You are on page 1of 3

Perhatian Orangtua terhadap Pendidikan Anak untuk Program WAJAR 9 Tahun

Keberhasilan seorang anak dalam mengikuti program pendidikan wajib belajar tidak akan diraih begitu saja, tetapi memerlukan dukungan yang memadai dari pihak orang tua masingmasing anak. Untuk itu, keterlibatan orang tua setiap anak perlu memiliki apresiasi terhadap program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Konsep tentang program pendidikan wajib belajar dinyatakan dalam Undang-Undang RI Pasal 34 ayat (1) bahwa Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Dan pada ayat (3) dinyatakan pula bahwaWajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sedangkan aturan pelaksanaannya tertuang dalam Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1994 Tentang pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun, dan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Pendidikan merupakan kebutuhan bagi anak untuk meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga orang tua akan berupaya keras untuk dapat memenuhi kebutuhan anak mengikuti pendidikan hingga pada jenjang yang tertinggi. Tanggung jawab mengandung makna bahwa orang tua merasakan adanya suatu kewajiban moral yang harus dilakukan secara ikhlas untuk memberikan pendidikan bagi anaknya, sehingga anak dapat melakukan penyesuaian diri dalam masyarakat tempat ia hidup. Tanggung jawab ini diwujudkan dalam berbagai upaya, yaitu: mendorong anak untuk belajar dengan sungguh-sungguh, menyediakan fasilitas belajar yang dibutuhkan anak, melakukan komunikasi dengan berbagai unsur yang terkait dengan pendidikan sekolah, membimbing anak untuk menggunakan berbagai sumber belajar. Dalam proses pendidikan anak, perhatian orang tua merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan anak dalam menempuh pendidikannya, karena dengan perhatian, orang tua akan mau dan dapat memikirkan berbagai kebutuhan dan keperluan anak dalam proses pendidikannya. Dengan perhatian, orang tua dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan dengan permasalahan yang dihadapinya. Perhatian dapat membuat orang tua mengarahkan diri ke tugas-tugas yang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi terhadap tuntutan anak, memfokuskan diri pada masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Perhatian menurut Kenneth E. Anderson (1972), adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran, pada saat stimuli lainnya melemah . Secara sederhana, perhatian terjadi ketika kita benar-benar berkonsentrasi dalam menggunakan salah satu alat indera kita. Contohnya, ketika kita mendengarkan ceramah seseorang, maka telinga kita benar-benar fokus berusaha untuk mendengarkan dengan sebaikbaiknya. Worell dan Stilwell (1981), mendefinisikan perhatian sebagai suatu strategi kognitif yang mencakup empat aspek, yaitu: (1) berorientasi kepada masalah, (2) meninjau sepintas isi masalah, (3) memusatkan diri pada aspek-aspek yang relevan, dan (4) mengabaikan stimuli yang tidak relevan. Teori lain yang menjelaskan faktor terbentuknya perhatian adalah teori model kesesuaian (congruence model theori) yang dikembangkan oleh Boshier. Dalam model

ini dikatakan bahwa seseorang akan memberikan perhatian atau berpartisipasi atau terlibat dalam suatu proses pendidikan apabila hal tersebut sesuai atau sejalan dengan persepsi atau pemahamannya tentang konsep pendidikan tersebut (Gibson dan Graff, 1992). Orang tua yang memiliki persepsi dan pemahaman yang sejalan dengan konsep pendidikan anak yang dikembangkan dalam suatu lembaga pendidikan, akan dengan sukarela menyumbangkan tenaga, pikiran dan emosinya untuk pendidikan anaknya. Dan sebaliknya, apabila pemahaman dan persepsi orang tua tentang konsep pendidikan tidak sejalan dengan konsep yang dikembangkan, akan timbul keragu-raguan untuk melibatkan diri baik secara fisik maupun psikis dan emosional dalam penyelenggaraan pendidikan. Dari kedua pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua sebagai anggota yang paling dominan dalam suatu kelompok sosial terkecil, yaitu keluarga, dalam menjalani peran dan fungsinya, dituntut perhatian serta partisipasinya dalam pendidikan anak-anaknya. Partisipasi orang tua terhadap pendidikan anak, tidak hanya diwujudkan dalam bentuk menyekolahkan anak dalam lembaga pendidikan, tetapi orangtua berupaya untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Sebagaimana diungkapkan oleh Withherington (1978), bahwa pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang. Menyediakan lingkungan dan sarana belajar yang kondusif, berinteraksi dengan anak secara emosional dan intelektual, memberikan kesempatan anak untuk dapat bereksplorasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan keteladanan yang baik, menanamkan kebiasaan yang baik bagi anak, mengadakan komunikasi yang baik dengan pihak sekolah merupakan wujud nyata partisipasi orangtua dalam pendidikan anak. Perhatian orang tua dapat direalisasikan melalui berbagai kegiatan, seperti berikut ini. 1. Mengontrol waktu belajar dan cara belajar anak. Di masa sekarang dunia hiburan yang sangat menarik bagi anak/remaja tersebar di manamana. Acara-acara televisi, VCD, play station dan permainan lain dapat dengan mudah dijumpai dan dinikmati anak-anak dan remaja. Oleh sebab itu, orang tua harus mengarahkan anak-anaknya dengan bijaksana mengenai pengaturan waktu, kapan boleh bermain, dan kapan harus belajar. Anak-anak harus ditanamkan sejak dini belajar secara rutin, tidak hanya sewaktu ada PR atau ulangan saja. Adakalanya orang tua perlu memeriksa buku-buku anaknya, baik catatan ataupun buku latihan dan tugas. Seringkali dijumpai oleh guru di sekolah adanya siswa yang tidak punya buku catatan, kalaupun ada dipakai untuk mencatat sekenanya macam-macam pelajaran di buku yang sama. Jika orang tua rajin memeriksa buku-buku sekolah anaknya, tentu hal seperti ini tidak terjadi karena orang tua dapat segera mengetahui apakah anaknya belajar sungguh-sungguh di sekolah atau tidak, dan melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya sendiri. 2. Memantau perkembangan kemampuan akademik anak. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa nilai-nilai ulangan harian dan tugas anak. Jika ada keganjilan, seperti tidak dikembalikannya hasil ulangan atau suatu pelajaran tidak pernah ada ulangan hariannya menurut pengakuan si anak, maka orang tua berhak menanyakan kepada guru di sekolah. Demikian pula jika ada keganjilan masalah nilai, orang tua berhak menanyakannya pada guru di sekolah untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai kemampuan dan sikap anak pada pelajaran tersebut.

3. Memantau perkembangan kepribadian (sikap, moral, tingkah laku). Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan ke sekolah dan berkomunikasi dengan wali kelas atau gurunya, untuk menanyakan prosentase kehadiran, apakah pernah membolos pada jam pelajaran tertentu, tingkah lakunya misalnya apakah pernah melanggar peraturan sekolah, bagaimana sikapnya terhadap guru, bagaimana keaktifannya di kelas, dan sebagainya. Dengan adanya keaktifan orang tua seperti ini maka siswa yang bermasalah di sekolah dapat segera ditangani dengan bantuan orang tua, sehingga masalahnya tidak berlarut-larut yang akan berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak dan masa depannya. 4. Memantau efektivitas jam belajar di sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan sering bertanya pada anak mengenai proses belajar mengajar di sekolah, misalnya apakah sepanjang hari pelajarannya penuh atau ada jam kosong, kalau ada jam kosong karena guru berhalangan hadir apakah ada tugas yang diberikan, apakah ada mata pelajaran yang sering sekali kosong, atau hanya mencatat terus, apakah gurunya masuk dan keluar kelas tepat waktu, dan sebagainya. Apabila dari keterangan-keterangan anak ada yang menimbulkan tanda tanya ataupun ketidakpuasan, maka orang tua berhak menanyakan langsung ke sekolah mengenai hal tersebut, dan berdiskusi dengan pihak sekolah untuk mencari pemecahan masalahnya. Sebagai pihak yang berkewajiban membayar biaya bantuan pendidikan, orang tua berhak mendapatkan jaminan bahwa anaknya dididik secara sungguh-sungguh di sekolah. Dapat juga dilakukan melalui komite sekolah, orang tua dapat mengkomunikasikan permasalahanpermasalahan yang terjadi di sekolah bersama komponen yang lain, sehingga sekolah akhirnya dapat benar-benar menjalankan fungsinya dalam memegang amanah dari para orang tua mendidik anak-anak kita sebaik-baiknya untuk mempersiapkan masa depannya.

You might also like