You are on page 1of 24

HUKUM PAJAK I. PENGANTAR A.

Pengertian Pajak dan Hukum Pajak a) Pengertian Pajak Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan UU tanpa adanya jasa timbal / prestasi yang lansung dapat dirasakan oleh si pembayar pajak yang hasilnya dimasukan ke dalam khas Negara dan akan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah melalui APBN. 1.Prof.Dr.Rachmat Soemitro, S.H Pajak ialah iuran rakyat kepada khas Negara berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Dr.Soeparman Soemahadmidjaja Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma norma hukum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. 3. Prof. PJA. Adriani Pajak ialah iuran kepada Negara (yang dapa dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 4. Prof.Dr.Smeets Pajak ialah prestasi kepada pemerrintah yang terhutang melalui norma norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hak yang individual maksudnya untuk membiayai pengeluarn pemerintah

b) Pengertian Hukum Pajak Keseluruhan aturan yang mengatur kewenangan pemerintah untuk melakukan pemungutan pajak kepada masyarakat. Menurut hukum fiscal keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali ke masyarakat melalui kas Negara -unsur dari pajak, yaitu : Dipungut berdasarkan undang-undang Dapat dipaksakan Tidak dapat ditunjukkan adanya kontaprestasi secara langsung oleh pemerintah

Dipungut oleh negara (pusat/daerah) Diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (jika surplus digunakan untuk public invesment)

Retribusi Pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat berdasarkan Perda yang prestasinya dapat diberikan langsung kepada si pembayar retribusi, hasilnya dimasukkan ke dalam khas Negara Sumbangan Pungutan yang dilakukan oleh Pemda kepada sekelompok/segolongan orang berdasarkan Perda yang prestasinya diberikan kepada sekelompok/ segolongan orang tersebut

Pajak : Dipungut berdasarkan Undang-undang, apabila tidak dilaksanakan dikenakan sanksi yuridis. Retribusi : Dipungut berdasarkan Perda, mempunyai sanksi ekonomis. Sumbangan : Dasarnya Perda, mempunyai sanksi ekonomis dan yuridis.

B. Dasar Hukum Pemunggutan Pajak Pasal 23 Undang Undang Dasar RI 1945. Undang Undang No. 16 Tahun 2000. Tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Undang Undang No. 17 Tahun 2000. Tentang pajak penghasilan Undang Undang No. 18 Tahun 2000.tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak dan pajak penjualan atas barang mewah Undang Undang No. 19 Tahun 2000. tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa. Undang Undang No. 28 Tahun 2007. Tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan Undang Undang No. 36 Tahun 2008. Tentang pajak penghasilan. Undang Undang No. 14 Tahun 2002. Tentang pengadilan pajak.

C. Asas-Asas Hukum Pajak 1. Pemungutan pajak harus adil Syarat keadilan: pendapat Santoso Brotodiharjo, ada 5 teori : 1) Teori asuransi Pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi.Masyarakat seakan mempertanggungjawabkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada Negara. 2) Teori kepentingan negara melindungi kepentingan harta dan jiwa warga negara dengan memperhatikan beban yang harus dipungut dari masyarakat. 3) Teori gaya pikul / teori jembatan tiap orang dikenakan pajak degan bobot sama (adil) sesuai gaya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang. 4) Teori gaya beli Pajak adil seperti teori pompa yang menyatakan pajak itu dipungut dari masyarakat dan diberikan lagi kepada masyarakat.

5) Teori bakti disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. pajak sebagai bukti tanda bakti masyarakat ke Negara. 6) Equality (persamaan) Adanya persamaan antara pemungut pajak dengan pembayar pajak 7) Centainity Jelas siapa yang dikatakan subjek pajak. 8) Convenience of payment Dalam melakukan pemungutan pajak harus mengetahui saat yang tepat. 9) Efisiensi Pemungutan pajak harus memperhatikan efisiensi 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang

3. Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian 4. Pemungutan pajak harus efisiensi

D. Hubungan Hukum Pajak Dengan yang Lainnya Hukum pajak terletak di dalam hukum publik yaitu Hukum Administrasi Negara, namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa hukum pajak itu berdiri sendiri karena sudah banyak istilah istilah dalam hukum pajak yang tidak termasuk lagi dalam Hukum Administrasi Negara. a) Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata Hukum pajak banyak menggunakan istilah istilah yang adanya dalam hukum perdata misalnya : domisili, kwitansi , pembelian. Hukum pajak memang menggunakan istilah yang sama dengan hukum perdata tapi mempunyai arti yang jauh berbeda. Hukum pajak sering menjadikan: Peristiwa Keadaan Kejadian Yang dalam hukum pajak menjadi sasaran pemungutan pajak b) Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana Aturan aturan hukum pidana yang mengatur tentang sanksi terhadap kejahatan dalam bidang perpajakan. Kemudian adanya sanksi atas kealpaan dan kesengajaan terhadap wajib pajak yang melanggar peraturan.

II. PENGGOLONGAN HUKUM PAJAK A. Pembagian Hukum Pajak 1) Hukum pajak materil Keseluruhan peraturan peraturan tentang materi materi yang ada pada undang-undang pajak. Misalnya, siapa yang dikatakan subjek pajak, objek pajak dan apa yang bukan merupakan objek pajak. Contoh: UU PPh dan UU PPN

2) Hukum pajak formil Keseluruhan peraturan yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum pajak meteril. Contoh : UU KUP, UU PPSP, UU Pengadilan Pajak

B. Pajak Lansung dan Pajak Tidak Lansung 1) Pajak lansung Pajak yang kewajiban pemenuhannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain karena pajak ini telah mempunyai daftar kohir dalam administrasinya. Pemenuhan pajak ini dilakukan secara periodik. Misalnya, pph, pbb. 2) Pajak tidak lansung Pajak yang pemenuhan kewajibannya dapat dialihkan kepada pihak lain, dalam administrasinya pajak ini tidak mempunyai daftar kohir dan pemenuhan pajak ini tidak secara periodic tetapi dilakukan atas dasar adanya tat-bes-tan. Misalnya, pph, bea materai, bea cukai, lelang.

C. Pajak Negara dan Pajak Daerah 1) Pajak Negara Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah pusat dan hasilnya dimasukkan ke khas Negara dan selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran umum yang akan dikeluarkan melalui APBN. Misalnya : pph, pbb, lelang, bea materai, bea cukai 2) Pajak daerah Pajak yang kewenangan pemungutannnya berada pada pemerintah daerah dan dasar pemungutannya berdasarkan kepada Perda, hasilnya dimasukkan ke khas daerah yang akan dikeluarkan melalui APBD. D. Pajak subjektif dan pajak objektif 1) Pajak subjektif Pajak yang pemungutannnya didasarkan pada kondisi subjek pajak tanpa mengindahkan/ memperhatikan kondisi objek pajak. Misaknya ; PPh. 2) Pajak objektif Pajak yang pemungutannya dikaitkan dengan kondisi objek pajak. Misalnya : PBB.

III. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK A. Asas-asas Pemungutan Pajak 1. Asas nasionaliteit Suatu asas pemungutan pajak dimana yang menjadi dasar pemungutan pajak dari suatu Negara adalah dasar kebangsaan. 2. Asas sumber Suatu asas pemungutan pajak, dimana yang menjadi dasar pemungutan pajak adalah dimana Negara sumber penghasil pajak didapat. 3. Asas domisili Suatu asas pemungutan pajak, dimana yang menjadi dasar pemungutan pajak adalah Negara dimana wajib pajak tinggal tanpa memandang kewarganegaraanya

B. Stelsel Pemungutan Pajak 1. Stelsel nyata Suatu stelsel pemungutan pajak baru bisa dilakukan setelah diketahui secara nyata penghasilan yang sebenarnya dari si wajib pajak. Untuk mengetahui penghasilan yang sebenarnya maka harus diketahui total penghasilan si wajib pajak selam satu tahun. 2. Stelsel Anggapan Suatu stelsel pemungutan pajak, dimana pemungutan pajak dilakukan pada awal tahun pajak. Untuk menentukan berapa pajak yang harus dibayar digunakan anggapan isi dari anggapan itu tergantung dari undang undang itu sendiri. Misalnya, penghasilan tahun ini dianggap sama dengan tahun sebelumnya maka pemungutan pajak dilakukan diawal tahun. 3. Stelsel Campuran Suatu stelsel pemungutan pajak digunakan kedua stelsel (stelsel nyata dan stelsel anggapan). Penggunaanya adalah pada awal tahun digunakan stelsel anggapan dan setelah berakhir tahun digunkaan stelsel nyata.

C. System pemungutan pajak 1. Self Assisment system

Suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan mengisi, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya berada pada wajib pajak itu sendiri, wajib pajak aktif sedangkan fiskus pasif. Kelebihan Self assisment sistem : wajib pajak aktif, sehingga wajib pajak dituntut untuk menisci laporan pajaknya secara jujur. Kuburukan pada Self Assisment Sistem : Seringkali wajib pajak terlambat membayar pajaknya karena kurang mengerti dalamm mengisi laporan pajak.

2. Official Assisment system Suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan untuk mengisi laporan pajak berada pada fiskus. keburukan Official Assisment sistem : dengan turunnya fiskus kelapangan akan sangat membantu wajib pajak yang mempunyai kekurangna dlam pengisian wajib pajaknya. keburukan Official Assisment sistem : Jumlah fiskus sangat terbatas, dan seringkali terjadi tawar menawar pajak antara wajib pajak dan fiskus. 3. With Holding Sistem Suatu sistem pemungutan pajak dimana kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak berada pada pihak ketiga. Pihak ke tiga tidak termasuk wajib pajak ataupun fiskus.

Pada prinsipnya Indonesia menggunakan stelsel nyata tapi dalam prakteknya seringkali menggunakan stelsel campuran. Penerapan sisem pemungutan pajak di Indonesia tahun 1983 menggunakan Official Assisment sisstem dan tahun 1983 sekarang menggunkan Self assisment sistem.

IV. TIMBUL DAN HAPUSNYA HUTANG PAJAK A. Pengertian Hutang pajak : Sesuatu yang harus dibayar. Dalam hukum perdata : hutang ada karena adanya ketentuan dari salah satu pihak (pemerintah) Secara umum pengertian utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. Timbulnya Hutang Pajak Ada 2 pendapat 1. Aliran materil Kalau kita menganalisa lebih lanjut, menurut Ajaran Materiil, maka utang Pajak timbul karena UU. itu sendiri. Jadi Utang Pajak timbul dengan sendirinya, karena pada saat ditentukan oleh Undang-undang (Pajak Penghasilan pada akhir tahun) sekaligus dipenuhi syarat Subyektif dan syarat Obyektif. Dengan sendirinya disini artinya bahwa untuk timbulnya Utang Pajak tidak diperlukan campur tangan dari pejabat pajak, asal syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi. Utang Pajak pada Pajak Langsung ( seperti PBB., PPh.) lazimnya timbul secara periodik, sedangkan Utang Pajak pada Pajak Tidak Langsung(Pajak rokok) timbul secara insidentil, pada saat yang berlainan. Kelemahan Ajaran Materiil ini ialah Pada saat utang Pajak timbul, tidak dapat diketahui dengan pasti berapa besarnya Utang Pajak, karena kebanyakan Wajib pajak tidak menguasai ketentuan UU.Pajak, sehingga kurang mampu menerapkannya. 2. Aliran formil Menurut ajaran ini Utang Pajak timbul karena undang-undang, pada saat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP ) oleh Direktorat Jenderal Pajak. Jadi selama belum ada SKP, belum ada Utang Pajak, walaupun syarat Subyektif atau Syarat Obyektif telah terpenuhi. Keuntungan dari ajaran Formal ini ialah Pada saat Utang Pajak timbul, sekaligus dapat diketahui dengan pasti berapa besarnya Utang Pajak yang harus dibayar. Karena yang menentukan besarnya pajak yang harus dibayar ialah Pejabat Direktorat Jenderal Pajak.

Kelemahannya dari Ajaran Formal ialah : Hal ini tidak dapat diterapkan pada Pajak Tidak Langsung, karena Pajak Tidak Langsung tidak menggunakan SKP. dan besar kemungkinan Utang Pajak yang ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

1) Aliran materil Menentukan sudah ada hutang pajak Menentukan besarnya hutang pajak

2) Bagi aliran formil Dasar untuk penagihan pajak / timbulnya hutang pajak Menetukan besar pajak Sudah ada hutang pajak

C. Hapusnya Hutang Pajak Pembayaran Pembebasan Penghapusan Daluarsa Kompensasi

D. Penagihan Pajak 1. Biasa (pasif) Fiskus akan mengirim surat pemberitahuan bahwa wajib pajak Belum SPT Belum pembayaran 2. Aktif Fiskus turun lansung ke lapangan

V. TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK A. Penagihan hutang pajak dengan surat paksa Dasar Hukum penagihan pajak dengan surat paksa ialah Undang undang No. 19 Tahun 2000.

1. Alasan dilakukannya penagihan pajak dengan surat paksa.

Pasal 8 : (1) Surat Paksa diterbitkan apabila: a) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis. b) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau c) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. (2) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. 2. Pihak pihak yang berwenang melakukan penagihan pajak dengan surat paksa: Pasal 2: (1) Menteri berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat. (2) Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah. (3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berwenang: a. mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak; b. menerbitkan: 1) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus; 3) Surat Paksa; 4) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; 5) Surat Perintah Penyanderaan; 6) urat Pencabutan Sita; 7) Pengumuman Lelang; 8) Surat Penentuan Harga Limit; 9) Pembatalan Lelang; dan 10) surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak. 3. kekuatan hukum dan Isi Surat paksa,

pasal 7 : (1) Surat Paksa berkepala kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung b. Pajak; c. dasar penagihan; d. besarnya utang pajak; dan e. perintah untuk membayar. 4. Tindak lanjut setelah dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa: Pasal 12 1) Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Benda Benda yang boleh dan yang tidak boleh disita: Pasal 14 1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa: a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu. (1) Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. (2) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. 5. Barang Baang yang tidak boleh dilakukan penyitaan : Pasal 15

(1) bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah: a. pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya; b. persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah; c. perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara; d. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan; e. peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); atau f. peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya (2) Perubahan besarnya nilai peralatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. (2a) Dalam hal barang yang disita mudah rusak atau cepat busuk, dikecualikan dari penjualan secara lelang.

6. Upaya terakhir Pasal 25 (1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

VI. TAX REFORM A. Pengertian Tax reform merupakan suatu pembaharuan / perombakan yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam bidang perpajakna yang dimulai pada tahun 1983, dilannjutkan pada tahun 1994 2000 hingga tahu 2008. (pidato kenegaraan)

B. Latar Belakang Terjadinya Tax Reform

1. Peraturan perundang undangan pajak yang berlaku sebelum tahun 1983 merupakaan produk penjajah yang menurut pasal II aturan peralihan UUD RI 1945 masih tetap berlaku sebelum ada undang undang yang baru. 2. Perombakan perombakan yang dilakukan hanya bersifat parsial sehingga hal yang mendasar/ hal yang pokok tetap tidak berubah. 3. Dasar pembuaan undang undang pajak pada zaman belanda tidak sesuai lagi dengan landasan ideologi Indonesia. 4. Tujuan pemungutan pajaka pada zaman Belanda adalah untuk Negara penjajah (belanda) sedangkan pemungutan pada zaman sekarang ini ditujukan untuk rakyat Indonesia.

C. Tujuan Tax Reform Untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam rangka ikut membiayai pembangunan sehingga tidak bergantung pada minyak bumi dan gas.

Ada empat materi yang diubah dalam tax reform 1. Penyederhanaan jenis pajak 2. Penyederhanaan tarif pajak. 3. Penyederhanaan sistem pemungutan pajak. 4. Meningkatkan kinerja dari aparatur pajak

1. Contoh penyederhanaan jenis pajak a. Ordonantie pajak pendapatan tahun 1940 b. Ordonantie pajak perseroan tahun 1925 c. Ordonantie kekayaan tahun 1932. Dijadikan satu, menjadi undang undang no 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.

2. Penyederhanaa Tarif pajak Contoh penyederhanaan tarif pajak

Sebelum perubahan wajib pajak dan orang pribadi berjumlah 58 lapis, 48 lapis bagi wajis pajak badan dan 10 lapis bagi wajib pajak pribadi. Sekarang hanya dipergunakan tiga lapis untuk wajib pajak badan dan pribadi berdasarkan undang-undang No. 7 tahun 1983. Macam macam tarif yang ada: 1) Tarif tetap. 2) Tarif progresif. 3) Tarif regresif. 4) Tarif proporsional.

1) Tarif tetap Sejenis tarif yang walaupun dasar pemungutan pajak berubah namun pajaknya tetap. Contoh : Bea materai, ppn = Rp. 6.000 2) Tarif Progresif Sejenis tarif yang apabila dasar pengenaan pajaknya semakin besar maka tariff yang dikenakan juga semakin besar Tarif progresif ada dua Tarif progresif biasa Misalnya : 5% = 10.000.000. 10 % = 25.000.000 Tarif Progresif berlapis Misalnya 5 % = 0 10.000.000. 10% < 10.000.000 25.000.000. 15 % < 25 50.000.000 3) Tarif regresif Sejenis tarif yang apabila semakin besar pengenaan pajaknya semakin kecil tarif yang dikenakan. 4) Tariff profosional Sejenis tariff yang pengenaan pajaknya disesuaikan dengan proporsi dasar pengenaan pajak. Misalnya, 0 10.000.0000 materai = Rp. 3.000. 2 10. 000.000 materai = Rp. 6.000

VII. HUKUM PAJAK POSITIF DI INDONESIA A. Pajak Penghasilan ( Pph) 1. Pengertian pajak penghasilan Pajak yang dipungut atas penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak pusat dan pajak lansung. 2. Dasar hukum pajak penghasilan Undang undang No. 7 tahun 1993. Kemudian disempurnakan Undang undang No. 10 tahun 1994. Kemudian disempurnakan Undang undang No. 17 Tahun 2001. Kemudian disempurnakan Undang undang No. 36 Tahun 2008. Berlaku sekarang 3. Subjek dan bukan subjek pajak Subjek pph : pasal 2 ayat (1) UU no 36 tahun 2008 a) 1) orang pribadi; 2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan b) menggantikan yang berhak; c) badan; dan d) bentuk usaha tetap. bukan subjek pajak: pasal 3 ayat (1) a) kantor perwakilan negara asing; b) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c) organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota

4. objek pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, 5. cara menghitung Pph Pph = pkp x tarif Pkp = penghasilan bruto ptkp Contoh soal Bapak daud seoang pengusaha, penghasilannya setahun sebanyak Rp. 250.000.000 Bapak Ismi mempunyai seorang istri dan tiga orang anak Pertanyaan berapa Pph yang harus dibayar pak daud Jawab

Pph = pkp x tarif Pkp = penghasilan bruto ptkp Ptkp pak daud = 15.840.000. Istri = 1.320.000. 3 orang anak = 3 x 1.320.000 = 3.960.000. + = 21.120.000 Pkp = 250.000.000 21.120.000 = 228.880.000 Pph = tarif x pkp 50.000.000 x 5 % = 2.500.000 178.820.000 x 15% = 26.783.000 = 29.283.000 B. Pajak Bumi dan Bangunan 1. Pengertian Pajak Bumi dan bangunan Bumi : permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya Bangunan : konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan;

Pbb merupakan pajak pusat yang kewenangan pemungutannya berada pada pemerintah pusat dan dimasukkan ke dalam khas Negara. 2. Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan Undang-Undang No 12 Tahun 1985 Undang-Undang No 12 Tahun 1994 3. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 2 Undang-Undang No 12 Tahun tahun 1985 (1) Yang menjadi obyek pajak adalah bumi dan/atau bangunan. (2) Klasifikasi obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 3 Undang-Undang No 12 Tahun tahun 1985 (1) Obyek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah obyek pajak yang : a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak; d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional oleh yang ditentukan oleh mentri keuangan 4. cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Pbb bangunan = NJOP (nilai jual kena pajak) x NJKP tarif (0,5%) NJOP Bangunan = (NJB BBTKP (batas bangunan tidak kena pajak)) = 12.000.000 Pbb Bumi = NJOP x NKP x Tarif NJOP Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti

Contoh soal : Pak Budi di lokasi A mempunai 3 bidang tanah yang masing masing harganya Rp. 200.000.000 diatas salah satu tanah berdiri sebuah rumah mewah dengan harga Rp. 600.000.000 dan dirumah itu ada kolam renang yang harganya Rp. 100.000.000. Rumah itu dikelilingi pagar mewah seharga Rp. 75.000.000. Di lokasi B Pak Budi juga mempunyai sebidang tanah yang harganya Rp. 300.000.000 diatas tanah itu berdiri sebuah rumah yang harganya Rp. 400.000.000. Hitunglah Pbb yan ahrus dibayar Bapak BUdi jika diektahui NJKP = 20 %. Catatan : Pbb merupakan pajak pusat yang pembayarannya dihitunng pada awal tahun. Seandainya terjadi transaksi sesudah bulan januari maka pbb dihitung untuk tahun berikutnya. Batas bangunan tidak kena pajak untuk wajib pajak hanya boleh satu kali saja. Jawab : Pak Budi mempunyai tanah di lokasi A, 3 bidang tanah masing masing harganya Rp. 200.000.000 = 3 x 200.000.000 = 600.000.000 Di lokasi BB mempunyai 1 bidang tanah = 300.000.000. 600.000.000 + 300.000.000 = 900.000.000. Bangunan dilokasi A Rumah = 600.000.000 Pagar = 75.000.000. Kolam = 100.000.000. Rumah lok B = 400.000.000 + =1.175.000.000. Ditanya pbb? Pbb Pak Budi = NJOP x NJKP x Tarif = 900.000.000 x 20% x 0,5 % = 900.000 Pbb Bangunan Pak Budi = (1.175.000.000- 12.000.000 20% 0,5%) = 1.263.000.000 x 20% x 0,5%) = 1.163.000. Pbb Pak ahmad yang harus di bayar = 900.000 + 1.163.000

= 2.063.000

C. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 1. Pengertian Ppn merupakan pajak, tidak langsung dan dipungut pada saat terjadinya penjualan barang kena pajak. Daerah Pabean adalah adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang ini; Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada huruf k yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. Tidak termasuk dalam pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha kecil yang batasan dan ukurannya ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan 2. Dasar hukum Undang-undang No 8 tahun 1983 Undang-undang No 11 tahun 1994 Undang-undang No 18 tahun 2000 Undang-undang No 40 tahun 2009 3. Objek Ppn Pasal 4 Undang-undang No 40 tahun 2009 a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. impor Barang Kena Pajak; c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena pajak 4. jenis barang yang tidak dikenai pajak a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh d. usaha jasa boga atau katering; dan 5. jenis jasa yang tidak dikenai pajak a. jasa pelayanan kesehatan medis; b. jasa pelayanan sosial; c. jasa pengiriman surat dengan perangko; d. jasa keuangan; e. jasa asuransi; f. jasa keagamaan; g. jasa pendidikan; h. jasa kesenian dan hiburan; i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan; j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; k. jasa tenaga kerja; l. jasa perhotelan; m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum; n. jasa penyediaan tempat parkir; o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam; p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan q. jasa boga atau katering.

6. Cara menghitung Ppn Ppn = harga barang kena pajak x tarif tari Ppn biasa 10 % Ppn Bm = (harga barang kena pajak x tarif ppn) + harga barang kena pajak x tarif ppn bm (20%). Contoh soal : 1) Harga baju muslim = Rp 400.000 Maka ppn = Rp 400.000 x 10% = Rp 40.000 Maka harga baju = Rp 400.000 + Rp 40.000 = Rp 440.000 2) Harga mobil = Rp 200.000.000 Ppn mobil = Rp 200.000.000 x 10 % = Rp 20.000.000 Ppn bm = Rp 200.000.000 x 20% = Rp Rp 40.000.000 Harga moobil = Rp 200.000.000 + Rp 20.000.000 + Rp 40.000.000 = Rp 260.000.000 7. Penyerahan yang dikecualikan dari pengenaan Ppn a. Penyerahan kepada makelar. b. Penyerahan untuk jaminan utang piutang. c. Penyerahan cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya yang telah mendapat izin pemusatan pembayaran pajak. d. Penyerahan dalam rangka perubahan bentuk usaha / penggabungan bentuk usaha / pengalihan seluruh yang diikuti dengan perusahaanpihak yang berhak atas barang kena pajak.

VIII. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK A. Pengadilan Pajak Dasar hukum pengadilan pajak Undang-undang no 14 tahun 2002 putusan pajak dapat lansung dilaksanakan Pengadilan pajak berkekdudukan di ibu kota jakarta

Tata cara

NPWP SPT masa SPT tahunan

SKP SKP KB SKP LB

Surat tagihan pajak

Surat teguran 1.2.3

Penagihan pajak dengan surat paksa UU No 19 tahun 2000

Penyitaan

Pelelangan

penyandraan

B. Putusan 1. Sifat putusan a) Tetap dan mengikat b) Tidak bisa disbanding c) Hanya dapat diajukan PK

2. Bentuk putusan Pasal 80 ayat 1 Undang-undang no 14 tahun 2002 a) Menolak b) Mengabulkan sebagian / seluruhnya c) Menambah pajak yang harus dibayar d) Tidak dapat diterima e) Membetulakan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung f) Membatalkan

3. Putusan pengadilan pajak harus memuat Pasal 84 Undang-undang no 14 tahun 2002 a) kepala putusan yang berbunyi DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; b) nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas lainnya dari pemohon Banding atau penggugat; c) nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat; d) hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan; e) ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, atau Surat Bantahan, yang jelas; f) pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa; g) pokok sengketa; h) alasan hukum yang menjadi dasar putusan; i) amar putusan tentang sengketa; dan j) hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. C. Peninjauan Kembali ( PK ) 93 Undang-undang no 14 tahun 2002

a) Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. b) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. c) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a) Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu; b) Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda; c) Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan huruf c; d) Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; atau e) Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

You might also like