You are on page 1of 29

STOIKIOMETRI Tujuan Instruksional: Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1.

Menghitung massa molekul relatif suatu senyawa 2. Menerapkan konsep mol untuk menghitung jumlah zat dalam suatu reaksi kimia 3. Menghitung persen komposisi 4. Menentukan rumus empiris dan rumus molekul 5. Menyetarakan suatu persamaan reaksi 6. Menjelaskan perbedaan reaksi-reaksi kimia. 7. Menghitung laju reaksi kimia Pendahuluan Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu stoicheion yang berarti unsur dan metrein yang berarti mengukur. Jadi stoikiometri berarti mengukur unsur-unsur yang meliputi partikel-partikel, seperti atom, ion, molekul atau elektron yang terdapat dalam unsur atau senyawa dalam suatu reaksi kimia. Stoikiometri menyangkut cara menimbang dan menghitung spesi-spesi kimia. Dengan kata lain, stoikiometri mengkaji tentang hubungan-hubungan kuantitatif dalam reaksi kimia. Senyawa dan Rumus Kimia 1. Massa Atom Reatif (Ar) dan Massa Molekul Relatif (Mr) Massa atom relatif ditentukan dengan teliti dengan menggunakan metoda spektrometri massa, yaitu dengan menentukan kelimpahan isotop maupun massa isotop. Massa atom relatif dapat dihitung berdasarkan kedua data tersebut. Misalnya, galium mempunyai isotop Ga-69 dan Ga-71 dengan kelimpahan masing-masing 60% dan 40%, maka massa atom relatif unsur galium adalah 69% x 60 + 71% x 40 = 69,9. Massa atom tersebut merupakan massa atom relatif karena massa atom yang diperoleh dibandingkan terhadap massa atom standar C-12, yaitu seperduabelas massa satu atom C12 yang disebut 1 sma (satuan massa atom).

Massa satu atom unsur Massa atom relatif (Ar) unsur = 1 12 Sedangkan massa molekul relatif adalah massa satu molekul dibandingkan terhadap seperduabelas massa satu atom C-12. Massa satu molekul senyawa Massa molekul realatif (Mr) senyawa = 1 12 Massa satu molekul senyawa merupakan jumlah massa atom-atom yang menyusun molekul senyawa. Misalnya, massa molekul glukosa, C6H12O6 mempunyai massa molekul relatif (Mr) = 6 x Ar C + 12 x Ar H + 6 x Ar O. 2. Konsep Mol Dalam mempelajari ilmu kimia perlu mengetahui suatu kuantitas yang berkaitan dengan jumlah atom, ion atau elektron dalam suatu zat. Satuan jumlah zat dalam sistem internasional disebut mol. Mol adalah jumlah zat suatu sistem yang mengandung sejumlah besaran elementer (atom, molekul, dsb.) sebanyak atom yang terdapat dalam 12 gram tepat isotop C-12. Jumlah besaran elementer ini disebut tetapan Avogadro dengan lambang L (dahulu N). Harga L ditentukan secara eksperimen dan sesuai dengan C-12 untuk massa atom relatif adalah L = 6,023 x 1023 mol-1 Sesuai dengan definisi tersebut, tetapan Avogadro menyatakan jumlah atom karbon yang terdapat dalam 12 gram isotop C-12. Jadi, setiap satu besi mengandung 6,023 x 1023 atom besi. Untuk molekul diatomik, X2, satu mol zat-zat ini menyatakan L molekul. Secara matematik, definisi mol dapat dinyatakan sebagai berikut: Jumlah partikel = mol x 6.023 x1023 Mol = massa suatu zat (gram) dibagi dengan massa atom (untuk unsur ) atau massa molekul (untuk senyawa). massa satu atom C-12 massa satu atom C-12

3. Persen Komposisi Persen komposisi menyatakan persentase setiap unsur yang menyusun unsur-unsur penyusun senyawa. Jumlah atom x massa atom relatif % unsur = massa molekul relatif Soal: Hitung persentase Na, S dan O dalam natrium sulfat! 4. Rumus Kimia Penemuan atau pembuatan suatu senyawa selalu dilakukan analisis unsur-unsur yang terkandung dalam senyawa tersebut. Analisis unsur dalam suatu senyawa dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif untuk menentukan rumus kimia senyawa tersebut. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan rumus empiris dan rumus molekul senyawa yang ditemukan. a. Rumus Empiris Rumus empiris merupakan rumus yang paling sederhana yang menyatakan perbandingan atom-atom unsur penyusun senyawa. Rumus empiris dapat ditentukan dari data: (1) jenis unsur dalam senyawa (analisis kualitatif), (2) persen komposisi unsur (analisis kuantitatif), dan (3) massa atom relatif unsur-unsur yang bersangkutan. Cara menentukan rumus empiris dapat dirinci sebagai berikut: 1) Tentukan massa setiap unsur dalam sejumlah massa tertentu senyawa atau persen massa setiap unsur. Dari data ini dapat dieperoleh massa atom relatif unsur yang terdapat dalam senyawa tersebut. 2) Membagi setiap unsut dengan massa atom relatif sehingga diperoleh perbandingan mol setiap unsur atau perbandingan atom. 3) Mengubah perbandingan yang diperoleh menjadi bilangan yang sederhana dengan cara membagi dengan bilangan bulat terkecil. Jika perbandingan yang diperoleh adalah 1,5 : 1, kalikan dengan 2 untuk memperoleh bilangan bulat 3 : 2 . x 100 suatu senyawa. Persentase komposisi dapat dihitung dari rumus senyawa dan massa atom relatif

b. Rumus Molekul Rumus molekul menyatakan jumlah mol (bukan hanya perbandingan) setiap jenis atom dalam 1 mol molekul senyawa. Rumus molekul merupakan rumus yang sebenarnya dari suatu senyawa. Data yang diperlukan untuk menentukan rumus molekul adalah data rumus empiris dam massa molekul relatif senyawa. Untuk menentukan rumus molekul harus diketahui rumus empiris dan massa molekul relatif suatu senyawa. Oleh karena itu, ada tiga langkah yang diperlukan untuk menentukan rumus molekul, yaitu: 1. Menentukan rumus empiris senyawa 2. Menentukan massa atom relatif senyawa 3. Menghitung jumlah atom unsur-unsur penyusun (n), yaitu dengan membandingkan massa molekul relatif dengan jumlah massa atom relatif unsur-unsur dalam rumus empiris. Misalnya, suatu senyawa mempunyai rumus empiris CH2O dengan massa molekul relatif 180, maka rumus molekul tersebut dapat ditentukan, (CH2O)n = 180. Nilai n dapat ditentukan dengan memasukkan nilai Ar atom-atom penyusun senyawa, yaitu: (1 x ArC + 2 x Ar H + 1 x Ar O)n = 180, sehingga diperoleh nilai n = 6. Maka rumus molekul tersebut adalah C6H12O6. Reaksi Kimia dan Persamaan Reaksi Persamaan reaksi merupakan bahasa ilmu kimia yang menjelaskan secara kualitatif peristiwa yang terjadi jika dua pereaksi atau lebih berinteraksi dan secara kuantitatif menyatakan jumlah zat yang bereaksi sejumlah jumlah produk reaksi. Dalam menuliskan persamaan reaksi, rumus kimia pereaksi dan hasil reaksi harus diketahui dengan benar sebelum persamaan reaksi tersebut disetarakan., Misalnya: N2 + 3H2 2NH3

Persamaan reaksi tersebut menyatakan bahwa 1 molekul nitrogen bereaksi dengan 3 molekul hidrogen menghasilkan 2 molekul amonia. Perbandinga antara nitrogen dan hidrogen dalam reaksi tersebut adalah 1 : 3. Jadi setiap jumlah nitrogen dan hidrogen

dengan perbandingan 1 :3 akan menghasilkan amonia sebanyak 2 kali molekul nitrogen ayang bereaksi. Jika jumlah nitrogen dan hidrogen yang bereaksi dengan perbandingan 2 : 6, maka amonia yang akan dihasilkan adalah 2 x 2 = 4 molekul. Jika kedua ruas dalam persamaan reaksi dikali dengan bilangan Avogadro (L) maka persamaan reaksi dapat dibaca: 1 mol nitrogen bereaksi dengan 3 mol hidrogen menghasilkan 2 mol amonia. Perbandingan mol atau jumlah molekul sesuai dengan perbandingan koefisien reaksi. 1. Jenis-jenis Reaksi Kimia Secara umum reaksi kimia dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: a. Reaksi sintesis, yaitu reaksi pembentukan senyawa dari unsur-unsurnya Fe + Cl2 FeCl2

b. Reaksi metatesis atau pertukaran antar senyawa, misalnya: NaCl + AgNO3 AgCl + NaNO3

c. Reaksi penetralan atau reaksi asam basa,misalnya: HCl + NaOH NaCl + H2O

d. Reaksi redoks atau reaksi oksidasi reduksi, misalnya: Cl2 + HI HCl + I2

e. Reaksi penguraian, yaitu penguraian senyawa menjadi unsur-unsurnya, misalnya: MgCl2 (l) Mg (s) + Cl2(g)

Semua jenis reaksi di atas terjadi di dalam tubuh kita baik dalam keadaan istrahat atau sedang melakukan aktivitas fisik. Berkaitan dengan produksi energi, reaksi yang paling dikenal adalah reaksi pembakaran atau reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi dalam tubuh umumnya berlangsung dengan melibatkan oksigen sebagai oksidator. Pada mulanya reaksi redoks ditandai dengan keterlibatan oksigen dalam suatu reaksi, seperti pada reaksi pembakaran. Suatu zat yang bereaksi dengan oksigen atau mengikat oksigen disebut mengalami reaksi oksidasi. Sebaliknya, setiap zat yang melepaskan oksigen disebut mengalami reaksi reduksi. Meskipun pendapat ini tidak salah tetapi dalam perkembangan selanjutnya, ternyata reaksi oksidasi tidak hanya menyangkut reaksi suatu zat dengan oksigen. Reaksi redoks ditandai dengan perubahan bilangan oksidasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi.. Setiap reaksi oksidasi selalu disertai dengan reaksi reduksi. Hal ini dapat dipahami melalui pelepasan elektron oleh zat yang mengalami oksidasi dan diterima oleh zat lain yang mengalami reduksi. Zat yang mengalami reaksi oksidasi mengandung unsur yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Sedangkan zat yang mengalami reduksi mengandung unsur yang bilangan oksidasinya berkurang. Dalam tubuh, proses oksidasi memegang peranan yang sangat penting. Tubuh memperoleh energi untuk melakukan berbagai aktivitas hidup dari hasil oksidasi bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Jika proses ini mengalami gangguan maka aktivitas tubuh juga menjadi ikut terganggu. Pada tingkat yang lebih ekstrim dapat mengakibatkan berakhirnya aktivitas hidup makhluk hidup. 2. Penyetaraan Persamaan Reaksi Dalam reaksi kimia tidak terjadi pembentukan atom-atom baru atau penghancuran atom-atom, melainkan rekombinasi atom-atom. Hal ini sesuai dengan hukum kekekalam massa. Oleh sebab itu, persamaan reaksi harus disetarakan agar memenuhi hukum kekekalan massa. Suatu reaksi dikatakan setara jika jenis dan jumlah atom serta muatan pada ruas kiri dan kanan persamaan reaksi sama. Pada reaksi sederhana, penyetaraan reaksi dapat dilakukan seperti pada langkahlangkah berikut: (1) tulis persamaan reaksi yang belum setara dengan menggunakan rumus kimia pereaksi dan hasil reaksi, (2) periksa jumlah atom di ruas kiri dan ruas kanan tanda

panah. Jika belum sama, tambahkan koefisien (angka) disamping kiri suatu spesi atau zat sedemikian sehingga jumlah atom di rus kiri dan kanan menjadi sama, (koefisien reaksi harus dibuat dalam bilangan bulat terkecil Soal: Setarakan persamaan reaksi: C8H18 + O2 CO2 + H2O

Pada reaksi kompleks, seperti reaksi redoks, untuk menyetarakan persamaan reaksi harus diketahui terlebih dahulu bilangan oksidasi atom, yaitu:
1)

Bilangan oksidasi setiap atom dalam unsur bebas = 0, seperti pada Na, H2, S8 dan P4

2) Dalam senyawa, bilangan oksidasi fluor = -1 3) Bilangan oksidasi ion sederhana sama dengan muatannya 4) Dalam senyawa, bilangan oksidasi atom-atom unsur gol. IA = +1 5) Dalam senyawa, bilangan oksidasi hidrogen = +1, kecuali dalam hidrida logam, seperti NaH, BO H = -1
6)

Dalam senyawa, bilangan oksidasi atom O = -2, kecuali dalam peroksida, seperti H2O2, bilangan oksidasi oksigen = -1 dan dalam superoksida, seperti NaO2 = -1/2 dan dalam OF2 = +2

7) Untuk senyawa netral, bilangan oksidasi dikalikan dengan jumlah setiap atom = 0 dan untuk senyawa ionik = muatannya. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks, yaitu: (1) cara setengah reaksi, dan (2) cara perubahan bilangan oksidasi. Pada cara setengah reaksi, setiap persamaan reaksi redoks merupakan penjumlahan dua setengah reaksi (reaksi oksidasi dan reaksi reduksi), reaksi redoks yang sudah setara, jumlah elektron yang dilepaskan pada reaksi oksidasi sama banyaknya dengan jumlah elektron yang diterima pada reaksi reduksi. Ada 3 tahap menyetarakan persamaan reaksi dengan cara setengah reaksi, yaitu: (1) menulis kerangka setengah reaksi, (2) mengimbangkan setiap setengah reaksi dengan cara mengimbangkan jumlah atom O dengan cara menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O untuk suasana asam dan pada ruas yang kelebihan O untuk suasana basa, mengimbangkan jumlah atom H dengan menambahkan ion H+ untuk suasana asam dan ion OH- untuk suasana basa, menyetarakan jumlah elektron pada kedua kerangka

setengah reaksi dengan mengalikan setengah reaksi dengan bilangan tertentu dan (3) menjumlahkan kedua setengah reaksi yang telah seimbang. Contoh: Setarakan reaksi redoks berikut dengan cara setengah reaksi: Cr2O72- + H2SO3 Cr3+ + HSO4-

Pada cara perubahan bilangan oksidasi, penyetaraan persamaan reaksi redoks dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: (1) tulis pereaksi dan hasil reaksi, (2) tandai unsur-unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi, (3) setarakan jumlah unsur yang mengalami perubahan biloks di ruas kiri dan kanan, (4) Hitung jumlah berkurangnya dan bertambahnya biloks dan samakan jumlah tersebut, (5) samakan jumlah muatan di ruas kiri dan kanan dengan menambahkan ion H+ untuk suasana asam dan ion OH- untuk suasana basa, (6) tambahkan H2O untuk menyamakan jumlah atom H di ruas kiri dan kanan. Misalnya, setarakan reaksi di atas dengan cara perubahan biloks. 3. Hukum Gay Lussac dan Hukum Avogadro Hukum Gay Lussac (1808) sering disebut sebagai hukum penyatuan volume. Pada kondisi temperatur dan tekanan yang sama, perbandingan volume gas-gas pereaksi dan gasgas hasil reaksi merupakan bilangan bulat dan sederhana. Pada reaksi, 2H2 + O2 1 vol. : 2H2O menunjukkan bahwa 2 vol.

2 vol :

Koefisien-koefisien reaksi yang sudah setara menunjukkan jumlah volume zat tersebut yang terlibat dalam reaksi. Untuk semua gas dapat menggunakan semua macam satuan volume asalkan memakai satuan volume yang seragam. Contoh: Hitung volume oksigen yang diperlukan untuk membakar 150 L gas H2S sesuai persamaan reaksi berikut: 2H2S(g) + 3O2 (g) 2H2O (g) + 2SO2(g)

jika semua gas diukur pada temperatur dan tekanan yang sama. Hitung pula volume SO2 yang terbentuk! Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang mempunyai volume sama mengandung jumlah molekul yang sama. Ungkapan ini dikenal dengan hukum Avogadro. Berdasarkan hukum Avogadro, maka pada suhu dan tekanan yang sama, 2n molekul H2S bereaksi dengan 3n molekul O2 menghasilkan 2n molekul H2O dan 2n molekul SO2. Oleh karena bila jumlah molekul dikalikan dengan bilangan Avogadro akan diperoleh mol, maka gas-gas yang mempunyai volume yang sama akan mempunyai jumlah mol yang sama. Berdasarakan hukum Gay Lussac dan hukum Avogadro, maka volume dan mol gas yang terlibat dalam suatu reaksi dapat dihitung jika salah satu volume atau mol gas yang terlibat dalam reaksi diketahui. Jika reaksi gas-gas berlangsung pada keadaan STP (00C dan 1 atm), maka volume gas = mol x 22,4 liter. Soal: Hitung volume gas oksigen yang diperlukan untuk membakar 2 liter gas asetilena. Hitung pula volume gas CO2 yang terbentuk pada pembakaran 3 liter gas asetilena! 4. Laju Reaksi Konsep laju reaksi berawal dari adanya fakta bahwa ada reaksi kimia yang berlangsung sangat cepat, seperti reaksi antara gas hidrogen dengan oksigen menghasilkan uap air dan adapula reaksi yang berlangsung sangat lambat, seperti proses perkaratan besi. Proses reaksi yang berlangsung dengan waktu yang relatif singkat dikatakan yang relatif lama, dikatakan mempunyai laju reaksi kecil (lambat). Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan (pengurangan konsentrasi pereaksi atau pembentukan hasil reaksi) per satuan waktu. Pada reaksi, 2A + B 4C, reaksi tersebut mempunyai laju reaksi besar, sebaliknya proses yang berlangsung dal;am waktu

laju reaksi dapat dinyatakan sebagai: A t B = t C =+

V= -

Perbandingan laju reaksi sesuai dengan perbandingan koefisien reaksi. Jadi, laju pengurangan A dibandingkan dengan laju pengurangan B dan laju pembentukan C adalah 2 : 1 : 4. Sedangkan hukum laju dapat dinyatakan sebagai, V = k [A]x [B]y dimana, k = tetapan laju, [A]= konsentrasi A, [B]=knsentrasi B, x dan y masing-masing orde reaksi terhadap A dan B. Orde total reaksi = x + y. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut: 1) Konsentrasi, makin besar konsentrasi, makin besar laju reaksi. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya kemungkinan terjadinya tumbukan antara partikel-partikel pereaksi. Pengaruh konsentrasi dapat dilihat pada data percobaan berikut: Perc. 1 2 3 4 5 (NO) 0,20 0,40 0,80 0,40 0,40 (H2) 0,50 0,50 0,50 0,75 1,00 Laju reaksi 1,0 4,0 16,0 6,0 8,0

Rumuskan hukum laju reaksi tersebut! 2) Suhu. Dengan kenaikan suhu, maka molekul-molekul pereaksi akan mendapatkan sejumlah energi yang dapat meningkatkan laju gerak acak molekul-molekul pereaksi sehingga peluang terjadinya tumbukan semakin besar (terjadi pada reaksi-reaksi endoterm). Pengaruh suhu dapat dilihat pada data percobaan berikut:

10

Perc. 1 2 3

T0C 27 37 47

HCl (2M) (mL) 10 10 10

Na2SO3 0,1M (mL) 20 20 20

waktu (s) 36 19 9

Untuk reaksi dengan biokatalis, seperti enzim, kenaikan suhu akan menaikkan laju reaksi hingga tercapainya suhu optimum. Kenaikan suhu setelah suhu optimum akan menurunkan laju reaksi.
3)

Luas permukaan. Semakin besar luas permukaan suatu zat pereaksi semakin besar pula laju reaksi.

Hal ini karena semakin besarnya luas bidang sentuh reaksi. Jadi, reaksi yang melibatkan pereaksi dalam bentuk serbuk, laju reaksinya lebih besar daripada reaksi yang melibatkan pereaksi dalam bentuk kepingan. 4) Katalis Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut bereaksi karena pada akhir reaksi, katalis diperoleh kembali. Peranan katalis untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energiaktivasi molekul-molekul pereaksi. energi aktivasi adalah energi yang diperlukan agar suatu reaksi dapat berlangsung. Enzim merupakan biokatalis yang berperan penting dalam reaksi-reaksi kimia sel hidup. Enzim sangat peka terhadap suhu (ada suhu optimum), pH (hanya bekerja pada pH tertentu), dan bekerja sangat spesifik, yaitu untuk reaksi tertentu. Menurut teori adsorpsi, ada beberapa tahap reaksi yang melibatkan katalis, yaitu; (1) molekul pereaksi bertabrakan dengan permukaan katalis, (2) molekul teradsorbsi pada permukaan katalis, (3) terjadi reaksi-reaksi molekul teradsorbsi yang berdekatan, dan (4) molekul-molekul hasil reaksi deasbsorbsi meninggalkan permukaan katalis, demikian seterusnya.

11

5. Kesetimbangan Kimia Reaksi kimia ada yang berlangsung hanya satu arah, yaitu kearah produk. Reaksi ini tidak dapat balik dan tergolong reaksi yang berkesudahan. Selain itu,adapula reaksi yang berlangsung dalam dua arah atau bolak balik (reversibel) hingga yang pada suatu saat dapat mencapai keadaan setimbang. Pada keadaan setimbang, laju reaksi ke kiri dan ke kanan sama. Oleh karena laju pembentukan produk diimbangi dengan laju pembentukan kembali pereaksi, maka reaksi reversibel berlangsung sedemikian lambatnya. Salah satu contoh reaksi kesetimbangan adalah reaksi antara uap air dengan gas karbondioksida menghasilkan asam karbonat. k1 aA + bB k2 Pada reaksi yang setimbang, ketergantungan perubahan energi bebas pada konsentrasi dinyatakan oleh persamaan: [C]c + RT ln -----------[A]a [B]b cC

G = G0

G = G0 + RT ln K (K = tetapan kesetimbangan) Untuk reaksi yang melibatkan gas, tetapan kesetimbangan, K, merupakan perbandingan tekanan parsial masing-masing gas yang terlibat dalam reaksi. Pada keadaan setimbang harga G = 0, sehingga persamaan di atas menjadi G0 = - RT ln K Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kesetimbangan adalah 1) Perubahan konsentrasi

12

Sesuai dengan asas Le Chatelier, jika salah satu komponen dalam kesetimbangan ditambah, maka kesetimbangan akan bergeser dari arah kmponen tersebut. Sebaliknya, jika salah satu komponen dikurangi, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah komponen tersebut. Perubahan konsentrasi terjadi melalui dua jalan, yaitu penambahan jumlah zat terlarut dan penambahan jumlah zat pelarut atau pengenceran. Jika zat terlarut diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser dari arah zat tersebut atau ke arah pembentukan pelarut. Sebaliknya, jika jumlah pelarut ditambah atau terjadi pengenceran, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah pembentukan zat terlarut yang lebih banyak. 2) Suhu Reaksi-reaksi kimia sering disertai dengan pembebasan sejumlah kalor (eksoterm) dan adapula yang membutuhkan kalor (endoterm). Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm. Sebaliknya, jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi eksoterm. 3) Tekanan dan Volume Jika volume diperbesar (tekanan diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien yang besar (jumlah mol yang besar). Sebaliknya, bila volume diperkecil (tekanan diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah dengan jumlah koefisien yang kecil (jumlah mol yang kecil). Apabila jumlah molekul yang bereaksi sama dengan jumlah molekul hasil reaksi, maka perubahan tekanan dan volume tidak mempengaruhi keadaan kesetimbangan, seperti pada reaksi H2 + I2 4) Pengaruh Katalis Katalis dapat mempercepat baik laju reaksi maju maupun laju reaksi balik. Dengan adanya katalis, keadaan kesetimbangan lebih cepat dicapai dibanding reaksi tanpa katalis. Jadi, katalis hanya dapat mempercepat tercapainya keadaan setimbang suatu reaksi tetapi tidak dapat mengubah konsentrasi dalam kesetimbangan. 2HI.

13

Soal-soal Latihan: 1. Hitung massa molekul relatif senyawa-senyawa berikut:


a. b. c.

HNO3 CaCl2 Ca3(PO4)2 glukosa (C6H12O6) Gula tebu (C12O22O11)

2. Hitung jumlah gram dalam satu mol dari masing-masing zat berikut:
a.

b. NaCl
c. 3. 4.

Hitung berapa mol Ba dan Cl yang terkandung dalam 107 gram Ba(ClO3)2.H2O Suatu air minum yang disediakan dengan pipa mengandung 0,1 ppb kloroform, CHCl 3. Berapa jumlah molekul kloroform yang dikandung dalam tetes air sebanyak 0,05 liter?

5. Tentukan rumus empiris zat-zat yang mempunyai komposisi persen sebagai berikut: a. b.
6.

Fe = 63,53%, S = 36,47% Fe = 46,55%, S = 53,45%

Berapa kadar nitrogen (nilai pupuk) dalam NH4NO3 dan (NH4)SO4? Pembakaran amil alkohol, C5H11OH melalui reaksi: 2C5H11OH + 15O2
a. b. c.

7. Hitung kadar oksigen yang terkandung dalam molekul glukosa!


8.

10CO2 + 12 H2O.

Hitung berapa mol O2 yang diperlukan untuk pembakaran 1 mol alkohol tersebut! Berapa mol H2O yang terbentuk untuk setiap mol O2 yang terpakai! Berapa gram CO2 yang dihasilkan untuk setiap gram amilalkohol yang dibakar?

9. Suatu senyawa mempunyai komposisi persen Na = 19,3%, S = 26,9%, dan O = 53,8%. Jika diketahui bahwa bobot molekulnya 328, tentukan rumus molekul senyawa tersebut!

ENERGETIKA KIMIA Tujuan Instruksional:

14

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menjelaskan perbedaan antara sistem dan lingkungan 2. Menjelaskan pengertian energi dalam, kalor dan kerja 3. Menerapkan hukum I dan II termodinamika dalam reaksi-reaksi kimia 4. Menghitung kalor reaksi 5. Menghitung energi bebas suatu reaksi Energetika kimia atau termodinamika kimia mempelajari tentang perubahanperubahan energi dalam suatu sistem jika di dalam sistem itu terjadi proses atau reaksi kimia. Termodinamika didasarkan pada 2 postulat, yaitu hukum I termodinamika tentang pertukaran energi . dan hukum II termodinamika tentang arah pertukaran energi . 1. Sistem dan Lingkungan Sistem adalah sejumlah zat yang dipelajari sifat-sifatnya. Sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu di luar sistem. Antara sistem dan lingkungan dapat terjadi pertukaran baik energi maupun materi. Berdasarakan pertukaran tersebut dikenal 3 macam sistem, yaitu (1) sistem tersekat, yaitu antara sistem dan lingkungan tidak terjadi pertukaran baik energi maupun materi, seperti termos, (2) sistem tertutup, yaitu antara sistem dan lingkungan hanya terjadi pertukaran energi dan (3) sistem terbuka, yaitu antara sistem dan lingkungan terjadi pertukaran baik energi maupun materi, seperti sejumlah zat dalam gelas kimia. Keadaan sistem ditentukan oleh sejumlah parameter, yaitu suhu, tekanan, volume, massa dan konsentrasi yang dihubungkan melalui persamaan keadaan. Sifat sistem yang hanya bergantung pada keadaan sistem tetapi tidak pada bagaimana keadaan itu tercapai disebut fungsi keadaan. Fungsi keadaan yang penting adalah volume, tekanan, suhu, energi dalam, entalpi, entropi dan energi bebas.

2. Energi dalam, Kalor dan Kerja

15

Keseluruhan energi potensial dan energi kinetik yang dikandung oleh sistem disebut energi dalam (U). Jika sistem mengalami perubahan keadaan dari keadaan 1 (U1) ke keadaan 2 (U2) maka terjadi perubahan energi dalam, U = U2 U1. Besarnya U tidak dapat ditentukan, yang dapat ditentukan baik melalui eksperimen maupun perhitungan teoretis adalah perubahan energi dalam ( U) yang disebabkan oleh kalor dan kerja. Kalor (Q) merupakan energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dan lingkungan. Jika kalor masuk sistem, Q berharga +, sebaliknya, bila kalor keluar dari sistem, Q berharga -. Demikian pula halnya dengan kerja, W. Kerja merupakan bentuk energi selain kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan, seperti kerja volume, kerja listrik, dan kerja mekanik. Suatu bentuk kerja ekspansi atau kerja volume yang berlangsung pada tekanan tetap dapat dirumuskan sebagai, W = -p V 3. Hukum I Termodinamika Hukum I termodinamika merupakan hukum konsevasi energi yang menyatakan bahwa energi alam semesta tetap. Artinya, energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan melainkan perubahan bentuk dari satu bentuk energi menjadi bentuk energi yang lain. Secara matematika, hukum I termodinamika dinyatakan sebagai, U = Q + W. Reaksi-reaksi kimia pada umumnya dilakukan atau berlangsung pada tekanan tetap. Kalor reaksi pada tekanan tetap, Qp disebut entalpi, H. Penambahan kalor ke dalam sistem dapat menyebabkan terjadinya kerja ekspansi sehingga hukum I termodianamika dapat dinyatakan sebagai, U = Qp - pV. Persamaan ini dapat diubah menjadi, H = U + pV. Jika sistem hanya melakukan kerja volume atau ekspansi, maka pada kondisi volume tetap, W = 0 sehingga, Qv = U. Jadi, kalor reaksi pada volume tetap sama dengan perubahan energi dalam sistem.

4. Penentuan Kalor Reaksi

16

a. Penentuan kalor reaksi secara eksperimen Penentuan kalor reaksi secara eksperimen hanya dapat dilakukan pada reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan cepat, seperti: reaksi pembakaran dan penetralan. Kebanyakan cara ini didasarkan pada pengukuran kenaikan atau penurunan temperatur dari air atau larutan dalam kalorimeter. Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikan suhu sistem sebanyak satu derajat disebut kapasitas kalor, C. Pada volume tetap, Qv = Cv T, dan pada tekanan tetap, Qp = Cp T. Sebagai contoh, pembakaran 1 mol heptana menghasilkan karbondioksida dan uap air. b. Penentuan kalor reaksi secara noneksperimen Perhitungan kalor reaksi secara teoritis hanya diperhatikan kalor reaksi pada tekanan tetap karena kebanyakan reaksi berlangsung pada kondisi ini yang disebut entalpi. Terdapat 3 cara populer perhitungan kalor reaksi, yaitu: (1) perhitungan H dengan menggunakan hukum Hess, yaitu kalor reaksi tidak bergantung pada apakah reaksi tersebut berlangsung dalam beberapa satu tahap atau beberapa tahap, tetapi hanya bergantung pada keadaan awal (pereaksi) dan keadaan akhir (produk). Contoh: C(s) C(g) + + O2 O2 O2 O2 CO2(g) CO2(g) CO2(g) CO(g) H = ? H = -393,5 kJ H = -283,0 kJ H = -110,5 kJ

CO(g) + C(s) +

Pada contoh di atas tampak bahwa pembakran karbon ada yang berlangung dalam satu tahap, yaitu langsung membentuk CO2 (pembakaran sempurna). Tetapi adapula yang menghasilkan CO selanjutnya CO berreaksi dengan oksigen menghasilkan CO2 (pembakaran tidak sempurna). Jika dibadingkan dengan proses pertama, maka proses kedua ini berlangsung dalam dua tahap, tahap I pembentukan CO(g) dari C(s) dan tahap dua adalah pembentukan CO2(g) dari CO(g).

17

(2) Perhitungan entalpi dengan menggunakan data entalpi pembentukan standar (Hf0). Entalpi pembentukan standar adalah entalpi dalam reaksi pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya dalam keadaan standar. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan cara, H0 reaksi = Hf0 (produk) Hf0 (pereaksi) Soal: Hitung perubahan entalpi reaksi pembentukan CaCO3 dari CaO dan CO2 jika diketahui Hf0 CaCO3 = 1206,9 kJ, Hf0 CaO = -635,1 kJ dan Hf0 CO2 = -393,5 kJ 3) Perkiraan entalpi reaksi dari energi ikatan. Metode ini hanya digunakan pada reaksi gas dengan ikatan kovalen. Metode ini menganggap bahwa (a) semua ikatan dari suatu jenis tertentu, misalnya C-H dalam CH4 adalah identik dan (b) energi ikatan dari ikatan tertentu tidak bergantung pada senyawa dimana ikatan itu berada. Dikenal 2 macam energi ikatan, yaitu : (1) energi disosiasi ikatan, D, yaitu perubahan entalpi yang terjadi dalam proses pemutusan ikatan dalam molekul diatomik atau dalam pemutusan ikatan tertentu dalam suatu senyawa. Misalnya, pemutusan ikatan HH dalam H2 disebut DH-H = 436,0 kJ dan pemutusan ikatan O-H dalam molekul H2O disebut DHO-H = 497,9 kJ, (2) energi ikatan rata-rata, , yaitu energi ikatan rata-rata yang

diperlukan untuk memutuskan ikatan tertentu dalam semua senyawa yang mengandung ikatan tersebut, misalnya ikatan C-H dalam molekul CH4. Dalam metode ini besarnya entalpi reaksi dihitung dengan cara, Hr = energi ikatan pereaksi energi ikatan produk reaksi. Metode ini tidak terlampau teliti dan biasanya hanya digunakan bila cara lain tidak ada. Hal ini disebabkan oleh adanya energi lain, seperti energi resonansi yang juga harus diperhitungkan dalam perkiraan entalpi. 5. Hukum II Termodinamika Hukum ini menerangkan arah proses spontan dan keterbatasan pengubahan kalor menjadi kerja. Dalam bentuknya yang paling umum, hukum ini dirumuskan dalam suatu besaran yang disebut entropi. Menurut hukum ini, semua proses spontan yang terjadi di alam semesta selalu disertai dengan peningkatan entropi, S. Jika perubahan entropi alam semesta adalah Sas maka setiap proses spontan berlaku Sas > 0. Oleh karena alam semesta terdiri dari sistem dan lingkungan, maka S + Sl > 0 dimana S adalah perubahan entropi sistem dan Sl adalah perubahan entropi lingkungan.

18

Entropi merupakan sifat suatu sistem yang mengukur ketidakteraturan sistem, seperti tata susunan molekul dalam ruang dan distribusi energinya. Sistem yang serba teratur mempunyai entropi rendah. Sebaliknya, sistem yang serba kacau mempunyai entropi yang tinggi. Setiap proses (spontan) cenderung berlangsung ke arah tercapainya ketidakteraturan sistem yang setinggi-tingginya. Jadi entropi dapat digunakan sebagai kriteria kespontanan reaksi. Namun penggunaan entropi kurang praktis karena terbatas pada proses atau reaksi dalam sistem tersekat. Pada sistem yang lain, perubahan entropi lingkungan juga harus diperhitungkan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu besaran lain yang lebih praktis sebagai kriteia kespontanan reaksi. 6. Fungsi Energi Bebas Fungsi energi bebas merupakan fungsi keadaan baru yang sering disebut dengan fungsi energi bebas Gibbs dengan lambang, G. Secara matematika, G = H TS. Setiap reaksi spontan pada suhu dan tekanan tetap selalu disertai dengan penurunan energi bebas sistem. Jika energi bebas mencapai nilai minimum, maka reaksi akan mencapai keadaan setimbang, G = 0. Jadi reaksi-reaksi yang dikerjakan pada suhu dan tekanan tetap berlaku, G 0. Perubahan energi bebas, G, merupakan kerja berguna maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses yang dikerjakan pada suhu dan tekanan tetap. Setiap proses yang terjadi memerlukan daya pendorong berupa perubahan energi bebas. Dalam oksidasi bahan makanan dalam sel, perubahan energi bebas ditangkap dan disimpan dalam bentuk ikatan fosfat, ATP.

Soal-soal Latihan:

19

1. Jelaskan perbedaan antara sistem dengan lingkungan! 2. Jelaskan pengertian energi dalam, kalor dan kerja!
3.

Hitung jumlah kalor yang diperlukan untuk memanaskan 100 gram tembaga (c = 0,093 kal/gram/K) dari 10oC menjadi 100oC?

4. Hitunglah peruabahan entalpi reaksi : CuSO4 (aq) + Zn( s)


5.

ZnSO4 (aq) + Cu(s)

Kalor yang dibebaskan pada pembakaran sempurna 1 mol gas CH4 menjadi CO2 dan H2O adalah 890 kJ. Tentukan entalpi pembentukan 1 mol gas metanan! Hitung q, w, U, H, S dan G, jika 100 gram air dipanaskan dari 25 oC menjadi 85oC pada tekanan 1 atm. Massa jenis air pada 25oC dan pada 85oC masing-masing adalah 0,997 dan 0,968 g/cm3. Kapasitas kalor rata-rata air = 4,2 JK-1g-1.

6.

STRUKTUR ATOM, SISTEM PERIODIK DAN IKATAN KIMIA

20

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan dapat 1. Menjelaskan partikel-partikel dasar penyusun atom 2. Menjelaskan perbedaan model atom Thomson, Rutherford, Bohr dan modern 3. Membuat konfigurasi elektron atom suatu unsur 4. Menentukan letak suatu atom dalam sistem periodik 5. Menjelaskan sifat-sifat periodik unsur-unsur dalam sistem periodik 6. Menjelaskan ikatan antara atom-atom dalam membentuk senyawa STRUKTUR ATOM Sejak ditemukan tabung sinar katoda, perkembangan teori atom menjadi sangat pesat. Penemuan partikel-partikel sub atom sangat vital dalam perkembangan teori atom. Penemuan ini sekaligus menepis anggapan bahwa atom merupakan partikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli kimia mulai dari Leukipos sampai dengan Dalton. Tiga partikel sub atom yang memegang peranan penting dalam menjelaskan sifat-sifat kimiawi. Oleh sebab itu, dalam pembahasan selanjutnya hanya akan dibatasi pada ketiga partikel tersebut. Partikel Dasar 1. Elektron Penemuan elektron diawali dengan pembuatan tabung sinar katoda oleh J. Plucker (1855) dan dipelajari lebih lanjut oleh W. Crookes dan J.J. Thomson.

Gambar 3.1. Tabung sinar katoda Diketahui bahwa sinar kehijau-hijauan yang terpancar dari katoda (sianar katoda) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1) sinar itu berasal dari katoda dan bergerak menurut garis lurus

21

2) sinar katoda bermuatan negatif, karena tertarik oleh pelat bermuatan positif dan dibelokkan oleh medan magnet 3) sinar katode memiliki momentum oleh karena itu mempunyai massa hingga dapat menggerakkan baling-baling yang terdapat dalam tabung. 4) Sifat-sifat sinar katoda tidak bergantung pada bahan yang digunakan untuk membuat katode, sisa gas yang terdapat dalam tabung, maupun kawat penghubung katode dan bahan alat penghasil arus. Dari sifat keempat menunjukkan bahwa partikel sinar katoda adalah partikel dasar yang ditemukan dalam setiap materi. Pada tahun 1891, Stoney mengusulkan nama elektron untuk satuan listrik dan hingga kini partikel sinar katode disebut elektron. Pada tahun 1897, J.J. Thomson berhasil menentukan perbandingan muatan dengan massa elektron, yaitu sebesar 1,76 x 108 C/g. Dengan penemuan, R, Millikan (1906) berhasil menentukan muatan melalui percobaan tetes minyak,yaitu sebesar 1,602 x 10-19 C. Oleh karena perbandingan muatan dengan massa elektron telah diketahui, maka massa elektron dapat dihitung, yaitu sebesar 9,11 x 10-31 kg. Jika kecepatan elektron mendekati kecepatan cahaya, maka massa elektron bertambah sesuai dengan hukum relativitas Einstein. 2. Proton Penemuan elektronyang bermuatan negatif membuat orang bertanya tentang adanya partikel lain yang bermuatan positif karena atom bersifat netral. Pada tahun 1886, Goldstein berhasil menemukan sinar positif dalam tabung sinar katoda di balik katoda yang berlubang yangh disebut sinar terusan. Diduga sinar terusan ini terjadi akibat tabrakan antara partikel gas dengan elektron berkecapatan tinggi yang bergerak dari katoda menuju anoda. Gas He yang diisi dalam tabung bertabrakan dengan elektron menghasilkan ion He+ yang menerobos lubang katoda.

22

Gambar 3.2. Tabung sinar terusan Pada tahun 1910, Thomson berhasil menentukan perbandingan muatan ion positif (ion hidrogen) , yaitu sebesar 96520 / 1,008 C/g. Ditemukan pula massa ion H+ sebesar 1837 kali massa elektron. Partikel ini kemudian disebut elektron. Beberapa perbedaan antara elektron dengan proton yang ditemukan dalam eksperimen, yaitu: 1) Perbandingan muatan dengan massa untuk proton berbeda jika gas dalam tabung berbeda. Sedangkan pada pengukuran elektron perbandinga muatan dengan massa selalu tetap apapun gas yang terdapat di dalamnya. 2) Harga perbandingan muatan dengan massa untuk ion positif jauh lebih kecil daripada harga untuk elektron. Hal menunjukkan bahwa ion positif yang terbentuk dari gas yang terdapat dalam tabung massanya lebih besar daripada massa elektron. 3. Netron Penemuan dua partikel atom, membuat Rutherford meramal bahwa kemungkinan besar dalam inti atom terdapat partikel dasar yang tidak bermuatan. Ramalan ini sangat sukar dibuktikan karena partikel netral tersebut sangat sukar dideteksi. Pada tahun 1932, J. Chadwick berhasil membuktikan ramalan tersebut, Dari percobaan reaksi inti, partikel alfa dengan massa 4 sma ditangkap oleh boron (Mr = 11) menghasilkan nitrogen (Mr = 14) dan partikel netral yaitu netron dengan Mr = 1. Dengan penemuan ini, disimpulkan bahwa elektron, proton dan netron merupakan partikel dasar materi. Penemuan partikel-partikel dasar atom dan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang fisika, seperti teori kuantum, penemuan keradioaktifan, efek fotolistrik melahirkan berbagai spekulasi tentang model atom.

23

Model Atom 1. Model Atom Thomson J.J. Thomson merupakan orang pertama yang berusaha membayangkan bentuk atom dari sudut kelistrikan pada tahun 1904. Menurut Thomson, bentuk atom menyerupai agar-agar yang tersusun dari muatan listrik positif dan negatif. Muatan positif menyebar merata dalam bulatan atom dan elektron terdapat diantara muatan-muatan positif tersebut.

Gambar 3.3. Model atom Thomson Model Thomson ini mirip dengan roti kismis dengan roti sebagai muatan positif dan kismis sebagai muatan negatif. Bagian positif Thomson berdiameter 10-10m. 2. Model Atom Nuklir Rutherford Dengan bantuan sinar radioaktif alpha, Geiger dan Marsden pada awal abad ke-20 berhasil memperoleh informasi tentang atom. Dari penghamburan sinar alpha yang dijatuhkan pada lempeng emas yang sangat tipis diperoleh bahwa (1) sebagian besar dari partikel-partikel alfa menembus lempeng dengan hanya sebagian kecil yang menglaami penyimpangan dari arah semula, (2) hanya 1 dari 20.000 partikel sinar alfa yang dipantulkan dengan sudut 900 atau lebih. Berdasarkan informasi tersebut Rutherford menarik kesimpulan bahwa atom terdiri dari suatu inti kecil (jari-jari sekitar 10-13 cm) dengan muatan listrik +Ze dan massa atom

24

terpusat pada inti atom. Sedangkan elektron-elektron sebanyak Z beredar mengelilingi inti atom.

Gambar 3.4. Model atom Rutherford Model atom Rutherford diketahui bertentangan dengan teori-teori fisika klasik. Partikel bermuatan listrik yang bergerak dipercepat akan meradiasi energinya sehingga pada suatu saat elektronakan kehabisan energi dan bergabung dengan inti. Pada keadaan ini maka atom akan musnah. Kesulitan ini kemudian dapat diatasi oleh Bohr melalui teori atomnya. 3. Model Atom Bohr Berdasarkan model atom Rutherford dan teori kuantum, Bohr beranggapan bahwa

25

Gambar 3.5. Model atom Bohr (1) elektron yang bergerak mengelilingi inti atom dalam lintasan atau orbit berbentuk lingkaran.
(2)

Lintasan yang diperlukan adalah lintasan yang momentum sudut elektronnya merupakan kelipatan dari h/2 dengan h adalah tetapan Plank. Lintasan ini disebut lintasan kuantum.

(3) Karena momentum sudut elektron (massa m) yang bergerak dengan kecepatan v dalam lintasan dengan jari-jari r, adalah mvr, maka mvr = n h/2 (n = 1, 2, 3, . ) (4) Bila elektron bergerak dalam salah satu lintasan kuantumnya, maka elektron tidak akan memancarkan energi. Eelektron dalam lintasan ini berada dalam keadaan stasioner atau dalam tingkat energi tertentu.
(5)

Bila elektron bergerak pindah dari tingkat energi E1 ke tingkat energi E2 yang lebih kecil dari E1 maka akan terjadi radiasi energi. Sebesar E1 - E2 = frekuensi radiasi. mengabsorbsi energi. h dimana = Sebaliknya bila E2 lebih besar dari E1, maka elektron akan

Teori atom Bohr dapat menerangkan gari-garis spektrum emisi dan absorbsi dari atom hidrogen. Cahaya akan diserap atau dipancarkan pada frekuensi tertentu yang khas sebagai akibat perpindahan elektron dari satu orbit ke orbit lain. Suatu atom yang berada dalam keadaan stasioner mempunyai energi terrendah atau disebut tingkat dasar dengan

26

harga n = 1. Keadaan dimana n > 1 disebut keadaan tereksitasi. Atom hidrogen yang berada dalam keadaan tereksitasi akan memancarkan cahaya ketika elektron kembali ke keadaan dasar menghasilkan garis-garis spektrum. Perpindahan elektron dari orbit dengan n > 1 ke orbit dengan n = 1 disebut deret Lyman. Perpindahan elektron dari orbit dengan n > 2 ke orbit dengan n = 2 disebut deret Balmer. Perpindahan elektron dari orbit dengan n > 3 ke orbit dengan n = 3 disebut deret Paschen. Perpindahan elektron dari orbit dengan n > 4 ke orbit dengan n = 4 disebut deret Bracket. Perpindahan elektron dari orbit dengan n > 5 ke orbit dengan n = 5 disebut deret Pfund. Bilangan Kuantum dan Orbital 1. Bilangan Kuantum Posisi elektron dalam atom dikaitkan dengan empat bilangan kuantum yang berhubungan kuantitas momentum sudut, yaitu: (i) (ii) (iii) (iv) dalam orbit sepanjang arah radial dalam inti dalam medan magnet berputar pada sumbu

a. Bilangan kuantum utama (n) Menentukan tingkat energi dan mempunyai harga positif dan bulat, tidak termasuk nol, yaitu 1, 2, 3, 4, . Bilangan kuantum ini menentukan ukuran dari orbital. Bilangan kuantum utama juga menyatakan nomor kulit tempat elektron berlokasi. Namun tidak berarti bahwa semua elektron dalam satu kulit terdapat di tempat yang sama dan memiliki energi yang sama.

b. Bilangan kuantum orbital atau azimut (l) Bilangan kuantum orbital menentukan besarnya momentum sudut elektron yang terkuantisasi. Bilangan kuantum ini juga disebut bilangan kuantum bentuk orbital karena bilangan kuantum ini menentukan bentuk ruang dari orbital. Harga l = 0, 1, 2, 3, .., n-1

27

untuk setiap harga n. Jumlah harga-harga l sesuai dengan harga n; untuk n = 1 ada satu harga l (l = 0); untuk n = 2 ada dua harga l (l = 0 dan l = 1) demikian seterusnya. Setiap harga l dinyatakan dengan huruf, l = 0 adalah orbit s l = 1 adalah orbit p l = 2 adalah orbit d l = 3 adalah orbit f Kulit K (n = 1) hanya mengandung orbital s. Kulit L (n = 2) mengandung orbital 2s dan 2p. Kulit M (n = 3) mengandung orbital 3s, 3p, dan 3d, kulit N (n = 4) mengandung orbital 4s, 4p, 4d, dan 4f. c. Bilangan kuantum magnetik (m) Bilangan kuantum magnetik menentukan orientasi dari orbtal dalam ruang. Untuk tiap harga l ada sejumlah harga (2l + 1) dari m, dengan harga-harga antara l dan +l. Untuk l = 0, ada satu harga m, yaitu m = 0. Untuk l = 1 ada tiga harga m, yaitu 1, 0, dan +1, demikian seterusnya. Bilangan kuantum ini disebut juga bilangan kuantum orientasi orbital. d. Bilangan kuantum spin (s) Dengan menggunakan spektroskopi berdaya pisah tinggi ditemukan bahwa setiap garis spektrum terdiri dari sepasang garis yang sangat berdekatan. Hal yang ini kemudian dijelaskan oleh Uhlenbeck dan Goudsmit (1925) bahwa elektron memiliki momen magnetik sehingga dapat berputar pada sumbunya dan menghasilkan momentum sudut spin. Spin elektron terkuantisasi oleh bilangan kuantum spin, s, dengan harga +1/2 dan 1/2.

28

29

You might also like