You are on page 1of 51

PRAKTIKUM GIZI : PENGUKURAN ANTROPOMETRI

Diposkan oleh Anna Auliyanah di 9:11 AM

A. TUJUAN 1. Untuk menentukan status gizi perseorangan dengan menetukan Indeks Massa Tubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan Tebal Lipatan Kulit (TLK).

B. DASAR TEORI Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli, salah satunya adalah Jelliffe (1996) mengungkapkan bahwa: Nutritional anthtropometry is measurement of the variations of the physical dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and degree of nutrition. Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Berbagai jenis ukuran tubuh dalam antropometri antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar lengan atas dan tebbal lemak di bawah kulit. Adapun syarat-syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah: 1. Alatnya mudah didapat dan digunakan. 2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif. 3. Pengukuran bukan hanya dilakukan oleh tenaga khusus profesional, tetapi juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu. 4. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya. 5. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off points) dan baku rujukan yang sudah pasti. 6. Secara ilimiah diakui kebenarannya. Hmpir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah. Dengan memperhatikan faktor-faktor diatas, maka di bawah ini merupakan keunggulan antropometri gizi, yaitu:

1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. 2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat. 3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. 4. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan. 5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. 6. Umumnya dapat mengidentifikaasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. 7. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. 8. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi. Namun disamping keunggulan tersebut, penentuan status gizi secara antropometri juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1. Tidak sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti Zinc dan Fe (zat besi). 2. Faktor di luar gizi (penyakit, geneik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri. 3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: a. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month). b. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi

normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badann dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. c. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoice yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. d. Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan atas (LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi, antara lain: Baku lingkar lengan atas yang dugunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan.

Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan. Alat ukur yang digunakan merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. e. Lingkar Pinggang dan Pinggul Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki. f. Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil (mikrosefalus). Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun pertama, akan tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dallam antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengukuran umur. g. Lingkar Dada Pengukuran lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan lingkar dada adalah kurang dari 1. Hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan KEP pada anak balita. h. Tebal Lemak di Bawah Kulit Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak

(midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca), tempurung lutut (suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf).

C. ALAT YANG DIGUNAKAN 1. Timbangan Seca (mengukur berat badan) 2. Microtoice (mengukur tinggi badan) 3. Alat ukur tinggi lutut 4. Pita LILA 5. Pita Lingkar Pinggang 6. Skinfold Caliper

D. PROSEDUR PENGUKURAN a. Berat Badan 1. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal) serta tidak mengenakan alas kaki. 2. Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka 0,0. 3. Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Usahakan tetap tenang. 4. Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.

b. Tinggi Badan 1. Subjek tidak mengenakan alas kaki, lalu posisikan subjek tepat di bawah Microtoice. 2. Kaki rapat, lutut lurus, sedangkan tumit, pantat dan bahu menyentuh dinding vertikal. 3. Subjek dengan pandangan lurus ke depan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertikal. Tangan dilepas ke samping badan dengan telapak tangan menghadap paha. 4. Mintalah subjek untuk menarik napas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan bahu tetap santai. 5. Tarik Microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horisontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik napas maksimum, dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. 6. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.

c. Tinggi Lutut

1. Objek duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk sudut 90o proximal hingga patella. Gunakan mistar siku-siku untuk menentukan sudut yang dibentuk. 2. Letakkan alat ukur dengan dasar (titik 0) pada titik tengah lutut dan tarik hingga telapak kaki. 3. Baca alat ukur hingga 0,1 cm terdekat.

d. LILA 1. Subjek diminta untuk berdiri tegak. 2. Tanyakan kepada subjek lengan mana yang aktif digunakan. Jika yang aktif digunakan adalah lengan kanan, maka yang diukur adalah lengan kiri, begitupun sebaliknya. 3. Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan yang tidak aktif digunakan. 4. Untuk menentukan titik mid point lengan ditekuk hingga membentuk sudut 90o, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur berdiri di belakang subjek dan menentukan titik tengah antara tulang atas pada bahu dan siku. 5. Tandailah titik tersebut dengan pulpen. 6. Tangan kemudian tergantung lepas dan siku lurus di samping badan serta telapak tangan menghadap ke bawah. 7. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita. 8. Catat hasil pengukuran pada skala 0,1 cm terdekat

e. Lingkar Pinggang 1. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yag digunakan. 2. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks. 3. Letakkan alat ukur melingkari pinggang secara horisontal, dimana merupakan bagian terkecil dari tubuh. Bagi subjek yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian paling kecil, maka daerah yang diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. 4. Lakukan pengukuran di akhir ekspresi yang normal dengan alat ukur tidak menekan kulit. 5. Bacalah hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.

f. Lingkar Panggul

1. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan. 2. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada sisi tubuh dan kaki rapat. 3. Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat. 4. Lingkarkan alat pengukur secara horisontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya. 5. Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm tterdekat.

g. Tebal Lipatan Kulit (Triceps dan Subscapular) 1. Pegang Skinfold Caliper dengan tangan kanan. 2. Untuk triceps, pengukuran dilakukan pada titik mid point sedangkan untuk subscapular, pengukur meraba scapula dan meencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula. 3. Angkat lipatan kulit pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah kulit pada pengukuran triceps (ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke bawah) atau ke arah diagonal untuk pengukuran subscapular. 4. Jepit lipatan kulit tersebut dengan Caliper dan baca hasil pengukurannya dalam 4 detik penekanan kulit oleh Caliper dilepas.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran antropometri yang dilakukan pada praktikum ini antara lain pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), pengukuran lingkar pinggang dan panggul untuk menentukan WHR, tebal lemak di bawah kulit pada triceps dan subscapular untuk menentukan % lemak tubuh (%BF), pengukuran LILA, serta pengukuran tinggi lutut. Hasil yang diperoleh dari semua pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

No

Nama

BB (cm )

TB (cm)

LPi (cm)

LPa (cm)

Triceps

Subscapular

LIL A (cm) 24,1 20,6

Tingg i Lutut (cm) 46,5 48,0

1. 2.

Anna Asbianr i

44,7 39,3

148,1 150,5

60,3 59,0

86,1 83,9

25 10

15 9

3. 4. 5. 6.

Haryati Husnul Jurniati Ilham

46,8 51,2 52,6 56,9

150,6 157,9 157,2 161,9

66,7 63,0 68,0 64,5

90,2 92,0 90,0 87,5

29 17 21 6

15 11 23 9

24,3 24,0 26,0 25,1

47,3 48,2 55,0 51,5

Penentuan status gizi kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran di atas dalam perhitungan rumus untuk IMT, WHR, dan % BF. Hasil perhitungan untuk masingmasing subjek dijabarkan sebagai berikut: a. Anna (Subjek I) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 44,7 (1,481)2 = 44,7 2,19 = 20,4 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: TB (wanita) = (1,91 x TL) (0,17 x umur) + 75,0 = (1,91 x 46,5) (0,17 x 20) + 75,0 = 88,8 3,4 + 75,0 = 160,4 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 44,7 (1,6)2 = 44,7 2,57 = 17,4 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Anna = 20,4. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,4 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan. LPa WHR = LPi

= 60,3 86,1 = 0,70 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Anna = 0,70. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek I termasuk dalam kategori risiko low. % BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0897 0,00133 ( tricep + subscapula) = 1.0897 0,00133 (25 + 15) = 1,0897 0,00133 (40) = 1,0897 0,0532 = 1,0365 % BF = [(4,76 / 1,0365) 4,28] x 100 = [4,59 4,28] x 100 = 31 % Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 31 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek I termasuk dalam kategori fat. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,1 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal. b. Asbianri (Subjek II) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 39,3 (1,505)
2

= 39,3 2,27 = 17,3 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: TB (wanita) = (1,91 x TL) (0,17 x umur) + 75,0 = (1,91 x 48,0) (0,17 x 22) + 75,0 = 91,68 3,74 + 75,0 = 162,94 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 39,3

(1,629)2 = 39,3 2,65 = 14,8 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Asbianri = 17,3. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek II termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 14,8 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat berat. LPa = 59 83,9 = 0,70 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Asbianri = 0,70. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek II termasuk dalam kategori risiko low. % BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0897 0,00133 ( tricep + subscapula) = 1.0897 0,00133 (10 + 9) = 1,0897 0,00133 (19) = 1,0897 0,0252 = 1,0645 % BF = [(4,76 / 1,0645) 4,28] x 100 = [4,47 4,28] x 100 = 19 % Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 19 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek II termasuk dalam kategori optimal. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 20,6 yang berarti subjek termasuk dalam kategori KEK (Kurang Energi Kronik). c. Haryati (Subjek III) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 46,8 (1,506)2 WHR = LPi

= 46,8 2,27 = 20,6 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: TB (wanita) = (1,91 x TL) (0,17 x umur) + 75,0 = (1,91 x 47,3) (0,17 x 21) + 75,0 = 90,34 3,57 + 75,0 = 161,7 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 46,8 (1,617)2 = 46,8 2,62 = 17,9 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Haryati = 20,6. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek III termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,9 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori normal. LPa = 66,7 90,2 = 0,74 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Haryati = 0,74. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek III termasuk dalam kategori risiko moderate. % BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0897 0,00133 ( tricep + subscapula) = 1.0897 0,00133 (29 + 15) = 1,0897 0,00133 (44) = 1,0897 0,0582 = 1,0315 % BF = [(4,76 / 1,0315) 4,28] x 100 = [4,64 4,28] x 100 = 36 % WHR = LPi

Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 36 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek III termasuk dalam kategori obesitas. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,3 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal. d. Husnul Hidayah (Subjek IV) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 51,2 (1,579)2 = 51,2 2,49 = 20,6 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: TB (wanita) = (1,91 x TL) (0,17 x umur) + 75,0 = (1,91 x 48,2) (0,17 x 20) + 75,0 = 92,06 3,4 + 75,0 = 163,7 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 51,2 (1,637)2 = 51,2 2,68 = 19,1 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Husnul = 20,6. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek IV termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 19,1 sehingga subjek juga termasuk dalam kategori normal. LPa = 63,0 92,0 = 0,68 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Husnul = 0,68. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek IV termasuk dalam kategori risiko low. WHR = LPi

% BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0897 0,00133 ( tricep + subscapula) = 1.0897 0,00133 (17 + 11) = 1,0897 0,00133 (28) = 1,0897 0,0372 = 1,0525 % BF = [(4,76 / 1,0525) 4,28] x 100 = [4,52 4,28] x 100 = 24 % Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 24 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek IV termasuk dalam kategori slighly overfat. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 24,0 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal. e. Jurniati (Subjek V) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 52,6 (1,572)2 = 52,6 2,47 = 21,3 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: TB (wanita) = (1,91 x TL) (0,17 x umur) + 75,0 = (1,91 x 55,0) (0,17 x 20) + 75,0 = 105,5 3,4 + 75,0 = 177,1 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 55,0 (1,771)2 = 55,0 3,14 = 17,5

Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Jurni = 21,3. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek I termasuk dalam kategori normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 17,5 sehingga subjek termasuk dalam kategori kekurangan berat badan tingkat ringan. LPa = 68,1 90,0 = 0,76 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Jurni = 0,76. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek V termasuk dalam kategori risiko moderate. % BF = [(4,76/Db) 4,28] x 100 Db = 1,0897 0,00133 ( triceps + subscapular) = 1.0897 0,00133 (21 + 23) = 1,0897 0,00133 (44) = 1,0897 0,0585 = 1,0312 % BF = [(4,76 / 1,0312) 4,28] x 100 = [4,62 4,28] x 100 = 34 % Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 34 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek V termasuk dalam kategori obesitas. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 26,0 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal. f. Ilham (Subjek VI) IMT = BB (kg) (TB)2 (m) = 56,9 (1,619)2 = 56,9 2,62 = 21,7 Untuk IMT yang berdasar pada tinggi lutut, digunakan rumus sebagai berikut: WHR = LPi

TB (Laki-laki)

= (2,08 x TL) + 59,01

= (2,08 x 51,5) + 59,01 = 107,1 + 59,01 = 166,1 Jadi, IMT berdasarkan tinggi lutut adalah: IMT = 56,9 (1,661)2 = 56,9 2,76 = 20,6 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil IMT Ilham = 21,7. Jadi berdasarkan klasifikasi IMT, Subjek VI termasuk dalam kategori Normal. Sedangkan berdasarkan tinggi lutut diperoleh nilai IMT = 20,6 sehingga subjek termasuk dalam kategori Normal WHR = LPi LPa = 64,5 87,5 = 0,73 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil WHR Ilham = 0,73. Jadi berdasarkan klasifikasi WHR, Subjek VI termasuk dalam kategori risiko low. % BF = [(4,97/Db) 4,52] x 100 Db = 1,0913 0,00116 ( tricep + subscapula) = 1.0913 0,00116 (6 + 9) = 1,0913 0,00116 (15) = 1,0913 0,0174 = 1,0739 % BF = [(4,97 / 1,0739) 4,52] x 100 = [4,63 4,52] x 100 = 11 % Dari perhitungan diatas diperoleh % BF = 11 %. Berdasarkan klasifikasi % BF, maka subjek VI termasuk dalam kategori optimal. Sedangkan untuk pengukuran LILA diperoleh hasil 25,1 yang berarti subjek termasuk dalam kategori normal.

F. KESIMPULAN Berdasarkan pengukuran IMT, diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 20,4; 20,6; 20,6; 21,3; dan 21,7; serta 1 orang reponden termasuk dalam kategori kurus (kekurangan BB tingkat ringan) dengan IMT 17,3. Sedangkan hasil pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut diperoleh hasil 3 responden termasuk dalam kategori normal, dengan nilai IMT 17,9; 19,1; dan 20,6; 2 orang responden termasuk dalam kategori BB tingkat ringan (IMT 17,4 dan 17,5) serta 1 orang termasuk dalam kategori BB tingkat berat (IMT 14,8). Dari pengukuran ini, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran IMT berdasarkan tinggi lutut memiliki hasil yang jauh berbeda dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan secara langsung (menggunakan microtoice). Berdasarkan pengukuran WHR, diperoleh hasil 4 orang responden termasuk dalam kategori low (nilai WHR 0,70; 0,68; 0,70; dan 0,73). Sedangkan 2 orang responden lainnya termasuk dalam kategori Moderate ( WHR 0,74 dan 0,76).

Berdasarkan pengukuran % BF, diperoleh hasil yaitu 2 orang responden tremasuk dalam kategori optimal (19 % dan 11 %), 1 orang responden termasuk dalam kategori fat (31%), 1 orang responden ternasuk dalam kategori Slighly overfat (24%), serta 2 orang responden termasuk dalam kategori obesitas (34% dan 36%). Sedangkan berdasarkan pengukuran LILA diperoleh hasil yaitu 5 orang responden termasuk dalam kategori normal dan 1 orang responden termasuk dalam kategori KEK (Kurang Energi Kronik).

Tingkat Individu atau Perorangan Metode pengukuran konsumsimakanan untuk individu, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Metode recall 24 jam. Metode dietary history Metode frekuensi makanan (food frequency) Metode estimated food records Metode penimbangan makanan (food weighing)

1. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang la1u.

Dalam metode ini, responden, ibu atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Misalnya, petugas datang pada pukul 07.00 ke rumah responden, maka konsumsi yang ditanyakan adalah mulai pukul 07.00 (saat itu) dan mundur ke belakang sampai pukul 07.00, pagi hari sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (124 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilalakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake.harian individu (Sanjur, 1997). Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam: Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Dalam membantu responden mengingat apa yang dimakan, perlu diberi penjelasan waktu kegiatannya seperti waktu baru bangun, setelah sembahyang, pulang dari sekolah/bekerja, sesudah tidur siang dan sebagainya. Selain dari makanan utama, makanan kecil atau jajan juga dicatat. Termasuk makanan yang dimakan di luar rumah seperti di restoran, di kantor, di rumah teman atau saudara. Untuk masyarakat perkotaan komsumsi tablet yang mengandung vitamin dan mineral juga dicatat serta adanya pemberian tablet besi atau kapsul vitamin A. Petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) pewawancara menggunakan berbagai alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring, gelas, sendok, dan lain-lain) atau model dari makanan (food model). Makanan yang dikonsumsi dapat dihitung dengan alat bantu ini atau dengan menimbang langsung contoh makanan yang akan dimakan berikut informasi tentang komposisi makanan jadi.

Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Agar wawancara berlangsung secara sistematis, perlu disiapkan kuesioner sebelumnya sehingga wawancara terarah menurut urut-urutan waktu dan pengelompokan bahan makanan.

Urutan waktu makan sehari dapat disusun berupa makan pagi, siang, malam dan snack serta makanan jajanan. Pengelompokan bahan makanan dapat berupa makanan pokok, sumber protein nabati, sumber protein hewani, sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Contoh kuesioner recall 24 jam dapat dilihat pada Lampiran . Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut: Kelebihan metode recall 24 jam:

Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden. o Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara. o Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden. o Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf. o Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam:


Tidak dapat menggambarkan asupan makanan setiari hari, bila hanya dilakukan recall satu hari. Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden hams mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa. o The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate). o Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang akan diteliti secara umum. o Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Karena keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran dari pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturutturut), tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari. 2. Estimated Food Records Metode ini disebut juga food records atau diary records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua yang is

makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut. Langkah-langkah pelaksanaan food record:

Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram (nama masakan, cara persiapan dan pemasakan bahan makanan). Petugas memperkirakan/estimasi URT ke dalam ukuran berat (gram) untuk bahan makanan yang dikonsumsi tadi. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan DKBM. Membandingkan dengan AKG.

Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati sebenarnya (true intake) tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu. Kelebihan metode estimated food records:

Metode ini relatif murah dan cepat. Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar. Dapat diketahui konsumsi zat gizi sehari. Hasilnya relatif lebih alcurat

Kekurangan metode estimated food records:


Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden merubah kebiasaan makanannya. Tidak cocok untuk responden yang buta huruf.

Sangat tergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi

Apa Perbedaan Glycemic Index Glycemic & Load?

oleh: completeplan Total dilihat: 240 Word Count: 558

Baik indeks Glycemic (GI) dan beban Glycemic (GL) peringkat karbohidrat adalah berdasarkan pengaruh mereka pada tubuh ketika mereka akan dikonversi menjadi glukosa saat mereka memasuki aliran darah. Glycemic indeks peringkat seberapa cepat gula (glukosa) memasuki aliran darah setelah karbohidrat tertentu dimakan. Glycemic load memperhitungkan tidak hanya seberapa cepat suatu makanan tertentu diubah

menjadi gula dalam tubuh tetapi juga berapa banyak glukosa berisi karbohidrat tertentu. Ahli gizi telah membagi indeks Glycemic menjadi tiga modul yang berbeda: rendah, menengah dan tinggi. kategorisasi ditentukan dengan aplikasi skala dari nol sampai seratus - berdasarkan pengaruh makanan masing-masing pada tingkat gula darah. Untuk tujuan analitis, skala mengidentifikasi kadar glukosa rendah hingga 55, menengah 56-70 dan kadar gula tinggi dan di atas 70. Semakin rendah Glycemic indeks evaluasi, semakin lambat tingkat glukosa diserap oleh aliran darah. Indeks Glycemic makanan apa pun adalah terbatas untuk tujuan evaluasi karena bukan menentukan secara pasti berapa gula makanan tertentu mengandung, fokusnya adalah pada tingkat penyerapan gula oleh darah. Untuk menentukan nilai gizi sebenarnya dari setiap makanan indeks Glycemic harus dipertimbangkan bersama dengan beban Glycemic nya. Sebuah contoh utama dari hal ini adalah nilai gizi wortel jika mereka dinilai hanya pada indeks Glycemic, tampak bahwa wortel mengandung kadar glukosa yang tinggi (nilai sekitar 74), dan harus dihindari jika ada yang mencoba untuk membatasi konsumsi glukosa. Namun, ketika wortel dievaluasi dengan kombinasi dari kedua indeks Glycemic dan beban Glycemic, orang menemukan bahwa meskipun tingkat glukosa ditemukan dalam wortel cepat diserap oleh aliran darah (GI), jumlah yang sebenarnya gula dalam wortel relatif rendah (GL ) dan mereka adalah aset gizi. Pasta di sisi lain telah baik GI tinggi dan rating GL dan oleh karena itu memiliki nilai yang jauh kurang gizi. Ahli gizi menganjurkan diet berdasarkan konsumsi makanan dengan Glycemic rendah karena beban studi telah menentukan bahwa makanan adalah kontributor besar untuk kehilangan lemak pinggang (kandungan lemak paling berbahaya) karena beban yang rendah Glycemic makanan tampaknya tidak hanya mampu memuaskan rasa lapar mendesak untuk jangka waktu yang lebih lama, mereka juga tampaknya memobilisasi Tubuh kemampuan pembakaran lemak. Refined karbohidrat, seperti yang ditemukan dalam roti putih dan makanan olahan lainnya telah diidentifikasi sebagai penyebab gizi karena kemampuan mereka untuk meningkatkan kadar glukosa darah pada tingkat yang lebih cepat, sehingga memberikan kontribusi untuk menambah beban pada tubuh. Makanan dengan kombinasi yang tepat dari indeks Glycemic dan beban Glycemic, seperti kacang-kacangan dan biji-bijian yang dapat diserap oleh tubuh lebih lambat dan tidak memiliki seperti merugikan mempengaruhi pada kemampuan Tubuh menyerap dan mendistribusikan glukosa. Membuat keputusan yang tepat pada diet Anda harus dilakukan dengan mengevaluasi kedua indeks Glycemic dan beban Glycemic pilihan karbohidrat Anda. Dengan menggantikan karbohidrat diproses dan disempurnakan seperti yang lazim dalam roti putih dan makanan ringan dengan buah-buahan dan sayuran rendah pati, biji-bijian dan kacang-kacangan Anda akan menawarkan tubuh Anda makanan yang kaya gizi dan dapat membantu dalam memperlambat pencernaan sedangkan moderator tingkat gula darah.

Pengertian Indeks Glikemik dan Muatan Glikemik (Glychemic Load)


January 20th, 2012 Brownsugar

Indeks glikemik (glycemic index/GI) Adalah besaran angka yang digunakan untuk mengukur kecepatan makanan diserap tubuh menjadi gula darah. Semakin tinggi indeks glikemik, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah. Cara menentukan indeks glikemik suatu makanan adalah dengan cara memberi subyek (manusia) diberi porsi makanan tunggal, kemudian gula darah mereka diukur setelah waktu tertentu. Itulah nilai klikemik indek makanan dimaksud. Muatan glikemik (glycemic load) Adalah ukuran potensial sebuah makanan pengaruhnya terhadap gula darah ketika dikonsumsi. Sebuah makanan mungkin memiliki indeks glikemik tinggi tetapi jika kandungan karbohidrat per rata-rata penyajian tidak berlebihan, maka tidak akan berdampak signifikan pada gula darah. Dalam hal ini maka muatan glikemik makanan tersebut adalah rendah. Perhitungan muatan glikemik dilakukan dengan cara melakukan perkalian atas indeks glikemik suatu makan dengan jumlah karbohidrat non-serat dalam satu porsi, hasil perhitungannya bagi dengan 100. Kriteria muatan glikemik 1. Tinggi : 20 ke atas 2. Medium : 10-19 3. Rendah : kurang dari 10 Kriteria glikemik indeks 1. Rendah : kurang dari 56 2. Medium : antara 56 s.d. 69 3. Tinggi : diatas angka 69. Contoh indeks glikemik beberapa bahan makanan misalnya cola 90, apel 54, gula kelapa 35. Pilihlah bahan makanan yang memiliki indeks glikemik yang rendah, sehingga aman dikonsumsi harian dalam jumlah yang cukup. Namun demikian, apabila anda baru saja olah raga atau buka puasa dan membutuhkan glukosa dalam jumlah cukup, maka bahan makanan dengan indeks glikemik medium dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gula tubuh anda.

Indeks Glikemik: Arti dan Manfaatnya


13 Mar 2011Kategori: Makanan sehat Blm ada komentar

Indeks glikemik (glycemic index/GI) adalah ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah. Semakin tinggi indeks glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah. Untuk menentukan indeks glikemik suatu makanan, beberapa subyek manusia diberi porsi makanan tunggal, kemudian gula darah mereka diukur setelah waktu tertentu. Kurva respons yang dihasilkan dibandingkan dengan glukosa dan dinilai dalam angka. Glukosa murni memiliki indeks glikemik 100, dan semua makanan lain diukur relatif terhadapnya. Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 s.d. 69

sedang, dan 55 ke bawah rendah.


angelcandy.baby | more info (via: Wylio)

photo 2010

Makanan yang sedikit atau tidak mengandung karbohidrat, seperti daging, keju, dan gajih memiliki indeks glisemik mendekati nol. Semakin sedikit makanan mengandung pati dan gula yang mudah dicerna, semakin kecil indeks glikemiknya. Makanan berserat, meskipun mengandung karbohidrat, membutuhkan waktu untuk melewati sistem pencernaan, sehingga cenderung memiliki indeks glikemik rendah. Serat juga membantu memperlambat masuknya gula ke dalam aliran darah Anda.

Manfaat Indeks Glikemik


Jika gula darah Anda rendah dan terus menurun selama berolahraga atau setelah berpuasa, Anda akan merasa pusing, berkeringat dingin, mudah marah dan gejala kekurangan gula darah (hipoglikemi) lainnya. Untuk mengatasinya, Anda perlu memakan makanan berindeks glikemik tinggi yang meningkatkan gula darah Anda dengan cepat. Itulah mengapa kita dianjurkan memulai buka puasa dengan makanan dan minuman manis. Daftar Indeks Glikemik Beberapa Makanan Indeks
75 2 74 2 46 4 73 4

Makanan

Roti gandum putih Roto gandum utuh Jagung tortilla Nasi putih

Nasi beras merah Jagung manis Spaghetti Bihun Keripik jagung Bubur gandum giling Bubur beras Pisang Mangga Semangka Kurma Selai strawberry Jus apel Jus jeruk Kentang rebus Kentang goreng Wortel rebus Ubi jalar rebus Labu rebus Talas rebus Susu lemak penuh Susu skim Es krim Yogurt Susu kedelai

68 4 52 5 49 2 53 7 81 6 55 2 78 9 43 3 59 8 76 4 42 4 49 3 41 2 50 2 78 4 63 5 39 4 63 6 64 7 53 2 39 3 37 4 51 3 41 2 34 4

Kacang merah Kacang kedelai Coklat Popcorn Keripik kentang Soft drink / soda Kerupuk Fruktosa Sukrosa Glukosa Madu

24 4 16 1 40 3 65 5 56 3 59 3 87 2 15 4 65 4 103 3 61 3

Di sisi lain, jika Anda memiliki diabetes, kolesterol tinggi, dan kegemukan, Anda perlu membatasi makanan ber-indeks tinggi. Beberapa manfaat kesehatan dari diet ber-indeks glikemik rendah:

Mencegah dan mengelola diabetes. Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition (Juli 2002) menyimpulkan bahwa makanan ber-indeks glikemik tinggi meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. Penelitian ini juga menyarankan penderita diabetes untuk menerapkan diet rendah indeks glikemik, dengan tetap mewaspadai pengaruh makanan tinggi lemak. Mencegah kanker. Artikel lain dalam jurnal yang sama menyebutkan adanya korelasi antara makanan tinggi indeks glikemik dengan kenaikan risiko kanker kolorektal, kanker payudara dan mungkin juga kanker ovarium dan prostat. Dr Atkins dalam New Diet Revolution menyebut hubungan antara kanker dengan indeks glikemik yang didasari oleh fakta bahwa sel kanker mendapatkan makanan dari gula. Buku itu juga menyebutkan bahwa penderita kanker payudara lebih mungkin untuk selamat dan kurang mengalami kekambuhan jika tingkat insulin tubuh mereka lebih rendah. Penyakit jantung. Risiko penyakit jantung meningkat sejalan dengan total kolesterol tubuh Anda. American Journal of Clinical Nutrition juga melaporkan bahwa diet rendah indeks glikemik mengurangi kolesterol jahat dan trigliserida dalam waktu satu bulan. Diet tersebut sekaligus mengurangi risiko infark miokard fatal. Menurunkan obesitas. Makanan dengan indeks glikemik rendah menciptakan rasa kenyang yang lebih besar dan bertahan lebih lama. Karena rasa lapar baru muncul lagi beberapa jam kemudian, kita menjadi lebih sedikit mengonsumsi makanan. Dalam suatu penelitian, anakanak obesitas yang mengonsumsi makanan dengan ber-indeks glikemik rendah sekitar 4 bulan (yang diambil sesuai keinginan) dilaporkan mengalami penurunan berat badan secara signifikan. Namun, karena makanan berindeks glikemik rendah juga kaya serat makanan, terkadang sulit untuk membedakan apakah penurunan berat badan karena faktor indeks glikemik atau serat makanan.

Variasi dalam angka indeks


Angka-angka indeks glikemik yang dikumpulkan dari berbagai penelitian seringkali berbedabeda. Selain karena perbedaan metodologi pengukuran, dampak makanan terhadap kadar gula darah tergantung pada faktor-faktor lainnya seperti kematangan, jangka waktu dan metode memasak, kadar air, serat dan lemak, kadar insulin darah, dan aktivitas fisik yang baru dilakukan. Beberapa makanan juga memiliki variasi indeks glikemik yang besar, tergantung varietas dan asalnya.
Dampak interaksi makanan terhadap indeks glikemik

Indeks glikemik makanan secara individu dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyiapkan makanan, tetapi karena pada umumnya kita tidak memakan hanya satu jenis makanan, interaksi makanan di perut juga harus dipertimbangkan. Beberapa nutrisi makanan bertindak mengurangi indeks glikemik keseluruhan. Selain serat makanan, lemak dapat membantu mengekang penyerapan gula ke dalam darah. Cuka menghambat pencernaan pati dalam perut. Oleh karena itu, makanan seperti pempek dan siomay, yang merupakan kombinasi pati, lemak ikan, serat dan cuka, secara keseluruhan memiliki indeks glikemik yang relatif rendah.

Muatan glikemik
Seperti halnya indeks glikemik, muatan glikemik (glycemic load) digunakan untuk mengukur dampak potensial makanan terhadap gula darah. Makanan mungkin memiliki indeks glikemik tinggi tetapi jika tidak mengandung banyak karbohidrat per rata-rata penyajian, tidak akan banyak dampaknya pada gula darah. Untuk menghitung muatan glikemik makanan, kalikan indeks glikemik dengan jumlah karbohidrat non-serat dalam satu porsi, kemudian bagi dengan 100. Angka muatan glikemik 20 ke atas dikategorikan tinggi, 10-19 menengah dan kurang dari 10 rendah.

Diet Diabetes: Memahami dan menggunakan Indeks Glikemik Makanan dan Indeks Glikemik Load
Salah satu bagian penting dari penanganan diabetes dalam rangka mencapai kontrol gula darah yang terkendali adalah manajemen gizi penderita. Manajemen gizi ini harus dipahami oleh pasien sehingga mereka bisa melakukan kontrol makanan atau diet secara mandiri. Salah satu hal yang penting dalam manajemen diet ini adalah pengetahuan bagaimana memilih makanan yang cocok untuk kontrol gula darah. Salah satu tolok ukur penting dalam memilih makanan yang cocok ini adalah Indeks Glikemik Makanan. Indeks Glikemik (IG) makanan adalah angka yang diberikan kepada makanan tertentu yang menunjukkan seberapa tinggi makanan tersebut meningkatkan gula darah setelah di komsumsi. Angka yang digunakan adalah 0-100. Makanan yang memiliki IG yang tinggi berarti makanan tersebut meninggikan gula darah dalam waktu yang lebih cepat, lebih

fluktuatif, lebih tinggi, dari makanan yang memiliki IG yang rendah. Oleh karena itu pada penderita diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2 sangat dianjurkan untuk memilih makanan dengan IG yang rendah. Perlu anda ketahui bahwa naiknya gula darah atau glukosa darah hanya disebabkan oleh zat karbohidrat saja sementara protein dan lemak tidak meninggikan glukosa darah setelah konsumsi. Jadi indeks glikemik ini paling penting untuk memilih makanan yang mengandung banyak karbohidrat sebagai sumber tenaga. Makanan yang sangat kurang atau tidak mengandung karbohidrat tidak memiliki nilai IG seperti ikan, daging, telur, alpukat, minyak goreng, margarine dan lain-lain. Sebenarnya anjuran mengkonsumsi makanan dengan IG yang rendah ini juga ditujukan kepada masyarakat umum, jadi tidak hanya untuk penderita diabetes. Badan Kesehatan Dunia WHO bersama dengan FAO menganjurkan konsumsi makanan dengan IG rendah untuk mencegah penyakit-penyakit degeneratif yang terkait dengan pola makan seperti penyakit jantung, diabetes, dan obesitas. Makanan yang memiliki IG lebih dari 55 dikategorikan IG tinggi sementara yang kurang dari itu dikategorikan IG rendah. Bagi mereka yang tertarik melihat IG makanan (ingat satu jenis makanan bisa memiliki IG yang berbeda tergantung varitasnya, cara pengolahannya, dll.) anda bisa mengunjungi website ini namun daftar ini kebanyakan adalah makanan pabrikan di Australia. Ada pula yang disebut Indeks Glikemik Load (IGL). IGL pada dasarnya adalah ukuran kualitatif sekaligus quantitatif dari suatu makanan sumber karbohidrat. Angka IGL diperoleh dengan cara mengalikan IG makanan dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dalam makanan, biasanya di ukur berdasarkan jumlah karbohidrat per saji (serve) kemudian di bagi seratus. Sebagai contoh: sebuah apel dalam ukuran sedang (ini adalah satu sajian/serve) memiliki karbohidrat 15 gram sementara IG nya adalah 40 maka IGL makanan tersebut adalah 4015/100= 6 .

Buah apel memiliki IG yang rendah (dari www.all-creatures.org/recipes/images/i-apples)

Disarankan agar IGL makanan tertentu tidak lebih dari 20. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa makanan yang memiliki IG yang tinggi disarankan dikonsumsi dalam jumlah atau porsi yang lebih sedikit untuk memperoleh IGL yang rendah. Sebaliknya makanan dengan IG yang rendah bisa dikonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak. Mari kita lihat contoh lain di bawah ini: Gula pasir memiliki IG 58, satu sajian adalah 10 gram gula pasir, jumlah karbohidratnya per saji adalah 10 gram maka IGL gula pasir adalah 5810/100= 5,8

Gula Pasir memiliki IG yang tinggi (dari www.chm.bris.ac.uk/motm/glucose/sugar.jpg)

Nasi memiliki Ig (diambil rata-rata) adalah 50, satu sajian adalah 150 gram, jumlah karbohidrat per saji adalah 42 maka IGL nasi adalah 5042/100=21

Nasi putih memiliki IG rendah sampai sedang www.terradaily.com/images/bowl-white-rice-bg.jpg)

tergantung

varitas

(dari

Jika jumlah gramnya disamakan 10 gram, maka jumlah karbohidrat nasi adalah 42/15010= 2,8 gram Dengan demikian IGL 10 gram nasi adalah 50/1002,8= 1,6 Jadi dengan jumlah gram yang sama nasi memiliki IGL yang lebih rendah dibanding gula (hampir empat kali lebih kecil) yang menunjukkan bahwa nasi lebih bijaksana untuk dipilih dibanding gula pasir dalam jumlah berat yang sama. Bagi mereka yang agak bingung dengan cara ini, cukuplah melaksanakan acuan secara umum dibawah ini untuk mendapatkan IGL yang terkendali:

untuk makanan yang IG nya tinggi porsinya dikurangi untuk makanan yang IG nya rendah porsinya bisa lebih banyak konsumsilah buah paling dua atau tiga saji sehari (satu saji buah contohnya sebuah apel dengan ukuran sedang)

konsumsi sayur 3-5 saji sehari (satu saji sama kira kira dengan setengah gelas sayur yang ditiriskan) kurangi konsumsi gula dan makanan yang mengandung gula pilihlah beras yang ditumbuk dibanding beras yang putih hasil pabrikan jangan lupa minum susu atau makanan yang mengandung Calsium tinggi minimal 3 saji setiap hari (satu saji setara dengan segelas susu, selembar keju) diutamakan yang rendah lemak kurangi garam kurangi makanan yang berlemak jangan lupa berolah raga minimal 30 menit sehari 4-7 kali seminggu

Selamat mencoba

Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah berfluktuasi tetapi tidak akan kurang dari batas minimum dan tidak akan lebih dari batas minimum. Kadar minimum glukosa darah adalah pada saat puasa yaitu 70-100 mg/100 cc. Kadar maksimum glukosa darah adalah pada 2 jam setelah makan yaitu 125-140 mg/100 cc. Stabilnya kadar glukosa darah karena dikontrol oleh berbagai hormon. Kadar glukosa darah yang tinggi akan merangsang sel-sel beta pulau-pulau Langerhans yang ada di dalam pankreas untuk memproduksi hormon insulin. Hormon ini akan merangsang glukosa plasma masuk ke dalam sel. Insulin juga merangsang sel untuk menggunakan glukosa menjadi energi , atau membentuk glikogen (glikogenesis) di dalam sel hati dan otot atau untuk membentuk lemak (lipogenesis) di jaringan adiposa. Bila kadar gula darah rendah, sementara asupan dari makanan tidak ada, maka hati akan membuat glukosa dari bahan yang bukan karbohidrat melalui proses glukoneogenesis. Bahan bakunya adalah asam laktat, asam amino alanin dan glutamin yang berasal dari otot. Bahan baku lain adalah gliserol yang bersumber dari penguraian lemak di jaringan adiposa. Kadar glukosa darah yang rendah akan ditingkatkan oleh proses penguraian glikogen (glikogenolisis) dan pembuatan glukosa dari bahan non karbohidrat yang terjadi di dalam selsel hati pengaruh. Peningkatan kedua proses tadi banyak dipengaruhi olehkerja banyak hormon, seperti epinefrin, glukagon, glukokortikoid, hormon pertumbuhan dan tiroksin. Glukagon hormon yang dihasilkan sel alfa pulau Langerhans di dalam pankreas, akan menaikakn kadar glukosa dengan merangsang proses penguraian glikogen hati (glikogenolisis) dan memperkuat proses glukoneogenesis dari asam laktat dan asam amino oleh hati. Epinefrin merangsang glikogenolisis di hati dan otot. Glukosa hasil glikogenolisis di hati menaikkan kadar glukosa plasma dan glukosa otot dipakai sebagai sumber energi. Hormon glukokortikoid dihasilkan olek korteks kelenjar adrenal, meningkatkan proses glukoneogenesis oleh hati dan menghambat penggunaan glukosa oleh jaringan di luar hati.

Glukokortikoid meningkatkan katabolisme protein jaringan, da memperkuat pengambilan asam amino oleh hati. Hormon titoksin memperkuat pengaruh epinefrin pada metabolisme glukosa. Tiroksin juga meningkatkan penyerapan glukosa oleh usus. Hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh bagian depan kelenjar pituitary, mempengaruhi kadar gglukosa dengan menghambat pengambilan glukosa plasma oleh sel. Metabolisme glukosa di dalam sel. Dari darah glukosa akan memasuki sel sel organ tubuh dengan bantuan hormon insulin Pada penderita diabetes produksi hormon insulin kurang atau tidak ada sama sekali, atau kadar insulin normal tetapi alat penerima (receptor) pada permukaan sel kurang jumlahnya, atau reseptor tidak sensitif terhadap insulin (insulin resistance). Akibatnya kadar gula darah penderita diabetes selalu lebih tinggi dari normal. Di dalam sel glukosa digunakan sel untuk hal-hal sebagai berikut :

Bila sel kekurangan energi maka glukosa akan diuraikan menjadi H2O dan gas CO2. Pada penguraian tersebut akan dihasilkan energi yang digunakan untuk berbagai keperluan sel.

Bila energi di dalam sel hati dan otot tersedia, maka glukosa akan dirubah menjadi glikogen yang berfungsi sebagai cadangan glukosa. Glikogen akan diuraikan lagi menjadi glukosa pada saat sel kekurangan energi. Kemampuan sel dalam menyimpan glikogen sangat terbatas. Glikogen di seluruh tubuh, terutama terdapat didalam hati dan otot bejumlah sekitar 300 g yang hanya cukup menyediakan energi bagi tubuh untuk kirakira 12 jam saja.

Bila di dalam sel telah tersedia glikogen, maka dari glukosa sel akan di bentuk lemak, kolesterol dan asam amino non esensial untuk membentuk protein. Dengan demikian mengkonsumsi karbohidrat melebihi kebutuhan dapat menaikan kadar lemak dan kolesterol darah serta menaikkan berat badan.

Dari glukosa juga dapat dibentuk komponen struktur sel yaitu glikoprotein dan glikolipid.

Dari glukosa juga dapat dibentuk karbohidrat lain yaitu ribosa dan deoksiribosa ( penting untuk pembentukan nukleotida seperti DNA dan RNA), fruktosa ( penting untuk spermatozoa), glukosamin dan galaktosamin.

Energi bagi sel diperoleh dari penguraian karbohidrat, lemak dan protein. Dalam memproduksi energi, setiap organ cenderung hanya memakai satu macam sumber energi saja. Otak, sel-sel darah dan kelenjar adrenal lebih suka memakai glukosa sebagai sumber energi. Bila kadar glukosa darah sangat rendah maka suplai glukosa ke otak akan sangat rendah, yang akan menyebabkan aktifitas otak terhenti. Itulah yang terjadi pada orang yang pingsan saat mengikuti upacara yang terlalu lama di pagi hari. Kadar glukosa darah orang tersebut rendah sekali karena tidak sempat sarapan pagi dan malam harinya tidak sempat makan apa-apa. Indek glikemik Hasil penelitian para ahli menunjukan bahwa, indek glikemik atau kemampuan setiap makanan berkarbohidrat dalam menaikan kadar gula darah adalah berbeda, walaupun kadar karbohidrat masingmasing makanan sama. Indek glikemik adalah suatu angka dalam persen yang membandingkan naiknya kadar gula (glukosa) darah dalam waktu yang sama setelah makan suatu makanan yang mengandung 50 gram karbohidrat dengan naiknya kadar gula darah setelah makan roti yang juga mengandung 50 gram karbohidrat. Karbohidrat sebesar 50 gram terdapat dalam 100 gram roti, atau 150 gram nasi atau 250 gram kentang. Nilai indek glikemik beberapa sumber karbohidrat terlihat pada tabel berikut :

Perbedaan dalam menaikkan kadar gula darah, tergantung pada jenis bahan makanan, cara mengolah makanan, kepekatan makanan dan banyaknya kandungan serat, protein dan lemak dalam menu makanan. Dari tabel di atas nampak bahwa nasi kurang menaikan kadar gula darah bila dibanding dengan roti, tetapi nasi lebih menaikan kadar gula darah dibanding dengan kentang dan jagung, namun perbedaannya kecil. Dalam menyusun menu 4-sehat ala Indonesia yang terdiri dari makanan pokok dengan makanan sumber protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah, lebih mudah menggunakan nasi sebagai makanan pokok dibanding dengan menggunakan roti, atau kentang atau jagung sebagai makanan pokok. Kepekatan makananpun mempengaruhi besar kenaikan kadar gula darah, makin encer suatu makanan makin menaikan kadar gula darah. Jadi, bubur nasi lebih menaikan kadar gula darah dibanding nasi, buah yang di jus lebih menaikan kadar gula darah dibanding dengan buah yang dimakan biasa. Adanya serat dalam menu makanan utama seperti sayuran dan kacangkacangan akan memperkecil naiknya kadar gula darah akibat mengonsumsi nasi.

Mengkonsumsi buah sebelum makan utama akan memperkecil naiknya kadar gula darah dibanding dengan makan buah setelah makan. Jadi, bagi penderita diabetes atau yang mau menurunkan berat badan hendaknya buah dijadikan makanan untuk dasar perut dan bukan untuk cuci mulut. Komposisi karbohidrat dalam makanan. Kebutuhan energi sehari harus dipenuhi oleh makanan yang tersussun dari karbohidrat, lemak dan protein dengan perbandingan: 55-65% karbohidrat, 20-25% lemak dan 15-20% protein. Oleh karena prosentase karbohidrat yang tebanyak, maka bahan makanan sumber karbohidrat seperti : beras, gandum, jagung, dan umbi-umbian, disebut sebagai bahan makanan utama atau bahan makanan pokok. Dari 55-65% komposisi karbohidrat dianjurkan terdiri dari 50-60 % karbohidrat kompleks dan 5-10 % dari karbohidrat sedehana seperti gula meja dan buah. Hasil penelitian bagian Ilmu Gizi Medik Fakultas Kedokteran Unpad terhadap anak usia 10-13 tahun murid sekolah dasar di Bandung pada tahun 1992, hasilnya menunjukkan bahwa rerata komposisi karbohidrat dalam makanan adalah 63 % , protein 11 % dan lemak 26 % dari total asupan energi. Dibanding dengan tahun 1984 asupan total karbohidrat sedikit menurun, terutama karbohidrat kompleks, namun asupan karbohidrat sederhana dan tepung meningkat, bahkan ada yang tidak suka makan nasi. Menu sarapan pagi didominasi oleh roti dan mie, makanan jajanan didominasi oleh makanan dan minuman yang kaya akan tepung dan gula.. Orang Sunda yang semula dikenal sebagai pemakan sayuran mentah (lalab), yang kaya akan serat sudah tidak lagi diikuti oleh generasi mudanya. Kira-kira 75 % remaja sekolah dasar mengatakan tidak suka makan sayur dan kebnyakan sayuran diperoleh dari makanan jajanan seperti bala-bala dan gehu. Kebanyakan anak tidak suka buah, kecuali jus yang kadar seratnya lebih rendah dibanding buah. Buah tidak lagi dijadikan makanan pencuci mulut.Read More...... Diposkan oleh SAJODIN di 02:42 0 komentar

LEMAK (2)
Klasifikasi lemak Lemak (Lipids) dapat dikategorikan pada tiga golongan, yaitu : 1. Golongan Trigliserida 2. Golongan Sterol 3. Golongan Lemak gabungan (Compound lipids) Golongan Trigliserida. Trigliserida atau lebih tepat dinamakan triasilgliserol adalah ester dari satu molekul gliserol dengan tiga macam molekul asam lemak. Molekul gliserol tersusun dari tiga atom karbon (C), 5 atom hidrogen (H) dan tiga gugus hidroksil(OH). Bila hanya dua molekul asam lemak yang membentuk ester dengan gliserol, maka molekul tersebut disebut sebagai di(2)gliserida dan bila hanya satu molekul asam lemak saja yang membentu ester disebut sebagai mono(1)gliserida.

Pada suhu ruangan, secara fisik terdapat dua macam trigliserida, yaitu yang berbentuk padat dan yang berbentuk cair. Trigliserida yang berbentuk padat biasanya bersumber dari hewan. Ia berbentuk padat karena karbon penyusun asam lemaknya berantai panjang dan antara karbon pentusun asam lemaknya satu sama lain diikat dengan ikatan tunggal sehingga ikatannya kuat dan kaku. Makanan sumber trigliserida Contoh trigliserida dari hewan adalah gajih (fat) dan butter. Secara kasat mata gajih terlihat sebagai bentuk padat berwarna putih yang terlihat di atas atau disela-sela otot(daging). Gajih banyak terdapat dibawah kulit dan di dalam rongga perut sekitar organ-organ dalaman binatang. Adapun butter adalah trigliserida yang diproduksi dari lemak susu hewan. Trigliserida yang berbentuk cair atau disebut sebagai minyak (oil), umumnya berasal dari tumbuhan. Bentuk cair dari trigliserida adalah karena rantai karbon asam lemak lebih pendek atau ikatan antara molekul karbon asam lemak tada yang berikatan rangkap, bisa satu atau lebih. Adanya ikatan rangkap menyebabkan ikatan lebih longgar sehingga trigliserida tumbuhan berbentuk cair pada suhu ruang. Contoh trigliserida nabati adalah minyak yang berasal dari kelapa, jagung, zaitun, sawit, kacang tanah, bunga matahari, wijen, kedelai, dan lain-lain. Adanya ikatan rangkap menyebabkan minyak nabati tidak stabil, mudah teroksidasi sehingga mudah tengik bila disimpan lama. Supaya tidak cepat tengik, maka produsen minyak nabati memproses minyak nabati cair menjadi padat dengan penambahan hidrogen melalui proses hidrogenasi. Proses ini akan merubah ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal dengan ikatan lebih kuat yang menyebabkan bentuk cair menjadi padat dan lebih stabil. Minyak nabati padat itu disebut sebagai margarine. Dalam bahasa Indonesia baik butter yang berasal dari lemak susu hewan maupun margarine yang berasal dari minyak nabati sama-sama disebut sebagai mentega, yang tentu saja merupakan istilah yang rancu. Bahan makanan sumber lemak seperti gajih, butter, margarine dan minyak goreng nampak jelas sebagai lemak atau minyak. Sumber lemak lain adalah makanan yang kaya lemak, tetapi tidak jelas nampak adanya lemak, seperti daging, ikan, ayam, telur, kacang-kacangan, makanan yang digoreng apalagi yang berbentuk tipis seperti, dendeng, abon, kerupuk dan lain-lain. Makanan ini disebut sebagai sumber lemak yang tesembunyi. Golongan Sterol. Golongan ini mempunyai susunan molekul yang berbeda dengan golongan trigliserida, namun sifat fisiknya sama dengan lemak. Contoh golongan sterol dalam makanan adalah ergosterol, kolesterol dan fitosterol. Ergosterol adalah sterol yang banyak terdapat pada ragi. Ergosterol, ini adalah bahan baku (prekursor) untuk pembuatan vitamin D oleh tubuh. Kolesterol adalah sterol yang hanya ada pada makanan dari hewan, dan tidak terdapat dalam sumber nabati. Perlu diingat lagi bahwa semua makanan nabati sama sekali tidak mengandung kolesterol (jangan mau ditipu oleh iklan). Umumnya makann sumber kolesterol juga merupakan sumber trigliserida, seperti terlihat pada tabel di bawah ini .

Dari tabel di atas, nampak bahwa kadar kolesterol dan trigliserida susu tidakl tinggi. Dalam buku teks barat sering susu dianggap sumber lkolesterol, mungkin karena mereka mengkonsumsi susu dalam jumlah banyak tidak seperti orang Indonesia yang umumnya hanya mengkonsumsi susu 1 gelas per hari, itupun sering diencerkan. Penulis berpendapat bahwa bahan makanan dikategorikan pada bahan makanan berkolesterol tinggi adalah bila dalam 100 gram bakan makanan terkandung kolesterol > 100 mg. Dari tabel diatas, makanan yang berkolesterol tinggi adalah otak, kuning telur (putih telur tidak mengandung kolesterol), jeroan, udang (temasuk terasi) dan butter, Untuk mecegah peningkatan kadar kolesterl darah (hiperkolesterolemia), WHO menganjurkan agar asupan kolesterol dibatasi hingga < 300mg/ hari dan bagi penderita kolesterol tinggi, asupan kolesterol maksimal adalah 200mg/hari. Menterapkan anjuran tersebut bagi penderita kolesterol tinggi adalah dengani mengkonsumsi daging, atau ikan atau ayam maksimum 200 gram ( asupan kolesterol 190 mg ) per hari. Penderita harus menghindari makanan yang berkolesterol tinggi dan makanan yang terbuat dari bahan makanan yang berkolesterol tinggi seperti sop buntut, sop kaki dan berbagai kue yang pembuatannya memakai telur (lihat tabel).

Kolesterol diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan empedu, beberapa jenis hormon, pembuatan vitamin D, struktur dinding sel dan jaringan saraf. Kurang dari 50 % kolesterol

plasma berasal dari makanan (kolesterol eksogen) dan kebanyakan kolesterol dibuat oleh tubuh (kolesterol endogen) terutama oleh hati . Kolesterol dibuat dari asetil koenzim A dalam kondisi sel surplus energi. Asetl koenzim A dapat berasal dari lmetabolisme asam lemak, glukosa atau protein. Bila darah terlalu banyak mengandung kolesterol, maka keadaan ini dapat membahayakan, karena kolesterol yang berlebih dapat mengendap dalam dinding pembuluh darah sehingga akan menyempitkan pembuluh darah arteri yang memicu terjadinya tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner. Fitosterol adalah sejenis kolesterol yang hanya terdapat dalam tumbuhan. Contoh fitosterol antara lain sitosterol yang banyak terdapat dalam minyak nabati. Sitosterol ini di dalam usus dapat menghambat penyerapan kolesterol makanan oleh usus, sehingga sangat baik bila dikonsumsi oleh penderita kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia). Sitosterol berwarna hijau yang memberi kesan minyak goreng nampak keruh, dan minyak yang keruh ini tidak disukai oleh konsumen. Oleh karenanya pihak produsen menghilangkan siotosterol ini dari minyak dengan proses penyaringan. Sebenarnya dengan menyaring itu apalagi dua kali penyaringan (seperti yang disebutkan dalam iklan), sitosterol dalam minyak goreng itu akan hilang. Suatu tindakan yang sebenarnya sangat merugikan terutama bagi penderita hiperkolesterolemia. Golongan lemak gabungan (Compound lipids). Golongan ketiga adalah lemak-gabungan. Golongan ini merupakan gabungan antara lemak dengan molekul lain. Gabungan antara lemak dengan karbohidrat disebut glikolipid ; gabungan antara lemak dengan protein disebut sebagai lipoprotein dan gabungan lemak dengan fosfat disebut sebagai fosfolipid. Contoh dari glikolipid adalah serebrosida yaitu salah satu molekul penyusun otak. Contoh dari lipoprotein adalah kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Lipoprotein ini hanya sedikit terdapat dalam makanan, tapi dapat disintesis oleh tubuh dan fungsinya penting dalam proses pengangkutan lemak di dalam aliran darah. Fosfolipid adalah golongan lemak terbesar kedua yang ada dalam tubuh manusia setelah trigliserida. Molekul fosfolipid hampir sama dengan molekul trigliserida yaitu terdiri dari satu molekul gliserol yang bergabung dengan tiga molekul asam lemak tetapi salah satu asam lemak pada fosfolipid berrupa gugus fosfat yang berikatan dengan zat yang mengandung nitrogen. Salah satu contoh dari fosfolipid adalah lesitin (fosfatidilkolin) yang banyak terdapat dalam kuning telur, hati membran sel, kacang kedele, kacang tanah dan bayam. Karena lesitin dapat bercampur dengan air maka lesitin makanan dapat berfungsi sebagai pengemulsi (emulsifier), sehingga lemak dapat bercampur lebih padu dengan zat lain yang larut dalam air. Karena pengaruh lesitin yang ada pada kuning telur maka pada pembuatan kue, margarine atau butter dapat bercampur lebih padu dengan tepung terigu dan gula. Campuran yang lebih padu ini menyebabkan kue terasa renyah, lebih enak dan lebih tahan lama. Persoalannya bagi umat Islam adalah apakah lesitin pencampur kue tersebut berasal dari telur atau dari organ hewan lain yang mungkin diharamkan, seperti babi. Walaupun bukan dari organ babi tetapi mungkin saja cara penyembelihan hewan lain tersebut tidak

sesuai dengan cara menurut syari. Dewasa ini banyak yang beranggapan bahwa lesitin harus dikonsumsi sebagai suplemen terhadap makanan yang kita konsumsi, karena lesitin dapat mencagah akumulasi kolesterl pada dinding pembuluh darah arteri. Tetapi, mengingat lesitin dan fosfolipid lainnya dapat disintesis oleh tubuh dan mengingat pula bahwa lesitin suplemen makanan mungkin tidak utuh lagi karena dalam usus diuraikan menjadi komponen lain, maka banyak ahli gizi yang berpendapat bahwa suplementasi makanan dengan lesitin tidak diperlukan.
Read More...... Diposkan oleh SAJODIN di 02:16 0 komentar

Rabu, 03 Maret 2010

LEMAK (I)
Normalnya, jumlah lemak pada tubuh pria dewasa kira-kira antara 15 -19% dari berat badannya dan pada wanita dewasa sekitar 18 -22%. Kebanyakan lemak dalam tubuh terdapat pada jaringan di bawah kulit, pada rongga perut dan sekitar organ-organ bagian dalam tubuh, seperti ginjal, jantung, limpa dan hati. Tebal jaringan lemak bawah kulit menentukan gemuk atau kurusnya tubuh seseorang. Bila lapisan lemak di bawah kulit sangat tipis, sehingga ruas ruas tulang iga nampak jelas, maka orang tersebut termasuk kategori kurus. Dan bila lapisan lemak bawah kulitnya tebal sehingga nampak banyak lekukan terutama di daerah perut, pinggul dan dagu, maka orag tersebut termasuk gemuk. Bahwasanya tubuh seseorang mempunyai kelebihan lemak dapat diketahui dengan mengukur tebal kulit beserta lapisan jaringan di bawahnya dengan skin caliper. Pengukuran dilakukan dengan menjepit kulit dan jaringan di bawahnya dengan ibu jari dan telunjuk. Bila tebal lipatan kulit dibelakang pertengahan lengan atas 1 cm, atau tebal lipatan kulit beserta jaringan lemak di bawahnya didaerah pinggir pinggang di atas tulang pinggul setebal 2,5 cm, maka orang tersebut mempunyai jumlah lemak tubuh yang melebihi normal. Bila dengan pemeriksaan yang lebih canggih, misalnya dengan menggunakan alat tomografi, diketahui bahwa jumlah lemak tubuh 10 -20% di atas normal, maka orang tersebut mempunyai lemak berlebih. Dan bila lemak tubuh 20% atau lebih di atas normal maka orang tersebut kegemukan atau obeis Lemak yang berlebihi berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit. Bila lemak yang berlebih menumpuk dari daerah pinggul kebawah ( kegemukan tipe buah pear, atau alpukat), risikonya adalah pelebaran pembuluh vena (varices) di daerah tungkai, wasir dan gangguan ortopedi tungkai bawah. Bila kelbihan lemak terdapat di bagian atas pinggul terutama pada rongga perut ( kegemukan tipe buah apel) maka risikonya adalah penyakit jantung, hipertensi, diabetes, gangguan pernafasan, kanker dan lain-lain.

Fungsi lemak tubuh Fungsi lemak yang berada didalam tubuh antara lain adalah:

1. Tempat penyimpanan cadangan energi yang akan digunakan tubuh manakala asupan energi dari makanan kurang, misalnya pada saat shaum, atau pada saat kelaparan, atau pada saat melakukan olahraga endurance seperti lari jarak jauh. Dalam kondisi tersebut otot rangka, otot jantung dan otot polos akan menguraikan lemak tubuh menjadi air dan gas CO2. Pada penguraian tersebut akan dihasilkan sejumlah energi.

2. Lemak tubuh terutama yang berada di bawah kulit bertindak sebagai insulator (bersama kulit), mempertahankan suhu tubuh terhadap pengaruh suhu udara sekitar. Lemak di bawah kulit seolah-olah selimut yang melindungi tubuh dari udara dingin. Sebaliknya dari orang kurus, orang gemuk akan lebih tahan terhadap udara dingin, tetapi tidak tahan terhadap udara panas. Pada saat melakukan aktivitas fisik yang sama, orang gemuk lebih cepat berkeringat dibanding dengan orang kurus.

3. lemak yang berada sekitar organ dalam seperti ginjal, hati limpa dan jantung bertindak sebagai bumper yang melindungi organ tersebut terhadap benturan keras dari luar tubuh, misalnya pada benturan saat mobil tabrakan.

4. Lemak merupakan selaput serabut saraf yang berfungsi sebagai isolator arus listrik yang mengalir dari otak ke suatu otot sehingga perintah otak tidak diterma otot lain.

5. Lemak tubuh yaitu kolesterol dan fosfolipid adalah bagian dari struktur membran plasma sel dan organel yang berperan dalam lalu lintas zat gizi keluar masuk sitosol dan organel.

6. Lemak tubuh juga merupakan bahan baku untuk pembuatan empedu, vitamin D, berbagai hormon sterod dan zat yang menyerupai hormon (hormone-like), misalnya prostaglandin dan tromboksan.

Fungsi lemak makanan Kalau tadi kita berbicara mengenai fungsi lemak tubuh, maka berikut ini adalah fungsi lemak makanan bagi manusia : a. Lemak makanan bersifat memperpanjang rasa kenyang setelah makan, karena lemak tinggal lama dalam lambung. Rasa kenyang setelah makan makanan berlemak akan lebih lama bila dibandingkan

dengan setelah makan makanan sumber karbohidrat, apalagi bila karbohidrat sederhana. Rasa kenyang setelah makan nasi goreng saat sarapan pagi terasa lebih lama dibanding dengan setelah makan roti, apalagi bila roti tersebut dibubuhi selai dan gula. b. Campuran lemak pada makanan menimbulkan cita rasa enak dan gurih. Coba bandingkan antara rasa tahu yang direbus dengan tahu yang digoreng. Begitu juga dengan makan nasi yang dibubuhi dengan daging goreng dibanding dengan daging yang direbus. c. Lemak berfungsi sebagai pembawa vitamin yang larut dalam lemak yaitu : vitamin A, D, E dan K. lemak juga bertindak sebagai sumber asam lemak yang esensial bagi tubuh yaitu asam linoleat, arachidonat dan asam linolenat. Coba perhatikan kulit mereka yang ingin kurus dengan cara tidak mengkonsumsi minyak, berat badannya akan turun tetapi kulitnya sering terlihat kusam, kering dan cenderung keriput. d. Lemak makanan mengandung energi lebih besar dibanding dengan makanan sumber karbohidrat atau protein dimana I gram lemak menghasilkan 9 Kkal, sedangkan energi dari1 gram karbohidarat atau protein adalah 4 Kkal. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi, maka mengkonsumsi lemak, dapat mengurangi jumlah porsi dari makanan sumber karbohidrat dan protein.Read More...... Diposkan oleh SAJODIN di 05:10 0 komentar

KARBOHIDRAT (1)
1. PENDAHULUAN Karbohidrat (KH), pada masyakat umum dikenal sebagai gula atau tepung, merupakan sumber energi utama dalam makanan manusia. Karbohidrat, terutama tepung adalah sumber energi yang termurah, paling mudah diperoleh dan paling mudah dicerna. Kira-kira 45-50 % konsumsi energi orang Amerika berasal dari karbohidrat, dan diperkirakan 60-80 % konsumsi energi orang Indonesia berasal dari karbohidrat. Asupan karbohidrat terutama bersumber dari tumbuhan dan sedikit sekali dari hewan. Dengan menggunakan energi dari sinar matahari (fotosintesis) yang ditangkap klorofil pada daun, tumbuhan membuat glukosa, suatu karbohidrat sederhana, dari gas CO2 yang ada di udara dan air yang ada dalam tanah. Dari glukosa, tumbuhan membuat karbohidrat yang lebih kompleks dan zat organik lainnya. Tumbuhan menyimpan karbohidrat sebagai tepung atau sebagai gula yang kemudian di konsumsi oleh hewan dan manusia sebagai sumber energi. Gambar 1. Proses pembentukan karbohidrat 2. STRUKTUR KIMIA KARBOHIDRAT KLASIFIKASI DAN SUMBER KARBOHIDRAT MAKANAN Suatu zat digolongkan pada KH, bila molekulnya tersusun oleh atom Carbon(C), Hidrogen(H) dan Oksigen(O) dengan perbandingan 1:2:1. Dengan demikian rumus kimia umum suatu KH adalah CnH2nOn, dimana n menunjukkan jumlah atom, misalnya rumus molekul gula putih (sukrosa) adalah C12H24O12. Jumlah atom C suatu karbohidrat bervariasi, dari yang sedikit ( 3-7 atom C) dengan ikatan sederhana, hingga ribuan atom C dengan ikatan kompleks. Satu molekul karbohidrat kompleks tersusun oleh ribuan unit terkecilnya, yaitu molekul karbohidrat sederhana yang disebut sebagai sakarida.

KARBOHIDRAT SEDERHANA Termasuk pada golongan karbohidrat sederhana adalah mono dan disakarida. Sebagian ahli gizi berpendapat bahwa oligosakarida juga termasuk pada golongan karbohidrat sederhana, tetapi kebanyakan ahli berpendapat bahwa oligosakarida termasuk golongan karbohidrat kompleks. Polisakarida termasuk pada golongan karbohidrat kompleks yang terdiri dari 2 kelompok yaitu karbohdrat kompleks yang dapat dicerna dan yang tidak dapat dicerna. MONOSAKARIDA Monosakarida merupakan bentuk KH yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Monosakarida dibedakan dalam monosakarida heksosa, pentosa, tetrosa dan triosa masing-masing dengan 6, 5, 4 dan 3 atom karbon. Monosakarida yang penting untuk dibicarakan adalah heksosa dan pentosa. Heksosa yang ada dalam bahan makanan alami adalah glukosa dan fruktosa. Monosakarida heksosa yang lain adalah galaktosa, tidak terdapat bebas dalam makanan. Termasuk pentosa adalah arabinosa dan ribosa. Glukosa atau juga dikenal sebagai dekstrosa atau gula anggur banyak terdapat pada buah matang, jagung manis, sayuran yang rasanya manis, madu dan ubi manis. Dibandingkan dengan gula tebu (sukrosa), glukosa terasa kurang manis. Glukosa adalah produk utama hasil penguraian karbohidrat dalam proses pencernaan, dan glukosa adalah karbohidrat yang ada dalam darah. Secara kimia molekul glukosa lebih besar dan lebih komplek dibandingkan dengan alcohol ethyl. Setiap atom carbon mempunyai empat ikatan: oksigen mempunya dua ikatan; setiap hydrogen mempunyai satu ikatan, seperti pada gambar 2. Gambar 2. Struktur glukosa Fruktosa ditemukan pada sumber yang sama dengan glukosa dan sukrosa yaitu pada madu dan buah yang matang. Fruktosa mudah diproduksi dalam jumlah yang besar dan murah dari tepung dan dipakai sebagai pemanis komersial dan diperdagangkan dengan nama sirup jagung. Untuk pemanis minuman segar (soft drink) lebih banyak dipakai sirup jagung dibanding dengan gula biasa. Fruktosa merupakan gula termanis. Fruktosa secara alami terdapat pada buah-buahan dan madu, terdapat juga pada minuman soft drink, makanan sereal, dan sirup. Gambar 2. Struktur Fruktosa Galaktosa tidak terdapat bebas di alam tetapi diperoleh tubuh pada proses penguraian laktosa (dari susu) di dalam saluran cerna. Ribosa, xylosa dan arabinosa adalah monosakarida pentosa yang tidak harus tersedia dalam diet. Misalnya, walaupun ribosa merupakan bagian dari vitamin B2 serta bagian dari molekul RNA dan DNA, tetapi karena tubuh mampu membuat ribosa, maka dalam menintesis RNA dan DNA ribosa makanan tidak punya arti penting. Termasuk pada golongan monosakarida adalah gula alkohol (bukan khamr yang diharamkan), adalah xylitol, manitol dan sorbitol, yang banyak digunakan untuk kepentingan industri makanan dan minuman. Xylitol dan manitol banyak digunakan untuk pemanis soft drink dan permen, sedangkan sorbitol digunakan untuk pemanis permen yang berlabel sugar free.
Read More......

Selain dengan melihat gejala-gejala yang ditimbulkan pada penderita diabetes mellitus, kita juga dapat melakukan diagnosis diabetes melalui tes laboratorium. Tes laboratorium

merupakan serangkaian metode untuk melakukan diagnosis diabetes melalui pengambilan sampel darah dan urine dari penderita diabetes. Cara diagnosis diabetes melalui tes laboratorium ini memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Selain kita dapat memastikan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak, kita juga dapat menentukan tipe diabetes yang diderita serta dapat diketahui faktor penyebabnya. Hal ini penting untuk pengambilan keputusan dokter dalam memberikan obat dan saran-saran yang harus dijalankan. Diagnosis diabetes melalui tes laboratorium memang relatif mahal karena dibutuhkan bahan pereaksi kimia dan alat pengukur diabetes yang harganya juga mahal. Namun tentunya Anda tidak akan sia-sia melakukan tes laboratorium ini mengingat hasil diagnosis diabetes merupakan dasar pengambilan keputusan dokter untuk melakukan tindakan yang tepat sehingga penyakit diabetes yang diderita dapat tertangani dengan cepat. Berikut ini beberapa pengujian diagnosis diabetes melalui tes laboratorium. 1. Tes urine. o Tes urine digunakan untuk mengetahui kandungan gula di dalam urine. Tes ini meliputi uji Benedict dan uji Dipstick o Uji Benedict digunakan untuk menentukan adanya glikogen dalam urine. Mula-mula sampel urine dari penderita diabetes diambil. Kemudian ambillah 8 tetes urine tersebut ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya sampel tersebut ditetesi dengan pereaksi Benedict sebanyak 5 tetes. Kemudian sampel tersebut dipanaskan sampai terbentuk warna. Sifat warna inilah yang memberikan petunjuk kadar gula dalam urine. o Pada hasil uji Benedict, jika warna yang dihasilkan adalah merah bata, maka urine tersebut mengandung lebih dari 2% glukosa, yang artinya orang tersebut menderita penyakit diabetes. o Pada dasarnya uji Benedict untuk mengetahui kandungan senyawa aldehida. Oleh karena itu, pada uji benedict akan memberikan warna bahkan jika ada gula-gula lain yang terdapat dalam urine, seperti maltosa, galaktosa, sukrosa fruktosa, dan lain-lain. o Uji Benedict tidak dapat digunakan untuk penderita hipogleikimia. o Sedangkan pada uji Dipstick digunakan untuk memastikan adanya gula dalam urine. Pada dasarnya Dipsticks merupakan strip kertas yang mengandung zat kimia tertentu dan akan berubah warna jika bereaksi dengan gula. Perubahan warna yang terjadi tergantung pada bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan dipstick tersebut. Pada uji Dipstick warna yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan warna yang terdapat pada buku manual. 2. Tes Darah o Tes darah mengandung beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes urine, yaitu dapat mengetahui hipogleikimia. o Mula-mula sampel darah penderita diabetes diambil dengan menggunakan alat khusus yang ditusukkan ke jari. Darah yang menetes keluar, kemudian diletakkan pada sebuah strip khusus. Strip yang mengandung zat kimia tersebut, selanjutnya bereaksi dengan gula yang terdapat dalam darah. o Setelah ditunggu beberapa menit, strip tersebut akan mengering dan menunjukkan warna tertentu. Kemudian warna yang dihasilkan strip tersebut dibandingkan dengan skala warna pengukuran.

Tes darah juga dapat dilakukan dengan alat photometer. Dengan alat ini proses diagnosis diabetes dapat diketahui dengan cepat dan tepat. Tes ini dilakukan sesudah puasa (minimal selama 10 jam) dan 2 jam sesudah makan. o Berdasarkan hasil tes, jika seseorang mempunyai kadar gula darah puasa lebih dari 110mg% dan kadar gula darah 2 jam sesudah makan lebih dari 200 mg% maka dapat disimpulkan bahwa orang tersebut menderita diabetes. 3. Tes puasa glukosa plasma (FPG) o Uji FPG digunakan untuk mendiagnosis diabetes dan pradiabetes yang biasanya dilakukan pada pagi hari. o Berdasarkan hasil tes, jika seseorang mempunyai kadar glukosa puasa 100 sampai 125 mg/dL berarti orang tersebut memiliki gangguan glukosa puasa (IFG) atau disebut juga dengan gejala pradiabetes. o Selanjutnya jika seseorang mempunyai kadar glukosa puasa lebih dari 126 mg/dL maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengidap penyakit diabetes. 4. Uji toleransi glukosa oral (OGTT) o Dalam mendiagnosis penderita pradiabetes uji OGTT lebih diandalkan karena lebih sensitif dibandingkan dengan uji FPG, o Sebelum dilakukan uji OGTT, terlebih dahulu pasien berpuasa minimal 8 jam. Selanjutnya pasien diukur kadar glukosa plasma. o Kemudian pasien minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa telah dilarutkan dalam air. Selang 2 jam kemudian pasien diukur kembali kadar glukosa plasmanya. o Berdasarkan hasil tes, jika seseorang memiliki kadar glukosa darah antara 140 dan 199 mg/dL 2 jam setelah minum cairan tersebut, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki gangguan toleransi glukosa (IGT) atau disebut juga dengan gejala pradiabetes. o Selanjutnya jika seseorang memiliki kadar glukosa lebih dari 200 mg/dL, maka dapat dikatakan orang tersebut mengidap penyakit diabetes. 5. Uji glukosa plasma secara acak o Pada kondisi akut yang ditandai dari besarnya nilai hasil tes FPG dan uji OGTT, yaitu lebih dari 200 mg/dL dan ditambah adanya gejala seperti sering buang air kecil, rasa haus berlebihan dan terjadinya penurunan berat badan, maka perlu dilakukan uji glukosa plasma secara acak. o Pada uji ini dokter akan memeriksa kadar glukosa darah orang tersebut pada hari lain dengan menggunakan uji FPG atau OGTT untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara diagnosis diabetes masingmasing tes memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu berbagai tes diagnosis diabetes di atas bersifat melengkapi antara satu sama lain. Dengan semakin lengkapnya data yang diperoleh dari hasil pengujian diagnosis diabetes, maka semakin tepat dan akurat terapi yang akan diberikan oleh dokter. Setelah Anda melakukan pengujian diagnosis diabetes, dokter akan menjelaskan kepada Anda mengenai status diabetes Anda beserta faktor penyebabnya. Kemudian dokter akan memberikan terapi dan beberapa saran untuk Anda ikuti. Jika Anda mengikuti prosedur yang benar mengenai pemeriksaan diagnosis diabetes di atas, niscaya gejala sakit yang yang Anda derita akan berkurang.

Diagnosis Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat, dll.. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi punya resiko DM (usia >45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi >4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida >= 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. PEMBAHASAN Sebelum membahas dan mendiagnosis penyakit, harus diketahui dahulu kesan umum pasien yang dapat diambil/ dilakukan saat anamnesis. Dalam skenario pada kasus di atas, dapat dilihat kesan umum sebagai berikut : 1. usia = 55 tahun 2. BB= 90 kg, TB= 156 cm. Dari data tersebut dapat dicari indeks massa tubuh (BMI) dengan rumus, BMI= BB/ (TB)2 (BB dalam kg dan TB dalam meter), maka BMI= 90 / (1,56) 2 = 36,98. Berdasarkan kriteria dari Depkes, 1996, BMI > 27 adalah gemuk tingkat berat atau obes. Begitu pula berdasar WHO, dikatakan obes bila BMI > 30. 3. poliuria dengan frekuensi 10-15 kali sehari. 4. kedua kaki terasa kesemutan, hal ini mendasari kenapa dokter pada skenario mendiagnosis polineuropati dan merujuknya ke poliklinik neurologi. 5. pernah menderita gout arthritis. 6. ada riwayat keluarga dengan diabetes melitus, yaitu anak laki-laki dan saudara lakilakinya. 7. tekanan darah tinggi, yaitu 150/100 mmHg. Berdasarkan The Joint National Committe (JNC) VII, penilaian tekanan darah dengan sistolik 140-159 dan diatolik 90-99, adalah hipertensi tahap pertama (stage 1 hypertension) 8. pemeriksaan laboratorium dengan hasil : kolesterol total 250 mg/dl (N < 200), trigliserida 350 mg/dl (N= 40-155), HDL 35 mg/dl (N laki-laki 35-55, wanita 45-65), LDL 215 mg/dl (N < 130), ureum 70 mg/dl (N=20-40), kreatinin 2 mg/dl (N= 0,5-1,5), asam urat 10 mg/dl (N=3-7). Berarti terjadi kenaikan semua hasil pemeriksaan, kecuali HDL kolesterol. Ini menunjukan gejala dislipidemia (hiperlipidemia) Dari data tersebuit di atas, dapat diambil kemungkinan sementara penyakit yang diderita adalah lebih condong pada diabetes melitus. Hal ini dikarenakan : 1. menunjukan beberapa gejala khas DM, yaitu poliuria, kesemutan, dan obes. 2. ada riwayat keluarga DM. 3. adanya kemungkinan komplikasi DM berupa hipertensi, dislipidemia, kesemutan (merupakan salah satu gejala neuropati). 4. mempunya resiko yang besar terhadap DM, yaitu usia > 40 tahun, ada riwayat keluarga DM, hipertensi, obes. Namun, tidak dapat ditegakkan diagnosis jika hanya melihat data tersebut. Untuk

menegakkan diagnosis DM perlu dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu yang > 200 mg/dl. Skema diagnosisnya adalah sebagai berikut :

skema diagnosis dm Karena pada skenario tidak didapatkan data pemeriksaan gula, maka tidak dapat dipastikan pasien tersebut menderita DM. Namun, ada beberapa gejala / penyakit yang dapat diberi penatalaksanaan sementara, yaitu untuk mengobati hipertensi, obesitas, dan dislipidemia. 1. Hipertensi. Ada tiga kelompok yang beresiko hipertensi : a. Pasien dengan tekanan darah perbatasan 140-160 atau > 160, tanpa gejala penyakit kardiovaskular, kerusakan organ, atau faktor risiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup, tekanan darah belum turun, maka diberi obat antihipertensi. b. Pasien tanpa penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ, tapi memiliki faktor risiko (usia > 60 tahun, merokok, dislipidemia, DM, riwayat keluarga), namun bukan DM, maka langsung diberi obat antihipertensi. c. Pasien dengan penyakit kardiovaskular atau kerusakan organ yang jelas diberi obat sesuai jenis kerusakannya seperti beta bloker untuk infark miokard. 2. Obes. Secara keseluruhan pengelolaan obes mencakup : a. Nonfarmakologis : pengaturan makan dengan mengurangi asupan kalori dan latihan jasmani. b. Farmakologis : misal diethylpropion, flenfuranin. c. Bedah pada kasus tertentu. 3. Dislipidemia dengan : (1) diet rendah lemak, (2) obat, seperti genfibrozil. Selanjutnya akan saya bahas mengenai DM pada anak laki-laki pasien dan penyakit yang diderita saudara laki-laki pasien. Pada skenario didapatkan riwayat anak laki-laki dari pasien pernah dirawat karena DM. Seperti diketahui sebelumnya, secara klinis DM dibagi menjadi tipe 1, tipe 2, dan tipe lainnya. DM tipe 1 (IDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, sehingga insulin tidak terbentuk. Konsekuensinya, tanpa insulin yang cukup glukosa darah sukar diikat oleh sel target, sehingga timbulah hipergklikemia dalam darah. DM tipe 2 (NIDDM) disebabkan resistensi insulin, dimana sel beta pankreas dapat dengan normal mensekresi insulin, namun insulin tidak dapat berikatan dengan reseptor.

Tampaknya pada kasus ini, anak tersebut menderita DM tipe 1, hal ini terlihat pada keadaan penderita yang semula gemuk kemudian kurus. Mekanismenya sebagai berikut : semula gemuk, terkena DM tipe 1, kekurangan insulin, sel tidak dapat mengikat glukosa, terjadi lipolisis dan proteolisis dari sel otot, lemak dipecah, cadangan lemak berkurang, otot menipis, lalu kurus. Sedangkan pada tipe 2, justru terjadi sebaliknya. Karena kadar insulin yang cukup bahkan hiperinsulin, sel akan mudah mengikat lemak dan protein, walau terjadi resistensi terhadap glukosa, sehingga tubuh penderita akan gemuk. Pembahasan selanjutnya, pada saudara laki-laki pasien. Didapatkan data pada skenario, penderita minum obat glibenklamid 3 x sehari. Glibenklamid adalah salah satu obat DM tipe 1 dari golongan sulfonilurea yang berfungsi salah satunya meningkatkan sekresi insulin. Namun, karena dosis terlalu banyak yang seharusnya sehari cukup 1 tablet, maka terjadi hipoglikemia. Hal inilah yang menyebabkan penderita dibawa ke rumah sakit. Gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase : 1. Fase 1 yaitu gejala yang timbul akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya horman epinefrin, termasuk gejala peringatan. Gejala berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, lapar, mual. 2. Fase 2 yaitu gejala akibat gangguan fungsi otak, dinamakna gejala neurologi. Gejala berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilang keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang, koma. Penatalaksanaan dilakukan bila pasien masih sadar dengan minum larutan gula 10-30 gr. Bila tidak sadar, diberi suntikan bolus dekstrosa 15-25 gr atau mengoleskan madu/sirup pada mukosa pipi. Bila belum sadar juga, kadar glukosa perlu diperiksa untuk dievaluasi lebih lanjut. Setelah pasien sadar beri infus dekstrosa 10% 3 har, dengan monitor glukosa darah 90-180 mg% tiap 3-6 jam. Jika ditelisik, ternyata penderita ini pernah diamputasi. Tampaknya penderita pernah mengalami komplikasi DM, yitu ulkus/ gangren diabetik. Penanganan pada DM itu sendiri dibagi dua, jangka pendek untuk menghilangkan gejala dan jangka panjang untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Kerangka utama penatalaksanaan DM, yaitu : 1. Perencanaan makan / diet. Menurut standar PERKENI, santapan seimbang berupa karbohidart 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, sters akut, dan kegiatan jasmani. 2. Latihan jasmani 3. Obat seperti sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase, insulin. DIABETES MELITUS (disarikan dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006) Alwi Shahab Subbagian Endokrinologi Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri/ RSMH Palembang
I. Pendahuluan

Yang dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah suatupenyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalamdarah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosialekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skalaprioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampaknegatifnya , yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibatpenyulit menahun yang ditimbulkannya. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesiadidapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 2,3 % pada penduduk usia lebihdari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manadodidapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta,Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanyakenaikan prevalensi dari tahun ketahun. Berdasarkan pola pertambahanpenduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 jutapenduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DMsebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangatbesar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis /endokrinologis. Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM,yang seyogyanya diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan primer, perandokter umum adalah sangat penting. Kasus DM yang tanpa disertai denganpenyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalaukemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik denganpengelolaan ditingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harusditekankan pentingnya tindak lanjut jangka panjang pada para pasientersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secaraperiodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada timpengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudianmereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya.Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya,pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perludan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yanglebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran / RumahSakit Pendidikan / RS Rujukan Utama. Untuk mendapatkan hasilpengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untukmenekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagipenderita DM. Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akandiderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidakhanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagikeikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasiendan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan merekadalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

II. Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadarglukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuriasaja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darahyang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan caraenzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikandiagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darahdapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alatpengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhanadan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakaialat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan denganbaik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perludibandingkan dengan cara konvensional.

A. Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaanpenyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya(mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karenadisamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yangpositif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untukpemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanyapemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebutsangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu : kelompok usia dewasa tua (>45 tahun ) kegemukan {BB (kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kg/m2)} tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg) riwayat keluarga DM riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi>4000 gram riwayat DM pada kehamilan dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau Trigliserida>250 mg/dl pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

*metode enzimatik

B.

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosisklinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupapoliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yangtidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakanpasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasienpria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompoktanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satukali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinisDM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagiangka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan puasa semalam, selama 10-12 jam kadar glukosa darah puasa diperiksa diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)200 mg/dl , atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)126 mg/dl (Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau Kadar glukosa plasma200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harusdikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khashiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosisatau berat badan yang menurun cepat.

**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik.

III. Klasifikasi

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia )adalahyang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American DiabetesAssociation (ADA) 1997, sbg berikut :

1. :

Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

Autoimun Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

2.

Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominanresistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yangterutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)

3.

Diabetes Melitus tipe lain : A. Defek genetik fungsi sel beta :

B. C.

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3. DNA mitokondria

Defek genetik kerja insulin Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis tumor pankreas /pankreatektomi pankreatopati fibrokalkulus

D.

Endokrinopati : akromegali sindrom Cushing feokromositoma hipertiroidisme

E.

Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain

F.

Infeksi : Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)

G.

Sebab imunologi yang jarang : antibodi anti insulin

H.

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

4.

Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

IV. Pengelolaan

Tujuan :

1.

Jangka pendek: menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Jangka panjang: mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupunneuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.

2.

3. Cara: menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin. Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor genetik,tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara untuk memperbaikikelainan dasar yang dapat dikoreksi harus tercermin pada langkah pengelolaan. 4. Kegiatan: mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan melakukan promosi perubahan perilaku.

Pilar utama pengelolaan DM :

1.Edukasi 2. Perencanaan makan 3. Latihan jasmani 4. Obat-obatan Padadasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertaidengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu).Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadarsasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensifarmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulinsesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurundengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentuobat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dandosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah biladimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapatpelatihan khusus untuk itu.

Edukasi

DiabetesTipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telahterbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiridiabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalammerubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingipasien dalam

perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup.Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan: makan makanan sehat; kegiatan jasmani secara teratur; menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik; melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada; melakukan perawatan kaki secara berkala; mengelola diabetes dengan tepat; mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan; dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi(penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaianmasalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahanperilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian,perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

Perencanaan makan Diabetestipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehinggatidak ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan inisecara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masingindividu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula,tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidratkompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitianpada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akanperlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yangberasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menumakanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh padarespons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula:(glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose,amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapanmakanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak,protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yangberasal dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6minggu kemudian ternyatatidak mengalami perbedaan repons glikemik,bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlahtotal kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macammakanannya. Standaryang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam halkarbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baiksebagai berikut: Karbohidrat Protein 60-70% 10-15%

Lemak 20-25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stresakut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan beratbadan idaman.

You might also like