Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Segala puji dan bagi Allah SWT,yang mana telah menciptakan kita dan juga yang menciptakan langit dan bumi, yang tidak habis ditulis sekalipun batang pohon di alam ini dijadikan pena dan air laut sebagai tintanya. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT,saya dapat menyusun makalah yang membahas Tokoh Muhammadiyah . Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai muhammadiyah.Dalam penyelesaian makalah ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Pembimbing dan teman-teman yang telah membantu. Saya menyadari bahwa makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati terbuka saya menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. 1.2. 1.3. Latar belakang ................................................................................. Tujuan .............................................................................................. Manfaat ............................................................................................ I II 1 1 1 1 2
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................ Tokoh tokoh Muhammadiyah ................................................................. 1. KH. Ahmad Dahlan ......................................................................... 2. KH. Ibrahim ..................................................................................... 3. Prof Dr H Amien Rais .................................................................... Amal Usaha Muhammdiyah ...................................................................... BAB 3 PENUTUP ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan Untuk lebih mengetahui - tokoh- tokoh Muhammadiyah - Profil tokoh muhammadiyah - Amal usaha muhammadiyah
1.3 Manfaat Mahasiawa mampu mengetahui profil tentang bagaimana perjalanan dan perkembangan muhammdiyah. . .
Tokoh-Tokoh Muhammadiyah
Kiai Haji Ahmad Dahlan ( Penggagas Muhammadiyah) Kiai Haji Ibrahim ( Tokoh Pragmatis Progresif) Haji Muhammad Syudja' ( Tokoh PKO dan Organisasi Haji) Hai Fakhruddin (Tokoh Mubaligh dan Penerbitan) Kiai Haji Hisyam (Tokoh Aksioner Edukatif) Kiai Raden Haji Hadjid ( Tokoh Ulama Tarjih dan Pandu Muhammadiyah) Kiai Haji Mas Mansur (Tokoh Revolusioner Progresif) Ki Bagus Hadikusumo (Tokoh Pragmatis Revolusioner) Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur ( Tokoh Pragmatis Ideologis) Prof. Dr. Hamka (Ualama Sastrawan - Budayawan Idealis) Kiai Haji Muhammad Yunus Anis (Tokoh Pragmatis Ideologis) Kiai Haji Ahmad Badawi (Tokoh Pragmatis Visioner) Kiai Haji Faqih Usman (Tokoh Pragmatis Moderat) Kiai Haji Abdur Rozak Fachruddin (Mubaligh Visioner Bersahaja) Haji Djarnawi Hadikusumo (Tokoh Visioner-Aksioner) Haji Sudarsono Prodjokusumo (Tokoh Perguruan Muhammadiyah) Haji Mohammad Djinar Tamimy (Tokoh Ideolog Muhammadiyah) Kiai Haji Ahmad Azhar Basyir, M. A (Tokoh Ulama Intelektual) Prof. Dr. Haji Muhammad Amien Rais, M. A (Tokoh Intelektual Reformis) Prof. Dr. Haji Ahmad Syafii Maarif (Tokoh Intelektual Humanis Egaliter) Prof. Dr. Haji Muhammad Sirajuddin Syamsuddin,M. A (Tokoh Intelektual Humanis)
untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif. Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Strategi yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Quran dan Al-Hadis. Perkumpulan ini berdiri pada tanggal 18 Nopember 1912. Sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan Di dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jamaah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulanperkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Taawanu alal birri, Taruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33). Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan
Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionaliskonservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum). Atas jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam mem-bangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut : 1. K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
2.
3.
4.
Konsep Pemikirannya
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya. Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri: Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo) Dari pesan itu tersirat sebuah semangat dan keyakinan yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
miskin. Pada tahun 1925, ia juga mengadakan khitanan massal. Disamping itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah juga secara gencar disebarluaskan ke luar Jawa (AR Fachruddin, 1991). Pada Kongres Muhammadiyah di Solo tahun 1929, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang bernaung di bawah Majelis Taman Pustaka. Pada waktu itu pula terjadi penurunan gambar Ahmad Dahlan karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan beliau. Sementara dalam Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar tahun 1932 diputuskan supaya Muhammadiyah menerbitkan surat kabar (dagblaad). Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada Pengurus Muhammadiyah Cabang Solo, yang di kemudian hari dinamakan Adil. K.H. Ibrahim wafat dalam usia yang masih sangat muda, 46 tahun, pada awal tahun 1934, setelah menderita sakit agak lama. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bahkan pada Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang tahun 1933 (Kongres Muhammadiyah terakhir dalam periode kepemimpinan K.H. Ibrahim) Cabang-cabang Muhammadiyah telah berdiri hampir di seluruh tanah air.
Pokok Pemikirannya
K.H. Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin. Pada tahun 1925, ia juga mengadakan khitanan massal. Disamping itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah juga secara gencar disebarluaskan ke luar Jawa (AR Fachruddin, 1991).
Muhammadiyah ke-17 di Solo, Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar, dan Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang. Dengan berpindah-pindahnya tempat kongres tersebut, maka Muhammadiyah dapat meluas ke seluruh wilayah Indonesia
kehadirannya di Muhammadiyah dan lompatan-lompatan gagasannya justru dianggap sejalan dengan watak gerakan pembaharuan yang kritis dan korektif, hal itu kemudian menuai dukungan penuh. Maka tahun 1993, dihadapan peserta Tanwir Muhammadiyah yang berlangsung di Surabaya Amien Rais kembali menggulirkan issu besar, yakni perlunya suksesi kepresidenan. Sebuah langkah janggal pada saat itu sebab gurita kepemimpinan Orde Baru masih sangat mencengkeram. Keberaniannya mengambil resiko yang tak jarang bahkan mengancam jiwanya, diakui suami Kusnariyati Sri Rahayu ini sebagai sikap amal maruf nahi mungkar yang sesungguhnya amanat dan sekaligus ruh gerakan dakwah Muhammadiyah. Saya dulu dididik ibu untuk amar maruf. Menurut beliau, melaksanakan amar maruf tidak ada resikonya. Orang yang tidak setuju pun tidak marah. Tapi, melaksanakan nahi mungkar banyak resikonya, gugahnya nan bersahaja. Proses ragi politik yang terus membusuk dan melemahkan sendi-sendi ekonomi bangsa pada dasawarsa kedua tahun 1990-an, mendorong Amien Rais kembali menggulirkan gagasan tentang suksesi, bahkan dengan desakan lebih luas: Reformasi Total. Berawal dari kasus Freeport dan Busang, Amien Rais sengaja meggerbah kelesuan perubahan sosial yang mendasar di negeri ini. Bahkan, gagasan dan gerakannya berada di garda paling depan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Sejak awal bergulirnya reformasi, Amien Rais sudah menyatakan siap mencalonkan diri sebagai presiden. Ini sebuah pernyataan yang dinilai sangat berani pada saat itu meskipun diakuinya sendiri hanya sebatas political education. Keterlibatan Amien Rais di Pimpinan Pusat Muhammadiyah dimulai sejak Muktamar Muhammadiyah tahun 1985 di Surakarta sebagai Ketua Majelis Tabligh. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 (1990) di Yogyakarta, Amien Rais terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Meninggalnya K.H. Ahmad Azhar Basyir selaku Ketua Umum Muhammadiyah pada tahun 1994 kemudian mendaulat Sang Pemberani ini ke posisi puncak itu. Muktamar Muhammadiyah ke-43 tahun 1995 di Banda Aceh akhirnya secara aklamasi meminta kesediannya melanjutkan tampuk nakhoda Muhammadiyah. Dapat dikata, aktivitas bermuhammadiyah Amien Rais tidak pernah terlepas dari pandangan keprihatinannya terhadap kehidupan politik nasional yang menurutnya perlu direformasi untuk menghindari keterpurukan bangsa yang semakin dalam. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru dengan mundurnya Soeharto dari jabatan presiden selama 32 tahun, situasi politik berlangsung mencekam dan sangat meresahkan. Maka bersama berbagai komponen tokoh bangsa lainnya Amien Rais mendirikan Majelis Amanat Rakyat (MARA) untuk mencari solusi terbaik pasca reformasi. Tak sedikit yang mengaggap sudah kepalang tanggung jika Amien Rais harus berhenti hanya sampai disitu, atas desakan dari berbagai komponen bangsa yang menginginkan perubahan paradigma politik Indonesia, Amien Rais kemudian mendirikan partai politik yang diberi nama Partai Amanat Nasional (PAN). Sebagai konsekuensi dari langkah politik itu, Amien Rais harus melepaskan posisi puncak di Muhammadiyah. Muhammdiyah adalah rumah abadi saya, tegasnya tak dapat mengelakkan rasa haru. Kiprah Amien Rais selama mamainkan peran awal hingga sekarang di pentas politik nasional cukup fenomenal. Partai Amanat Nasional yang kemudian dinakhodainya sendiri berhasil cukup gemilang dalam mengikuti pemilu pertamakali tahun 1999, dimana partai berlambang matahari itu mampu meraup perolehan suara 7% dan menempatkan posisinya di peringkat ke-5 dalam perolehan suara nasional seluruh partai kontestan. Posisi tersebut, berhasil pula mengantarkan Amien Rais sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI). Dalam posisi paling atas lembaga tertinggi negara itu, Amien Rais menjadi king maker regulasi demokrasi nasional. Bahkan dengan kepiawaian dan kecerdasan politiknya, Amien Rais menggulirkan gagasan Poros
Tengah untuk membangun jalan baru dari dua titik ekstrim dalam kubu politik yang cenderung berlaku zero some game sebab tersandung kebekuan hubungan politik, sampai kemudian berhasil mencalonkan, mengawal dan sekaligus mengantarkan Abdurrahman Wahid ke tampuk kursi Presiden ke-4 RI. Dan ternyata, gagasan Poros Tengah itu mampu memberi pengaruh pula bagi upaya merajut hubungan harmonis Muhammadiyah-NU yang sebelumnya kerap bersebrangan tegang dalam pilihan instrumen dan gerak dakwahnya. Meskipun keharmonisan hubungan itu tak lama disemai, sebab proses politik setelahnya berlangsung di luar duga, dimana presiden ke-4 RI yang tak lain tokoh sentral NU itu akhirnya dilengserkan secara konstitusional oleh MPR RI yang kebetulan masih dikomandanu Amien Rais. Meskipun Amin Rais sendiri belum berhasil meraih kursi presiden ke-5 RI dalam kontestasi Pemilu Presiden yang diselenggarakan pertamakali secara langsung (2004), namun prestasi politiknya tak terpungkiri sejarah bangsa Indeonsia sebagai sosok bapak dan sekaligus sokoguru politik bangsa yang mewakili lima nilai istimewa rapor politikus era reformasi: Ikhlas, cerdas, tegas, jujur dan bersih. Kini, menjelang usia lanjut dan tampak mulai memasuki masa sepuh, Amin Rais masih segar sumringah berkiprah di Muhammadiyah
Pokok Pemikirannya
Amien Rais kembali menggulirkan issu besar, yakni perlunya suksesi kepresidenan. Sebuah langkah janggal pada saat itu sebab gurita kepemimpinan Orde Baru masih sangat mencengkeram. Keberaniannya mengambil resiko yang tak jarang bahkan mengancam jiwanya, diakui suami Kusnariyati Sri Rahayu ini sebagai sikap amal maruf nahi mungkar yang sesungguhnya amanat dan sekaligus ruh gerakan dakwah Muhammadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
AR. Fahruddin, Pedoman Anggota Muhammadiyah. 1995. Yogyakarta: PT. Percetakan Persatuan Asrofi, M Yusron, Dkk. Kader Persyarikatan dalam Pesoalan. 2002. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah. www.Muhammadiyah.or.id