan dipasang. Jadilah kami gigit jari lagi. Modus operandi seperti ini akan kami pakai lagi kalau ada kelompok ludruk lain manggung di sana. Nanti ketahuan lagi, ditutup lagi, dijaga lagi, lalu kami gigit jari lagi. Kalau sudah begitu, biasanya strategi berikutnya akan kami jalankan. Kami akan berdiri di sekitar loket. Jika ada yang beli tiket, biasanya orang dewasa, kami akan memohon agar dibolehkan nunut alias numpang untuk ikut masuk. Caranya dengan menggandeng tangan orang tersebut. Sepintas mirip orang tua yang membawa anaknya nonton. Tidak semua pengelola gedung mengijinkan satu tiket untuk dua orang. Tetapi taktik ini kerap berhasil. Saya termasuk yang sering nunut. Suatu hari, ada seorang nenek bersama satu anak perempuan dan dua cucu laki-lakinya membeli tiket. Pakaian mereka sangat sederhana untuk

tidak dibilang lusuh. Nenek itu membawa rantang berisi jajan untuk anak dan cucunya. Penonton yang tidak punya banyak uang biasanya membawa sendiri makanan dari rumah. Maklum, pertunjukkan bisa berlangsung lebih dari tiga jam. Kepada nenek itu saya memohon agar bisa nunut. Dia jatuh kasihan dan membolehkan saya ikut. Bahkan tangan saya digandengnya. Tetapi, begitu di depan pintu, petugas melarang saya masuk. Sang nenek berusaha meyakinkan petugas bahwa saya cucunya. Penjelasan yang menggelikan, memang, mengingat secara fisik saya sangat berbeda. Dengan kulit putih dan rambut keemasan, tidak mudah meyakinkan siapa pun bahwa saya cucunya. Dengan susah payah nenek itu meminta agar saya diperbolehkan masuk. Sang penjaga pintu tetap tidak mengijinkan. Mungkin wajah saya sudah dikenali karena hampir setiap malam muncul di situ. Mereka terus berdebat. Karena mulai ketakutan, saya lalu pergi menjauh. Tetapi, di luar dugaan, sang nenek memanggil saya untuk kembali. Dia merogoh kutangnya lalu mengeluarkan sejumlah uang recehan, menghitungnya sejenak, kemudian bergegas ke loket. Rasanya tidak percaya. Nenek itu membelikan saya tiket dengan sisa-sisa uangnya. Tiket itu lalu diberikan ke saya. Saiki kowe iso mlebu, ujarnya dalam bahasa Jawa sembari tersenyum. Sekarang kamu bisa masuk, katanya. Kenangan itu sangat membekas. Bahkan sampai detik ini. Kalau mengingat peristiwa itu, rasanya tetap saja sulit untuk bisa percaya. Dilihat dari penampilannya, nenek itu bukan orang yang berkecukupan. Bagaimana mungkin dalam kekurangannya dia mau mengorbankan sisa uangnya untuk saya? Untuk seorang bocah yang baru dikenalnya malam itu. [kickandy.com]

Anak Terlantar (Kisah)


... Siang itu, setelah selesai memberikan les privat di kawasan bukit duri, saya ke Stasiun Manggarai untuk menuju ke kampus saya yang terletak di daerah Depok. Setelah saya membeli tiket, saya menunggu di peron tujuan Bogor sambil membaca Supernova terbaru dari Dee. Belum begitu lama saya menekuri buku yang bagi saya ternyata tidak terlalu menarik itu, saya terganggu oleh suara kumpulan orang yang bergerombol di sisi lain stasiun, entah apa yang ada di pikiran saya waktu itu, saya pun turut ke kumpulan orangorang tersebut. Innalillah..... ada dua orang anak kecil yang terkapar lemas dengan mulut berbusa. Di samping mereka, ada seorang perempuan setengah baya, yang ternyata adalah ibu dari kedua anak tersebut. Ibu itu hanya menangis berteriak "Astaghfirulloh, Alloh.. Alloh..., anak ku, anak ku..." berulang-ulang. Beberapa orang berusaha menenangkan ibu tersebut, sedang yang lainnya sibuk memeriksa kondisi dua anaknya. Saya kembali ke tempat duduk saya dengan kumpulan pertanyaan dan berbagai kemungkinan jawaban. Belum sempat saya menyelesaikan pertanyaan dan jawaban dari hati ini, seorang ibu penjual pecel & mie goreng di samping tempat duduk saya berkata kepada orang-orang disekitarnya, "Gue kirain tuh anak bo'ongan kagak punya duit, eh, tau-taunya tuh anak dua malah minum baygon. Tau gitu, gue kasih gratis deh nih mie, kagak usah bayar! Gue jadi ngerasa dosa ini mah!". Lalu ada tukang buah yang menimpali, "Makanya, jangan pelit-pelit luh! Pan kita sama-sama

orang susah. Tau nggak luh? Katanya tuh bocah dua bunuh diri minum baygon saking lapernya, mending mati kali daripada laper!". "Lah, mana gue tau klo tuh anak nggak bo'ong. Nah elu tau ndiri disini banyak yang ngaku-ngaku belon makan, klo tiap orang yang ngaku laper gue kasih gratisan, bangkrut dong gue!", bela si ibu. Dengan penjual seksama saya ikuti percakapan mie yang memakai bahasa si tukang buah betawi pinggiran dan ibu tersebut.

Ternyata, dua orang anak yang mencoba bunuh diri itu sebelumnya datang ke ibu penjual mie. Mereka hanya punya uang 300 rupiah, dan mengaku bahwa dari kemarin sore mereka belum makan nasi. Mereka meminta kepada si ibu penjual mie, agar dapat di berikan nasi dan mie dengan uang 300 rupiah. Namun, penjual mie tersebut bilang, mie dan nasi itu harganya dua ribu, mereka disuruh kembali ke dia, jika punya uang dua ribu rupiah. Dua ribu rupiah, separuh harga dari ongkos Tanjung Priok - Depok. Dua ribu rupiah, separuh harga untuk setiap jam nya dari rental internet yang hampir setiap hari dalam waktu berjam-jam saya lakukan. Dua ribu rupiah, harga 1 botol air mineral, yang dalam sehari bisa saya konsumsi minimal 2 botol. Dua ribu rupiah, harga 2 buah batere untuk Diskman yang biasa menemani aktivitas saya. Dua ribu rupiah, 1/12 dari harga voucher 20 ribu yang biasa saya isi ulang 2 minggu sekali. Dua ribu rupiah, 1/70 dari harga sepatu yang baru saya beli. Dua ribu rupiah, 1/200 harga makanan untuk satu porsinya dari makanan yang baru saja mengisi perut saya. Dua ribu rupiah, 1/1317 yang kawan saya bayarkan dari makanan yang baru saja kami konsumsi ber-enam! Dua ribu rupiah... Yang menyebabkan dua orang anak memilih untuk meminum obat serangga, daripada menahan rasa lapar! Huek, huek, huek!!! Saya kembali ke meja tempat kami makan. Dengan alasan tidak enak badan, saya minta ijin untuk pulang duluan. Jelas kawan-kawan saya heran, karena dari berangkat hingga makan tadi, saya dalam kondisi yang sangat baik. Tapi saya tidak terlalu memperdulikan keheranan mereka, yang saya pikirkan hanya cepat-cepat keluar dari tempat yang membuat saya semakin mual. Mengetahui bahwa kawan saya telah memiliki rencana dari Hilton ini, maka saya menolak untuk diantar, dengan dalih saya akan menggunakan taksi. Tanpa menunggu lama, saya cepat-cepat pamit dan keluar dari tempat itu. Di pintu utama, saya menunggu taksi yang telah di panggil oleh office boy, tapi begitu taksi tiba, saya mengurungkan niat untuk menggunakan taksi tersebut, saya memilih untuk berjalan kaki ke tempat menunggu bis. Ketika, saya tiba di rumah, saya langsung menuju ke toilet (lagi!), dan huek-huek-huek.... Saya mencoba memuntahkan makanan, yang kalau-kalau masih tersisa di perut ini. Masya Alloh..... Saya merasa begitu hina, karena sering menganggap remeh uang dua ribu rupih. Saya merasa begitu bodoh, karena terlalu gampang menghamburkan uang dua ribu rupiah. Saya merasa begitu dungu, karena hampir saja melakukan kebodohan kembali dengan menggunakan taksi yang argonya mungkin hampir 10 kali lipat dari dua ribu rupiah. Saya merasa sangat berdosa, karena telah mengkonsumsi makanan 200 kal i lipat dari dua ribu rupiah. Saya merasa..... Aaaaahhh... Sayangnya saya hanya merasa......

Sesuap Makanan Haram


Abu Bakar r.a. memiliki seorang budak yang selalu memberikan sebagian pendapatnnya kepada beliau. Pada suatu hari, ia menghidangkan sedikit makanan kepada Abu bakar R.a., lalu dicicipilah sedikit makanan itu. Hamba sahayanya berkata , Biasanya engkau selalu bertanya kepadaku dari mana penghasilanku ini. Namun pada hari ini engakau tidak menanyakannya. Jawab Abu Bakar R.a., Aku sangat lapar sehingga tidak sempat

menanyakannya. Sekarang jelaskanlah tentang makanan ini. Hamba sahayanya menjawab, Dulu pada zaman jahiliyah, aku bertemu suatu kaum dan membacakan mantera. Mereka berjanji kepadaku akan memberi imbalan terhadap jasaku. Dan pada hari ini, aku melewati perkampungan mereka. kebetulan mereka sedang melangsungkan pernikahan, jadi mereka memberiku makanan ini. Abu Bakar R.a. langsung berteriak, Kamu nyaris membunuhku! Kemudian ia berusaha memuntahkan makanan yang telah ditelannya itu dengan memasukkan tangannya ke dalam tenggorokan. Namun karena ia memakannya pada saat sangat lapar, makanan itu sulit dikeluarkan. Kemudian seseorang memberitahu bahwa ia dapat muntah jika minum air sebanyak-banyaknya. Maka ia minta dibawakan segelas besar air minum. Ia langsung meminumnya. Ternyata dengan cara itu ia dapat muntah. Seseorang berkata kepadanya, Semoga Allah merahmati engkau . Engkau telah susah payah mengeluarkan isi perut engkau hanya karena sesuap makanan. Jawab Abu bakar R.a., Walaupun aku harus kehilangan nyawa untuk mengeluarkan makanan itu, aku tetap mengeluarkannya. Aku mendengar Nabi Saw. bersabda : Badan yang tumbuh dengan makanan haram. apai neraka pantas untuknya. Aku khawatir, jika sebagian dari badanku ini tumbuh dari makanan ini. Dipetik dari Buku Himpunan Fadhilah Amal Karya Maulana Muhammad Zakariyya alKandahlawi Rah.a.

Pohon yang Digugurkan Daun Dosanya


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS 21:35) Di saat terbaring di ranjang, ketika sakit menggerumus, wajahmu Emak yang membayang. Wajahmu Emak menjadi obat yang menumbuhkan kekuatan di tubuh. Bayang kehadiranmu Emak, menjadi spirit kekuatan, ketika setiap orang sakit senantiasa merasa tiada berdaya. Tapi, lelaki berusia 50-an yang terbaring di ranjang sebuah rumah sakit, kini merasa berdaya. Betul, beberapa hari sebelumnya, ia merasa menjadi manusia sia-sia lantaran tidak mampu menanggung rasa sakit. Bahkan, ia merasa Allah yang belakangan kian rajin dihampiri-Nya, menampik kasihnya. Bukankah bila Ia membalas kasihnya, demikian ia berpikir, tidak akan mengirimkan sakit kepadanya? Di puncak rasa putus asa, lelaki berusia 50-an itu, teringat kepada almarhumah emaknya. Emaknya menghabiskan sebagian kehidupannya dengan deraan sakit. Pelbagai jenis penyakit, mulai jantung, hipertensi, kanker, silih berganti menggerumus tubuh sang emak. Bahkan, vertigo yang kemudian turut melumpuhkan sistem saraf, membuat perempuan tua itu terbaring terus menerus selama lebih tujuh tahun. Akibatnya, ketika lima anaknya menikah, membuatnya tidak dapat sepenuhnya meneguk kegembiraan seperti jamaknya orangtua yang menikahkan putra-putrinya. Ia hanya berbaring sendirian membayangkan rona keriaan di wajah anakanaknya. Begitu menderita kehidupanmu, wahai Emak? Sang emak justru belajar makna kesabaran dari setiap penyakit yang silih berganti mendera. Tiada keluhan berkepanjangan. Ia tidak menyesali Allah yang belum juga memberi kesembuhan padanya. Anak-anaknya jarang menemukannya berlinang air mata ketika kehidupannya hanya sebatas ranjang. Sebaliknya, ia tetap melaksanakan ibadah ketika hanya mampu berbaring, menghabiskan waktunya dengan berzikir.

Kendati kehidupannya sebatas ranjang, perempuan tua itu tetap semangat mengikuti perkembangan yang ada di luar kamarnya. Bahkan, lebih mengagumkan lagi, ia menjadi sumber wejangan: tidak hanya bagi anak-anaknya tetapi handai taulan yang mengunjunginya. Tak jarang, ia menasihati handai taulan yang tertimpa musibah ringan laiknya jemari tertusuk duri, agar bersabar dan tawakal. Tak mengherankan, bagi anak-anaknya termasuk pria berusia 50-an yang diserang sakit, sang emak menjadi simbol kesabaran dan keikhlasan dalam menempuh ujian sakit. Tapi, siapakah yang mengirim spirit untuk mampu bertahan? Ketika anak-anaknya pernah mengeluh karena kasihan melihat orang tuanya terus menerus terbaring, sang emak justru yang menyabarkan. ''Sakit itu ujian bagi kesabaran. Ini belum seberapa. Nabi Ayub saja yang menjadi utusan Allah lebih parah menerima cobaan sakit tetapi ia tetap tawakkal. Saat ia sujud, ulat yang ada di borok kepalanya terjatuh, tetapi dipungutnya dan dikembalikannya ke tempat semula,'' ujar sang emak mengutip kisah dari guru mengajinya semasa sehat. Memang, Ayub menjadi simbol kesabaran, di tengah derita sakit. Allah pun mengisahkan: dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: ''(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang'' (QS 21:83) Tiada seikhlas Ayub dalam menerima sakit sehingga Allah mengirimkan kesembuhan seperti sang emak di usia senjanya menerima kesembuhan-Nya. Mengapa Ayub --dan agaknya emaknya-- dapat tawakal? Nabi Ayub merupakan refleksi dari kesabaran dalam menerima penderitaan sakit. Ayub menjadi sumber inspirasi bagi emak maupun setiap Muslim yang sabar dalam menerima cobaan-Nya. Bukankah Allah telah menjanjikan ujian dan cobaan untuk membuktikan keimanan seperti terkandung di dalam Alquran: Apakah manusia itu mengira mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ''Kami telah beriman'', sedang mereka tidak diuji lagi?...Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka (QS 29: 2-3). Cobaan itu dapat dalam pelbagai bentuk: penyakit, meninggal orang yang dikasihi, maupun musibah. Ujian pun dapat hadir dengan rupa kekayaan yang melimpah. Tragisnya, terkecuali pelbagai penderitaan, kita seringkali merasa kekayaan dan kesenangan bukan cobaan, sehingga tergelincir lupa diri. Tak ayal, telah menjadi 'kodrat' manusia, ketika hidupnya senang melupakan Allah dan bersikap sebaliknya ketika mengalami kesengsaraan. Semua itu menyebabkan Nabi Muhammad bersabda, ''sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan'' (HR Turmudzi). Demi menegaskan hal itu, Nabi suatu kali bersabda: ''Demi Allah! Bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku khawatir kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula'' (HR Bukhari). Cobaan sebagai bentuk ujian seringkali dilipatgandakan bagi hamba yang alim dan berusaha menghampiri-Nya. Kenapa? Semakin seseorang ingin menghampiri-Nya, semakin Allah berusaha menguji kadar keimanannya. Tidak mengherankan, semua nabi mengalami pelbagai cobaan, seperti Ayub dengan penyakit maupun Ibrahim yang diperintahkan menyembelih anak kesayangannya. Nabi Muhammad pun bersabda: ''Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan

dengan kedudukan manusia itu sendiri. Orang yang sangat banyak mendapatkan ujian itu adalah para nabi, kemudian baru orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya'' (HR Turmudzi). Dengan demikian, selaiknya kita tidak menduga-duga bila seseorang yang menderita akibat cobaan, sebagai bentuk hukuman. Kenapa? Dengan ujian yang berat, sang insan belajar sabar dan ikhlas, untuk menerima segenap cobaan. Bukankah Nabi Ayub --maupun sang emak dalam kisah ini-- menggunakan cobaan berupa penyakit sebagai sarana membangun ikhlas dan ibadah? Kemampuan menjadikan cobaan sebagai sarana beribadah sekaligus sabar dan ikhlas, sejatinya menghantar seseorang menghampiri dan menjadi kekasih-Nya; suatu maqom yang menjadi idaman pejalan ruhani. Dengan kesabaran dan keikhlasan menerima ujian tersebut, sejatinya pejalan ruhani akan menemui-Nya, dalam keadaan tiada berdosa (lihat HR Muttafaq alaih dan Turmudzi). Maka, wahai Emak, engkaulah melalui keikhlasan dalam menerima cobaan, menjadi pohon yang digugurkan daun dosanya.

Orang Shaleh meniggal setelah mendengar Ayat Al-Quran


Oleh: Muhammad Amin Al-Jundi Mansyur ibn Ammar ra berkata suatu hari aku singgah di kota Kufah. Ketika aku berjalan di kedelapan malam , aku mendengar tangisan memelas seorang laki-laki dari dalam sebuah rumah. Lelaki itu berkataYa tuhan ku, demi ke agungan dan kemuliaan-Mu, hamba tidak bermaksud mendurhakai-Mu dengan kemaksiatan-kemaksiatan hamba, tetapi hamba berbuat maksiat itu karena ketidaktahuan hamba akan siksa-Mu.dengan tali siapa hamba berpegang teguh jika engkau memutuskan tali-Mu dari hamba? Oh betapa dosanya hamba! Tolonglah hamba ya Allah!. Mansyur ibn meneruskan, ucapan lelaki itu membuatku menangis, aku pun berhenti di depan rumahnya dan membacakan ayat untuknya Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Thamrin:6) Tiba-tiba aku mendengar teriakan keras lelaki itu dan suara gaduh dalam rumahnya. Aku pun berhenti sampai suara lelaki itu terhenti, kemudian aku pergi. Keesokan harinya, aku datang kerumah lelaki itu. Aku mendapatkan orang itu sudah meninggal dan orang-orang sedang mengurus jenazahnya. aku melihat seorang wanita tua sedang menagis. Aku menanyakan perihal dirinya dan orang-orang menjawab bahwa dia adalah ibu si mayyit.aku mendekati wanita tua itu dan menanyakan keadaan si mayyit ketika hidup.wanita itu menjawab Dia orang yang rajin berpuasa dan melakukan salat malam.dia senantiasa mencari rezeki yang halal dan membagi penghasilannya menjadi tiga, sepertiga untuk nafkah dirinya,sepertiga untuk menafkahiku, dan sepertiganya ia sedekahkan. Tadi malam ada seseorang yang lewat saat ia sedang membaca Al-Quran- ia mendengar (orang itu membaca) suatu ayat Al-Quran dan kemudian ia meninggal.

Hatinya Tersenyum

Pada malam hari di Rumah Amalia ada seorang laki-laki muda. Dalam pernikahannya yang tahun ke tiga dan telah memiliki seorang anak laki-laki yang berusia dua tahun. Malam itu dia hadir dengan putranya. Suara anak-anak Amalia sedang melantunkan ayat suci al-Quran mengobati hatinya. Dia menuturkan bahwa sudah satu bulan ini istrinya pulang ke rumah orang tuanya. Sebagai suami, dirinya diminta untuk menceraikan istrinya dengan alasan dianggap tidak mampu mengurus keluarga. Sebagai seorang suami sudah meminta maaf dan berjanji bertanggungjawab kepada keluarga serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi kesalahan yang pernah dilakukan. Permintaan maaf itu disampaikan kepada istri dan mertuanya. 'Saya sudah berjanji untuk membina rumah tangga kembali Mas,' Hati istrinya luluh, istrinya masih mencintai dirinya sebagai suami dan masih mencintai anak kesayangannya namun sangat disesalkan, istrinya tidak berdaya mengikuti perintah orang tuanya. Dirinya dipaksa oleh mertuanya agar segera mengurus di pengadilan agama. Itulah sebabnya dirinya berniat untuk bershodaqoh untuk anak-anak Amalia, 'Semoga Allah berkenan menyelamatkan rumah tangga saya yang diambang kehancuran.' tuturnya lirih, matanya sayu. air matanya menggenang di kelopaknya. Satu minggu kemudian Laki-laki muda itu hadir kembali ke Rumah Amalia bersama anak dan istri mengabarkan dirinya dan putranya sudah berkumpul kembali dengan istrinya. Mertuanya hatinya telah luluh dan memaafkan atas semua kesalahan yang pernah dilakukannya. 'Subhanallah, kami turut berbahagia,' ucap saya padanya. Kemudian saya berpesan padanya dan istrinya. 'Bila kia dirundung kesedihan karena kehilangan orang yang kita cintai sepatutnya memohonlah pada Allah agar diberikan ketenangan hati, tanamkanlah di dalam hati kita bahwa Allah adalah Sang Pemilik Sejati telah mengambil titipanNya. Dan bila Allah percaya kepada cara kita mencintai titipanNya maka Allah akan berkenan mengamanahkan kembali hamba-hambaNya yang terbaik kepada kita agar kita merawat dan kita menjaganya dengan baik.' Malam itu matanya berbinar-binar, Wajahnya nampak bahagia. hatinya dan hati istrinya telah tersenyum kembali. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau bahwa aku memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahuinya dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang merugi (QS. Huud : 47). Wassalam, Agussyafi

Keberhasilan Soichiro Honda

Soichiro Honda lahir tanggal 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City) yang terpencil di Shizuoka prefecture. Daerah Chubu di antara Tokyo, Kyoto, dan Nara di Pulau Honshu yang awalnya penuh tanaman teh yang rapi, yang disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu. Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha bengkel sepeda, sedangkan ibunya bernama Mika, Soichiro anak sulung dari sembilan bersaudara, namun hanya empat yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat dan juga akibat lingkungan yang kumuh. Semua berawal dari Soichiro yang berumur 16 tahun, dan tak mau melanjutkan sekolah. Karena ia menganggap sekolah saat itu hanya membuang waktu. Ia hanya ingin mendalami tentang mesin mobil. Akhirnya, ayahnya yang mengerti betul tentang ambisinya mengenalkan kepada seorang teman di Tokyo bernama Kashiwabara, seorang direktur bengkel mobil bernama Art. Akhirnya pada bulan Maret 1922, Soichiro diantar ayahnya ke Tokyo untuk bekerja disana. Tapi bukan sebagai teknisi atau yang berhubungan dengan mesin, ia hanya sebagai pengasuh bayi. Bayi yang ia asuh adalah anak dari direktur bengkel Art. Dari sanalah pengetahuannya tentang mesin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk sekedar melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan sebuah buku di perpustakaan, dan mengumpulkan uang gajinya hanya untuk menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem Pembakaran Dalam. Pada suatu hari, ketika Soichiro sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel, karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia berhasil membuat takjub para teknisi lain. Pada tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia jalani dengan

terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston Art. Di tahun yang sama, Soichiro menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan. Kehadiran Sachi yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani pendidikan formal menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan sebagai istri, tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat Soichiro pada bidang teknik. Pada tahun 1938, Honda yang kala itu masih dalam keadaan miskin memiliki keinginan untuk mendesain ring piston yang dijual dan dibuat untuk Toyota Corporation. Ring piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama sekali tak mengerti masalah pencampuran logam. Karena ring piston buatannya selalu patah atau menggores dinding slinder. Akhirnya ia datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan diberitahu bahwa ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring piston, diantaranya silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya tekad yang bulat untuk melanjutkan sekolah, walaupun saat itu Soichiro sudah berumur 28 tahun. Setiap hari ia berangkat ke sekolah dan pada malam harinya ia mendesain sampai lengannya cacat. Sekalipun ia telah mengalokasikan dananya untuk riset pembuatan ring pistone tersebut, tapi ternyata semua itu belumlah cukup, sampai ia pernah menjual perhiasan istrinya. Setelah bertahun-tahun akhirnya Honda berhasil mendesain pistone sesuai kriteria Toyota. Sayangnya, Toyota masih menolak. Apakah Apakah Apakah Soichiro Honda Ia Ia menyerah begitu frustasi? Mungkin kecewa? Ya saja? Tidak.

Ia segera kembali ke sekolah untuk meminta komentar dosen dan teman2nya. kemudian ia meluangkan waktu 2 tahun guna menyempurnakan piston dan Toyota pun mau membeli. Bengkel yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941 setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia hanya ingin belajar bermain suling saat itu. Di masa setelah perang, dimana bendabenda masih sangat langka, justru industri tekstil berkembang sangat pesat saat itu. Kabarnya, orang-orang yang mempunyai mesin tenun, sekali menggerakkan mesinnya, ia bisa mendapatkan 10 ribu yen. Dan saat itu Soichiro berfikir bagaimana membuat mesin tenun yang lebih canggih dari yang ada saat itu. Ia pun mendirikan pabrik pembuatan mesin tenun. Pada saat perang, Amerika membom Jepang dan mengenai pabrik. Sebagian fasilitas pabrikasi terkena. Ia memerintahkan karyawan yang ada agar berhati-hati dan keluar dari pabrik. Ia berseru, "LIha pesawat. Mereka membuang kaleng bahan bakar. Carilah semua kaleng, sebab diperlukan dalam proses pabrikasi." Di sinilah Soichiro Honda berusaha mendayagunakan apa saja yang tersedia di bumi, sekalipun kaleng bekas.

Ia berhasil menghadapi rintangan. Namun gempa bumi menerpa pabrik. Honda

akhirnya menjual pabrik piston kepada Toyota. Setelah perang, Jepang kekurangan bahan bakar. Soichiro Honda tidak dapat mengendarai mobil. Akhirnya, Ia memasang motor kecil di sepeda. Banyak tetangga yang meminta sepedanya diubah menjadi motor. Sejak itu, ia tertarik mendirikan pabrik motor, namun ia tidak punya modal.

Apakah

kali

ini

dia

menyerah? Ia

wekekeke.. bukan Soichiro Honda namanya kalo menyerah, dan pun membuat keputusan yang pada akhirnya merumuskan tujuan.

Ia lantas menyurati 18.000 pemilik toko sepeda. Ia menyodorkan penemuan baru dan berhasil menarik simpati 5.000 pemilik toko yang bersedia memberinya modal. Tapi ternyata sepeda motornya masih belum terjual laris, sebab terlalu besar. Oleh karena itu, ia merampingkan dan mengubah menjadi The Super Cub. Akhirnya ia sukses dan mendapatkan penghargaan Emperor's Award dari Pemerintah Jepang. humm.. sebuah kisah nyata yang patut menjadi bahan perenungan bagi kita yang memiliki impian untuk meraih kesuksesan di masa depan. ~Tak ada alasan untuk tidak sukses~ (coco)

Yap... setiap orang pada dasarnya menginginkan kesuksesan, tapi seringkali usaha meraih kesuksesan tersebut dibatasi oleh alasan-alasan yang sebenarnya kita buat sendiri. Berapa banyak orang yang gagal dan berhenti bermimpi hanya karena mereka membuat alasan ketika mereka gagal? Jika alasan anda karena faktor finansial, Humm... lihat kembali Soichiro Honda yang berasal dari kalangan bawah dan kadang tidak memiliki modal ketika ingin membangun pabrik. Apakah ia menyerah dengan keterbatasan modal? Jika alasan anda karena keterbatasan pendidikan, lihat seorang Soichiro Honda yang tidak pernah bisa mendapat gelar Insinyur. Jika alasan anda hanya seputar IQ, hooo.. seandainya saja anda tahu jika pada masa kecil, Soichiro Honda kerap mendapatkan nilai2 jelek di sekolahnya. atau, Jika alasan anda untuk tidak sukses adalah masalah kesehatan... humm.. renungkan pula fisik Soichiro yang lemah dan sering sakit-sakitan. tapi sedikitpun kekurangannya tersebut dijadikan alasan untuk tidak sukses. Bahkan Ia sukses dengan segala kekurangan yang dia miliki. Soichiro Honda memiliki impian-

impian hebat dalam dirinya yang kemudian menggiringnya ke arah kesuksesan. Ia adalah salah satu contoh sukses yang berhasil memadukan antara : Impian, Ketekunan, dan jiwa yang Pantang menyerah.

Efek Posotof Berbaik Sangka


Kita harus berpikir Positif, Man!, kata salah seorang teman Sariman. Kalau kita selalu berpikir positif maka hasilnya akan positif, imbuhnya. Ah! Masa iya?! sergah Sariman.

Berpikir positif (positive thinking) seringkali kita nasehatkan, acapkali di sampaikan kepada kita oleh teman, guru, trainer, coach atau public speaker. Bahkan ada yang berani-beraninya meng-klaim bahwa kunci utama untuk mencapai sukses adalah dengan Positive Thinking. Salah kah? Tentu saja bukan hakku menentukan benar atau salahnya pendapat mereka kata Sariman. Tetapi saya berhak dong punya pendapat lain. Dan menurut saya yang namanya positive thinking itu tidak selalu baik. Lho kok bisa? Bukankah selama ini itulah yang dianjurkan, bahkan kata Tuhan, Aku (Tuhan) tergantung dari persangkaanmu. Maksudnya kan jika kita berpikir negatif tentang kehendak Tuhan, maka ya hal negatif itulah yang akan kita dapat. Jika kita berpikir positif tentang kemurahan Tuhan (huznudzon) maka Tuhan akan memberikan kemurahan yang setimpal. Bukan begitu? Ya begitulah. Kepada Tuhan kita memang harus selalu positif, tidak boleh ber-suudzon. Misalnya kita berpikir, Tuhan sudah tak sayang lagi padaku, membiarkan aku terjerembab dalam penderitaan hidup yang teramat panjang atau Janganjangan Tuhan lagi budeg sehingga tak mendengar doa-doaku, sampai detik ini belum satupun doaku yang dikabulkan. Manakala prasangka kita buruk kepada Tuhan, maka itu otomatis menjadi doa kita, menjadi fokus perhatian kita, terekam dalam belief system, dalam pikiran bawah sadar kita, maka terjadilah hal-hal yang negatif. Karena formulasinya sangat jelas, yang terjadi bukan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang dengan fokus kita pikirkan dan kita yakini. [[Tetapi dalam konteks ini yang Sariman maksud adalah tentang bagaimana kita bersikap terhadap berbagai peristiwa atau kejadiankejadian dalam laku kehidupan ini dalam tingkatan kemanusiaan dengan segala keterbatasannya.]] Begini, andaikata anda punya mobil keluaran tahun terbaru, kemudian anda berkendara di jalan, tiba-tiba terdengar letupan Dor..!! dari kenalpot mobil anda. Jika anda berpikir positif paling tidak anda akan mengatakan ah biasa, batuk sedikit, setelah ini juga baik. Kemudian anda terus jalankan mobil dan terdengar kembali bunyi letupan Dor..!! dan kali ini agak sering. Bila anda tetap berpikir positif, kurang lebihnya anda akan berpikir hmm.. ndak apa-apa hanya suara kenalpot, lha wong ini mobil baru pasti mesinnya masih oke. Lalu anda tetap melanjutkan perjalanan dengan pikiran positif tentang mobil anda, dan beberapa saat berselang mesin mobil anda mati, pet!, dan mobil tidak bisa jalan. Mungkin anda masih bisa berpikir positif, ooh tidak ada yang salah kok, mungkin saya diuji untuk lebih sabar. Lantas anda start mobil anda dan mesin

tidak hidup. Sampai disini apakah anda masih ngotot menjadi pilon dengan tetap berpikir positif bahwa tidak terjadi hal-hal negatif terhadap mobil anda? Dalam bisnis misalnya, kalau anda memiliki modal lumayan besar, kemudian tiba-tiba ada seseorang yang tidak anda kenal baik datang dan merayu anda untuk melakukan investasi bisnis. Ya, tentu saja anda ditunjukkan keunggulan bisnis yang di tawarkannya beserta proyeksi keuntungan yang menggiurkan. Apakah anda tidak menaruh curiga sejumputpun kepada orang belum anda kenal secara baik yang menawarkan investasi bisnis itu? Apakah anda tidak juga menghitunghitung, menganalisis, menduga-duga resiko yang bakal terjadi, walaupun orang itu mendiskripsikan keunggulan bisnisnya secara detail lengkap dengan proyeksi keuntungan yang bisa masuk kantong anda? Apakah anda akan langsung bilang OK, I take it!? Oke, katakanlah anda ambil tawaran itu dengan pikiran positif, dan ternyata setelah anda masukkan modal investasi anda yang sebesar ratusan juta itu, teman anda tadi mulai susah ditemui, telepon selulernya selalu tidak aktif, rumahnya kosong. Apakah anda akan tetap bertahan dengan pikiran positif, misalnya hmmm pasti dia sedang serius dan sangat sibuk mengurusi bisnis baru saya ini sehingga sulit ditemui. Begitukah? Jika memang begitu, maka SELAMAT! Anda adalah The Real Victim, pilon sejati. Biar lebih jelas, saya kemukakan satu contoh lagi. Ini mungkin terjadi di rumah tangga anda. Suatu hari saat anda pulang kerja, istri anda tidak menyambut anda dengan senyum dan ciuman hangat seperti biasanya, apakah anda sama sekali tidak memiliki pikiran negatif? Baiklah. Katakanlah anda masih bisa berpikir positif, ah itu mah wajar saja, mungkin capek mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selanjutnya setelah anda mandi dan hendak makan malam, tidak ada satupun hidangan di meja makan bahkan istri anda yang biasanya menemani, malah mengunci diri di kamar. Apakah anda tidak sedikitpun berpikir negatif? Oke, oke. Sampai pada titik itu anda masih bisa berpikir positif, saya yakin istriku hendak memberiku surprise, pastilah sesuatu yang sangat istimewa. Tapi tiba-tiba terdengar suara tangis istri anda di kamar, meraung-raung, ditambah bunyi barang-barang yang pecah dibanting dan dilempar. Apakah anda tetap keukeuh menjadi orang pilon dengan tetap berpikir positif, alaah.. itu cuma acting, biar aku lebih sayang padanya Begitu kah? Apakah penjelasan saya sudah cukup jelas?, Tanya Sariman.

Jadi ternyata berpikir positif itu tidak selalu baik, dan malah bisa menjadi awal dari penyangkalan terhadap realita dan fakta-fakta (denial). Bukankah hidup ini selalu ada dua hal yang berpasangan, siang-malam, baik-buruk, pria-wanita, untung-rugi, yin-yang atau positif-negatif, kata Sariman. Namun begitu, berpikir negatif melulu juga tidak baik. Kita akan menjadi paranoia, ketakutan dan selalu penuh kecurigaan yang berlebihan, sulit tidur, tidak tenang hidupnya, dan tidak akan pernah melakukan tindakan apa-apa karena selalu dihantui oleh pikiran buruk. Mau mendekati seseorang, takut ditolak. Ingin memulai bisnis, takut merugi. Mau sukses tapi takut dengan konsekwensi logisnya. Ini pilon permanen, namanya! Saya menawarkan agar kita memilih untuk berpikir realistis (realistic thinhking) saja, kata Sariman. Karena setiap kejadian atau peristiwa selalu memiliki dua sisi berbeda, tergantung dari sudut mana kita melihatnya dan pada konteks yang bagaimana. Kenaikan harga BBM, positif atau negatif? Dari sudut pandang

pemerintah dalam kaitannya dengan penekanan anggaran, tentu itu positif. Dengan menekan anggaran pemerintah dapat mengalokasikan anggaran tersebut untuk program intensifikasi usaha kecil atau pendidikan, misalnya. Sedangkan dari sudut pandang lain, misalnya kesejahteraan rakyat, bila diukur dengan ratarata daya beli masyarakat itu bisa menjadi negatif. Maka yang terjadi kemudian pemerintah seolah tidak pernah berpikir untuk rakyat, seolah rakyatlah yang selalu menjadi korban, seolah-olah semua menjadi oposan pemerintah, dan sebagainya. Hujan, positif atau negatif? Bagi penjual jas hujan dan jasa cuci kendaraan itu berkah. Namun bagi penjual es cendol, orang-orang yang tinggal di bantaran sungai, itu ancaman atau bahkan bencana. Dan penjual jas hujan pasti menyadari resiko terburuk (negatif) saat ia berjualan pada musim kemarau. Demikian juga penjual es cendol, mereka tahu betul ada resiko rugi pada saat musim hujan. Yang dapat mereka lakukan adalah mengurangi kapasitas produksi cendolnya, sehingga dapat meminimalisir kerugiannya, atau saat musim panas jualan es cendol dan saat musim hujan jualan jas hujan. Apabila istri anda dirumah marah-marah dan mukanya cemberut melulu. Jangan-jangan ia sedang kehabisan uang belanja, atau bertengkar dengan tetangga, atau dengar gosip perselingkuhan anda, atau hal-hal negatif lainnya. Dengan begitu anda bisa tahu duduk persoalannya sehingga lebih mudah mencari solusi pemecahan masalahnya daripada tidak tahu sama sekali akar permasalahannya, bukan begitu? Itulah yang saya sebut dengan realistic thinking, kata Sariman. Berpikir realistis itu mencoba menempatkan pikiran positif dan negatif pada porsi dan takaran yang pas. Ujung-ujungnya hasil yang diharapkan positif juga. Misalnya saja dalam investasi bisnis, kita bisa secara positif membuat proyeksi-proyeksi profit, tapi kita juga perlu membuat strategi-strategi untuk meminimalisir kerugian dengan cara membuat asumsi-asumsi resiko negatif yang mungkin terjadi. Dan perlu ditegaskan disini bahwa ini sangat kontekstual. Dalam konteks tertentu positive thinking adalah cara terbaik. Dalam konteks yang lain kadang kita juga perlu melihat sisi negatifnya untuk tujuan positif. Makan atau minum air putih itu bagus buat kesehatan (positif), tapi kalau kita makan atau minum air putih secara membabibuta melebihi takaran tubuh kita, bukan sehat yang kita dapatkan, malah sakit dan perlu perawatan medis (negatif). Prinsipnya sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Tapi gambaran seperti ini tidak bisa diterapkan dalam segala kondisi. Setiap peristiwa memerlukan pendekatan dan perlakuan yang seringkali berbeda-beda. Maka judul diatas (yang terdengar sangat provokatif) memiliki catatan-catatan, terutama dalam sisi kontekstualnya, harus dipertanyakan pada konteks apa, pada peristiwa seperti apa, karena kalau kita tidak pertanyakan itu salah-salah kita malah jadi pilon.

Gelas dan Danau


Seorang guru mendatangi seorang muridnya ketika belakangan ini wajahnya tampak sangat murung.. kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal indah di dunia ini? Kemana hilangnya wajah bersyukurmu ? , Tanya guru itu Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah, sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habisnya..jawab murid tersebut dengan lesu Sang guru tertawa terkekeh mendengar keluh muridnya tersebut. Nak, ambilah segelas air,

dan

dua

genggam

garam..akan

kuperbaiki

suasana

hatimu

itu

Si murid pun beranjak pelan tak semangat melaksanakan perintah guru itu, tak lama kemudian ia kembali sambil membawa segelas air dan 2 genggam garam. Coba kau ambil segenggam garam dan masukkan kedalam gelas itu, kemudian kau minum airnya sedikit..perintah guru tersebut. Si murid pun melaksanakannya, dan wajahnya kini meringis karena meminum air asin itu

Bagaimana rasanya?.. Tanya sang guru Asin dan perutku mual rasanya..jawab sang murid sambil meringis. Sang guru pun terkekeh melihat wajah muridnya tersebut. Sekarang kau ikut aku. Sang guru membawa muridnya ke pinggir danau dan menyuruh muridnya menebarkan garam yang tersisa ke danau tersebut. Si murid langsung menebarkan garam yang tersisa sambil menahan rasa asin dimulutnya yang belum hilang, Rasanya ingin meludah , tapi sungguh tidak sopan jika dilakukan di depan guru, pikirnya Sekarang kau coba minum air danau itu..pinta guru itu sambil mencari batu yang datar untuk di duduki nya di samping danau itu. Sang murid menangkupkan kedua tangannya untuk mengambil air danau itu, dan langsung meminumnya. Begitu air danau yang segar itu mengalir di tenggorokan, sang guru bertanya kepada murid nya.. Bagaimana rasa air danau itu ? Segar, segar sekali guru ! jawab murid tersebut..Tentu saja, karena air danau itu berasal dari mata air diatas gunung dan mengalir ke danau ini..dan sudah pasti air danau ini menghilangkan rasa asin dimulut si murid.

Terasakah garam yang kau tebar tadi, Tanya guru itu kepada muridnya Tidak sama sekali, jawab sang murid sambil terus meminum air danau tersebut. Sang guru hanya tersenyum melihat muridnya itu dan membiarkan muridnya minum air danau sampai puas. Setelah murid itu selesai meminum air danau, sang guru berkata nak, Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam, tidak kurang , tidak lebih, hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang kau alami di dalam hidup mu itu sudah dikadar oleh Tuhan , tidak berkurang dan tidak bertambah, sesuai untuk mu, seperti segenggam garam itu. Setiap manusia yang lahir di dunia ini , bahkan nabi sekalipun, tidak lepas dari masalah ..

Si murid terdiam mendengarkan Tapi nak, rasa ASIN yang dialami dari penderitaan itu sangat bergantung dari HATI yang menampungnya. Jadi, supaya tidak merasa menderita , BERHENTILAH JADI GELAS, jadikan hati di dalam dada mu menjadi sebesar DANAU.

hidup memang butuh keberanian, tapi terlebih lagi ketelitian. Cermatilah langkahmu dan waspadai tindakanmu. Hati- hati saat mencelupkan jari di dalam toples kehidupan, kalau tidak, rasa PAHIT yang akan kita dapatkan

Rela Masuk Neraka

Nabi Musa AS suatu hari sedang berjalan-jalan melihat keadaan ummatnya. Nabi Musa AS melihat seseorang sedang beribadah. Umur orang itu lebih dari 500 tahun. Orang itu adalah seorang yang ahli ibadah. Nabi Musa AS kemudian menyapa dan mendekatinya. Setelah berbicara sejenak ahli ibadah itu bertanya kepada Nabi Musa AS, Wahai Musa AS aku telah beribadah kepada Allah SWT selama 350 tahun tanpa melakukan perbuatan dosa. Di manakah Allah SWT akan meletakkanku di Sorga-Nya?. Tolong sampaikan pertanyaanku ini kepada Allah. Nabi Musa AS mengabulkan permintaan orang itu. Nabi Musa AS kemudian bermunajat memohon kepada Allah SWT agar Allah SWT memberitahukan kepadanya di mana ummatnya ini akan ditempatkan di akhirat kelak. Allah SWT berfirman, "Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepadanya bahwa Aku akan meletakkannya di dasar Neraka-Ku yang paling dalam". Nabi Musa AS kemudian mengabarkan kepada orang tersebut apa yang telah difirmankan Allah SWT kepadanya. Ahli ibadah itu terkejut.

Dengan perasaan sedih ia beranjak dari hadapan Nabi Musa AS. Malamnya ahli ibadah itu terus berfikir mengenai keadaan dirinya. Ia juga mulai terfikir bagai mana dengan keadaan saudara-saudaranya, temannya, dan orang lain yang mereka baru beribadah selama 200 tahun, 300 tahun, dan mereka yang belum beribadah sebanyak dirinya, di mana lagi tempat mereka kelak di akhirat. Keesokan harinya ia menjumpai Nabi Musa AS kembali. Ia kemudian berkata kepada Nabi Musa AS, "Wahai Musa AS, aku rela Allah SWT memasukkan aku ke dalam Neraka-Nya, akan tetapi aku meminta satu permohonan. Aku mohon agar setelah tubuhku ini dimasukkan ke dalam Neraka maka jadikanlah tubuhku ini sebesar-besarnya sehingga seluruh pintu Neraka tertutup oleh tubuhku jadi tidak akan ada seorang pun akan masuk ke dalamnya". Nabi Musa AS menyampaikan permohonan orang itu kepada Allah SWT. Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Nabi Musa AS maka Allah SWT berfirman, "Wahai Musa (AS) sampaikanlah kepada ummatmu itu bahwa sekarang Aku akan menempatkannya di Surga-Ku yang paling tinggi".

Kuburan Berbicara
Dikisahkan bahawa sewaktu Fatimah r.a. meninggal dunia maka jenazahnya telah diusung oleh 4 orang, antara :1. 2. 3. 4. Ali bin Hasan Husin Abu Abi Talib (anak (anak Dzafrrin (suami Fatimah Fatima Faimah Al-Ghifary r.a) r.a) r.a) r.a

Sewaktu jenazah Fatimah r.a diletakkan di tepi kubur maka Abu Dzafrrin Al-Ghifary r.a berkata kepada kubur, "Wahai kubur, tahukah kamu jenazah siapakah yang kami bawakan kepada kamu ? Jenazah yang kami bawa ini adalah Siti Fatimah az-Zahra, anak Rasulullah s.a.w." Maka berkata kubur, "Aku bukannya tempat bagi mereka yang berdarjat atau orang yang bernasab, adapun aku adalah tempat amal soleh, orang yang banyak amalnya maka dia akan selamat dariku, tetapi kalau orang itu tidak beramal soleh maka dia tidak akan terlepas dari aku (akan aku layan dia dengan seburuk-buruknya)."

Abu Laits as-Samarqandi berkata kalau seseorang itu hendak selamat dari siksa kubur hendaklah melazimkan empat perkara semuanya :1. Hendaklah ia menjaga solatnya 2. Hendaklah dia bersedekah 3. Hendaklah dia membaca al-Quran 4. Hendaklah dia memperbanyakkan membaca tasbih kerana dengan memperbanyakkan membaca tasbih, ia akan dapat menyinari kubur dan melapangkannya. Adapun 1. 2. 3. 4. empat perkara yang Jangan Jangan (jangan suka kencing harus dijauhi ialah :-

Jangan

mengadu-domba Jangan

mencucuk sana sambil

berdusta mengkhianat cucuk sini) berdiri

Rasulullah s.a.w. telah bersabda yang bermaksud, "Bersucilah kamu semua dari kencing, kerana sesungguhnya kebanyakan siksa kubur itu berpunca dari kencing." Seseorang itu tidak dijamin akan terlepas dari segala macam siksaan dalam kubur, walaupun ia seorang alim ulama' atau seorang anak yang bapanya sangat dekat dengan Allah s.w.t.. Sebaliknya kubur itu tidak memandang adakah orang itu orang miskin, orang kaya, orang berkedudukan tinggi atau sebagainya, kubur akan melayan seseorang itu mengikut amal soleh yang telah dilakukan sewaktu hidupnya di dunia ini. Jangan sekali-kali kita berfikir bahawa kita akan dapat menjawab setiap soalan yang dikemukakan oleh dua malaikat Mungkar dan Nakir dengan cara kita menghafal. Pada hari ini kalau kita berkata kepada saudara kita yang jahil takutlah kamu kepada Allah s.w.t. dan takutlah kamu kepada soalan yang akan dikemukakan ke atas kamu oleh malaikat Mungkar dan Nakir, maka mereka mungkin akan menjawab, "Ah mudah sahaja, aku boleh menghafal untuk menjawabnya." Itu adalah kata-kata orang yang tidak berfikiran. Seseorang itu tidak akan dapat menjawab setiap soalan di alam kubur jikalau dia tidak mengamalkannya sebab yang akan menjawab ialah amalnya sendiri. Sekiranya dia rajin membaca al-Quran, maka al-Quran itu akan membelanya dan begitu juga seterusnya.

Bukti-bukti Keimanan
Al-Hakim meriwayatkan Alqamah bin Haris r.a berkata, aku datang kepada Rasulullah s.a.w dengan tujuh orang dari kaumku. Kemudian setelah kami beri salam dan beliau tertarik sehingga beliau bertanya, "Siapakah kamu ini?" Jawab kami, "Kami adalah orang beriman." Kemudian baginda bertanya, "Setiap perkataan ada buktinya, apakah bukti keimanan kamu ?" Jawab kami, "Buktinya ada lima belas perkara. Lima perkara yang engkau perintahkan kepada kami, lima perkara yang diperintahkan oleh utusanmu kepada kami dan lima perkara yang kami terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?"

Tanya Rasulullah s.a.w, "Apakah lima perkara yang aku perintahkan kepada kamu itu ?" Jawab mereka, "Kamu telah perintahkan kami untuk beriman kepada Allah s.w.t., percaya kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya kepada takdir Allah s.w.t. yang baik mahupun yang buruk." Selanjutnya tanya Rasulullah s.a.w "Apakah lima perkara yang diperintahkan oleh para utusanku itu ?" Jawab mereka, "Kami diperintahkan oleh para utusanmu untuk bersaksi bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, hendaknya kami mendirikan solat wajib, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan,

menunaikan

zakat

dan

berhaji

bila

mampu."

Tanya Rasulullah s.a.w selanjutnya, "Apakah lima perkara yang kamu masih terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?" Jawab mereka, "Bersyukur di waktu senang, bersabar di waktu kesusahan, berani di waktu perang, redha pada waktu kena ujian dan tidak merasa gembira dengan sesuatu musibah yang menimpa pada musuh." Mendengar ucapan mereka yang amat menarik ini, maka Rasulullah s.a.w berkata, "Sungguh kamu ini termasuk di dalam kaum yang amat pandai sekali dalam agama mahupun dalam tatacara berbicara, hampir sahaja kamu ini serupa dengan para Nabi dengan segala macam yang kamu katakan tadi." Kemudian Rasulullah s.a.w selanjutnya, "Mahukah kamu aku tunjukkan kepada lima perkara amalan yang akan menyempurnakan dari yang kamu punyai ? Janganlah Janganlah Janganlah kamu kamu kamu mengumpulkan mendirikan berlumba-lumba sesuatu rumah dalam yang yang sesuatu tidak tidak yang akan akan bakal kamu kamu kamu makan. tempati. tinggalkan,

Berusahalah untuk mencari bekal ke dalam akhirat."

http://bukucatatan-part1.blogspot.com/search/label/Kisah-kisah%20Teladan?updatedmax=2010-02-01T14:59:00%2B08:00&max-results=20

You might also like