You are on page 1of 13

SISTEM POLITIK INDONESIA

A. Pengertian sistem Politik


1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. 2. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa yunani yaitu polis yang artinya Negara kota. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. 3. Pengertian Sistem Politik Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara. 4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,

B. Proses Politik Di Indonesia


Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini: - Masa prakolonial - Masa kolonial (penjajahan) - Masa Demokrasi Liberal - Masa Demokrasi terpimpin - Masa Demokrasi Pancasila - Masa Reformasi Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek : - Penyaluran tuntutan - Pemeliharaan nilai

- Kapabilitas - Integrasi vertikal - Integrasi horizontal - Gaya politik - Kepemimpinan - Partisipasi massa - Keterlibatan militer - Aparat negara - Stabilitas Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut : 1. Masa prakolonial (Kerajaan - Penyaluran tuntutan rendah dan terpenuhi - Pemeliharaan nilai disesuikan dengan penguasa - Kapabilitas SDA melimpah - Integrasi vertikal atas bawah - Integrasi horizontal nampak hanya sesama penguasa kerajaan - Gaya politik kerajaan - Kepemimpinan raja, pangeran dan keluarga kerajaan - Partisipasi massa sangat rendah - Keterlibatan militer sangat kuat karena berkaitan dengan perang - Aparat negara loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah - Stabilitas stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang 2. Masa kolonial (penjajahan) - Penyaluran tuntutan rendah dan tidak terpenuhi - Pemeliharaan nilai sering terjadi pelanggaran ham - Kapabilitas melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah - Integrasi vertikal atas bawah tidak harmonis - Integrasi horizontal harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi - Gaya politik penjajahan, politik belah bambu (memecah belah) - Kepemimpinan dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat - Partisipasi massa sangat rendah bahkan tidak ada - Keterlibatan militer sangat besar - Aparat negara loyal kepada penjajah - Stabilitas stabil tapi dalam kondisi mudah pecah

3. Masa Demokrasi Liberal - Penyaluran tuntutan tinggi tapi sistem belum memadani - Pemeliharaan nilai penghargaan HAM tinggi - Kapabilitas baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial - Integrasi vertikal dua arah, atas bawah dan bawah atas - Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator - Gaya politik ideologis

- Kepemimpinan angkatan sumpah pemuda tahun 1928 - Partisipasi massa sangat tinggi, bahkan muncul kudeta - Keterlibatan militer militer dikuasai oleh sipil - Aparat negara loyak kepada kepentingan kelompok atau partai - Stabilitas - instabilitas 4. Masa Demokrasi terpimpin - Penyaluran tuntutan tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas - Pemeliharaan nilai Penghormatan HAM rendah - Kapabilitas abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju - Integrasi vertikal atas bawah - Integrasi horizontal berperan solidarity makers, - Gaya politik ideolog, nasakom - Kepemimpinan tokoh kharismatik dan paternalistik - Partisipasi massa dibatasi - Keterlibatan militer militer masuk ke pemerintahan - Aparat negara loyal kepada negara - Stabilitas - stabil 5. Masa Demokrasi Pancasila - Penyaluran tuntutan awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi - Pemeliharaan nilai terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM - Kapabilitas sistem terbuka - Integrasi vertikal atas bawah - Integrasi horizontal nampak - Gaya politik intelek, pragmatik, konsep pembangunan - Kepemimpinan teknokrat dan ABRI - Partisipasi massa awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi - Keterlibatan militer merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI - Aparat negara loyal kepada pemerintah (Golkar) - Stabilitas stabil 6. Masa Reformasi - Penyaluran tuntutan tinggi dan terpenuh -Pemeliharaan nilai Penghormatan HAM tinggi - Kapabilitas disesuaikan dengan Otonomi daerah - Integrasi vertikal dua arah, atas bawah dan bawah atas - Integrasi horizontal nampak, muncul kebebasan (euforia) - Gaya politik pragmatik - Kepemimpinan sipil, purnawiranan, politisi - Partisipasi massa tinggi - Keterlibatan militer dibatasi - Aparat negara harus loyal kepada negara bukan pemerintah - Stabilitas instabil

C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia


Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan. Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper). Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik : 1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara. 2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. 3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang. 4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.

5.

Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.

D. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara


1. Sistem Politik Di Negara Komunis Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat 2. Sistem Politik Di Negara Liberal Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok, pembatasan kekuasaan, khususnya dari pemerintah dan agama, penegakan hukum; pertukaran gagasan yang bebas, sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas. 3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah : 1. Ide kedaulatan rakyat 2. Negara berdasarkan atas hukum 3. Bentuk Republik 4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi 5. Pemerintahan yang bertanggung jawab 6. Sistem Pemilihan langsung 7. Sistem pemerintahan presidensiil

SUPRA STRUKTUR POLITIK INDONESIA LEMBAGA EKSEKUTIF, LEGISLATIF DAN YUDIKATIF Suprastruktur politik merupakan suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan sistem bernegara. suprastruktur dibagi menjadi 3 kelompok seiring adanya perubahan sosial dan politik pada masa revolusi perancis 1789-1799 kala itu, sehingga pada dasarnya negara tidak boleh dikuasai oleh satu tangan saja. hal itulah yang mengidikasikan dalam menjalankan suatu pemerintahan perlu adanya pembagian tugas.

selain suprastruktur politik ada juga yang dinamakan dengan infrastruktur politik, yaitu suatu lembaga yang lahir ,tumbuh berkembang pada masyarakat. contohnya LSM, parpol, Media massa, tokoh masyarakat. 1. Suprastruktur politik Prof. Sri Sumantri, sistem politik adalah kelembagaan dari hubungan antara supra struktur dan infra struktur politik, supra struktur sering disebut juga bangunan. Montesquieu, membagi lembaga dalam 3 kelompok : 1. Eksekutif Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Presiden di bantu oleh wakil presiden dan mentri-mentri, untuk melaksanakan tugas sehari-hari. Wewenang, kewajiban, dan hak presiden antara lain : a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD b. Menetapkan peraturan pemerintah c. Mengangkat memberhentikan menteri-menteri; dll 2. Legislatif Indonesia menganut sistem bikameral. Di tandai dengan adanya lembaga perwakilan, yaitu DPR dan DPD. Dengan merujuk asas trias politika. Kekuasaan legislatif terletak pada MPR dan DPD. 1. MPR Kewenangan : a. Mengubah menetapkan UUD b. Melantik presiden dan wakil presiden dll 2. DPR Tugas : a. Membentuk UU b. Membahas RAPBN bersama presiden, dll. Fungsi : a. Fungsi legislasi b. Fungsi anggaran c. Fungsi pengawasan Hak-hak DPR a. Hak interpelasi b. Hak angket c. Hak menyampaikan pendapat d. Hak mengajukan pertanyaan e. Hak Imunitas f. Hak mengajukan usul RUU 3. DPD Fungsi : a. Mengawas atas pelaksanaan UU tertentu b. Pengajuan usul

3. Yudikatif Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan tentang kekuasaan kehakiman dan memiliki tugas masingmasing. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh : 1. Mahkamah Agung (MA) 2. Mahkamah Konstitusi (MK) 3. Komisi Yudisial (KY) 4. Insfektif Pengertian lain Cikal Bakal lahirnya istilah ini adalah Perubahan Sosial dan Politik di Perancis pada tahun 17891799, atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Perancis. Pada intinya, bahwa sistem kekuasaan negara itu tidak boleh dipegang oleh satu tangan, melainkan harus dibagi menjadi 1. Legeslatif yakni Badan yang bertanggung jawab dalam pembuatan undang undang (Pembuat Undang-Undang) 2. Eksekutif yakni Badan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang undang yang dibuat oleh Legeslatif dan aturan-aturan turunannya, termasuk memperjelas/menjabarkan agar undang undang tsb bisa dilaksanakan dan dimengerti oleh masyarakat. 3. Yudikatif, Badan yang mengawasi pelaksanaan undang-undang termasuk memberikan hukuman kepada warga masyarakat yang telah terbukti melanggar peraturan perundangundangan. Pengertian lain Secara sederhana dapat diketahui bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara dijalankan oleh 3 (tiga) lembaga yakni, (i) legislatif, (ii) eksekutif, dan (iii) yudikatif. Legislatif berfungsi membuat undang-undang (legislate). Menurut teori kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat. Rakyat yang berdaulat ini mempunyai kemauan (Rousseau menyebutnya dengan Volonte Generale atau Generale Will). Rakyat memilih beberapa orang untuk duduk di lembaga legislatif sebagai wakil rakyat guna merumuskan dan menyuarakan kemauan rakyat dalam bentuk kebijaksanaan umum (public policy). Lembaga ini mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sebagai cerminan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan umum tadi. Lembaga ini sering disebut sebagai dewan perwakilan rakyat atau parlemen. Lembaga penyelenggara kekuasaan negara berikutnya adalah lembaga eksekutif yang berfungsi menjalankan undang-undang. Di negara-negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menteri-menterinya (kabinetnya). Dalam arti luas, lembaga eksekutif juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh karenanya sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah.Lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota legislatif, hal ini bisa dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan undang-undang ini tetap masih diawasi oleh legislatif.Selain melaksanakan undang-undang, Eksekutif juga mempunyai tugas untuk melaksanakan: 1Kekuasaan diplomatik, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan hubungan luar negeri; 2.Kekuasaan administratif, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang dan administrasi

negara; 3.Kekuasaan militer, yaitu berkaitan dengan organisasi angkatan bersenjata dan pelaksanaan perang; 4.Kekuasaan yudikatif (kehakiman), yaitu menyangkut pemberian pengampunan, penangguhan hukum dan sebagainya terhadap pelaku kriminal atau narapidana; 5.Kekuasaan legislatif, yaitu berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang dan mengatur pengesahannya menjadi undang-undang. Sistem pelaksanaan kerja dan pertanggungjawaban ekesekutif (pemerintah) didasarkan atas dua model sistem pemerintahan, sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensiil (fixed executive) atau (non-parlementary executive) adalah apabila ekesekutif bertanggung jawab secara langsung dengan periode waktu tertentu kepada suatu badan yang lebih luas dan tidak terikat pada pembubaran oleh tindakan parlemen (legislatif). Lembaga penyelenggara kekuasaan negara ketiga adalah lembaga yudikatif (kehakiman) yang berfungsi mengadili undang-undang. 2. Infrastrukur politik Didalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut kekuatan sosial politik masyarakat. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut infrastruktur politik. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut : a. Partai politik (political party ), b. kelompok kepentingan (interst group), c. kelompok penekan (pressure group), d. media komunikasi politik (political communication media) dan e. tokoh politik (political figure). a. Partai politik ( political party ) di Indonesia Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik dilihat sebagai pengewajantahan dari kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang ketika berbicara tentang partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah kehidupan partai poliik di Indonesia secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Masa pra kemerdekaan

Organisasi modern pertama di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah (tidak secara fisik) adalah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya, ia menjadi partai politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.

Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)

Tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandantangani Wakil Presden Moh. Hatta yang antara lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut : 1). Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia, c) Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik. 2). Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), Wanita Demokrasi Indonesia (PTI). 3). Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai). 4). Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI), Partai Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Masa Orde baru (tahun 1966-1998). Awal kebangkitan orde baru (1966) dalam melakukan pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, adalah menyusun undang-undang tentang pemiluyang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksana tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi, NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI). Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03 tahun 1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga) peserta : 1). PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam. 2). Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.

3). PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan Pada pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu Pancasila dengan tujuan agar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada program kerja masing-masing. penerapan atas tersebut langsung sampai dengan pelaksanaan pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru, golkar selalu dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997 (62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada tahun 1997 (70,2%). Era orde baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada akhir tahun 1997 negara Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya berkembang menjadi krisis multidimensi karena terperangkap hutang luar negeri yang besar dan banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat birokrasi dan pengusaha.

Masa/Era Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)

Era reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik diberikan kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua manusia elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde baru pemilu diikuti sebanyak 48 partai politik. b. Kelompok kepentingan (interest group) Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan. Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :

Kelompok Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsurunsur masyarakat secara spontan dan seketika akibat isu kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb. Kelompok non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi. Kelompok insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsifungsi politik atau sosial. Kelompok asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.

Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang

analisis politik) mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni Soviet (Rusia), yaitu: a. Elite politik, seperti anggota-anggota politburo b. Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang. c. Kelompok-kelompok pembangkang setia, seperti para dokter dan guru d. Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam satu kesetian, seperti petani dan tukang. e. Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir dalam satu kesatuan, yang bukan merupakan bagian dariaparat Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa, seperti kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota sekte-sekte keagamaan tertentu. Pada negara yang menerapkan sistem dua partai, disiplin partai baik dalam parlemen maupun kabinetrelatif lebih ketat dan hal ini merupakan kendala tersendiri terutama untuk mendukung sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu. Di negara berkembang pada umumnya. dan khususnya di Indonesia masyarakat yang tergabung dalam kelompok kepentingan biasanya sensitive terhadap isu politik dalam lingkup kelompok politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita politiknya (terutama masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan negara/pemerintah. Dengan asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa pada masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh mengendalikan kehidupan politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses pembangunan bidang kehidupan lainnya. Namun pasca Orde Baru (tahun 1998) yang disebut dengan era reformasi, masyarakat berperan aktif dalam menumbuhkan sangkar partisipasi politik demokratisasi setelah selama 32 tahun dikekang dengan berbagai instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnya sistem politik di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan yang selama Orde Baru berkuasa berseberangan, terutama dari kalangan akademisi, politikus, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya. c. Kelompok Penekan (pressure group) Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara lain : a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan

c. Organisasikepemudaan d. Organisasi Lingkungan Kehidupan e. Organisasi pembela Hukum dan HAM f. Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi) sehingga dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum. Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal berbagai kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana agar keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak merugikan). Kelompok penekan, kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi diharapkan untuk mengangkat isu sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative terkemuka. d. Media komunikasi politik (political communication media) Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi seperti surat kabar, telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik. e. Tokoh Politik (political/figure) Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari berbagai sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :

Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus. Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.

Di dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar terhadap pembangunan dan perubahan? Pada umumnya pengangkatan

tokoh-tokoh politik akan memberikan angin segar dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya. Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran di sector infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat. Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni : a. Leditimasi elit politik b. Masalah kekuasaan c. Representativitasi elit politik d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik. Di negara-negara demokrasi pada umunya, pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jika dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.

You might also like