You are on page 1of 72

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Dalam menggunakan metode terkadang guru harus

menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam

perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih guna menunjang

pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang

membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik.

Sementara itu ada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangkan panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita. Pendekatan kontekkstual (contextual teaching learning/CTL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang dari karakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekarang ini pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang sedemikian cepat. Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa

membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif. Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud). Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu mengerjakannya, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan. Setiap akan mengajar, guru perlu membuat persiapan mengajar dalam rangka melaksanakan sebagian dari rencana bulanan dan rencana tahunan. Dalam persiapan itu sudah terkandung tentang, tujuan mengajar, pokok yang akan diajarkan, metode mengajar, bahan pelajaran, alat peraga dan teknik

evaluasi yang digunakan. Karena itu setiap guru harus memahami benar tentang tujuan mengajar, secara khusus memilih dan menentukan metode mengajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, cara memilih, menentukan dan menggunakan alat peraga, cara membuat tes dan menggunakannya, dan

pengetahuan tentang alat-alat evaluasi. Khususnya dalam pembelajaran PKN, agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan guru dengan baik, maka proses pembelajaran kontektual, guru akan memulai membuka pelajaran dengan menyampaikan kata kunci, tujuan yang ingin dicapai, baru memaparkan isi dan diakhiri dengan memberikan soal-soal kepada siswa. Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul Meningkatkan Prestasi Belajar Pengetahuan Sosial Melalui

Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Autentik Pada Siswa Sekolah Dasar. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi

belajar PKN dengan

diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik pada siswa Kelas .. .. Kec. .Kota . tahun

pelajaran 200x/200x? 2. Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik terhadap motivasi belajar PKN pada siswa Kelas . . Kota tahun pelajaran 200x/200x? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini

bertujuan untuk: 1. Ingin mengetahui peningkatan prestasi belajar PKN setelah diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik pada siswa Kelas .. . Kec. .Kota tahun pelajaran 200x/200x. 2. Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar PKN setelah diterapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik pada siswa Kelas . . Kec. .. Kota .. tahun pelajaran 200x/200x.

D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul . yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: "Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas . menggunakan metode. dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas

akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".

D.

Manfaat Penelitan Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini

diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang

peranan guru PKN dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar PKN. 2. Sumbangan pemikiran bagi guru PKN dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar PKN di . Kec.. Kota . tahun pelajaran 200x/200x E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut: 1. Metode Ceramah adalah: Adalah suatu cara penyampain bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. 2. Metode belajar aktif adalah: Suatu proses belajar mengajar yang menghendaki siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan

menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud). 3. Motivasi belajar adalah: Dorongan dan kemauan belajar yang dinyatakan dalam nilai atau skor yang setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. 4. Prestasi belajar adalah: Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran. F. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi: 1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa . Kec. Kota tahun pelajaran 200x/200x. 2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 2002/2003. 3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan

..

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Pembelajaran Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau

mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar

adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120). Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. B. Metode Ceramah 1. Pengertian Metode ceramah terkadang disebut sebagai metode kuliah, dapat juga disebut metode deskrPKNi. Sesuai dengan namanya, mengajar. Sedangkan menurut Hasibuan dan Mudjiono (1981), metode ceramah adalah cara penyampain bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Jadi metode ceramah adalah metode belajar yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang sesuai dengan rumusan metode belajar mengajar. Penggunaan metode berceramah dipergunakan sebagai metode

ceramah secara terus menerus dalam proses belajar kurang tepat karena dapat menimbulkan kejenuhan pada siswa.

Gambaran pengajaran dengan pendekatan ceramah adalah sebagai berikut; guru mendominasi kegiatan belajar mengajar, definisi dan rumus diberikannya, contoh-contoh soal diberikan dan dekerjakan sendiri oleh guru, langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh siswa. 2. Kebaikan Metode Ceramah a. Dapat menampung kelas besar dan tiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan. Oleh

karenanya biaya yang diperlukan lebih murah. b. Bahan pelajaran dapat diberikan secara urut, ide atau konsep dapat direncanakan dengan baik. c. Guru dapat menekankan hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan sehemat mungkin. d. Isi silabus dapat dilakukan menurut jadwal, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa. e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat jalanya pelajaran. 3. Kelemahan Metode Ceramah a. Pelajaran berjalan membosankan siswa karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.

b. Siswa menjadi pasih hanya aktif membuat catatan saja. c. Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. d. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan. e. Ceramah menyebabkan sistem belajar siswa menjadi

belajar menghafal dan tidak mengacu pada timbulnya pengertian. 4. Peranan Siswa dalam Metode Ceramah Walaupun dalam metode ini, seluruh kegiatan didominasi oleh guru, siswa juga berperan dalam metode ceramah yaitu; a. Mengadakan interpretasi terhadap keterangan guru. b. Mendengarkan dan memperhatikan dengan baik keterangan guru. c. Mengadakan asimilasi, apabila tidak ada interpertasi yang benar. d. Mengadakan pencatatan yang diperlukan

5. Peranan Guru Dalam Metode Ceramah

Dalam metode ceramah, peran utama adalah guru. Karena pelaksanaan metode ceramah merupakan komunikasi satu arah, dalam arti guru mendominasi seluruh kegiatan belajra mengajar. Berhasil tidaknya metode ceramah

tergantung sebagian besar pada guru. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru. a. Satuan bahan pelajaran apa yang disajikan pada siswa. b. Bagaimana menyajikan satuan bahan pelajaran tersebut. c. Alat-alat apa yang digunakan oleh guru tersebut. 6. Sepuluh Saran Untuk Mengefektifkan Pengajaran Dengan Ceramah Berceramah merupakan salah satu dari metode

pengajaran yang paling lama digunakan, namun apakah metode semacam ini memiliki tempat dalam lingkungan belajar aktif? Karena terlalu sering digunakan, metode

ceramah tidak akan mengantarkan pada pembelajaran, namun ada kalanya cara ini bisa efektif. Agar bisa efektif, guru harus terlebih dahulu dan membangkitkan pengingatan, minat, memaksimalkan siswa selama

pemahaman

melibatkan

penceramahan, dan menekankan kembali apa yang telah

disajikan. Berikut adalah sejumlah pilihan untuk melakukan hal itu. a. Membangkitkan Minat Paparkan kisah atau tayangan menarik: Sajikan anekdot yang relevan, kisah fiksi, kartun, atau gambar grafis yang bisa menarik perhatian siswa terhadap apa yang akan anda ajaran. Ajukan soal cerita: Ajukan soal yang nantinya akan menjadikan sajian dalam ceramah pengajaran. Pertanyaan penguji: Ajukan pertanyaan kepada siswa (sekalipun mereka baru sedikit memiliki pengetahuan tentang mata pelajaran) agar mereka termotivasi untuk mendengarkan ceramah dalam rangka mendapatkan jawabannya. b. Memaksimalkan Pemahaman dan Pengingatan Headline/kepala berita: Susunlah kembali poin-poin

utama dalam ceramah menjadi kata-kata kunci yang berfungsi mengingat. Contoh dan analogi: Berikan gambaran nyata tentang gagasan dalam perencanaan dan, jika memungkinkan, sebagai subjudul verbal atau bantuan

buatlah

perbandingan

antara

materi

dengan

pengetahuan dan pengalaman yang siswa miliki. Cadangan visual: Gunakan grafik lipat, transparansi, buku pegangan dan peragan yang memungkinkan siswa melihat dan mendengar apa yang guru katakan. c. Melibatkan Siswa Penceramahan Tantangan kecil: Lakukan interupsi ceramah secara berkala dan tantanglah siswa untuk memberikan contoh tentang konsep-konsep yang telah disajikan selama ini atau untuk menjawab pertanyaan kuis ringan. Latihan yang memperjelas: Selama menyajikan materi selingilah dengan kegiatan yang memperjelas hal-hal yang disampaikan. d. Memperkuat Apa yang Telah Disampaikan Soal penerangan: Ajukan masalah atau pertanyaan untuk dipecahkan oleh siswa berdasarkan informasi yang disampaikan selama pengajaran. Tinjauan siswa: Perintahkan siswa untuk meninjau tes dari penyampaian pelajaran kepada sesama siswa, atau berilah mereka tes penilaian diri. C. Memperkenalkan Belajar Aktif

Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan: Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya lihat, saya ingat. Yang saya kerjakan, saya pahami. Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara banya tentang perlunya metode belajar aktif. Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan

keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai. (Melvin L. Siberman, 2000: 15). Ada sejumlah alasan mengapa sebagian besar orang cenderung lupa tentang apa yang mereka dengar. Salah satu alasan yang paling menarik ada kaitannya dengan tingkat kecepatan bicara guru dan tingkat kecepatan pendengaran siswa. Pada umumnya guru berbicara dengan kecepatan 100 hingga 200 kata permenit. Tetapi beberapa kata-kata yang dapat ditangkap siswa dalam per menitnya? Ini tentunya juga

bergantung pada cara mereka mendengarkannya. Jika siswa

benar-benar berkonsentrasi, mereka akan dapat mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap 50 sampai 100 kat per menit, atau setengah dari apa yang dikatakan guru. Itu karena siswa juga berpikir banyak selama mereka mendengarkan. Akan sulit menyimak guru yang bicaranya nyerocos. Besar kemungkinan, siswa tidak bisa konsentrasi karena, sekalipun materinya menarik, berskonsentrasi dalam waktu yang lama memang bukan perkara mudah. Penelitian menunjukkan bahwa siswa mampu

mendengarkan (tanpa memikirkan) denga kecepatan 400 hingga 500 kata per menit. Ketika mendengarkan dalam waktu

berkepanjangan terhadap seorang guru yang berbicara lambat, siswa cenderung menjadi jenuh, dan pikiran mereka mengembara entah ke mana. Bahkan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa dalam suatu perkualiahan bergaya-ceramah, mahasiswa kurang

menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah (Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70 persen dalam sepuluh menit pertama kuliah, sedangkan dalam sepuluh menit terakhir, mereka hany dapat mengingat 20% materi kuliah mereka (McKeachie, 1986). Tidak heran bila masisiwa dalam kualiah psikologi yang disampaikan dengan gaya ceramah hanya

mengetahui 8% lebih banyak dasri kelompok pembanding yang sama sekali belum pernah mengikuti kuliah itu (Richard, dkk., 1989). Bayangkan apa yang bisa didapatkan dari pemberian kuliah dengan cara seperti itu di perguruan tinggi. Dua figur terkenal dalam gerakan kooperatif, David dan Roger Jonson, bersama Karl Smith, mengemukakan beberapa persoalan berkenaan dengan perkuliahan yang berkepanjangan (Johnson, Johnson & Smith, 1991). Perhatian masasiswa menurun seiring berlalunya waktu. Cara kuliah macam ini hanya menarik bagi peserta didik auditori. Cara ini cenderung mengakibatkan kurangnya proses belajar mengajar tentang informasi faktual. Cara ini mengasumsikan bahwa mahasiswa memerlukan informasi yang sama dengan langkah penyampaian yang sama dengan langkah penyampaian yang sama pula. Mahasiswa cenderung tidak menyukainya. Dengan menambahkan media visual pada pemberian pelajaran, ingatan akan meningkat dari 14 hingga 38 persen (Pike, 1989). Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan hingga 200 persen ketika digunakan media visual dalam

mengajarkan kosa kata. Tidak hanya itu, waktu yang diperlukan untuk menyajikan sebuah konsep dapat berkurang hingga 40 persen ketika media visual digunakan untuk mendukung

presentasi lisan. Sebuah gambar barangkali tidak memiliki ribuan kata, namun ia tiga kali lebih efektif ketimbang kata-kata saja. Ketika pengajaran memiliki dimensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat berkat kedua sistem penyampaian itu. Juga, sebagian siswa, seperti akan kita bahas nanti. Lebih menyukai satu cara penyampaian ketimbang cara yang lain. Dengan menggunakan keduanya, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dari beberapa tipe siswa. Namum demikian belajar tidaklah cukup hanya dengan mendengarkan atau melihat sesuatu. D. Bagaimanakah Otak Bekerja Otak kita tidak bekerja seperti piranti audio atau video tape recorder. Informasi yang masuk akan secara kontinyu

dipertanyakan. Otak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Pernahkan sebelumnya? saya mendengar atu melihat informasi ini

Di bagian manakah informasi itu cocok? Apa yang bisa saya lakukan terhadapnya? Dapatkah saya asumsikan bahwa ini merupakan gagasan yang sama yang saya dapatkan kemarin atau bulan lalu atau tahun lalu? Otak tidak sekedar menerima informasi, ia mengolah. Untuk mengolah informsi secara efektif, ia akn terbantu dengan melakukan perenungan semacam itu secara eksternal juga internal. Otak kita akan melakukan tugas proses belajar yang lebih baik jiak kita membahas informasi dengan orang lain dan jika kita diminta mengajukan pertanyaan tentang itu. Sebagai contoh, Ruhl, Hughes, dan Schloss (1987) meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya tentang apa yang

dijelaskan oleh guru pada beberapa jeda waktu yang disediakan selama pelajaran berlangsung. Dibandingkan dengan siswa dalam kelas pembanding yang tidak diselingi diskusi, siswa-siswi ini mendapatkan nilai dengan selisih dua angka lebih tinggi. Akan lebih baik lagi jika kita dapat melakukan sesuatu terhadap informasi itu, dan dengan demikian kita bisa mendapat umpan balik tentang seberapa bagus pemahaman kita. Menurut

John Holt (1967), proses belajar akan meningkat jika siswa dinima untuk melakukan berikut ini. 1. Mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sindiri. 2. Memberikan contohnya. 3. Mengenalinya dalam bermacam-macam bentuk dan situasi. 4. Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain. 5. Menggunakannya dengan beragam cara. 6. Memprekdisikan sejumlah konsekuensinya. 7. Menyebutkan lawan atau kebalikannya. Dalam banyak hal, otak tidak begitu berbeda dengan sebuah computer, dan kita adalah pemakainya. Sebuah computer terntunya perlu di-on-kan untuk bisa digunakan. Otak kita juga demikian. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, otak kita tidak on. Sebuah computer membutuhkan software yang tepat untuk menginterpretasikan data yang diasumsikan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang dimasukkan. Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir. Ketika proses belajar sifatnya pasif, otak tidak melakukan pengkaitan ini

dengan software pikiran kita. Ujung-ujungnya, computer tidak dapat mengakses kembali informasi yang dia olah bila tidak terlebih dahulu disimpan. Otak kita perlu menguji informasi, mengikhtisarkannya, atau menjelaskan kepada orang lain untuk dapat menyimpannya dalam bank ingatannya. Ketika proses belajar bersifat pasif, otak tidak menyimpan apa yang telah disajikan kepadanya. Apa yang terjadi ketika guru menjejali siswa dengan pemikiran mereka sendiri (betapapun meyakinkan dan tertatanya pemikitan mereka) atau ketika guru terlalu sering menggunakan penjelasan dan pemeragaan (demonstrasi) yang dsertai

ungkapan, begini lho caranya? Menuangkan fakta dan konsep ke dalam benak siswa dan menunjukan keterampilan dan prosedur dengan cara yang kelewat menguasai justru akan mengganggu proses belajar. Cara menyajikan informasi akan menimbulkan kesan langsung di otak, namun tanpa memori fotografis, siswa tidak akan mendapatkan banyak hal baik dalam waktu lama maupun sebentar. Tentu saja, proses belajar sesungguhnya bukanlah semata kegiatan menghafal. Banyak hal yang kita ingat akan hilang dalam beberapa jam. Memperlajari bukanlah menelan semuanya.

Untuk

mengingat

apa

yang

telah

diajarkan,

siswa

harus

mengolahnya atau memahaminya. Seorang guru tidak dapat dengan serta merta menuangkan sesuatu ke dalam benak para siswanya, mereka dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermana. Tanpa peluang untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktekan, dan barangkali bahkan

mengajarkannya kepada siwa yang lain, proses belajar yang sesungguhnya tidak akan terjadi. Lebih lanjut, belajar bukanlah kegiatan sekali tembak. Proses belajar berlangsung secara bergelombang. Belajar

memerlukan kedekatan dengan materi yang hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Belajar juga memerlukan kedekatan dengan berbagai macam hal, bukan sekedar

pengulangan atau hafalan. Sebagi contoh, pelajaran Pengetahuan Sosial bisa diajarkan dengan media yang konkret, melalui bukubuku latihan, dan dengan mempraktekan dalam kegiatan seharihari. Masing-masing cara dalam menyajikan konsep akan

menentukan pemahaman siswa. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana kedekatan itu berlangsung. Jika ini terjadi pada peserta didik, dia akan merasakan sedikit keterlibatan mental. Ketika kegiatan belajar sifatnya pasif, siswa mengikuti pelajaran

tanpa rasa keingintahuan, tanpa mengajukan pertanyaan, dan tanpa minat terhadap hasilnya (kecuali, barangkali, nilai yang akan dia peroleh). Ketika kegiatan belajar sifat aktif, siswa akan mengupayakan sesuatu. Dia menginginkan jawaban atas sebuah pertanyaan, membutuhkan informasi untuk memecahkan

masalah, atau mencari cara untuk mengerjakan tugas. E. Gaya Belajar Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan ini melihat menyukai orang lain

melakukannya.

Biasanya,

mereka

penyajian

informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggunakan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung

impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida karuan. Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (1991) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara visual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa siswanya sedemikan menyukai salah satu bentuk pengajaran dibanding dua lainnya. Sehingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecermatan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebutuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsensori dan penuh dengan variasi. Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indikator tipe MyerBriggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memahami fungsi perbedaan individu

dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam

pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsepkonsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benarbenar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan,

simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama. Temuan-temuan ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan secepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala

sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang

tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas. F. Sisi Sosial Proses Belajar Karena siswa masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan pesat, dan ketidakpastian, mereka bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada

keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memiliki keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu mengambil resiko, dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan berjalan dengan langkahlangkah kecul, menurut Maslow, dan tiap langkah maju hanya dimungkin akan bila ada rasa aman, yang mana ini merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui (Maslow, 1968).

Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman, bukannya sendirian, mereka mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka

melampaui ambang pengetahuan dan ketermapilan mereka yang sekarang. Jerome Bruner membahas sisi sosial proses belajar dama buku klasiknya, Toward a Theory of Instruction. Dia menjelaskan tentang kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan, yang mana hal ini dia sebut resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai berikut, Di mana dibutuhkan tindakan bersama, dan di mana resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan, disitulah terdapat proses yang membawa individu ke dalam pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan

kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok (Bruner, 1966).

Konsep-konsepnya perkembangan metode

Maslow belajar

dan

Bruner yng

melgurusi sedemikian

kolaboratif

popular dalam lingkup pendidikan masa kini. Menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi mereka tugas yang menuntut untuk bergantung satu sama lain dalam mengerjakannya

merupakan cara yang bagus untuk memanfaatkan kebutuhan sosial siswa. Mereka menjadi cenderung lebih telibat dalam kegiatan belajar karena mereka mengerjakannya bersama temanteman. Begitu terlibat, mereka juga langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang mereka alami bersama teman, yang mengarah kepada hubungan-hubungan lebih lanjut. Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh Metode pemahaman belajar dan penguasaan terbaik, materi semisal

pelajaran.

bersama

yang

pelajaran menyusun gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong

mereka

untuk

tidak

hanya

belajar

bersama,

namun

juga

mengajarkan satu sama lain. G. Pengajaran Autentik Pengajran autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Siswa sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan keterampilan yang telah mereka dapatkan di sekolah ke dalam kehidupan nyata sehari-hari karena keterampilan-keterampilan itu lebih diajarkan dalam konteks (situasi yang ada hubungannya dengan) sekolah ketimbang konteks kehidupan nyata. Tugas-tugas sekolah sering lemah dalam konteks (tidak autentik), sehingga tidak bermakna bagi kebanyakan siswa karena siswa tidak dapat menghubungkan tugas-tugas ini denga apa yang telah mereka ketahui. Guru dapat membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah dengan memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan kaya dengan kandungan akademik serta keterampilan yang terdapat dalam konteks kehidupan nyata. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, siswa harus mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi

kemungkinan melaksanakan

pemecahannya, pemecahana

memilih

suatu

pemecahan, Dengan

atas

masalah

mereka.

begitu, siswa akan belajar menerapkan keterampilan akademik seperti pengumpulan informasi, menghitung, menulis dan

berbicara di dalam konteks kehidupan nyata.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah

pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik

pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti, (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan

siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau

diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di tahun pelajaran... 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya

penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran 200x/200x. 3. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas .. SDN Kec. Kota . tahun pelajaran 200x/200x pada pokok bahasan wawasan nusantara. B. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam

melaksanakan

tugas,

memperdalam

pemahaman

terhadap

tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2000: 3). Sedangkah menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan dilakukan. Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk secara untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang

memperbaiki/meningkatkan

pratek

pembelajaran

berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6),

yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk

pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Putar an 1

Refleksi

Rencana Rencana awal/rancangan awal/rancangan

Putar an 2

Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Refleksi Tindakan/ Observasi Rencana yang Rencana yang direvisi direvisi Rencana yang Rencana yang direvisi direvisi

Putar an 3

Gambar 3.1 Alur PTK Penjelasan alur di atas adalah: 1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran ceramah dan model pengajaran autentik. 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir model gabungan

masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2. Rencana Pelajaran (RP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang

digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran

khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Lembar Kegiatan Siswa Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen. 4. Tes formatif Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan

pemahaman konsep PKN pada pokok bahasan wawasan nusantara. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba, kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisis butir soal adalah sebagai berikut: a. Validitas Tes Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment: rxy =

{N X

N XY ( X )( Y )
2

( X )

}{N Y

(Y )

(Suharsimi Arikunto,

2001: 72) Dengan: N Y rxy : Koefisien korelasi product moment

: Jumlah peserta tes : Jumlah skor total

X X2 XY b. Reliabilitas

: Jumlah skor butir soal : Jumlah kuadrat skor butir soal : Jumlah hasil kali skor butir soal

Reliabilitas

butir

soal

dalam

penelitian

ini

menggunakan rumus belah dua sebagai berikut: r11 = 2r1 / 21 / 2 (Suharsimi Arikunto, 2001: 93) (1 + r1 / 21 / 2 ) : Koefisien reliabilitas yang sudah

Dengan: r11 disesuaikan

r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliabel. c. Taraf Kesukaran Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang

digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah: P= B Js (Suharsimi Arikunto, 2001: 208) P : Indeks kesukaran

Dengan:

B benar Js

: Banyak siswa yang menjawab soal dengan

: Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut: Soal dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar Soal dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang Soal dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah

d. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut: D= B A BB = PA PB JA JB (Suharsimi Arikunto, 2001: 211)

Dimana: D : Indeks diskriminasi BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar

BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar JA : Jumlah peserta kelompok atas JB : Jumlah peserta kelompok bawah PA = BA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab JA

benar. PB = BB = JB Proporsi peserta kelompok bawah yang

menjawab benar Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut: Soal dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek Soal dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup Soal dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik Soal dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik

D. Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif. E. Teknik Analisis Data

Untuk kegiatan

mengetahui

keefektivan perlu

suatu

metode data.

dalam Pada

pembelajaran

diadakan

analisa

penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan: X =

X N

Dengan

: X

= Nilai rata-rata

X = Jumlah semua nilai siswa N = Jumlah siswa 2. Untuk ketuntasan belajar Ada perorangan dua kategori dan secara ketuntasan belajar klasikal. yaitu secara petunjuk

Berdasarkan

pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: P=

Siswa. yang.tuntas.belajar x100% Siswa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar aktif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.

Data

hasil

uji

coba

item

butir

soal

digunakan

untuk

mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik. A. Analisis Item Butir Soal Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui

instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi: 1. Validitas Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 46 soal diperoleh 16 soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Soal Valid dan Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19, 21, 23, 25, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45 Soal Tidak Valid 1, 5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 32, 33, 34, 35, 40, 46

2. Reliabilitas Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 596. Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 34) dengan r (95%) = 0,339. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat reliabilitas. 3. Taraf Kesukaran (P) Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat: 21 soal mudah 15 soal sedang 10 soal sukar

4. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang

berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 16 soal, berkriteria cukup 21 soal, berkriteria baik 9 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. B. Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September 2003 di Kelas . dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut: Table 4.2. Distribusi Nilai Tes Siklus I
Keterangan T TT 1 80 2 60 3 80 4 60 5 60 6 80 7 70 8 60 9 70 10 80 11 90 12 50 13 70 14 80 15 60 16 80 17 60 Jumlah 1190 10 7 Jumlah Skor Tercapai 2380 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400 Rata-Rata Skor Tercapai 70,00 No. Urut Skor No. Urut 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Jumlah Skor 60 70 70 70 80 70 80 60 40 70 80 90 80 60 70 70 70 1190 Keterangan T TT 13 4

Keterangan:

: Tuntas

TT Jumlah siswa yang tuntas

: Tidak Tuntas : 23 : 11

Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal

: Belum tuntas

Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I


No 1 2 3 Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar Hasil Siklus I 70,00 23 67,65

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 70,00% atau ada 23 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai 65 hanya sebesar 67,65% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan

gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik. c. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. d. Refisi Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. 2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan

3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias. 2. Siklus II a. Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 September 2003 di Kelas dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang

telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Table 4.4. Distribusi Nilai Tes Siklus II


Keterangan T TT 1 80 2 70 3 90 4 60 5 70 6 60 7 70 8 80 9 60 10 70 11 80 12 90 13 80 14 80 15 70 16 90 17 60 Jumlah 1260 13 4 Jumlah Skor Tercapai 2570 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400 Rata-Rata Skor Tercapai 75,59 No. Urut Skor No. Urut 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Jumlah Skor 70 60 90 90 80 80 80 60 70 80 90 80 70 70 60 90 90 1310 Keterangan T TT 14 3

Keterangan: TT

: Tuntas : Tidak Tuntas : 27 :7

Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal

: Belum tuntas

Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus II


No 1 2 3 Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar Hasil Siklus II 75,59 27 79,41

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 75,59 dan ketuntasan belajar

mencapai 79,41% atau ada 27 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik. c. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh

informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Memotivasi siswa 2) Membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep 3) Pengelolaan waktu d. Revisi Rancangan Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat

membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk

mengemukakan pendapat atau bertanya. 3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar. 3. Siklus III a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 15 September 2003 di Kelas .. dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:

Table 4.6. Distribusi Nilai Tes Siklus III


Keterangan T TT 1 80 2 90 3 90 4 60 5 90 6 90 7 90 8 80 9 80 10 70 11 90 12 90 13 60 14 80 15 90 16 90 17 60 Jumlah 1380 14 3 Jumlah Skor Tercapai 2800 Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400 Rata-Rata Skor Tercapai 82,35 No. Urut Skor No. Urut 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Jumlah Skor 70 80 90 90 90 80 90 80 80 80 90 80 90 70 80 90 90 1420 Keterangan T TT 17 -

Keterangan: TT

: Tuntas : Tidak Tuntas : 31 :3

Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal

: Tuntas

Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus III


No 1 2 3 Uraian Nilai rata-rata tes formatif Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketuntasan belajar Hasil Siklus III 82,35 31 91,17

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 82,35 dan dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 31 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 91,17% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan belajar aktif sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga

siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. c. Refleksi Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik. Dari data-data yang telah diperoleh dapat

diuraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru dengan telah baik.

melaksanakan

semua

pembelajaran

Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah

mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa pada siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan belajar aktif dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. C. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa

gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik memiliki dampak positif dalam

meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 67,65%, 79,41%, dan 91,17%.

Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Pengetahuan Sosial pada pokok bahasan wawasan nusantara dengan gabungan metode

ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik yang paling dominan guru, adalah dan mendengarkan/ diskusi antar

memperhatikan

penjelasan

siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah belajar aktif dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya

aktivitas

membimbing

dan

mengamati

siswa

dalam

mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (67,65%), siklus II (79,41%), siklus III (91,17%).

2. Penerapan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang

ditunjukan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengn gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. B. Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar PKN lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan belajar aktif memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan gabungan metode ceramah dengan metode belajar aktif model pengajaran autentik dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan metode

pengajaran yang berbeda, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SDN .. Kec. .. Kota tahun pelajaran 200x/200x. 4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikanperbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta. Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin and Bacon, Inc. Boston. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Djamarah. Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta. Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas I. Jakarta: Erlangga. Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta. Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta. Melvin, L. Seiberman. 2000. Active Learning. Bandung: Nuansa dan Nusamedia Mukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru seKabupaten Tuban. Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars. Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya. Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu. Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka. Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Wetherington. H.C. and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar. (terjemahan) Bandung: Jemmars.

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN MELALUI GABUNGAN METODE CERAMAH DENGAN METODE BELAJAR AKTIF MODEL PENGAJARAN AUTENTIK PADA SISWA SEKOLAH DASAR

KARYA ILMIAH
OLEH .. NIP: .

DINAS PENDIDIKAN KOTA . KEC. .KOTA .. TAHUN 200x/200x

LEMBAR PENGESAHAN Laporan penelitian ini telah disetujui dan disyahkan untuk

melengkapi perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan dapat diajukan sebagai salah satu Karya Ilmiah untuk Penetapan Angka Kredit Jabatas Guru pada Golongan IVa ke IVb. .. Kepala Sekolah Penulis

DWI WIDAYATI, S.Pd A.Ma.Pd NIP: 130 661 218 660 364

SARDI ASMORO, NIP: 130

Mengetahui Mengetahui Pustakawan Din. Pendidikan Kecamatan . Kecamatan Kepala Cab.

..

NIP: .. Mengetahui Mengetahui Kepala Dinas Pendidikan RI .. Kota Ketua P G

.. Pembina Utama Muda NIP: KATA PENGANTAR

.. NPA:

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Meningkatkan tugas penyusunan Belajar karya ilmiah dengan Sosial judul

Prestasi

Pengetahuan

Melalui

Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Autentik Pada Siswa Sekolah Dasar, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada: 1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kota .. 2. Yth. Ketua PD II PGRI Kota 3. Yth. Rekan-rekan Guru . Kec. Kota

.. 4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.

Penulis ABSTRAK ., Bambang, 2003. Meningkatkan Prestasi Belajar Pengetahuan Sosial Melalui Gabungan Metode Ceramah Dengan Metode Belajar Aktif Model Pengajaran Autentik Pada Siswa Kata Kunci: pengetahuan pengajaran autentik sosial, metode ceramah, metode

Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PKN dengan diterapkannya gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas.., (b) Bagaimanakah pengaruh gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik terhadap motivasi belajar Pengetahuan Sosial. Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkannya Gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik pada siswa Kelas .., (b) Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pengetahuan Sosial setelah diterapkan Gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas .. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (67,65%), siklus II (79,41%), siklus III (91,17%). Simpulan dari penelitian ini adalah gabungan metode ceramah dengan metode pengajaran autentik dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa ., serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran PKN. DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul ......................................................................

Halaman Pengesahan .............................................................. Kata Pengantar ........................................................................ Abstrak .................................................................................... Daftar Isi ................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................. B. Rumusan Masalah ........................................... C. Tujuan Penelitian ............................................. D. Manfaat Penelitian .......................................... E. Penjelasan Istilah ............................................ F. Batasan Masalah ............................................. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. B. C. D. E. F. G. Definisi Pembelajaran ............................. Metode Ceramah..................................... Memperkenalkan Belajar Aktif ................ Bagaimanakah Otak Bekerja .................. Gaya Belajar ........................................... Sisi Sosial Proses Belajar ........................ Pengajaran Autentik ...............................

BAB

III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ............ B. Rancangan Penelitian .....................................

C. Instrumen Penelitian ...................................... D. Metode Pengumpulan Data .............................. E. Teknik Analisis Data ....................................... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Item Butir Soal ................................... B. Analisi Data Penelitian Persiklus ..................... C. Pembahasan .................................................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................... B. Saran ............................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 47 48 49

You might also like