You are on page 1of 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini disajikan beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan penelitian yaitu antara lain tentang : 1. Konsep Kecemasan, 2. Konsep Kontrasepsi, 3. Kerangka Konsep Penelitian. 2.1. Konsep Kecemasan (Ansietas) 2.1.1. Pengertian Kecemasan Menurut Sobur (2003) kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenatnya tidak mengancam. Kecemasan adalah perasaan tidak tenang (ketakutan) yang dialami individu atau kelompok dan aktivasi system saraf otonam dalam merespon ancaman yang tidak spesifik dan tidak jelas (Lynda Juall Carpenito, 2009). Sedangkan menurut Stuart Gail W (2006) kecemasan adalah kakhawatiran yang jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. 2.1.2. Penyebab Kecemasaan Penyebab kecemasan menurut Stuart, Gail W, (2006) : 1. Dalam Pandangan Psikoanalitis Kecemasan timbul dari konflik emosional yang tejadi antara dua element kepribadian Id dan Superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua

element yang bertentangan tersebut, dan fungsi Kecemasan mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2.

Menurut Pandangan Interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. trauma, Kecemasan seperti juga berhubungan dan kehilangan dengan yang

pertkembangan

perpisahan

menimbulkan kerentangan tertentu. 3. Menurut Pandangan Perilaku Kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu diinginkan. 4. Kajian Keluarga Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga yang disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga. 5. Kajian Biologis Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk untuk mencapai tujuan yang

benzodiazepine, obat yang meningkatkan neororegulator inhibibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. 2.1.3. Penilaian menurut HARS Menurut HARS untuk menilai tingkat kecemasan meliputi 14 item yaitu : 1. Perasaan cemas meliputi : Firasat buruk, takut akan pikiran sendiri.

2. Ketegangan meliputi : Merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar, gelisah. 3. Ketakutan meliputi : Pada gelap, ditinggal sendiri, pada orang asaing, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumuan banyak orang. 4. Gangguan tidut meliputi : Sukar memulai tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan. 5. Gangguan kecerdasan meliputi : Daya ingat buruk, sulit berkonsentrasi, sering bingung. 6. Perasaan depresi meliputi : kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesukaan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari. 7. Gejala somatic (otot-otot) meliputi : Nyeri otot, kaku, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil. 8. Gejala sensorik meliputi : Telinga berdengung, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk. 9. Gejala kardiovaskuler meliputi : Denyut nadi cepat, berdebar, nyeri dada, denyut nadi meningkat, rasa lemah seperti akan pinsang, detak jantung hilang sekejap. 10. Gejala gastrointestinal meliputi : Sulit menelan, mual muntah, berat badan menurun, konstipasi/sulit buang air besar, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum/ sesudah makan, rasa panas diperut, perut terasa penuh/ kembung. 11. Gejala pernafasan meliputi : Rasa tertekan didada, perasaan tercekik, merasa napas pendek/sesak, sering menarik nafas panjang.

12. Gejala urogenitalia meliputi : Sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenore atau menstruasi yang tidak teratur, firgiditas (menjadi dingin). 13. Gejala vegetative/ otonom meliputi : Mulut kering, muka kering, mudah berkeringat, pusing/ sakit kepala, bulu roma berdiri. 14. Apakah ibu merasakan, meliputi : Gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi, muka tegang, tonus/ ketegangan otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah. 2.1.4. Kriteria Kecemasan Sistem penilaiannya menurut HARS yaitu: 0 1 2 3 4 : tidak dapat : Ringan : Sedang : Berat : Panik : (tidak ada gejala sama sekali) : (Satu gejala dari pilihan yang ada) : (Separuh dari gejala yang ada) : (Lebih dari separuh dari gejala yang ada) : (Semua gejala ada)

Tingkat kecemasan menurut HARS : Tidak Cemas Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat : Bila Score < 6 dari keseluruhan item. : Bila Score 6-14 dari keseluruhan item. : Bila Score 15-27 dari keseluruhan item. : Bila Score > 27 dari keseluruhan item.

2.2. Faktor-faktor yang menpengaruhi kecemasan 2.2.1. Pendidikan

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk menpengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan tingkat kecemasan pasien. Pada seseorang yang mempunyai pendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi serta menggunakan koping yang efektif dalam mengatasi kecemasan diri pada seseorang yang berpendidikan rendah (Walsh, 2008). 2.2.2. Pengalaman Pengalaman berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar. Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh sosial, dimana seseorang dapat menjalani hal hal yang baik dan buruk. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara berfikir seseorang. Wanita yang mempunyai pengalaman positif tentang kontrasepsi dapat mengurangi kecemasan (Bobak, 2004). 2.2.3. Pengetahuan Pengetahun adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

Semakin tinggi pengetahuan akseptor tentang efek samping implant, maka akseptor akan lebih paham cara mengatasi efek samping tersebut, sehingga akseptor tetap menggunakan kontrasepsi implant. 2.2.4. Usia Usia juga cukup berpengaruh pada kecemasan, ada kecenderungan bahwa pemakaian tua kelompok umur akseptor semakin tinggi angka kelangsungannya. Diketahui bahwa akseptor yang KB muda umur 25-29 tahun, dewasa umur 30-34 tahun dan tua umur > 35 tahun. Wanita yang lebih muda dan wanita yang belum pernah menggunakan KB beresiko mengalami stress emosional. Wanita yang berusia > 35 tahun cenderung mengalami kecemasan karena beresiko tinggi dan perlu berkonsultasi dengan dokter ahli (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). 2.2.5. Peran Keluarga (suami) Partisipasipasi aktif dari keluarga termasuk suami merupakan cara untuk memberikan dukungan kepada akseptor dalam pemberian asuhan, keterlibatan keluarga berperan dalam hal pengambilan keputusan dan untuk mendiskusikan kemungkinan yang terjadi agar mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya, dengan memiliki kesehatan psikologinya dan lebih mudah menerima perubahan fisik serta mengontrol gejolak emosi yang timbul (Suprajitno, 2005). 2.2.6. Peran Petugas Kesehatan (Bidan) Peran bidan dalam membantu seseorang wanita menyesuaikan diri dengan keadaanya dalam memberikan dukungan emosional, informasi dan saran-saran

untuk berkomunikasi secara efektif, memberi dukungan, empati dan kemampuan untuk mendengar lebih baik (Henderson , 2005). 2.2.7. Lingkungan Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh sosial, dimana seseorang dapat menjalani hal hal yang baik dan buruk. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada cara berfikir seseorang. Akseptor yang mempunyai pengalaman positif tentang ber-KB dapat mengurangi kecemasan (Bobak , 2004).

2.3. Konsep Kontrasepsi 2.3.1. Pengertian Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen (Hanifa Wiknjosastro, 2005). Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengetahuan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk social (Saifuddin, 2006). Menurut Potter dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Fundamental Kperawatan (2005), mengatakan bahwa kontrasepsi merupakan kemampuan untuk mencegah kehamilan atau merencanakan waktu di antara kehamilan harus menjadi bagian dari rencana perawatan kesehatan klien. 2.3.2. Tujuan Kontrasepsi Menurut Helen Varney (2006) tujuan kontrasepsi adalah : 1. Mencegah kehamilan terlalu dini

Dengan menggunakan KB maka pasangan usia subur bisa mencegah kehamilan yang terlalu dini, karena biasanya kehamilan dini juga tidak begitu baik hal ini bisa diakibatkan masih belum matangnya organ dalam wanita, maka dengan mengikuti KB diharapkan kehamilan bisa dating sesuai dengan rencana pasangan suami istri tersebut. 2. Mencegah kehamilan terlalu terlambat Dengan menggunakan KB maka seseorang bisa mengatur keinginannya untuk memperlambat atau mempercepat memiliki anak hal ini dengan tujuan untuk mencegah kehamilan yang terlalu lambat karena kehamilan yang terlambat memiliki beberapa resiko. 3. Menjarangkan jarak kehamilan Dengan menjarangkan kehamilan maka pasangan usia subur bisa mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. 4. Mencegah terjadinya inversio uteri Semakin sering seseorang melahirkan maka bisa beresiko mengalami inversio uteri, inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri yang bisa disebabkan karena lemahnya dinding uterus, hal ini bisa terjadi pada grandemultipara, oleh karena itu gerakan KB bisa memperkecil resiko inversio uteri. 5. Meningkatkan kualitas anak Dengan menjarangkan kehamilan maka seseorang anak tersebut bisa mengenyam pendidikan yang lebih maksimal sehingga kualitas anak tersebut bisa meningkat namun sebaliknya jika keluarga memiliki cukup banyak anak maka

sudah bisa ditebak pendidikan anak tidak begitu diperhatikan oleh karena itu gerakan KB diharapkan bisa meningkatkan kualitas pendidikan anak.

2.4. Macam-macam Kontrasepsi Modern Jangka Panjang 2.4.1. 1. Kontrasepsi KB Implant atau AKBK Pengertian Implant adalah kapsul yang berisi progesteron yang dimasukkan dengan anestesi local ke sisi dalam lengan atas yang tidak dominan, steroid dilepaskan dalam jumlah yang tetap dan kadar dalam sirkulasi darah keadaan stabil sehingga bisa menjamin efektifitas yang sangat tinggi dengan memproduksi blockade lendir pada servik yang menghalangi penetrasi sperma (Everett, suzanne, 2007). 2. Jenis Kontrasepsi Implant Menurut Hanafi Hartanto, (2004) implan memiliki: 1). Norplant Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm dengan diameter 2,4 cm yang diisi dengan 36 mg levonorgestral dan lama kerjanya 5 tahun. 2). Implanon Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.

3).

Indoplant Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonor-gestrel dengan lama

kerjanya 3 tahun. 3. Cara Kerja Kontrasepsi Implant Mengurangi trasportasi sperma, menekan ovulasi, mengentalkan lendir servik, mengganggu proses pembentukan endometrium (Hanafi Hartanto, 2004). 4. Efektifitas Kontrasepsi Implant Angka kegagalan kontrasepsi implant 1 kehamilan per 100 perempuan per tahun dalam 5 tahun pertama, ini lebih rendah dibandingkan kontrasepsi oral, IUD dan metode barier (Hanafi Hartanto, 2004). 5. Keuntungan Kontrasepsi Implant Memiliki daya guna tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun), pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan, tidak

memerlukan pemeriksaan dalam, tidak mengganggu pengeluaran ASI, klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan, dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan (Hanafi Hartanto, 2004). 6. Keuntungan Non Kontrasepsi Mengurangi nyeri haid, mengurangi jumlah darah haid, mengurangi atau memperbaiki anemia, melindungi terjadinya kanker endometrium, melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul, menurunkan angka kejadian endometriosis (Hanafi Hartanto, 2004). 7. Yang Boleh Menggunakan Implant Menurut Hanafi Hartanto (2004) yang boleh menggunakan kontrasepsi implant adalah usia reproduktif, menghendaki kontrasepsi yang memiliki

efektifitas tinggi dan menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi, pasca persalinan dan tidak menyusui, pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi tetapi tidak menghendaki sterilisasi, tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah atau anemia bulan sabit (sickle cell). 8. Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Implant Menurut Hanafi Hartanto (2004) yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi implant adalah hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, memiliki riwayat kanker payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi, mioma uterus dan kanker payudara, gangguan toleransi glukosa. 9. Pemasangan Implant Implant dipasang dengan menggunakan teknik steril dibawah anastesi local kedalam bagian lengan atas pada lengan yang tidak dominan, pemasangan implant dilakukan dengan menggunakan sebuah aplikator yang dirancang khusus. Implant harus dimasukkan dibagian lengan atas sekitar 6-8 cm diatas lipatan siku pada lekuk antara bisep dan trisep, tempat pemasangan harus ditandai dan dibersihkan dengan desinfektan dan diberi anastesi local, kulit harus diregangkan dan ujung aplikator implant ke tempat pemasangannya dengan membentuk sudut 20 derajat, kapsul ditahan dibagian dalam aplikator dibagian ujungnya, kulit dibebaskan dan aplikator diturunkan sampai posisi mendatar. Kulit kemudian diangkat sementara ujung jarum dipertahankan didalam jaringan ikat subdermal, kapsul dimasukkan dengan lembut dengan kulit diangkat saat jarum dimasukkan sampai sepenuhnya tanpa member tekanan, pengaman

aplikator harus pecah dan obsturator harus menunjukkan angka 90 derajat. Obsturator harus menunjukkan angka 90 derajat, obsturator harus dipegang secara mantap pada satu tangan yang diletakkan di lengan dan jarum kanula secara perlahan ditarik keluar dari lengan, kemudian jarum diperiksa apakah sudah tidak berisi kapsul dan implant harus dipalpasi, kassa kering dan perban dipasang yang dapat dilepas setelah 24 jam (Everett, suzanne, 2007). 10. Jadwal Kunjungan Kunjungan dilakukan setelah 3 bulan setelah pemasangan untuk memeriksa tempat pemasangan, tekanan darah, dan berat badan, jika tidak terdapat masalah minta klien untuk datang pada bulan ke 6 setelah pemasangan guna memantau siklus menstruasi, tekanan darah, dan berat badan. Jika klien mengalami menstruasi yang tidak teratur atau nyeri atau bahkan pembengkakan di sekitar tempat implant maka klien hendaknya dianjurkan untuk kembali lebih awal dari waktu yang dijadwalkan (Hanafi Hartanto, 2004). 11. Pelepasan Implant Pelepasan implant dilakukan dalam kondisi steril dengan anestesi local, letak implant harus dicatat pada kartu pengguna, dan letak tersebut dipalpasi dan ditandai dibagian ujung distalnya. Untuk pelepasan, area tersebut harus dibersihkan dan harus dimasukkan anastesi local dibawah implant tersebut. Sebuah insisi sepanjang 2 mm dibuat membujur, implant didorong kearah insisi sampai ujung terlihat dan kemudian dicengkram dengan forsep dan dikeluarkan, tempat insisi dibuat dengan kassa steril dan perban tekan dipasang diatasnya (Everett, suzanne, 2007).

12.

Efek Samping Kontrasepsi Implant dan Cara Penanganan Efek Samping Tersebut

Tabel 2.1 Efek Samping Kontrasepsi Implant dan Cara Penanganan Efek Samping Tersebut. Efek Samping Penanganan Amenorea - Pastikan hamil atau tidak, dan bila tidak hamil, tidak memerlukan penanganan khusus, cukup konseling saja. - Bila klien tetap saja tidak dapat menerima, angkat implan dan anjurkan menggunakan kontrasepsi lain. - Bila terjadi kehamilan dan klien ingin

melanjutkan kehamilan, cabut implan dan jelaskan bahwa progestin tidak berbahaya bagi janin. Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, klien dirujuk. Tidak ada gunanya memberikan obat hormon untuk memancing timbulnya perdarahan. Perdarahan bercak (spotting) ringan - Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering

ditemukan terutama pada tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apa pun. Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdaharan dan ingin melanjutkan pemakaian implan dapat memakai pil kombinasi salah satu siklus, atau ibuprofen 3x800 mg selama 5 hari. Terangkan kepada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis. Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan degan satu siklus pil kombinasi, atau dapat juga

diberikan 50 g etinilestradiol, atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi untuk 14-21 hari. Ekspulsi - Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat, dan apakh terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain, atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain. Infeksi pada daerah - Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan insersi dengan sabun dan air, atau antisepstik. Berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implan jangan dilepas dan klien diminta kembali satu minggu. Apabila tidak membaik, cabut implan dan pasang yang baru pada sisi lengan yang lain atau cari metode kontrasepsi yang lain. Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implan, lakukan perawatan luka, dan berikan antibiotik oral 7 hari. Berat badan naik/turun - Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 1-2 kg adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari metode lain.

2.4.2. 1.

Kontrasepsi KB IUD/AKDR Pengertian

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) adalah bahan inert sintetik (dengan atau tanpa unsur tambahan untuk sinergi efektifitas) dengan berbagai bentuk, yang dipasangkan ke dalam rahim untuk menghasilkan efek kontrasepsi (Abdul Bari Saifudin, 2006). Menurut Gilly Andrews, (2009) Intra Uterin Device (IUD) merupakan alat yang dipasang di dalam uterus melalui kanalis servikalis.

2.

Macam-macam IUD Berbagai jenis IUD yang beredar di Indonesia menurut Mansjoer, (2002)

yaitu: 1). Inert, terbuat dari plastik (Lippes loop) atau baja antikarat (The Chinese Ring). 2). Mengandung tembaga seperti T Cu 380A, T Cu 200C, Multiload ( ML Cu 250, 375 ) danNovaT. 3). Mengandung hormon steroid, seperti Progestasert (hormon progesteron) dan Levonova (Levonorgestrel). Berbagai jenis IUD yang beredar di Indonesia menurut Hartanto, (2004) yaitu: 1). Un-Medicated IUD Lippes lop, merupakan IUD standard, terbuat dari polythylene (suatu plastik inert secara biologik ) ditambah barium sulfat. Ada 4 macam IUD lippes lop: Lippes lop A : Panjang 26,2 mm, lebar 22,2 mm, benang biru, satu titik pada pangkal IUD dengan satu ekor. Lippes lop B : Panjang 25,2 mm, lebar 27,4 mm, 2 benang hitam, bertitik empat.

Lippes lop C : Panjang 27,5 mm, lebar 27,4 mm, 2 benang hitam, bertitik empat. Lippes lop D : Panjang 27,5 mm, lebar 30 mm, 2 benang putih, bertitik dua. 2). Medicated IUD Copper IUD yang dikenal saat ini adalah jenis CuT-200, Cut-200B, CuT200Ag, CuT-200C, CuT 308A, CuT-308 Ag. IUD yang mengandung hormone. 3. Mekanisme kerja Semua AKDR menimbulkan reaksi benda asing di endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan infiltrasi leukosit.Reaksi ini ditingkatkan oleh tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim endometrium, metabolisme glikogen dan penyerapan estrogen serta menghambat transportasi sperma dan jumlah sperma yang mencapai saluran genetalia atas berkurang. Perubahan cairan uterus dan tuba menggangguviabilitas gamet, baik sperma maupun ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang menganddung tembaga memperlihatkan degenerasi mencolok (Anna Glasier, 2005). Menurut Abdul Bari Saifudin, (2006) cara kerja IUD adalah: 1). 2). 3). Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. 4). 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. Efektifitas IUD IUD sangat efektif mencegah kehamilan dari 98% hingga mencapai hampir 100% yang bergantung pada alatnya. AKDR terbaru , seperti T 380A,

memiliki angka kegagalan yang jauh lebih rendah pada semua tahap pemakaian tanpa ada kehamilan komulatif setelah 8 tahun pemakain. Pada sebuah studi, angka kehamilan komulatif setelah 12 tahun adalah 2,2 per 100 pengguna, 0,4 diantaranya adalah kehamilan ektopik (Everett, suzanne, 2007). Menurut Abdul Bari Saifuddin, (2006 ) efektifitas IUD adalah: Efektifitas IUD cukup tinggi untuk mencegah kehamilan dalam jangka waktu yang lama. Angka kehamilan IUD berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan / 100 wanita pada tahun pertama dan angka ini akan menjadi lebih rendah untuk tahun-tahun berikutnya. 5. Keuntungan IUD Menurut Abdul Bari Saifuddin, (2006) keuntungan menggunakan Kontrasepsi IUD adalah: 1). 2). 3). Efektivitasnya tinggi. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. Metode jangka panjang ( 10 tahun proteksi dari Cu T-380A dan tidak perlu diganti). 4). 5). 6). 7). 8). 9). Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat. Tidak mempeengaruhi hubungan sexual. Meningkatkan kenyamanan sexual karena tidak perlu takut untuk hamil. Tidak ada efek sampping hormonal dengan CuT-380A. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus(apabila tidak terjadi infeksi).

10).

Dapat digunakan sampai menopause ( 1 tahun atau lebih setelah haid terahir).

11). 12).

Tidak ada interaksi dengan obat-obat. Membantu mencegah kehamilan ektopik.

6.

Kerugian IUD Menurut Anna Glasier, (2005) kerugian memakai kontrasepsi IUD adalah:

Sinkope vasovagal atau pusing saat pemasangan IUD. 1). 2). Sinkop dapat terjadi selama atau sesaat setelah pemasangan IUD. Bercak darah dan kram abdomen sesaat setelah pemasangan. Bercak atau perdarahan serta haid yang lebih berat dari pada biasa umum terjadi selama bulan-bulan pertama. 3). Kram, nyeri punggung bagian bawah Kram, nyeri punggung bagian bawah atau kedua keadaan tersebut terjadi secara bersamaan selama beberapa hari setelah pemasangan IUD. Wanita biasanya mengalami kram kram dengan jumlah yang berbeda-beda setelah pemasangan IUD. Kram terjadi bila uterus mengalami kontraksi dalam upaya mengeluarkan IUD. 4). Disminorhe terutama yang terjadi selama satu sampai tiga bulan pertama setelah pemasangan IUD. Disminorhe selama satu sampai tiga bulan pertama setelah pemasangan IUD adalah umum terjadi.Keadaan tersebut akan bertambah berat pada wanita yang sebelumnya sudah mengalami disminorhe.

5).

Anemia Kejadian anemia dapat terjadi karena adanya gangguan pola menstruasi seperti perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari biasanya.

6).

IUD terlepas spontan Benang IUD dapat hilanng karena benang IUD terlallu pendek dan masuk seluruhnya ke dalam serviks karena alat tersebut kembali ke bentuk semula.

7).

Kehamilan Baik IUD masih tertanam dalam endometrium atau setelah IUD lepas spontan tanpa diketahui. Adapun resiko terhadap kehamilan dengan IUD masih tertanam dalam endometrium yaitu infeksi intrauterus, sepsis, aborsi spontan, aborsi sepsis spontan, plasenta previa, dan persalinan premature.

8).

Kehamilan Ektopik Pemakaian IUD tidak menyebabkan kehamilan ektopik ,tetapi karena IUD bekerja dengan cara mengganggu perlekatan hasil pembuahan dalma rahim, maka bila terjadi kehamilan akan cendurung ke arah kehamilan ektopik.

9).

Penyakit inflamasi uterus atau PID PID biasanya berkaitana dengan masuknya organisme pada saat pemasangan IUD dan tidak diakibatkan oleh IUD itu sendiri. (Helen, varney, 2006)

10).

Tidak mencegah terhadap IMS atau HIV/AIDS. Tidak baik digunakan bagi wanita yang sering berganti pasangan, karena IUD tidak mencegah IMS atau HIV/AIDS.

11).

Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan IUD.

Prosedur medis seperti pemeriksaan pelvik diperlukan untuk mengetahui adanyan kontraindikasi adanya pemasangan IUD. 12). Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. Pemeriksaan benang secara teratur dari waktu ke waktu bertujuan untuk mengetahui dan memaastikan bahwa IUD masih dalam posisi yang benar (Abdul Bari saifuddin, 2006). 13). Keputihan atau (flour albus) Keputihan yang berlebihan mungkin disebabkan oleh reaksi organ genetalia terhadap benda asing yang biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah insersi.Sebelum dilakukan pengobatan, carilah penyebabnya dulu, dapat diberikan tablet oral atau tablet vaginal (Sarwono, 2006). 14). Disparenia atau nyeri waktu coitus Wanita jarang merasakannya, sering pihak suami mengeluh sakit karena benang yang panjang atau cara pemotongan benang seperti bambu runcing. Penanganannya dengan memendekkan benang atau batlah agar ujungnya tumpul (Sarwono, 2006). 7. Indikasi Menurut Abdul Bari Saifuddin, (2006 ) yang dapat menggunakan IUD adalah: 1). Usia Reproduktif. 2). Keadaan Nulipara. 3). Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 4). Menyususi yang menginginkan mennggunakan kontrasepsi. 5). Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.

6). Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. 7). Resiko rendah dari IMS. 8). Tidak menghendaki metode hormonal. 9). Tidak mennyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari. 10). Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama. 11). Perokok. 12). Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi. 13). kejan. 14). 15). 8. Menurut Gemuk ataupun kurus. Sedang menyusui. Kontraindikasi pemasanngan IUD Abdul Bari Saifuddin, (2006) yang tidak diperkenankan Sedang memakai antibiotik atau anti

menggunakan IUD adalah: 1). kemungkinan hamil). 2). 3). (vaginitis.cervisitis). 4). Tiga bulan terahir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septic. 5). Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. Perdarahan vagina yang tidak diketahui. Sedang menderita infeksi alat genetalia Sedang hamil (Diketahui hamil atau

6).

Penyakit

trofoblas

yang

ganas,

diketahiu menderita TBC pelvik, kanker alat genetalia. 7). 9. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm. Waktu Pemasangan IUD Menurut varney,Helen, ( 2006) waktu pemasangan IIUD dapat dilakukan pada saat : 1). Periode Menstruasi Melakukan pemasangan IUD selama masa menstruasi akan menghilangkan resiko pemasangan IUD ke dalam uterus yang memungkinkan dalam keadaan hamil. Namun kllien lebih rentan terkena infeksi akibat pemasangan IUD selama masa menstruasi. 2). Pasca Persalinan/aborsi Menawarkan kontrasepsi sementara dan menunggu pemasangan IUD sampai sampai involusi uterus berahir atau sampai empat hingga enam minggu setelah melahirkan atau setelah aborsi. Menurut Abdul Bari Saifuddin, (2006) waktu pemasangan IUD yang tepat yaitu pada saat : 1). dapat dipastikan klien tidak hamil. 2). 3). Haid pertama sampai ke-7 siklus haid. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan. Setiap waktu dalam siklus haid,yang

4).

Setelah 6 bulan apabila menggunakan Metode Amenore Laktasi (MAL). Perlu di ingat, angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pasca persalinan.

2.5. Kerangka Konseptual Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pendidikan Pengalaman ber-KB Pengetahuan Usia Kecemasan Peran suami Efek samping pemakaian KB implant : Amenore Perdarahan bercak (spoting) ringan Ekspulsi Infeksi pada daerah insersi Berat badan naik

Peran petugas

Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.1 : Kerangka konsep gambaran tingkat kecemasan pada akseptor implant terhadap efek samping yang terjadi di Desa Mekanderejo Kecamatan Kedungpring Kabupaten Lamongan Dari kerangka konsep di atas dapat diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan akseptor KB implant terhadap efek samping yang terjadi. Dari faktor tersebut antara lain : pendidikan, pengalaman ber-KB, pengetahuan, usia, peran suami, peran petugas kesehatan dan lingkungan.

You might also like