You are on page 1of 5

Fungsi Hadis dan Kriteria Hadis Shahih Oleh : Prof. KH.

Ali Mustafa Ya'kub

Kesimpulan
Menurut ulama hadis, pengertian hadis dan sunnah itu sama, yaitu yang terdiri dari empat hal: perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi. Sedangkan menurut ulama hukum Islam membedakan antara sunnah dan hadis Nabi. Sunnah hanya meliputi tiga aspek, yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi. Sedangkan sifat-sifat Nabi itu masuknya dalam hadis. Sedangkan menurut imam Syafii dibedakan antara hadis dan sunnah. Setiap sunnah adalah hadis dan tidak semua hadis adalah sunnah. Terminologi yang digunakan imam Syafii kemudian digunakan oleh orang-orang sekarang, yakni semua hadis sahih adalah sunnah.

Kedudukan dan Fungsi Hadis


Mengenai kedudukan dan fungsi sunnah, ada tiga fungsi sunnah atau hadis dalam ajaran Islam. 1. Pertama, sebagai penjelas terhadap al-Quran. Kalau ada orang yang hanya

menggunakan al-Quran dan tidak mau menggunakan sunnah, maka dari mana ia mengetahui bahwa salat zhuhur itu empat rakaat. Ternyata tidak ada keterangan dalam alQuran mengenai salat zhuhur empat rakaat, thawaf tujuh kali dan seterusnya. Syarat ibadah kita diterima oleh Allah SWT ada dua, yang tercantum dalam dua kalimah syahadah. Yang pertama harus ada keikhlasan karena Allah sebagaimana dituangkan dalam syahadat tauhid, yakni "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah". Yang kedua, syaratnya adalah harus mengikuti tuntunan Rasulullah yang dituangkan dalam syahadat rasul, yakni "Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah". Oleh karena itu, tidak mungkin seorang muslim meninggalkan hadis. 2. Kedua, hadis adalah sebagai pendukung terhadap ketetapan dalam al-Quran. Sebagai contoh al-Quran secara tegas mengharamkan riba. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Lalu datanglah hadis-hadis yang juga mengharamkan riba. Apa bedanya riba dan bunga? Pada tanggal 16 Desember 2003 dalam pertemuan komisi fatwa MUI diputuskan bahwa semua transaksi yang berbasis bunga adalah haram, karena

bunga telah memenuhi unsur-unsur riba yang diharamkan al-Quran. Di daerah-daerah yang belum ada lembaga syariah boleh bertransaksi dengan lembaga keuangan konvensional sepanjang belum ada lembaga yang sesuai syariat. Jadi, sejak saat itu MUI menetapkan bahwa bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Al-hamdulillah, sekarang sudah banyak bank-bank yang beroperasi dengan sistem syariah. Sekarang sudah mulai muncul asuransi syariah, perbankan syariah, pasar modal syariah dan lembaga-lembaga bisnis yang berbasis syariah lainnya. Riba dilarang oleh al-Quran dan dilarang juga oleh hadis. Hadis di sini berfungsi mendukung hukum yang ditetapkan al-Quran. Dalam istilah fiqh, riba semacam ini disebut riba fadhl, yang artinya adalah kelebihan. Seperti menukar emas satu kilo dengan emas satu kilo seperempat, kelebihannya disebut riba fadhl. Satu kwintal beras rojo lele ditukar dengan satu kwintal seperempat beras biasa, kelebihannya disebut riba fadhl. Jenis riba kedua adalah riba nasiah, yaitu kelebihan yang terjadi akibat penundaan dalam pembayaran. Inilah sistem yang banyak digunakan oleh bank-bank konvensional. Bila diperbandingkan, riba yang diterapkan oleh lembaga keuangan dan bisnis konvensional lebih kejam dibanding riba pada masa turunnya al-Quran. Pada masa Jahiliyyah, kalau ada orang pinjam seratus juta rupiah, maka kembalinya tetap sama kalau belum melewati satu bulan sudah bisa membayar. Ketika sudah melebihi satu bulan belum mampu membayar, karena tidak mampu, maka biasanya dikenakan bunga. Sedangkan dalam transksi bank konvensional sekarang, sejak berhutang sudah dicatat berapa jumlah bunganya. Mengapa MUI mengeluarkan fatwa diharamkannya bunga bank konvensional baru sekarang? Sebenarnya MUI sudah menetapkan fatwa ini pada tahun 1990 di dalam sebuah lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua. Waktu itu belum ditetapkan dalam bentuk fatwa, karena waktunya belum memungkinkan. Akan tetapi,

direkomendasikan sejak saat itu untuk mendirikan bank-bank dan lembaga keuangan syariah. Pada tahun 1992 berdirilah Bank Muamalah yang berdasarkan syariah yang kemudian diikuti oleh bank-bank syariah lainnya. Ada yang bertanya, apa perbedaan bank syariah dengan bank konvensional ? Sebagai

contoh, seseorang ingin kredit mobil dengan meminjam uang dari bank, maka bank kemudian meneliti mengenai kemampuan orang tersebut dan memberikan harga kredit dengan bunga sekian. Sedangkan bank syariah tidak demikian. Pertama dilakukan

penelitian mengenai kemampuan membayar sang nasabah, baru kemudian bank syariah membeli mobil tersebut dari dealer dan dijual kepada nasabah dengan harga sekian dan dengan cara membayar kredit. Meskipun pada akhirnya bernilai jumlah uang yang sama karena kredit, tetapi akadnya berbeda. Yang pertama, pada bank konvensional masuk dalam kategori riba nasiah sedangkan yang kedua pada bank syariah masuk akad jual beli dengan cara pembayaran mengangsur. Ada masalah-masalah dalam Islam yang sama prakteknya tetapi akadnya berbeda,

sehingga hukumnya juga berbeda. Ada perbuatan yang sama, tetapi satu halal dan satu lagi haram hanya karena perbedaan akad saja. Contoh lain, apa yang dilakukan oleh sepasang suami istri dengan pasangan kumpul kebo, yang satu halal dan yang satu lagi haram karena perbedaan akadnya. Inilah contoh apa yang diharamkan al-Quran diharamkan pula dalam hadis. Maka dari itu, hadis fungsinya adalah sebagai pendukung al-Quran. 3. Ketiga, hadis sebagai sumber hukum Islam. Hadis adalah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran. Banyak hadis menjelaskan sesuatu yang tidak disebut dalam alQuran. Salah satunya adalah tentang dihalalkannya memakan daging binatang yang disebut dlabb. Dulu banyak yang menerjemahkan dlabb dengan biawak, padahal ternyata jauh berbeda dengan biawak karena di Indonesia tidak ada. Penetapan halalnya binatang dlabb ini adalah berdasarkan hadis Nabi Saw. Jadi, kedudukan dan fungsi hadis adalah sumber hukum kedua setelah al-Quran.

Sedangkan fungsinya adalah sebagai penjelas dan penguat hukum yang ditetapkan dalam al-Quran, juga sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri yang tidak dijelaskan dalam alQuran.

Urgensi Hadis dalam Ajaran Islam


Selanjutnya, apa urgensinya hadis dalam Islam? Kalau tidak ada hadis, bagaimana mungkin dapat diketahui tata cara pelaksanaan ibadah-ibadah dalam Islam. Di situlah letak kekeliruan kelompok inkarus sunnah. Dua belas abad yang lalu, ketika Imam as-Syafii mengajar hadis ada orang yang bertanya apakah engkau masih mengajar hadis? Lalu al-Syafii mengatakan, "Apakah

saya sudah memakai ikat pinggang kepasturan?" Itu artinya, bahwa orang yang sudah tidak mau memakai hadis Nabi sama halnya telah keluar dari Islam. Begitu juga yang dialami oleh al-Suyuthi, penulis kitab Miftahul Jannah lilihtijaj bi al-Sunnah, beliau menulis tentang argumentasi penetapan hadis sebagai sumber ajaran Islam. Al-Suyuthi mengatakan, barang siapa yang tidak mengakui sunnah atau hadis sahih maka dia akan dikumpulkan di akhirat nanti bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani. Artinya, menurut as-Syafii dan al-Suyuthi, orang-orang inkarus sunnah adalah kafir.

Kriteria Hadis Sahih


Sahih artinya adalah sehat. Hadis sahih adalah hadis yang memenuhi empat syarat. Pertama, diriwayatkan dengan sanad yang bersambung, dari perawi sampai kepada Rasulullah SAW. Sanad itu sendiri artinya adalah silsilah keguruan. Sebagai contoh Imam al-Bukhari menulis kitab al-Jmi al-Sahh yang kemudian dikenal dengan Sahih al-Bukhri. Al-Bukhari itu tempat yang sekarang dikenal dengan Uzbekistan. Di sana ada tempat kelahiran Imam al-Bukahri dan tempat makamnya. Imam al-Bukhari berguru kepada para rawi yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW. Antara al-Bukhari dengan gurunya, guru al-Bukhari dengan gurunya, dan seterusnya harus muttashil, bertemu. Kalau ada keterputusan maka hadisnya menjadi lemah. Contoh hadis yang terputus sanadnya adalah hadis mengenai kedatangan Nabi ketika hijrah lalu disambut dengan thalaal badru alaina. Hadis ini tidak bisa digunakan sebagai sumber hukum karena lemah. Contoh lagi, kita sering mendengar hadis bahwa mencintai dunia itu pangkal segala kejahatan. Memang dari segi substansi benar, tetapi dari segi silsilah sanad hadis ini mengalami keterputusan. Hadis ini diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri, seorang tabiin langsung kepada Nabi SAW. Kedua, jumlah orang-orang yang membentuk silsilah keguruan atau sanad yang kemudian disebut rawi, masing-masing harus adil dan dlabit. Adil syaratnya lima : muslim, berakal, baligh, tidak suka bermaksiat, dan menjaga martabat atau muruah. Yang terakhir, menjaga muruah artinya adalah menjaga diri dari hal-hal yang dapat merusak martabat meskipun tidak berdosa secara syara. Hal itu berbeda-beda dari satu tempat ke

tempat yang lain. Kalau ada periwayat hadis yang melakukan hal-hal yang merusak martabat mereka, maka hadisnya tidak bisa dikatakan sahih. http://www.scribd.com/doc/20826071/Fungsi-Hadis-Dan-Kriteria-Hadis-Shahih

You might also like