You are on page 1of 77

1

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1992 TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN JALAN RAYA TENTANG ANGKUTAN UMUM YANG BERLEBIHAN MUATAN (Studi Angkutan Penumpang di Wilayah Polresta Malang)

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh : NUGRAH DOVRISTYADI 0210103179

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2007

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1992 TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN JALAN RAYA TENTANG ANGKUTAN UMUM YANG BERLEBIHAN MUATAN (Studi Angkutan Penumpang di Wilayah Polresta Malang)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu Hukum

Oleh : NUGRAH DOVRISTYADI 0210103179

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2007

LEMBAR PERSETUJUAN
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1992 TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN JALAN RAYA TENTANG ANGKUTAN UMUM YANG BERLEBIHAN MUATAN (Studi Angkutan Penumpang di Wilayah Polresta Malang)

Oleh: NUGRAH DOVRISTYADI 0210103179

Disetujui pada tanggal : ..

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Bambang Sugiri, SH, MS NIP: 131 451 736

Paham Triyoso, SH, MH NIP : 131 124 661

Mengetahui Ketua Bagian Hukum Pidana

Setiyawan Nurdajasakti, SH, MH NIP : 131 759 552

ii

LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 1992 TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS DAN JALAN RAYA TENTANG ANGKUTAN UMUM YANG BERLEBIHAN MUATAN (Studi Angkutan Penumpang di Wilayah Polresta Malang)

Oleh: NUGRAH DOVRISTYADI 0210103179

Disahkan pada tanggal Oktober 2007

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Bambang Sugiri, SH, MS NIP: 131 451 736

Paham Triyoso, SH, MH NIP : 131 124 661

Ketua Majelis

Ketua Bagian Hukum Pidana

Prof. Masruchin Rubai, SH, M.Si NIP: 130 518 934

Setiawan Nurdayasakti, SH, MA NIP : 131 759 552

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Herman Suryokumoro, SH,M.S NIP : 131 472 741

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan hanya kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada henti hingga penulis dapat sampai pada tahap ini, khususnya dengan selesainya skripsi ini. Terima kasih yang mendalam juga penulis haturkan kepada Bapak dan Ibu selaku orang tua yang telah berjasa membentuk kepribadian penulis, memberikan dukungan serta aspirasi yang tiada henti. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Herman Suryokumoro, SH. MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 2. Bapak Setiyawan Nurdajasakti, SH. MH selaku Ketua Bagian Hukum Pidana. 3. Bapak Bambang Sugiri, SH. MH selaku Dosen Pembimbing I, atas bimbingan dan kesabarannya. 4. Bapak Paham Triyoso, SH. MH selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan motivasinya. 5. Pihak-pihak lain yang turut membantu selesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis yakin skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, sehingga masukkan dan kritik akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses pembuatan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Semoga ALLAH SWT mengampuni kesalahan kita dan berkenaan menunjukkan jalan yang benar.

Malang, September 2007

Penulis

iv

DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i Lembar Persetujuan............................................................................................... ii Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii Kata Pengantar....................................................................................................... iv Daftar Isi ............................................................................................................... v Daftar Bagan.......................................................................................................... vii Daftar Tabel...........................................................................................................viii Abstraksi................................................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah.......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7 E. Metode Penelitian ......................................................................... 7 1. Metode Pendekatan................................................................... 8 2. Lokasi Penelitian....................................................................... 8 3. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 9 4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 10 5. Populasi dan Sampel................................................................. 10 6. Teknis Analisa Data .................................................................. 10 F. Sistematika Penulisan.................................................................... 11 TINJAUAN UMUM TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA A. Pengertian Lalu Lintas.................................................................. 12 B. Pengertian Angkutan, Muatan dan Jalan Raya .............................. 14 C. Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas ............................................. 18 D. Peraturan-Peraturan yang Mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan........................................................................ 33

BAB II

BAB III PENYELEASIAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA KHUSUSNYA BERLEBIHAN MUTAN ORANG A. Gambaran Umum Tentang Polresta Malang ................................ 36 B. Struktur Organisasi Polresta Malang ............................................ 36 C. Faktor-Faktor yang menjadi Penyebab terjadi Pelangga ran Lalu Lintas dan Angkutan Umum.................................................. 41 D. Hambatan Hambatan yang Dihadapi Oleh Para Penegak Hukum Dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan............................................................. 59

E. Upaya Upaya yang Perlu Dilakukan Oleh Penegak Hukum Dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang kelebihan Muatan Orang ............ 60 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................... 64 B. Saran ............................................................................................. 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN

vi

DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Struktur Organisasi Polresta Malang ..................................................... 37 Bagan 2. Struktur Satlantas Malang ..................................................................... 39

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabulasi Kecelakaan Lalu Lintas Dan Akibatnya Mulai Januari Juni Tahun 2007............................................................ 46 Tabel 2. Data Jalan Menurut Fungsinya Dari Tahun 2006 Sampai Juni 2007........................................................ 48 Tabel 3. Data Jenis Pelanggaran Mulai Januari Juni Tahun 2007...................... 54 Tabel 4. Data Pelanggaran Kelebihan muatan Orang Mulai Januari Juni 2007 ....................................................................... 56

viii

10

ABSTRAKSI NUGRAH DOVRISTYADI, Hukum Pidana. Fakultas Brawijaya, September 2007, Penerapan Undang-Undang Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas dan Jalan Raya Tentang Angkutan Umum Yang Berlebihan Muatan (Studi Angkutan Penumpang di Wilayah Polresta Malang), Bambang Sugiri, SH, Ms; Paham Triyoso, SH, MH. Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai Penerapan Undangundang no. 14 Tahun 1992 terhadap pelanggaran lalu lintas dan jalan raya khususnya angkutan umum yang berlebihan muatan. Hal ini dilatarbelakangi bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dimana laju pertumbuhan penduduk yang semakin padat diikuti pula dengan perkembangan teknologi, hal ini akan membawa dampak dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang lalu lintas jalan raya khususnya yang kelebihan muatan orang dimana dampak tersebut secara otomatis akan melibatkan pihak kepolisian dan masyarakat pengguna jalan. Dalam upaya untuk mengetahui secara dekat bagaimana pihak Kepolisian dan pihak-pihak penegak hukum dalam menangani pelanggaran lalu lintas dan upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya serta mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya khususnya yang kelebihan muatan orang. Maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis sosiologis, mengetahui dan mendiskripsikan serta menganalisis permasalahan yang ditetapkan secara yuridis dengan melihat fakta sosiologis secara obyektif. Kemudian, seluruh data yang ada di analisa secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan basil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa Dalam hal penanggulangannya pihak kepolisian sudah berusaha untuk menjaga keamanan dan ketertiban semaksimal mungkin, adapun usaha dari pihak kepolisian dalam menjaga ketertiban lalu lintas yaitu dengan mengadakan operasi-operasi ketertiban lalu lintas atau berupa himbauan dan juga pihak kepolisian harus bertindak secara tegas bagi para pengemudi kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas khususnya bagi angkutan-angkutan umum yang mengangkut dan menurunkan penumpang seenaknya juga mengemudikan kendaraan dengan penumpang melebihi kapasitas kendaraan tersebut. Adanya faktor penghambat dalam penyelesaian pelanggaran lalu lintas antara lain adanya sumber daya manusia yang masih rendah, kurang kesadaran hukumnya dalam berlalu lintas, pengemudi kendaraan yang belum mematuhi atau mengerti peraturan-peraturan lalu lintas serta masih banyak pengemudi kendaraan yang belum mematuhi atau mengerti peraturan-peraturan lalu lintas. Menyikapi fakta-fakta tersebut di atas, maka perlu adanya upaya untuk mengatasi hambatan dalam penyelesaian pelanggaran lalu lintas, yaitu pihak perlu adanya tindakan tugas oleh pihak Kepolisian, pemasangan baleho dan pamflet yang menyarankan bahwa keselamatan berlalu lintas itu penting, perlu memperketat penjagaan di pos-pos penjagaan dan adanya pengembalian personil Kepolisian.
ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara yang sedang berkembang. Seperti halnya negara-negara yang berkembang lainnya, perkembangan volume lalu lintas jalan semakin meningkat, hal ini merupakan salah satu dampak dari perkembangan teknologi. Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan lalu lintas tersebut dapat membawa dampak baik secara langsung ataupun tidak langsung. Semakin padatnya angkutan umum, simpang siur dan kemacetan lalu lintas serta hiruk pikuknya pemakai jalan raya berebut jalur adalah pemandangan sehari-hari. Menyadari akan perkembangan laju perkembangan teknologi modern yang diikuti pula laju perkembangan penduduk yang kian padat, maka hal ini dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan di berbagai bidang. Salah satunya bidang diantaranya adalah bidang lalu lintas jalan raya. Seperti pendapat Awaloedin Jamin yang disampaikan dalam seminar tentang "Kesadaran dan Tata Tertib Hukum Masyarakat Dalam Masalah Lalu Lintas Jalan Raya", yang diselenggarakan oleh Lembaga Riset dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia tanggal 16-19 Maret 1981 di Kaliurang Yogyakarta, Menyatakan bahwa: Perkembangan lalu lintas modern di satu pihak akan memberikan kemudahan-kemudahan pemakaian jalan untuk kegiatan sehari-hari dalam rangka pekerjaannya, kehidupannya dan lain-lainnya. Namun di pihak lain akan membawa akibat-akibat permasalahan yang

komplek antara lain meningkatnya pelanggaran-pelanggaran, kemacetan lalu lintas, dan kriminalitas yang berkaitan dengan lalu lintas.1 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permasalahan lalu lintas jalan raya terus berkembang. Permasalahan-permasalahan yang muncul tidak hanya menyangkut satu segi saja, tetapi dalam hal ini juga membawa pengaruh terhadap segi sosial dan segi ekonomi, seperti pendapat Ramdlon Naning yang menyatakan bahwa adanya pengaruh sosial dalam masyarakat yaitu : Di suatu pihak: 1. Terhadap pertambahan penduduk 2. Kenaikan taraf hidup rakyat, bahwa dalam hal ini kemungkinan rakyat mampu untuk memiliki kendaraan-kendaraan bermotor pribadi atau pertambahan sarana angkutan umum, akan membawa akibat peningkatan mobilitas manusia sehingga menimbulkan meningkatnya frekuensi dan volume lalu limas di jalan raya. Di lain pihak: Masih adanya keterbatasan sarana dan prasarana serta peralatan lalu lintas yang ada, dibandingkan dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat.2 Akibat dari ketimpangan dua hal tersebut diatas, akan menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam hal lalu lintas jalan raya. Selain permasalahan tersebut, juga di sebabkan oleh berbagai faktor yang

Ramdlon Naning, Menggarahkan Kesadaran Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, PT. Bina Ilmu. Surabaya. 1983. H. 11 2 Ibid. h.18

terpenting adalah faktor manusia, baik sebagai pengemudi dan pemakai jalan lainnya. Sedangkan disiplin dan kesadaran hukum masyarakat pemakai jalan masih belum dapat dikatakan baik, belum memiliki kepatuhan, ketaatan untuk mengikuti perundangan-undangan atau hukum yang berlaku. Tingkat kesadaran hukum masyarakat pemakai jalan dapat diukur dari kemampuan dan daya serap individu dan bagaimana penerapannya di jalan raya. Sesuai dengan kenyataan bahwa walau saat digelar operasi, kesadaran pengemudi sangat rendah. Letak peranan manusia atau si pemakai jalan adalah sangat menentukan terjadinya kecelakaan dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas. Sejalan dengan meningkatnya mobilitas orang dan atau serta lalu lintas, pemerintah dalam hal ini petugas hukum terutama pihak kepolisian khususnya polisi lalu lintas telah melakukan berbagai upaya baik yang bersifat preventif maupun represif untuk mencegah atau mengurangi terjadinya pelanggaran lalu lintas. Bisa diketahui betapa seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal bagi keselamatan pengguna jalan, hal ini sebagian besar diawali dengan pelanggaran lalu lintas. Pada hakekatnya kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dapat dikatakan disebabkan oleh kesadaran pemakai jalan raya, si pengemudi kurang hati-hati, kecepatan kendaraan yang melebihi ketentuan, melakukan pengangkutan yang melebihi daya angkutan, menyeberang jalan yang kurang hati-hati clan sebagainya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Menurut Ramdlon Nailing bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan adalah sebagai berikut: 1. Faktor manusia sebagai pemakai jalan (faktor utama); 2. Faktor kendaraan; 3. Faktor jalan; 4. F aktor keadaan atau alam.3 Jumlah kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas setiap tahunnya menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat bahwa mereka mengemudikan kendaraannya tanpa memperhatikan syarat-syarat yang harus dimiliki dan harus diketahui dalam mengemudikan kendaraan, seperti apa yang tercantum dalam pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya, sebagai berikut: (1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib : a. Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar b. Mengutamakan keselamatan pejalan kaki; c. Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor, surat ijin mengemudi, tanda bukti lulus uji, atau tanda bukti yang sah, dalam ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16; d. Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan maka jalan, alai pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan layak jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. e. Memasang sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor, roda empat atau lebih, dan mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.
3

Ibid, h.23

(2)

Penumpang kendaraan bermotor pada roda empat atau lebih yang duduk disamping pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan dan bagi penumpang kendaraan bermotor roda dua ataupun kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi rumah-rumah wajib memakai helm. Di dalam penulisan ini ruang lingkup pembahasan mengenai

pelanggaran kelebihan muatan orang diadakan pembatasan. Pembahasan mengenai materi hukumnya difokuskan pada pasal 211 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 21 KUHAP menyatakan : "yang diperiksa menurut pemeriksaan pada ini adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap perundangan-undangan lalu lintas jalan.4 Menurut penjelasan pasal tersebut yang dimaksud dengan perkara pelanggaran pada paragraf g adalah "pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran muatan yang diijinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang atau cara memuat atau membongkar barang". 5 Sedangkan peraturan perundangan-undangan yang dihubungkan dengan pokok bahasan adalah: - Bab V pasal 12 ayat (1), Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. - Bab IV pasal 40 ayat (1) huruf d, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Atas dasar uraian diatas, maka penulis dalam penyusunan skripsi ini mengambil judul "penerapan undang-undang no. 14 tahun 1992 terhadap pelanggaran lalu lintas dan jalan raya tentang angkutan umum yang berlebihan muatan".
4 5

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya, h.94 Ibid, h. 76

B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya tentang yang menyebabkan terjadinya kelebihan muatan orang? 2. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya tentang yang kelebihan muatan orang? 3. Bagaimana upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lain lintas dan angkutan jalan raya tentang yang kelebihan muatan orang?

C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan tentu terdapat tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian dalam rangka penulisan ini adalah: a. Untuk mengetahui secara dekat bagaimana pihak Kepolisian dan pihakpihak penegak hukum dalam menangani pelanggaran lain lintas dan angkutan jalan raya tentang yang kelebihan muatan orang. b. Untuk mengetahui secara pasti upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya tentang yang kelebihan muatan orang.

c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para penegak hukum dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya khususnya yang kelebihan muatan orang.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis yaitu: 1. Kegunaan teoritis, yaitu sebagai pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya yang kelebihan muatan. 2. Kegunaan Praktis, yaitu sebagai bahan dalam memberi

rekomendasi/sumbangan pikiran bagi kepolisian khususnya Polantas dalam penyempurnaan pelaksanaan tugas sehari-hari, guna menyelesaikan pelanggaran lalu lintas khususnya bagi angkutan umum yang kelebihan muatan.

E. Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk meneliti, mengkaji dan menganalisis serta mengumpulkan data dari suatu masalah dengan tujuan agar dapat dipergunakan untuk mencari jawaban dari masalah yang ada. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

l. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tentang yang kelebihan muatan orang, dan guna memperoleh hasil penelitian yang benar dan obyektif. Pendekatan yuridis sosiologis dilakukan dengan cara melakukan penelitian di lapangan, melihat kenyataan yang ada sesuai dengan faktafakta yang terjadi dalam praktek di lapangan mengenai penerapan sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya tentang yang kelebihan muatan orang."6 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di wilayah Polresta Malang. Dipilihnya Malang dikarenakan di kantor Polresta Malang, terdapat kasus mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh angkutan umum.

Penyelesaian mengenai pelanggaran angkutan umum yang biasa terjadi pada wilayah Malang sering tidak terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis menggunakan masalah itu untuk memperoleh data yang sesungguhnya dan benar serta responden yang menjadi sumber informasi terdapat di kantor Polresta Malang. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, h. 264

Cet.3, Univeristas Indonesia,

a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara mengenai penerapan Undang-Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya khususnya yang kelebihan muatan orang. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari peraturan perundang undangan, yaitu UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Selain dari peraturan perundang-undangan, data sekunder juga diperoleh dari literatur yang berkaitan dengan permasalahan efektifitas berlakunya Undang-undang No 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya tentang yang kelebihan muatan orang literatur dalam hal ini dapat berasal dari artikel, buku, makalah, maupun dari laporan penelitian yang lainnya serta kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian lapang adapun data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen dan kepustakaan yang berkaitan dengan perumusan masalah yang diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Merupakan studi untuk memperoleh data dengan cara mengumpulkan dan mempelajari keterangan-keterangan, teori-teori para ahli, baik dari buku perpustakaan, maupun buku yang lain.

10

b. Penelitian Lapangan Yaitu penelitian dimana penulis mencari data di lapangan, disini penulis mencari keterangan dan pendapat para ahli hukum, sehingga yang sesuai dan ada kaitannya dengan masalah yang penulis bahas. 5. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek yang dengan ciri yang sama. Objek yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penjahat atau aparat yang berada di kantor Polresta Malang. Adapun yang menjadi sampel disini adalah beberapa pejabat atau aparat pelaksana yang terlibat dan ditunjuk karena mempunyai kewenangan dalam mekanisme penindakan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh angkutan kota. Dalam hal ini penulis mengambil sampel di kantor Polresta Malang untuk dijauhkan responden, yaitu kepala kesatuan lalu lintas dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap lalu lintas terutama pengguna transportasi jalan raya khususnya angkutan umum. 6. Teknik Analisis Data Data-data yang diperoleh maupun keputusan kemudian

diklasifikasikan, dianalisa dengan menggunakan kualitatif, yaitu

metode deskriptif

cara pemecahan masalah yang diteliti dengan cara

memaparkan data-data yang diperoleh dari lapangan baik berupa data primer maupun data sekunder. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kebenaran, yaitu dengan cara menguraikan data-data yang sudah terkumpul sehingga dengan demikian dapat dilakukan pemecahan masalah.

11

F. Sistematika Penulisan BAB I : Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian secara garis besar serta sistematika penulisan. BAB II : Merupakan bab yang memberikan kerangka teori mengenai Penerapan Undang-Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tentang yang kelebihan muatan orang BAB III : Bab ini merupakan bagian inti dari penulisan yang akan membahas hasil-hasil yang telah diperoleh dari penelitian di lapangan dengan disertai alasan-alasan. BAB IV : Pada bab ini akan dirumuskan kesimpulan tentang Penerapan Undang-Undang No 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tentang yang kelebihan muatan orang. Serta saran-saran untuk memberikan kontribusi bagi pengemudi angkutan umum yang berlebihan muatan.

12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA

A. Pengertian Lalu Lintas Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu dengan

mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, transportasi mempunyai posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin

meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan keseluruhan pelosok tanah air, bahkan dari dan keluar negeri. Di samping itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya.7 Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu dan

Propenas, Undang-undang No.25 Tahun 2000, Penerbit Sinar Grafika, 2000-2004, h. 9.

12

13

mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, beli masyarakat. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan

dimanfaatkan, sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan roda transportasi lain. Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsur yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, serta peraturan-peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdaya guna dan berhasil guna. Sehubungan hal tersebut di atas, maka ketertiban, keamanan dan kelancaran dari lalu lintas tersebut merupakan syarat mutlak. Untuk itu sudah seharusnya diusahakan dengan segala kemampuan yang ada untuk menghapuskan atau setidak-tidaknya memperkecil hambatan-hambatan apapun yang masih terdapat dalam bidang lalu lintas. Tujuan semacam ini hanya dapat dicapai apabila masyarakat telah memiliki kesadaran hukum serta pengertian yang tinggi tentang pentingnya berlalu lintas yang disiplin, tertib dan baik. Untuk memahami pengertian lalu lintas tersebut, penulis kemukakan beberapa pengertian lalu lintas baik menurut Undang-undang No. 14 Tahun

14

1992, maupun menurut pendapat pakar hukum. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang TSJo. 14 Tahun 1992, bahwa "Lalu Lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan". Sedangkan menurut W. J. S. Poerwodarminto dalam kamus umum Bahasa Indonesia, bahwa lalu lintas adalah: 1. Berjalan bolak-balik hilir mudik; 2. Perihal perjalanan di jalan dan sebagainya; 3. Perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat yang lain. Pengertian ini di tinjau dari ilmu bahasa perkataan lalu lintas memang mengandung unsur-unsur kesibukan atau gerakan yang umumnya

merupakan gerakan orang dan kendaraan di jalan. Dalam hal ini orang melihat kesibukan manusia yang berjalan kaki atau kendaraan dari berbagai arah, maka arti lalu lintas dalam hal ini adalah gerak pindah manusia dengan atau tanpa penggerak dari satu tempat ke lain tempat. Dari kedua pengertian lalu lintas diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian lalu lintas dalam arti luas adalah hubungan antar manusia dengan atau tanpa disertai alat penggerak dari satu tempat ke lain tempat dengan menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.

B. Pengertian Angkutan, Muatan dan Jalan Raya Dalam lalu lintas perdagangan, pengangkutan memegang peranan yang penting. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa adanya pengangkutan aktifitas perusahaan tidak dapat

15

berjalan. Barang yang dihasilkan pabrik sebagai produsen dapat sampai di tangan konsumen hanya dengan jalan pengangkutan. Sedangkan fungsi pengangkutan itu sendiri adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna serta untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi pengertian pengangkutan dengan pengangkutan orang yang menggunakan mobil penumpang atau kendaraan umum non bus. Ketentuan ini terdapat p ada Bab III Undang-undang No. 14 Tahun 1992 bagian kedua tentang Angkutan Orang dengan kendaraan umum, pada pasal 36 yang berbunyi: Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari : a. Angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain; b. Angkutan kola yang merupakan pemindahan orang dalam wilayah kota; c. Angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan atau antar wilayah pedesaan; d. Angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui batas negara lain. Sedangkan pasal 37 berbunyi: (1) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, dapat dilaksanakan dengan trayek tetap dan teratur atau tidak dalam travel; (2) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dalam jaringan trayek. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Tetapi Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tidak mengatur secara khusus mengenai pengangkutan orang. Meskipun dalam Undang-undang

16

tersebut ada judul yang berbunyi pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor yaitu Bab VIII mulai pasal 34 sampai pasal 38 UU No. 14 Tahun 1992, tetapi tak mengatur tentang pengangkutan orang secara rinci. Bab-bab tersebut hanya mengatur tentang kegiatan pengangkutan orang untuk keperluan pariwisata dan mengenai tata tertib pengangkutan. Demikian juga dalam PP No. 41 Tahun 1993, tentang Angkutan Jalan tidak memberikan pengertian pengangkutan orang secara khusus. Sedangkan pengertian muatan adalah barang atau orang yang diangkut dengan kendaraan. Tetapi dalam pembahasan ini dikhususkan kepada pengertian muatan orang. Diantara keduanya mempunyai perbedaan yaitu, dalam perjanjian pengangkutan barang, obyek perjanjian adalah benda atau binatang, sedangkan dalam pengangkutan orang yang menjadi obyek adalah orang. Dalam hal obyek perjanjian pengangkutan itu barang, mulai pada saat diserahkannya barang itu pada pengangkut, maka penguasaan dan pengawasan atas benda-benda itu ada di tangan pengangkut. Dalam hal perjanjian mengenai pengangkutan orang, penyerahan kepada pengangkut tidak ada, Tugas pengangkut hanya membawa atau mengangkut orang-orang itu sampai tujuan dengan selamat. Sedangkan pengertian dalam Bab I pasal 1 angka 4 UU No. 14 Tahun 1992 menyatakan bahwa jalan adalah yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Dan pengertian raya adalah besar. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa angkutan jalan raya adalah pengangkutan barang-barang

17

atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan jalan besar asalkan jalan tersebut terbuka untuk umum. Dan disini dilakukan oleh sarana angkutan sebagaimana tersebut diatas. Untuk memudahkan

pengaturan penggunaan sarana angkutan, maka terlebih dahulu perlu diperoleh kejelasan tentang berbagai jenis sarana angkutan yang boleh dipakai dalam memberikan jasa angkutan jalan raya. Pengertian tentang mobil penumpang terdapat dalam PP No. 41 Bab 1 pasal 1 angka 6 yang menyebut bahwa : "Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi. Termasuk pengertian mobil penumpang antara lain bemo dan helicak". Adapun pasal 1 angka 4 PP No. 41 Tahun 1993 menyatakan bahwa "kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran". Sedangkan angka 7 dalam pasal yang sama menyatakan bahwa "mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi" . Kemudian angka 9 dalam pasal yang sama juga menyatakan "taksi adalah kendaraan umum dengan jenis mobil penumpang yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer" . Perlu diketahui juga pengertian mobil barang yang terdapat pada angka 8 dalam pasal l PP No. 14 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa "mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus ".

18

C. Penge rtian Pelanggaran Lalu Lintas Selanjutnya untuk memberikan penjelasan mengenai pengertian pelanggaran lalu lintas, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pengertian itu sendiri. Dalam KUHP membagi tindak pidana atas kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada buku II yaitu tentang kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam buku III yaitu tentang pelanggaran. Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai kriteria pembagian tindak pidana, kejahatan dan pelanggaran, yaitu yang bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif, bahwa pelanggaran bersifat wet delicten. Artinya bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten, artinya suatu perbuatan dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman pidana pelanggaran lebih ringan daripada kejahatan. Menurut JM Van Bemmelen dalam bukunya "Hander Leer Boek Van Het Nederlandse Strafrech ", menyatakan bahwa : "...perbedaan antara kedua golongan tindak pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, yang kejahatan pada umumnya diancam dengan hukuman lebih berat daripada pelanggaran dan ini, nampaknya didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan ".

19

Apabila hal ini dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi dalam praktek sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap pelaku pelanggaran ternyata memang pada umumnya lebih ringan daripada sanksi pelaku kejahatan. KUHP tidak memberikan pengertian atau definisi tentang kejahatan atau pelanggaran. Untuk menguraikan tentang pengertian pelanggaran, maka dikemukakan beberapa pendapat sarjana hukum. Diantaranya adalah Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa "overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada perbuatan melanggar hukum". Menurut Bambang Poernomo bahwa: "Pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. " Dari beberapa pengertian pelanggaran tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut: a. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang. b. Menimbulkan akibat hukum. Jadi harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan tersebut. Dengan berpedoman pengertian-pengertian tersebut diatas maka yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

20

undangan lalu lintas dan angkutan jalan atau peraturan perundang-undangan lainnya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seseorang pengemudi menurut pasal 23 UU No. 14 Tahun 1992 Lembaran Negara No. 49 adalah : (1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib: a. Mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar; b. Mengutamakan keselamatan pejalan kaki; c. Menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda coba kendaraan bermotor, surat ijin pengemudi, dan tanda lulus uji, atau tanda bukti lain yang sah, dalam hal ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16; d. Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan berparkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum dan minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain; e. Memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih, dan mempergunakan helm pengemudi kendaraan roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.

21

(2) Penumpang kendaraan bermotor atau lebih yang duduk disamping pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan atau bagi penumpang kendaraan bermotor roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi rumah-rumah wajib memakai helm. Jadi, dalam hal ini jelas pengemudi mengetahui kemungkinan dan akibat dan perbuatannya dalam berlalu lintas adalah merupakan perbuatan pidana. Dengan demikian pengertian pelanggaran lalu lintas lebih sempit jika dibandingkan dengan pengertian pelanggaran pada umumnya, hal ini disebabkan karena ruang lingkupnya lebih khusus hanya mengenai lalu lintas. Sedangkan mengenai ancaman pidana bagi pelanggar lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas adalah denda atau pidana kurungan. Jadi disini dapat disebutkan bahwa terdapat dua golongan pelanggaran lalu lintas, yaitu: a. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan kesengajaan (delik dolus) b. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan tidak adanya

kesengajaan (delik culpa) Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan unsur kesengajaan yang dimaksud disini adalah pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan atau pemakai kendaraan terhadap peraturan yang berlaku secara sengaja. Misalnya tidak membawa kelengkapan surat-surat seperti SIM, STNK atau sengaja melewati jalur yang tidak diperuntukkan.

22

Adapun

pelanggaran-pelanggaran

lalu

lintas

yang

akhirnya

menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang dikualifikasikan sebagai kejahatan dapat dilihat misalnya dan pasal 359, 360 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Pasa1359: Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 (1): Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

Baik pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan kesengajaan maupun dengan kealpaan diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat pada pasal 68 Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, yang berbunyi "Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, pasal 55, pasal 56, pasal 57, pasal 58, pasal 59, pasal 60, pasal 61, pasal 62, pasal 63, pasal 64, pasal 65, pasal 66, pasal 67 adalah pelanggaran". Atas dasar pasal 68 Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 dapat diketahui pasal-pasal mana yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas. Dari ketentuan pasal 68 ini dapat disimpulkan bahwa seseorang dikategorikan melakukan

23

pelanggaran lalu lintas apabila melanggar ketentuan-ketentuan UndangUndang No. 14 Tahun 1992 yang diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut: a. Pasal 54, menyatakan: Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Apabila seorang sopir dengan sengaja melanggar peraturan diatas akan dikenakan denda atau kurungan yang dimaksud diatas.

Maksudnya dalam pengertian dioperasikan di jalan adalah kendaraan yang sedang berjalan atau yang berhenti di jalan. Pengertian sesuai dengan peruntukannya adalah setiap kendaraan bermotor dioperasikan di jalan harus sesuai dengan rancangan peruntukannya. Pengertian persyaratan teknis adalah persyaratan tentang susunan, peralatan, perlengkapan, ukuran, bentuk, karoseri, permuatan, rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya, emisi gas buang, penggunaan, penggandengan, dan penempelan kendaraan bermotor. Pengertian laik jalan adalah persyaratan minimum kondisi suatu kendaraan yang harus dipenuhi agar terjaminnya keselamatan dan mencegah terjadinya penceraan dan udara dan kebisingan lingkungan pada waktu dioperasikan di jalan. b. Pasal 55, menyatakan bahwa: Barang siapa memasukkan kedalam wilayah Indonesia atau membuat atau merakit kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang akan di operasikan didalam negeri yang tidak sesuai dengan peruntukan, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan yang akan dilalui sebagaimana

24

dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda .setinggi- tingginya Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Bagi orang yang memasukkan dan merakit kendaraan bermotor, kereta gandengan dan sebagai yang dimaksud pasal diatas dan tidak sesuai dengan peruntukannva maka didenda Rp. 12.000.000.- atau kurungan satu tahun.

Maksud pasal di atas, yang dimaksud dengan kereta gandengan atau kereta tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengangkut barang dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor. Rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta gandengan atau kereta tempelan ditetapkan sebagai kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk

penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Misalnya kendaraan bermotor derek, kendaraan bermotor pemadam kebakaran, kendaraan bermotor untuk angkutan barang berbahaya dan beracun, dan kendaraan bermotor pencampuran beton, dan lain sebagainya. c. Pasal 56, yang menyatakan bahwa : (1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan khusus di jalan tanpa dilengkapi dengan tanda bukti lulus uji sebagaimana dimaksud pasal 13 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). (2) Apabila kendarann sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memeliki tanda lulus uji, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).

25

Jika bagi pengemudi kendaraan bermotor, kereta gandengan tidak dapat atau tidak memiliki tanda lulus uji maka dikenakan sanksi seperti di atas.

Pengujian dimaksudkan agar kendaraan bermotor yang akan digunakan di jalan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, termasuk persyaratan ambang batas emisi gas buang, dan kebisingan yang harus dipenuhi. Kendaraan-kendaraan khusus harus diuji secara khusus, karena disamping memiliki peralatan standar yang dipersyaratkan untuk kendaraan bermotor pada umumnya, kendaraan khusus memiliki peralatan tambahan yang bersifat khusus untuk penggunaan khusus, misalnya katup penyelamat tangki bertekanan dan sebagainya. d. Pasal 57 menyatakan bahwa : (1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah). (2) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor tanpa dilengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor, atau tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Bagi pengemudi kendaraan bermotor yang tidak mendaftarkan kendaraan bermotor atau tidak dilengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor akan dikenakan sanksi seperti d atas. Kewajiban pendaftaran kendaraan bermotor adalah untuk

mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk tertib administrasi, pengendalian kendaraan yang dioperasikan di Indonesia, mempermudah penyidikan pelanggaran atau kejahatan yang menyangkut kendaraan yang menyangkut kendaraan yang bersangkutan serta dalam rangka

perencanaan, rekayasa dan manajemen lalu lintas dan angkutan jalan dan

26

memenuhi

kebutuhan

data

lainnya

dalam

rangka

Perencanaan

Pembangunan Nasional. e. Pasal 58, menyatakan bahwa : Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda .setinggi-tingginya Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Bagi pengemudi yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan akan dikenakan sanksi seperti diatas. Yang dimaksud dengan kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang atau hewan. Persyaratan ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan lalu lintas pada umumnya. Persyaratan keselamatan sebagaimana ketentuan yang dimaksud diatas ialah kelengkapan yang wajib berada pada kendaraan tidak bermotor antara lain berupa rem, lampu, isyarat dengan bunyi, serta persyaratan mengenai tatacara memuat dan batas minimum muatan yang

diperkenankan. Hewan yang secara langsung menyangkut barang dan/atau orang, tidak dikategorikan sebagai kendaraan tidak bermotor. f. Pasal 59, menyatakan bahwa: (1) Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan surat ijin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,-(dua juta rupiah). (2) Barangsiapa pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memiliki surat ijin mengemudi, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah). Bagi pengemudi kendaraan bermotor yang tidak dapat menunjukkan 1 atau tidak memiliki surat ijin mengemudi akan dikenakan sanksi seperti pasal diatas.

27

Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan. Surat Izin Mengemudi diberikan kepada orang yang namanya tertera didalamnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tanda bukti kecakapan dan keabsahan pengemudi untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan dapat pula digunakan sebagai identitas pengemudi. Termasuk dalam pengertian mengemudi adalah orang yang langsung mengawasi orang lain mengemudikan kendaraan misalnya seorang instruktur pada sekolah mengemudi yang berada disamping calon pengemudi pada waktu praktek mengemudikan kendaraan bermotor di jalan. g. Pasal 60, menyatakan bahwa : (1) Keadaan tidak mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). (2) Barang siapa mengemudikan kendaraan Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dalam bermotor di jalan dan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). Bagi pengemudi yang tidak wajar dalam mengemudikan kendaraan bermotor ataupun tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki maka akan dikenakan sanksi seperti pasal diatas.

Yang dimaksud dengan mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar adalah tanpa dipengaruhi keadaan sakit, lelah atau meminum sesuatu yang mengandung alkohol atau obat bius sehingga

mempengaruhi kemampuannya dalam mengemudikan kendaraan ataupun hal lain.

28

h. Pasal 61, menyatakan bahwa: (1) Barangsiapa melanggar ketentuan mengenai rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum atau minimum dan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). (2) Barangsiapa tidak menggunakan sabuk keselamatan pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak menggunakan helm pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor roda dua atau pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi rumah-rumah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). (3) Barangsiapa tidak memakai sabuk keselamatan pada waktu -a duduk di samping pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak memakai helm pada waktu menumpang kendaraan bermotor roda dua, atau menumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Kewajiban

sebagaimana

dimaksud

dalam

ketentuan

diatas

pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan teknologi dapat digunakan peralatan keselamatan dalam bentuk lain yang dapat menggantikan fungsi sabuk pengaman. i. Pasal 62, menyatakan bahwa : Barangsiapa menggunakan jalan di luar fungsi sebagai jalan, atau menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah). Bagi orang yang menggunakan jalan diluar fungsinya atau menyelenggarakan kegiatan dengan menggunakan jalan tanpa ijin akan dikenakan sanksi seperti pasal diatas.

29

Pada dasarnya jalan digunakan untuk kepentingan lalu lintas umum, tetapi dalam keadaan tertentu dan dengan tetap mempertimbangkan keselamatan dan ketertiban lalu lintas umum, jalan dapat diizinkan digunakan diluar fungsi sebagai jalan antara lain untuk perlombaan atau pacuan. Pengertian penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud diatas antara lain menyelenggarakan kegiatan yang menyebabkan terjadinya limpahan orang atau kendaraan ke jalan sehingga mengganggu keselamatan atau kelancaran lalu lintas. J. Pasal 63, menyatakan bahwa: Barangsiapa terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi korban kecelakaan dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat, sebagaimana di atur dalam pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,-(enam juta rupiah). Bagi pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan tidak menolong korbannya dan tidak melaporkan kepada pejabat polisi akan dikenakan .sanksi seperti pasal diatas.

Ketentuan pasal di atas mengandung pengertian bahwa kewajiban mengemudi untuk menolong korban yang memerlukan perawatan harus diutamakan. k. Pasal 64, menyatakan bahwa: Barangsiapa tidak mengasuransikan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai kendaraan umum, baik terhadap kendaraan itu sendiri maupun terhadap kemungkinan kerugian yang akun diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan puling lama 3 (tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Bagi yang tidak mengasuransikan kendaraan umum yang dioperasikannya akan dikenakan sanksi seperti pasal di atas.

30

Kewajiban mengasuransikan kendaraan bermotor dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat yang menderita kerugian sebagai akibat dari kelalaian pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Ketentuan ini hanya mengatur mengenai kerugian harta benda yang diderita oleh pihak ketiga, karena pada saat Undangundang ini dibuat diberlakukan kerugian yang menyangkut jiwa dan kesehatan orang telah diatur didalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang dana sumbangan wajib kecelakaan lalu lintas. Kewajiban didalam ketentuan ini diberlakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan masyarakat. l. Pasal 65. menyatakan bahwa: Barang siapa tidak mengasuransikan orang yang dipekerjakannya sebagai awak kendaraan terhadap risiko terjadinya kecelakaan sebagaimana dimaksud Pasal 33 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Bagi pengusaha yang tidak mengasuransikan pekerjanya sebagai awak kendaraan akan dikenakan sanksi seperti pasal diatas.

Kewajiban mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai anak kendaraan dimaksudkan karena dalam mengoperasikan kendaraan dihadapkan pada risiko yang tinggi baik bagi dirinya maupun orang lain. Awak kendaraan adalah pengemudi dan kondektur untuk kendaraan umum angkutan penumpang atau pengemudi dan pembantunya untuk kendaraan umum angkutan barang. m. Pasal 66, yang menyatakan bahwa : Barangsiapa melakukan usaha angkutan wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, atau melakukan usaha angkutan orang dan atau angkutan

31

barang sebagaimana dimaksud pasal 41 ayat 2 (dua) tanpa ijin di pidana dengan pidana kurungan paling lam 3 (tiga) bulan atau denda .setinggitingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Bagi usaha angkutan wisata yang tidak memiliki ijin akan dikenakan sanksi seperti pasal diatas.

Angkutan wisata pada dasarnya merupakan angkutan yang memiliki ciri pelayanan khusus, dan diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan atau pelayanan wisata. Namun demikian penyelenggaraan harus tetap memenuhi ketentuan Undang-Undang ini. Ketentuan ini dimaksudkan agar

penyelenggaraan angkutan untuk keperluan pariwisata dan penyewaan kendaraan baik dengan pengemudi maupun tanpa pengemudi, dapat diselenggarakan secara lebih teratur. Dalam pengaturan tersebut diberikan pula kemungkinan pemberian kelonggaran terhadap usaha tertentu di wilayah atau dalam keadaan tertentu. n. Pasal 67, menyatakan bahwa : Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Barang siapa yang melanggar ketentuan diatas akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 2.000.000 atau kurungan paling lama dua bulan. Pengertian emisi gas buang adalah gas dan/atau asap yang dikeluarkan dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Sedangkan kebisingan adalah suara yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor. Ketentuan ini dimaksudkan agar pemilik, pengusaha menjaga

kendaraannya sehingga tetap memenuhi persyaratan ambang batas emisi

32

gas dan kebisingan yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor di Indonesia. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan khususnya muatan orang adalah: l. Bab V pasal 12 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa: (1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan jalan yang dilalui. (2) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dibuat dan/atau dirakit didalam negeri serta diimpor, harus sesuai dengan peruntukan dan kelas jalan yang akan dilaluinya serta wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 2. Bab IV pasal 40 ayat (1) huruf d, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993,yang menyatakan bahwa: (1) Ijin Operasi dicabut apabila: a. Perusahaan angkutan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39; b. Tidak mampu merawat kendaraan bermotor sehingga kendaraan bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan; c. Pokok-pokok atau yang namanya ditetapkan untuk bertindak atas nama perusahaan melakukan pelanggaran operasional yang berkaitan dengan perusahaan angkutan;

33

d. Melakukan pengangkutan melebihi daya angkut; e. Tidak mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi; f. Mempekerjakan pengemudi yang tidak memenuhi syarat Ditinjau dari sudut si pelanggar, pelanggaran lalu lintas dapat dibagi dalam: a. Pelanggaran lalu lintas tidak bergerak (standing violation) misalnya pelanggaran tanda-tanda parkir. b. Pelanggaran lalu lintas bergerak (moving violation) misalnya melampaui batas kecepatan, melebihi batas muatan dan sebagainya. Kalau ditinjau dari akibat yang ditimbulkan pelanggaran lalu lintas dapat dibedakan atas: a. Pelanggaran yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas misalnya

kelebihan muatan orang ataupun barang, melebihi kecepatan dan sebagainya. b. Pelanggaran yang tidak menimbulkan kecelakaan lalu lintas misalnya tidak membawa surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor, melanggar rambu-rambu lalu lintas dan sebagainya.

D. Peraturan-Peraturan Angkutan Jalan

yang

Mengatur

tentang

Lalu

Lintas

dan

Maksud pemerintah mengadakan peraturan perundang-undangan, ketetapan-ketetapan dan macam-macam ketentuan terhadap lalu lintas di jalan adalah:

34

l. Mewujudkan lalu lintas dan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien. 2. Mengatur dan menyalurkan secara tertib segala pengangkutan barangbarang dan penumpang, terutama dengan kendaraan bermotor umum. Misalnya mobil bus, mobil penumpang, taksi, bemo dan lain-lain. 3. Melindungi semua jalan dan jembatan agar jangan dihancurkan atau dirusak dan jangan sampai rusak dikarenakan kendaraan-kendaraan yang sangat berat.8 Sedangkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lalu lintas adalah: l. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 (Lembaran Negara No. 49), tentang lalu lintas dan angkutan jalan. 2. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 (Lembaran Negara No. 59), tentang angkutan jalan. 3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1993 (Lembaran Negara No. 60), tentang pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. 4. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 (Lembaran Negara No. 63), tentang prasarana dan lalu lintas jalan. 5. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 (Lembaran Negara No. 64), tentang kendaraan dan pengemudi. Undang-undang, peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan diatas merupakan
8

ketentuan-ketentuan

yang

berlaku

di

Indonesia

dan

Thomas Subroto, Tanya Jawab Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan, Cetakan I, Penerbit Dahara Prize, Semarang, 1993, h. 4

35

dipergunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan, yaitu semua jalan, baik itu milik negara (propinsi, kabupaten, kota, atau desa) maupun instansi milik swasta, asalkan jalan-jalan tersebut terbuka untuk umum. Pada dasarnya perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan berisikan suatu larangan, suruhan dan kebolehan yang harus ditaati oleh si pemakai jalan. Manusia sebagai subyek hukum, baik manusia sebagai pejalan kaki, pengemudi kendaraan maupun yang mengiringi hewan di jalan raya, mereka bertanggung jawab terhadap pelanggaran perundang-undangan tersebut.9

H.M.N. Purwosujipto, Pengertian Pokok-pokok Hukum Dagang 3: Hukum Pengangkutan, Cet. 6, Penerbit PT. Djambatan, 2003, h. 192

36

BAB III PENYELESAIAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA TENTANG KELEBIHAN MUATAN ORANG

A. Gambaran Umum Tentang Polresta Malang Kepolisian Resort kota Malang merupakan suatu lembaga Kepolisian yang membawahi kepolisian sektor (POLSEK). Polresta bertugas

menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum dan pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta tugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan peraturan/kebijakan, yang berlaku dalam organisasi Polri. Polresta Kota Malang beralamat di Jl. Jaksa Agung Suprapto 19 Malang 65112.

B. Struktur Organisasi POLRESTA Malang Adapun struktur organisasi Polresta Malang Berdasarkan Surat Keputusan KAPOLRI No. POL.: KEP / 7 /1/ 2005 Tanggal 31 Januari 2005 Tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia ditunjukkan sebagai berikut: Daftar singkatan dari bagian-bagian yang terdapat dalam struktur organisasi Polresta Malang di atas:

36

37

Bagan 1 STRUKTUR ORGANISASI POLRESTA MALANG

KAPOLRES WAKA

Unsur Pimpinan

BAG. OPS

BAG. OPS

BAG. MIN

UNSUR PEMBANTU PIMPINAN/ PELAKSANA STAF

BAG. OPS

BAG. OPS

BAG. OPS

BAG. OPS

UNSUR PEMBANTU STAF KHUSUS DAN PELAYANAN

SAT INTELKAM

SAT RESKRIM

SAT NARKOBA

DEN PAM OBVIT

SAT SAMAPTA

SAT PAM PARIWISATA

SAT LANTAS

SAT/UNIT POL AIR

SPK

UNSUR PELAKSANA UTAMA

POLSEK

Sumber : Polresta Malang, 2007

38

Daftar singkatan dari bagian-bagian yang terdapat dalam struktur organisasi Polrestas Malang di atas: - Kapolres - Wakapolres - Bagops - Bag binamitra : Kepala Kepolisian Resort : Wakil Kepala Kepolisian Resort : Bagian Pengendalian Operasi Kepolisian : Bagian Penyuluhan Masyarakat dan Pembinaan bentuk bentuk Pengamanan Swakarsa - Bag min - Urtelematika : Bagian Administrasi : Unsur Pelayanan Telekomunikasi, Pengumpulan dan Pengolahan Data - Unit P3D - Taud - SPK - Sat Intelkam - Sat Reskrim - Sat Narkoba - Den Pamobvit - Sat Samapta - Sat Pamwisata - Sat Lantas : Pengaduan Penyimpangan Perilaku Disiplin : Ketatausahaan dan Urusan Dalam : Staf Pelayanan Kepolisian : Satuan Intelijen Bidang Keamanan

: Satuan Resort Kriminal : Satuan Tindak 1'idana Narkotika dan Obat Berbahaya. : Denah Pengamanan Obyek Vital : Satuan Kesamaptaan Kepolisian : Satuan Pengaman Pariwisata : Satuan Lalu Lintas

- Sat/Unit Pol Air : Satuan Polres Wilayah Perairan - Polsek : Kepolisian Sektor

39

Bagan 2 STRUKTUR ORGANISASI SATLANTAS

KASAT LANTAS

KAUR MIN OPS

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

KANIT DIKYASAN

Sumber Data : Polresta Malang, 2007

Data singkatan dari bagian-bagian yang terdapat dalam struktur organisasi Polresta Malang di atas: 1. KASAT LANTAS (Kepala Satuan Lalu Lintas) - Merupakan kepala satuan lalu lintas di jajaran kepolisian; - Bertanggungjawab terhadap unit-unit yang ada dibawahnya; - Mempunyai kewenangan penuh terhadap satuan lalu lintas.

40

2. KAUR MIN OPS (Kepala Urusan Administrasi Operasional) - Merupakan orang nomor 2 atau wakil kepala satuan lalu lintas di jajaran kepolisian; - Dapat mewakili kepala satuan lalu lintas bila Kasatlantas tidak berada di tempat atau berhalangan; - Orang nomor 2 di lalu lintas yang mempunyai kewenangan terhadap unit-unit dibawahnya. 3. KANIT DIKYASA (Kepala Unit Pendidik dan Rekayasa) - Merupakan unit hubungan masyarakat (Humas); - Mempunyai kewenangan untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat apabila ada aturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah; - Mempunyai tugas selain humas tetapi juga menerima keluhan-keluhan dari masyarakat. 4. KANIT PATROLI (Kepala Unit Patroli) - Merupakan unit yang mempunyai tugas berpatroli dan pengawalan di jalan raya; - Mempunyai kewenangan berpatroli di jalan raya dan juga mengawasi pemakai jalan raya yang tidak mematuhi aturan yang berlaku; - Bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di jalan raya. 5. KANIT REG IDENT (Kepala Unit Regu Identitas) - Unit regu identitas mempunyai bawahan atau membawahi Unit SIM, Unit STNK dan Unit BPKB;

41

- Mempunyai tugas untuk menyimpan identitas seseorang yang telah memperoleh ijin mengemudi maupun kendaraannya untuk digunakan di jalan raya; - Merupakan unit yang bertanggung jawab dalam mengurusi SIM, STNK clan BPKB. 6. KANIT L,AKA (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) - Merupakan unit yang bertugas apabila ada kecelakaan di jalan raya; - Unit yang menyimpan segala hal mengenai apa yang terjadi pada kecelakaan jalan raya; - Unit yang berhak menyimpan barang bukti mengenai kecelakaan, baik itu kendaraan maupun identitas dari pihak yang mengalami kecelakaan.

C. Faktor-Faktor yang menjadi Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan. Jalan Raya yang Kelebihan Muatan Orang Berkembangnya jumlah penduduk yang semakin padat juga

membawa dampak pada perilaku sosial dalam masyarakat. Akan tetapi tidak diimbangi dengan prasarana yang memadahi dalam hal angkutan umum di kota Malang. Sedangkan kota Malang merupakan kota pendidikan, kota industri clan kota pariwisata yang mana kebutuhan akan sarana kendaraan umum sangat diperlukan untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Salah satu fenomena atau gejala dari seluruh aktivitas sehari-hari tersebut adalah meningkatnya mobilitas, baik mobilitas orang maupun

42

barang. Meningkatnya mobilitas orang maupun barang tersebut berkaitan erat dengan meningkatnya peranan arus lalu lintas yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian lalu lintas dan angkutan jalan angkutan jalan raya memegang peranan penting dan vital bagi perkembangan masyarakat, sehingga segala hubungan dan persoalan yang dihadapi akan lebih luas serta komplek. Menyadari peranan penting lalu lintas dan angkutan jalan raya maka membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif antara lain adalah semakin meningkatnya perkembangan kota Malang, baik dalam bidang pendidikan, pariwisata, perindustrian dan sebagainya. 1. Sebagai contoh perkembangan dalam pendidikan adalah: Dimana-mana banyak didirikan tempat-tempat pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Selain itu juga dengan adanya kendaraan umum maka pelajar yang dulunya jalan kaki atau naik sepeda ke sekolah karena tidak adanya kendaraan umum yang melintas, sekarang para pelajar tersebut dapat menikmati fasilitas kendaraan umum yang telah tersedia dan sarana kendaraan ini sangat membantu dan bermanfaat sekali bagi para pelajar yang sekolahnya di daerah pedesaan. 2. Contoh perkembangan dalam bidang pariwisata adalah: Sarana kendaraan umum juga merupakan salah satu penunjang perkembangan di bidang kepariwisataan di kota Malang yaitu dengan semakin banyaknya kendaraan umum yang melintas di tempat-tempat wisata maka banyak orang memanfaatkan jasa kendaraan umum tersebut.

43

3. Contoh perkembangan dalam bidang perindustrian: Dengan adanya kendaraan umum yang melintas daerah industri maka secara tidak langsung juga mempengaruhi perkembangan

perindustrian tersebut. Sebab dengan kendaraan umum tersebut para pekerja dapat dengan mudah menjangkau tempat mereka bekerja. Adapun salah satu contoh dari dampak negatif yang dimaksud diatas yaitu sering terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya yang terjadi di daerah Malang. Menyinggung masalah faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya di daerah Malang menurut Sugeng Hardianto bahwa meliputi beberapa aspek antara lain: 1. Faktor manusia; 2. Faktor alam; 3. F aktor kendaraan; 4. Faktor jalan. 10 Ad. 1. Faktor Manusia Dalam hal ini manusia sebagai pelaku pelanggaran lalu lintas di sebabkan oleh tingkah laku pengemudi yang kurang hati-hati dalam mengemudikan kendaraan, kurang mematuhi atau kurang memperhatikan dan kurang memahami peraturan perundang-undangan lalu lintas yang sudah ditetapkan, sikap mental cenderung melakukan pelanggaran

disebabkan kesadaran dan kepatuhan pengemudi kendaraan umum terhadap

Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 6 Agustus 2007.

10

44

Undang-Undang lalu lintas sangat kurang, denda terhadap para pelaku pelanggaran di pengadilan yang relatif ringan, hal ini dapat

menyebabkan para pengemudi kendaraan tersebut semakin bersifat ugal-ugalan dan para pengemudi tersebut akhirnya meremehkan undang-undang lalu lintas yang berlaku dan juga satu hal bahwa para pengemudi ini bertujuan untuk mengejar setoran. Di sisi lain kurangnya pengawasan oleh aparat, sehubungan dengan ini dikatakan oleh Sugeng Hardianto bahwa: hal ini dapat memberikan peluang atau kesempatan untuk melakukan pelanggaran karena si pelanggar merasa bahwa polisi atau aparat tersebut kurang teliti atau lengah di dalam menjalankan tugas. Jadi ia tenang-tenang saja atau bahkan sudah terbiasa melakukan pelanggaran. 11 Sikap dan perilaku penumpang kendaraan umum turut juga mendukung terjadinya pelanggaran lalu lintas. Suatu contoh di halte banyak calon penumpang yang ingin menumpang kendaraan umum, sedangkan didalam kendaraan umum juga sudah penuh penumpang yang berdesakan. Ada kemungkinan suatu hal atau sebab mengapa para penumpang tersebut berniat akan naik kendaraan umum yang sudah jelas penuh penumpang, mereka seperti mengejar waktu. Maksudnya mereka mau berdesakan meskipun kendaraan sudah sarat penurnpang asalkan mereka datang atau pulang tepat waktu.

Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 6 Agustus 2007.

11

45

Melihat hal demikian, pengemudilah yang seharusnya bertindak tegas tentang bagaimana ia harus mengambil sikap bahwa dalam mengambil penumpang harus tahu berapa kapasitas atau kemampuan kendaraan tersebut dan apabila melebihi dari kapasitas, maka ia harus berpikir bahwa dengan demikian ia telah melanggar peraturan lalu lintas dan juga membahayakan keselamatan penumpang. Secara terperinci dapat diketahui pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya oleh para pengemudi kendaraan umum dapat pula disebabkan oleh: a. Tidak mengertinya rambu-rambu lalu lintas; b. Kurang adanya kesadaran hukum; c. Kurang menguasai mengemudikan kendaraan; d. Daya konsentrasi yang kurang baik pada waktu mengemudikan kendaraan; Ad. 2. Faktor alam Selain faktor manusia, faktor alam dapat juga dikatakan sebagai faktor penyebab dari pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya yang akhirnya dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Adapun faktor-faktor terscbut adalah curah hujan yang Icbat yang mcngakibatkan jalan yang licin dan jarak pandang yang terganggu. Dengan demikian resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas sangat mungkin bila para pengemudi kendaraan kurang berhati-hati dalam berlalu lintas.

46

Di bawah ini data-data tabulasi kecelakaan yang terjadi pada tahun 2007 di Polresta malang. TABEL 1 TABULASI KECELAKAAN LANTAS DAN AKIBATNYA MULAI JANUARI - JUNI TAHUN 2007 Akibat Jumlah Bulan Kerugian Luka Luka Kejadian Mati Berat Ringan Materi (Rp) Januari Februari Maret April Mei 27 27 41 19 26 1 3 1 1 1 26 27 38 18 24 Rp. 13.700.000 Rp. 6.525.000 Rp. 8.150.000 Rp. Rp. 1.800.000 5.670.000

No 1 2 3 4 5 6

Juni 14 14 Jumlah 144 6 1 51 Sumber data: Kantor Polre.sta malang 2007

Rp. 5.950.000 Rp. 41.795.000

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada bulan Januari terdapat 27 kejadian kecelakaan lalu lintas 1 berakibat kematian dan 26 menyebabkan luka ringan. Kecelakaan lalu lintas tersebut juga membawa kerugian materi sebesar Rp. 13.700.000,00. Pada bulan Februari jumlah kejadian sebanyak 27 kejadian yang semuanya mengakibatkan luka ringan clan kerugian materi sebesar 6.525.000,00. Lain halnya pada bulan Maret kecelakaan lalu lintas telah mengalami peningkatan. Ada sebanyak 41 kejadian diantaranya sebanyak 3 kejadian mengakibatkan kematian dan 38 kejadian mengakibatkan luka ringan serta sebesar Rp. 8.150.000,00 kerugian materi. Pada bulan April kecelakaan lalu lintas mengakibatkan 19 kejadian, diantaranya 1 kejadian mengakibatkan kematian, 18 kejadian

47

mengakibatkan luka ringan serta mengakibatkan kerugian materi sebesar Rp.1.800.000,00 angka ini telah mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada bulan Mei, kecelakaan lalu lintas telah mengakibatkan kecelakaan sebanyak 26 kejadian. 1 kejadian telah mengakibatkan kematian, mengakibatkan luka berat 1 kejadian clan 24 kejadian telah mengakibatkan luka ringan, serta kerugian materi yang diderita akibat kecelakaan tersebut sebesar Rp.5.670.000,00. Pada bulan Juni, sebanyak 14 kejadian akibat dari kecelakaan lalu lintas, yang kesemuanya mengakibatkan luka ringan dan menyebabkan kerugian materi sebesar Rp. 5.950.000,00. Angka kejadian ini lebih sedikit dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Meminimalkan kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebagai langkah untuk menciptakan masyarakat akan pentingnya suatu peraturan hukum dan penggalakan program tertib lalu lintas menjadi kunci sukses bagi para penegak hukum di jalan raya khususnya Satlantas.12 Ad. 3. Faktor Kendaraan Dengan meningkatnya jumlah kendaraan umum maupun kendaraan pribadi di daerah Malang dapat diketahui bahwa kendaraan umum kurang mentaati persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang Lalu Lintas, yaitu kurangnya perawatan kendaraan umum. Adapun faktor-faktor lain adalah melanggar syarat-syarat perlengkapan kendaraan dan melakukan pemeriksaan terhadap fisik kendaraan sebagaimana ditentukan, antara lain:
12

Wawancara dengan Inspektur Satu hari Widodo, Kaur Min Ops (Kepala Urusan Administrasi dan Operasi Unit Lalu Lintas) Satlantas Malang, Senin, 12 Agustus 2007.

48

a. Surat tanda motor kendaraan bermotor; b. Badan dan kerangka kendaraan; c. Perlengkapan dan peralatan. Dikarenakan tingkat ketidaktaatan pemilik atau pengemudi cenderung meningkat untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor pada waktunya, juga menjadi penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas. Ad. 4. Faktor Jalan Lalu lintas mengalir sepanjang jalan-jalan yang ada dan dapat dimengerti bahwa volume lalu lintas yang dapat bergerak tergantung pada kelurusan jalan. Untuk itu keadaan jalan yang bergelombang, rusak dan berbelok-belok serta terlalu sempit juga merupakan salah factor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya yang menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Kondisi jalan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan umum serta sistem pengaturan lalu lintas dan juga rambu-rambu yang kurang jelas juga menyebabkan terjadinya pelanggaran lalu lintas yang biasa mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Di bawah ini data-data tentang jalan menurut fungsinya, antara lain sebagai berikut: TABEL 2 DATA JALAN MENURUT FUNGSINYA DARI TAHUN 2006 SAMPAI JUN1 2007
No Kesatuan Jalan menurut Wewenang (Km) Jalan negara 1 Malang 110,7 Jalan Propinsi 35,05 Jalan Kabupaten 90,25 Total 236 Data jalan Menurut Kondisi (Km) Baik 423,64 Sedang 44,5 Rusak Lain lain 365,15

Sumber data: Kantor Polresta malang 2007

49

Dalam usaha mengatasi meningkatnya pelanggaran lalu lintas yang kelebihan muatan orang di daerah Malang, pihak yang berwenang melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya yang dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pegawai Sipil yang telah ditunjuk. Kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya ini diatur dalam Bab II Pasal 2 PP No. 42 Tahun 1993 tentang pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan, yang

menyatakan bahwa: Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan raya dilakukan oleh : a. Polisi Negara Republik Indonesia; b. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi tertentu dibidang lalu lintas dan angkutan jalan raya. Lebih lanjut pasal 3 PP NO. 42 Tahun 1993, menyatakan bahwa: Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan raya yang dilakukan oleh Polisi Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 2 huruf a, meliputi pemeriksaan administratif pengemudi dan kendaraan, yang terdiri dari pemeriksaan: a. Surat ijin mengemudi; b. Surat tanda nomor kendaraan bermotor; c. Surat tanda coba kendaraan bermotor; d. Tanda nomor kendaraan bermotor, dan; e. Tanda coba kendaraan bermotor.

50

Sedangkan dalam pasal 4 I'I' no. 42 Tahun 1993, menyatakan bahwa: l. Pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan raya yang dilakukan oleh pemeriksaan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b, meliputi pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan, yang terdiri dari: a. Pemeriksaan tanda bukti lulus uji, bagi kendaraan wajib uji; b. Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor yang meliputi: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Sistem rem; Sistem kemudi; Posisi roda depan; Badan dan kerangka kendaraan; Pemuatan; Klakson; Lampu-lampu; Penghapus kaca; Kaca spion;

(10) Ban; (11) Emisi gas buang; (12) Kaca depan dan kaca jendela; (13) Alat pengukur kecepatan; (14) Sabuk keselamatan; dan (l5) Perlengkapan dan peralatan.

51

2. Pemeriksaan terhadap kewajiban memiliki tanda lulus uji untuk kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan mobil penumpang serta pemeriksaan terhadap kewajiban melengkapi sabuk keselamatan

sebagaimana dimaksud ayat l, dilaksanakan setelah kewajiban tersebut dinyatakan berlaku. Adapun pejabat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) berwenang beroperasi di jalan raya bukan sebagai penyidik, tetapi sebagai penyelenggara operasi uji petik di jembatan timbang terhadap seluruh kendaraan bermotor angkutan jalan barang, tambahan trayek dan layak jalan merupakan kewenangan mutlak DLLAJR. Dan maksud diadakan uji petik ini adalah supaya ada suatu tuntutan dalam melaksanakan penanganan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan khususnya pelanggaran kelebihan muatan barang. Menurut Heri Widodo, untuk kewenangan yang dimiliki oleh pejabat Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) adalah sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan Operasi Uji Petik pada jembatan timbang; 2. Mengukur dan menimbang seluruh berat muatan dari kendaraan bermotor angkutan jalan; 3. Memberikan ijin trayek bagi angkutan jalan raya khususnya antar kota maupun dalam kota; 4. Memeriksa kelayakan jalan bagi seluruh kendaraan bermotor; 5. Menarik retribusi-retribusi bagi angkutan jalan raya untuk kepentingan pendapatan daerah.

52

Dengan demikian pejabat lalu lintas angkutan jalan raya tidak diperkenankan melakukan penyidikan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan raya. Tugas tersebut merupakan wewenang pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini berarti bahwa dalam tugas-tugas operasional DLLAJR selalu bersama-sama dengan Kepolisian atau instansi lain. Ada kalanya petugas Kepolisian menyusun suatu program khusus dengan tenggang waktu tertentu untuk mengadakan berbagai operasi dan razia-razia ketertiban lalu lintas. Menurut Heri Widodo bahwa jenis operasi yang dilakukan oleh Polresta malang antara lain: 1. Operasi Lilin Operasi ini dilaksanakan sekali dalam setahun, yang digelar menjelang natal dan tahun baru. Adapun tujuan dari operasi ini adalah untuk mengadakan pengawasan dan pengamanan lalu lintas supaya tertib dan aman. 2. Operasi Ketupat Operasi ketupat ini dilaksanakan sekali dalam setahun yaitu pada menjelang lebaran. Operasi ketupat ini pada dasarnya sama dengan operasi lilin, yaitu untuk pengawasan dan pengamanan. Dengan demikian antara operasi lilin dengan operasi ketupat tidak menggelar operasi mengenai pelanggaran, akan tetapi lebih mengutamakan pada keamanan.

53

3. Operasi Zebra Operasi ini dilaksanakan sekali dalam setahun yaitu setiap bulan November selama satu bulan dengan sasarannya adalah terhadap pelanggaran lalu lintas, kelengkapan teknis laik jalan pada kendaraan. Sedangkan mengenai jadwal, waktu dan tempat operasi zebra ini sewaktu-waktu dapat dilaksanakan di jalan raya dalam hukum Polres Malang. 4. Operasi Rutin Operasi ini dilaksanakan setiap minggu satu kali dan mengenai penjadwalannya tidak ditentukan sama dan teratur mengenai hari, jam dan tempat dilaksanakannya. Operasi ini mengutamakan pada setiap pelanggaran lalu lintas dan bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan pemakai jalan. 5. Operasi Sikat Operasi ini dilaksanakan sewaktu-waktu dalam setiap minggunya. Jenis pengoperasiannya mengutamakan pada mobil-mobil boks, pick up dan truk yang bermuatan barang. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menjaring kemungkinan adanya pencurian, misalnya pencurian kayu hasil hutan dan pencurian lainnya. Adapun maksud dilaksanakannya operasi-operasi tersebut diatas adalah untuk mengurangi angka kecelakaan serta meningkatkan kedisiplinan dalam berlalu lintas dan agar terciptanya suasana yang tertib, aman, lancar dan teratur dalam berlalu lintas. Hal ini sebagai wujud dari kebersamaan di dalam menciptakan hukum dibidang lalu lintas.

54

Sedangkan tujuannya adalah agar usaha-usaha penegakan hukum di bidang lalu lintas benar-benar ditaati dan diterapkan sesuai apa yang telah digariskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini data-data pelanggaran lalu lintas pada tahun 2007 yang diperoleh dari Polresta malang. TABEL 3 DATA JENIS PELANGGARAN MULAI JANUARI-JUNI TAHUN 2007
No 1 2 3 4 5 6 Jumlah Januari Februari Maret pelanggaran Muatan 14 5 2 Kecepatan 447 122 75 81 Rambu/Marka 1355 675 105 257 Surat-surat 2822 1275 385 764 Perlengkapan 708 175 213 Lain-lain 38 12 27 Jumlah 5384 2252 579 1342 Jenis April 4 39 57 173 273 Mei 3 92 132 153 118 12 510 Juni 38 129 245 29 17 458

Sumber data: Kantor Polresta Malang, 2007 Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa untuk jenis pelanggaran muatan sebanyak 14, dimana pada bulan Januari berjumlah 5, bulan Februari berjumlah 2, bulan Maret tidak ada, bulan April 4, bulan Mei berjumlah 3, dan untuk bulan Juni tidak ada. Untuk pelanggaran kecepatan yang melebihi batas sebanyak 447, dimana pada bulan Januari sebanyak 122, untuk bulan Februari sebanyak 75, untuk bulan Maret 81, untuk bulan April sebanyak 39, bulan Mei sebanyak 92, untuk bulan Juni sebanyak 38. Sedangkan pelanggaran rambu dan marka jalan sebanyak 1355, yang terdiri pada bulan Januari sejumlah 675, bulan Februari sejumlah 105, bulan Maret sejumlah 257, bulan April sejumlah 57, bulan Mei sejumlah 132, bulan Juni sejumlah 129.

55

Berikutnya pelanggaran surat-surat sebanyak 2822 yang terdiri dari bulan Januari berjumlah 1275, bulan Februari sejumlah 385, bulan Maret berjumlah 764, bulan April tidak ada, bulan Mei berjumlah 153, bulan Juni berjumlah 245. Untuk pelanggaran mengenai masalah perlengkapan sebanyak 708, yang terdiri dari bulan Januari sejumlah 175, bulan Februari tidak ada, bulan Maret berjumlah 213, bulan April berjumlah 173, untuk bulan Mei berjumlah 118, dan bulan Juni berjumlah 29. Sedangkan yang terakhir adalah mengenai pelanggaran yang lain-lain, yang sebanyak 38 yang terdiri dari bulan Januari tidak ada, bulan Februari berjumlah 12, bulan Maret berjumlah 27, bulan April berjumlah tidak ada, untuk bulan Mei berjumlah 12, bulan Juni berjumlah 17. Jadi dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran di Malang yaitu disebabkan oleh masalah surat-surat, yang dimana ada pelanggar yang tidak membawa surat-surat, clan suratsuratnya ada yang sudah mati, serta ada pula yang membawa surat palsu. Menurut Sugeng Hardianto ada pengecualian di dalam PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan orang pasal 2, 3 (1) clan (2) bahwa pelanggaran kelebihan muatan orang yaitu khusus di daerah pedesaan dimana di daerah pedesaan ini banyak yang belum dijangkau oleh angkutan desa sehingga banyak atau sering kita lihat mobil-mobil boks yang terbuka digunakan sebagai pengangkut penumpang. Mobil tersebut sebenarnya digunakan untuk mengangkut barang, akan tetapi beralih fungsinya untuk mengangkut orang.13

Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 13 Agustus 2007.

13

56

Adapun bunyi dari PP No. 41 Tahun 1993 pasal 2 dan 3 yaitu: - Pasal 2: Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus - Pasal 3 (1): Di daerah yang sarana transportasinya belum memadai, pengangkutan orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dapat dilakukan dengan mobil barang - Pasal 3 (2): Pengangkutan orang dengan menggunakan mobil barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi: a. Ruangan muatan dilengkapi dengan dinding yang tingginya sekurangkurangnya 0,6 m; b. Tersedia luas lantai ruang muatan sekurang-kurangnya 0,4 m per penumpang; c. Memiliki dan membawa surat keterangan mobil barang mengangkut penumpang. Berikut ini data-data tentang pelanggaran muatan orang yang terjadi di wilayah Malang pada tahun 2007 adalah sebagai berikut: TABEL 4 DATA PELANGGARAN KELEBIHAN MUATAN ORANG MULAI JANUARI-JUNI 2007
No 1 2 Pelanggaran Kelebihan Muatan Orang Bus Angkutan Umum Januari Februari Maret 3 4 2 2 April 3 Mei 1 1 Juni 1 -

Sumher data : Kantor Polre.sta malang

57

Dijelaskan pada tabel 4 mengenai pelanggaran kelebihan muatan orang yang dilakukan oleh bus maupun angkutan umum. Pada bus jumlah pelanggaran yang dilakukan adalah sebanyak 7,dimana terdiri dari bulan Januari sebanyak 3, bulan Februari tidak ada, bulan Maret sebanyak 2, bulan April tidak ada, bulan Mei sebanyak l, dan untuk Juni sebanyak 1. Sedangkan untuk angkutan umum pelanggaran berjumlah 10 yang terdiri dari bulan Januari sebanyak 4, untuk bulan Februari sebanyak 2, bulan Maret tidak ada, bulan April sebanyak 3, bulan Mei sebanyak 1, dan untuk bulan Juni tidak ada pelanggaran. Untuk lebih jelasnya mengenai pelanggaran kelebihan muatan orang tersebut, penulis mengambil salah satu contoh kasus yang penulis peroleh dan pengamatan di lapangan yaitu pada mobil angkutan antar kota (non bus) yang ada di daerah Malang adalah sebagai berikut: Dari sebagian banyak angkutan penumpang (non bus) yang ada di daerah Malang salah satu angkutan penumpang jurusan Malang-Blitar sering terlihat melanggar batas muatan. Kapasitas daya angkut dari kendaraan umum adalah 9 orang sampai dengan 12 orang, namun dalam kenyataan mobil tersebut bermuatan melebihi kapasitasnya. Seperti yang penulis amati di lokasi bahwa kendaraan umum tersebut memuat 15 sampai 18 orang dan itupun belum ditambah barang muatan yang dibawa oleh penumpang. Hal ini dikarenakan para penumpang angkutan jurusan MalangBlitar tersebut sebagian besar adalah para pedagang di pasar dan pegawai perusahaan rokok. Jadi barang yang dibawa oleh para pedagang biasanya

58

ditaruh di atap atas angkutan tersebut, yang akibatnya (bodi) mobil nampak miring atau seolah-olah akan roboh. Kejadian diatas tidak hanya terjadi pada angkutan jurusan Malang-Blitar akan tetapi hampir semua jurusan sama melakukan hal yang sama. Hal demikian menurut Sugeng Hardianto terjadi karena pengemudi atau sopir angkutan tersebut ingin mengejar uang setoran yang lebih banyak, sehingga akan nampak sopir tersebut lebih mementingkan diri sendiri dan pada keselamatan para penumpang dan kurang memiliki rasa kesadaran. 14 Demikianlah salah satu contoh kasus pelanggaran kelebihan muatan orang yang di jumpai di wilayah Malang. Sehubungan dengan masalah-masalah yang ada, banyak sekali kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkan dari pelanggaran tersebut antara lain terjadinya kemungkinan korban jiwa, korban harta benda yang disebabkan kecelakaan lalu lintas dikarenakan pengemudi yang membawa penumpang melebihi kapasitas yang sewajarnya atau semestinya. Namun dalam prakteknya pihak kepolisian dalam menangani pelanggaran tersebut lebih bersifat longgar, artinya masih memberikan toleransi kepada pengemudi (sopir) maupun kepada penumpang

(masyarakat) dan selama ini tindakan petugas kepolisian terhadap pelanggaran tersebut berupa himbauan dan di proses secara hukum.

Wawancara dengan Inspektru Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 13 Agustus 2007.

14

59

D. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Oleh Para Penegak Hukum Dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang Kelebihan Muatan Orang Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian (Satlantas) Menurut Sugeng Hardianto hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pihak kepolisian antara lain: a. Sumber daya manusia yang masih rendah, sebenarnya mereka (pengendara) tidak tahu hukum tetapi mereka sok tahu dan tidak mau mengakui kesalahan yang mereka perbuat; b. Para pengemudi kendaraan bermotor di jalan raya masih kurang kesadaran hukumnya dalam berlalu lintas; c. Masih terbatasnya angkutan desa sehingga terjadi pelanggaranpelanggaran tersebut; d. Masih banyak pengemudi kendaraan yang belum mematuhi atau mengerti peraturan-peraturan lalu lintas; e. Pihak Kepolisian (Polantas) sementara ini belum dapat menindak tegas para pelanggar karena masih mempertimbangkan banyak hal seperti faktor perekonomian si pelanggar dan lain-lain.15

Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 13 Agustus 2007.

15

60

E. Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan Oleh Penegak Hukum Dalam Penyelesaian Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Man Raya yang Kelebihan Muatan Orang Upaya yang perlu dilakukan oleh pihak Kepolisian khususnya Polantas dalam penyelesaian pelanggaran lalu lintas jalan raya yang kelebihan muatan orang menurut Sugeng Hardianto Pihak Kepolisian (Polantas) harus bertindak tegas dalam menghadapi pelanggaran tersebut. Selain itu diperlukan adanya kesadaran dan pihak pengemudi maupun penumpang. Adapun tata cara penyelesaian yang dilakukan oleh Kepolisian (Polantas): dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur dengan jelas siapa yang dimaksud dengan penyidik dalam perkara pelanggaran lalu lintas. Menurut pasal 6 KUHAP, yang menyatakan bahwa: a. Penyilidik adalah: 1) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia; 2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang; b. Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dengan demikian jelaslah bahwa yang berwenang sebagai penyidik adalah Polisi Negara. Sedangkan untuk menjalankan tugasnya sebagai penyidik (Polisi) mempunyai wewenang tertentu seperti diatur dalam pasal 7 ayat (1) KIJHAP yang menyatakan bahwa: Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

61

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tunda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surut; f. Mengambil sidik jari dun memotret seseorang; g. Memanggil orang untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan penghentian penyidikan; j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Dari ketentuan pasal 7 ayat (1) KUHAP tersebut di atas, maka dalam menangani perkata lalu lintas Kepolisian (Polantas) berwenang untuk menyuruh berhenti dan memeriksa para pengemudi kendaraan yang disangka telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Terhadap pengemudi yang melakukan pelanggaran tersebut dikenai tindakan berupa tilang (bukti pelanggaran). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang telah disampaikan oleh Sugeng Hardianto, yaitu: dalam penyelesaian pelanggaran kelebihan muatan baik berapa barang maupun orang. Polantas menggunakan sistem tilang (bukti pelanggaran). Adupun dasar hukum dari sistem tilang adalah juklak Kapolri nopol : juklat/01/1/1994 yang mengatur tentang operasional tilang dan administrasi tilang.16 Penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dengan sistem tilang diperbaharui dengan mempergunakan surat-surat isian (formulir) yang terdiri dari lima (5) lembar, yaitu: a. Lembar yang berwarna merah untuk pelanggar menghadiri sidang pengadilan;

Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) Satlantas Malang, Senin, 15 Agustus 2007.

16

62

b. Lembar yang berwarna biru untuk pelanggar membayar uang titipan denda ke Bank Rakyat Indonesia (BRI); c. Lembar yang berwarna hijau untuk pengadila n; d. Lembar yang berwarna purih untuk Kejaksaan; e. Lembar yang berwarna kuning untuk Kepolisian. 17 Dalam bukti pelanggaran (tilang) tersebut telah dicantumkan identitas pelanggar, identitas kendaraan, tanggal, waktu dan tempat sidang, kesatuan dan petugas penindak, pasal yang dilanggar jumlah uang titipan, jumlah aneka penalti Adapun fungsi dari bla ngko tilang tersebut, menurut Sugeng Hardianto adalah: a. Berita Acara Pemeriksaan 1) Sebagai pengakuan di Pelanggar; 2) Sebagai acara persidangan; 3) Sebagai surat keputusan hakim; 4) Sebagai perintah eksekusi. b. Sebagai surat penunjukan terhadap wakil untuk menghadiri sidang pengadilan tilang Pada lembar b, yaitu lembar yang berwarna biru untuk pelanggar membayar uang titipan denda ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) tidak berlaku kembali sejak berlakunya undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan 1996/1997 yang sah. Dan segala denda yang

berhubungan dengan pelanggaran tilang diserahkan ke Kejaksaan.

Wawancara dengan Inspektur Satu Hari Widodo, Kaur Min OPS (Kepala Urusan Administrasi Operasional Sat Lantas) POLRESTA Malang, Senin 15 Agustus 2007.

17

63

Di dalam usaha pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas yang dapat diselesaikan dengan pemeriksaan singkat, penyidik tidak perlu membuat berita acara pemeriksaan tetapi cukup dengan membuat catatan mengenai data pelanggaran tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 212 jo pasal 207 ayat (1) huruf a KUHAP. Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari pertama berikutnya. Sedang menurut pasal 207 ayat (1) huruf a KUHAP, bahwa: Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dun tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dun hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Nampak jelas dari uraian di atas, bahwa sebagai penyidik Kepolisian memang mempunyai hak untuk penyidik pelanggaran di bidang angkutan umum. Dari segi bukti yang dipergunakan untuk menentukan adanya pelanggaran kelebihan muatan orang atau pihak Kepolisian hanya memperkirakan dengan melihat keadaan kendaraan bermotor yang

menyangkut orang tersebut.18 Dalam menentukan adanya pelanggaran kelebihan muatan orang atau tidak, pihak Kepolisian menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Kendaraan angkutan yang mengangkut penumpang atau orang tersebut nampak miring ke kiri dan seolah-olah mobil atau kendaraan bermotor akan roboh. Hal ini dikarenakan muatan orang yang diangkut tersebut melebihi daya angkut kendaraan yang bersangkutan; b. Dengan melihat kapasitas pengangkutan yang melebihi daya angkut. c. Adanya penumpang yang berdiri pada pintu masuk angkutan umum.
Wawancara dengan Inspektur Dua Sugeng Hardianto, Kanit Laka (Kepala Unit Lalu Lintas Kecelakaan) POLRESTA Malang, Senin 15 Agustus 2007.
18

64

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari seluruh uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: l. Faktor pelanggaran lain lintas di daerah Malang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor manusia, faktor alam, faktor kendaraan dan faktor jalan, 2. Hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian (Polantas) yaitu kurangnya kesadaran si pengendara, sumberdaya yang masih rendah, kurangnya angkutan di daerah pedesaan, kurangnya ketegasan dari pihak kepolisian, dan kurangnya personil sarana dan prasarana yang memadai. 3. Upaya yang perlu dilakukan oleh pihak Kepolisian (Polantas) adalah perlu adanya tindakan tugas oleh pihak Kepolisian, pemasangan baleho dan pamflet yang menyarankan bahwa keselamatan berlalu lintas itu penting, perlu memperketat penjagaan di pos-pos penjagaan dan adanya pengembalian personil Kepolisian.

B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan di atas penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: l. Perlu adanya ketegasan dari pihak Kepolisian dalam menindak para pelanggar lalu lintas clan angkutan jalan raya yang kelebihan muatan orang.

64

65

2. Memperketat penjagaan di jalan dengan menambah pos-pos penjagaan dan jumlah personil. 3. Memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dan para pengemudi kendaraan berupa pemasangan spanduk-spanduk atau papan reklame di jalan sesuai undang-undang. 4. Menambah halte-halte tempat pemberhentian penumpang untuk

menaikkan dan menurunkan penumpang. 5. Mengatur jalan kendaraan umum agar nantinya tidak berebutan dalam menaikkan penumpang antara kendaraan umum yang satu dengan yang lainnya. 6. Saling menjaga hubungan yang harmonis dengan selalu mengedepankan peraturan-peraturan ataupun aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan. Hal ini agar menjadi contoh panutan bagi masyarakat dalam mematuhi clan melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku sehingga nantinya masyarakat pengguna jalan tidak melanggar lalu lintas. 7. Perlunya kesadaran yang tinggi dari masyarakat dalam menjunjung tinggi, mematuhi dan melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang agar tidak melanggar hukum yang berlaku dan agar tercipta masyarakat yang tertib dan taat pada hukum.

66

DAFTAR PUSATAKA

Buku Awaloedin Jamin, 1981, Lembaga Riset Pengabdian Masyarakat, Fakultas Hukum UIIM UII Press, Yogyakarta. Badan Penelitian Hukum Nasional, 1983, Simposium Hubungan Timbal Balik Antara Hukum dan Kenyataan-Kenyataan Masyarakat, Bina Cipta, Bandung. Bambang Poernomo, 1978, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Jakarta. Dalam Praktek, Sinar Gratika,

Hanitijo Ronny Soemitro, 1990. Metodeologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hariadi Nawawi, 1985, Metode Penulisan Bidang Sosial, UGM Press, Yogyakarta. H.M.N Purwosujipto, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang III, Djambatan, Jakarta. Marjanne Termorshuizen, 1998, Kamus Hukum Belanda Indonesia, Djambatan. Jakarta. Marzuki, 1983, Metodologi Riset, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta. Ramdlon Naning, 1983, Mneggairahkan Kesadaran Masyarakat Dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas, PT. Bina Ilmu, Surabaya. R. Soesilo, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor. Soeryono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Soerjono Soekanto dan Otje Salman, 1987, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial. Rajawali Pres, Jakarta. Tim Penyusun Pedoman Karya Ilmiah, 1993, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, IKIP, Malang.

67

Thomas Subroto, 1993, Tanya Jawab Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan, Dahara Prize, Semarang. Wirjono Prodjodikoro, 1986, Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Bandung.

Peraturan Perundang-Undangan : - Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya. - Propenas 200- 2004, UU No. 25 Tahun 2000, Sinar Grafika - SKEP KAPOLRI No. Pol KEP/7/1/2005, Pokok - Pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta. - Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di jalan Raya. - Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Orang Yang Berlebihan Muatan.

Media Massa : - Radar Mala ng, Edisi: 15 Agustus 2007. Banyaknya Jalan Yang Berlubang di Malang. - Kompas, Edisi : 17 Agustus 2007. Malang. Mengatasi Kemacetan di Kota

- Surya, Edisi : 17 Agustus 2007. Pengembangan Sarana Lalu Lintas Jalan Raya di Wilayah Jawa Timur

Wesbiste: - http://www. Pemkot Malang.go.id - http://www.Polresta.or.id - http://www.google.com

You might also like