You are on page 1of 11

Penegakan IMB/IMBB Dalam Upaya Penataan Lingkungan yang Rapi Oleh Ishviati J Koenti Abstract

Sehat dan Tertata

Pemerintah Kota Yogyakarta dituntut untuk mampu mengendalikan pertumbuhan bangunan agar tetap sesuai dan selaras dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam rangka menunjang upaya pengendalian pemanfaatan ruang maka diterapkan mekanisme perijinan bagi segala kegiatan. Apabila dikaitkan dengan pembangunan fisik maka salah satu ijin yang memegang peranan cukup penting adalah Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemkot Yogyakarta telah memiliki perangkat hukum yang lengkap terkait dengan Bangunan Gedung yang mengatur tentang ruang lingkup yang meliputi fungsi bangunan gedung, klasifikasi bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB) serta Ijin Bangunan Gedung (IBG). Namun pada kenyataannya, tingkat kesadaran masyarakat untuk mentaati peraturan IMB/IMBB sangat rendah. Hal ini disebabkan karena ketidak tahuan masyarakat bahwa pelanggaran terhadap IMB dapat dikenai sanksi dan masyarakar tidak memahami bahwa dampak yang diakibatkan dari ketidak tertiban dalam membangun dapat mengakibatkan kesulitan Pemkot untuk menata kawasan menjadi lingkungan yang sehat dan tertata rapi, yang pada gilirannya akan dapat menghindari dampak kerusakan lingkungan. Hal ini juga disebabkan karena penerapan sanksi terhadap pelanggaran IMB masih sangat lemah. A. Pendahuluan Kawasan perkotaan dari waktu ke waktu terus mengalami kemajuan mengingat kota merupakan tempat yang sangat strategis bagi berbagai kegiatan khususnya yang berkaitan di bidang ekonomi. Akibat yang timbul adalah semakin pesatnya laju pertumbuhan penduduk yang berakibat pada dibutuhkannya semakin banyak ruang untuk menampung dan menunjang berbagai aktivitas penduduknya. Berkaitan dengan semakin tingginya kebutuhan akan ruang, pemerintah dituntut untuk mampu mengendalikannya agar tetap sesuai dan selaras dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam rangka menunjang upaya pengendalian pemanfaatan ruang maka diterapkan mekanisme perijinan bagi segala kegiatan. Apabila dikaitkan dengan pembangunan fisik maka salah satu ijin yang memegang peranan cukup penting adalah Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Dengan adanya IMB pada dasarnya berfungsi supaya pemerintah kota dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota yang nantinya akan bermanfaat bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan fisik kota agar terarah. Pada akhir tahun 2009, Kota Yogyakarta mendapatkan nilai indeks tertinggi yakni 65,34 (nilai tertinggi 100 yakni sangat nyaman), dari 12 kota besar yang di survey oleh Ikatan Ahli Perencana (IAP) berdasarkan 25 Indikator yaitu diantaranya kualitas penataan ruang, jumlah ruang terbuka, kualitas angkutan umum, perlindungan bangunan sejarah, kebersihan, pencemaran, kondisi jalan, fasilitas pejalan kaki, kaum diffable, kesehatan, pendidikan, air bersih , jaringan telekomunikasi, pelayanan publik, hubungan antar 1 penduduk, listrik, fasilitas rekreasi. Namun nilai indeks yang 65,34 berarti baru pada taraf cukup nyaman belum pada tingkat nyaman apalagi sangat nyaman. Slogan Yogyakarta Berhati Nyaman yang dicanangkan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Madya Yogyakarta No 1 tahun 1992 pun belum sepenuhnya terwujud, mengingat beberapa indikator masih belum tercapai, antara lain kualitas penataan ruang, jumlah ruang
1

www.pu.go.id Hasil Penelitian Indonesia Most Liveable City Index 2009, diakses tanggal 2 April 2010

terbuka, kualitas kebersihan dan kondisi jalan. Semakin banyaknya lahan yang dipakai untuk pembangunan fisik kota akan mengakibat sedikitnya resapan air, yang menimbulkan problem antara lain genangan air di jalan-jalan utama kota. Mengingat tematik pembangunan Tahun 2010 sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta adalah : " Kota Yogyakarta sebagai Kota yang Sehat dan Nyaman Huni dengan Pengelolaan Fasilitas Pelayanan Publik yang Memadai ". maka, sangatlah logis jika upaya pengendalian lingkungan hidup agar nyaman dan indah perlu mendapat proritas dalam pengelolaan kota Yogyakarta. Karena luasnya permasalahan penerapan IMB/IMBB sebagai upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup, maka penelitian ini membatasi permasalahan yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana fungsi IMB/IMBB dapat menunjang upaya penataan lingkungan? 2. Bagaimana tingkat ketaatan masyarakat dalam memiliki IMB/IMBB? 3.Apa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketaatan masyarakat terhadap IMB/IMBB di Kota Yogyakarta? B. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum socio-legal research, artinya mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupan masyarakat, khususnya dalam penelitian ini hukum dipandang sebagai suatu gejala sosio-empiris2. Hukum tidak lagi di maknakan sebagai norma yang eksis secara ekslusif di dalam suatu sistem legitimasi yang formal. Dari segi substansinya hukum dilihat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris wujudnya namun yang terlihat secara sah dan bekerja dengan hasil yang mungkin saja efektif akan tetapi mungkin saja tidak. Penelitian dilakukan di Kota Yogyakarta, dengan spesifikasi wilayah/kawasan yang tergenang air/banjir pada saat musim penghujan, maka diambil Kecamatan Umbul Harjo Kecamatan Wirobrajan Kecamatan Jetis. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, Data kualitatif diperoleh dari pengamatan, wawancara mendalam, diskusi-diskusi secara simultan dengan melakukan pemilahan permasalahan, reduksi data penyajian data dan penarikan simpulan. Sedang data kuantitatif diperoleh dari pengumpulan dokumen, perda-perda dan peraturan perundang-undangan daerah, statistik dan data dari hasil penelitian sejenis untuk mendukung analisis kualitatif. C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian IMB/IMBB dapat menunjang upaya pengendalian dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. 2. Mengetahui hubungan antara pemahaman masyarakat tentang IMB/IMBB dengan ketaatan memiliki IMB/IMBB 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan masyarakat dalam pengurusan IMB/IMBB 2. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan solusi kebijakan yang sesuai dalam rangka meningkatkan ketaatan masyarakat untuk memiliki IMB/IMBB 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketaatan masyarakat dalam pengurusan IMB/IMBB untuk memberikan solusi dalam penegakan IMB/IMB. D. Tinjauan Pustaka 1. Paradigma dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
2

1. Membuktikan bahwa

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam, 2002, hlm.161

Kota, yang merupakan suatu sistem sosial dalam ruang, memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional. Hal tersebut disebabkan proses pembangunan nasional salah satunya berlangsung melalui sistem perkotaan melalui faktor yang erat hubungannya dengan urbanisasi, yang menumbuhkan ekonomi, dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya peranan sebuah kota ditetapkan oleh banyaknya dan luasnya cakupan pelayanan fungsi-fungsi dalam kota tersebut. 3 Penataan kota adalah proses yang sangat rumit dan pelik, karena menyangkut benturan-benturan antara pendekatan teknokratik-komersial dengan pendekatan demokratik- humanis, sehingga muncullah kecenderungan yang lazim disebut sebagai urbicide atau urban suicide. 4 Paradikma dalam penataan ruang kawasan perkotaan akhir-akhir ini mengalami perubahan, yaitu tidak lagi top down tetapi lebih pada bottom up dan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Ada beberapa indikator diterapkannya paradigm baru dalam penataan kota yaitu melalui peran serta masyarakat. Pelibatan masyarakat perlu dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati bersama serta dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya setempat (local unique) dan model kelembagaan setempat seperti misalnya melalui forum kota atau rembug masyarakat. Dalam konteks ini pembinaan peran serta masyarakat dalam penataan ruang telah diatur melalui PP No.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyarakat yang merupakan derivasi dari UU No.24/1992. Penerapan prinsip-prinsip good urban governance secara luas dan konsisten dalam pengelolaan kawasan perkotaan. Otonomi daerah merupakan momentum yang tepat bagi para pengelola kota dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance untuk peningkatan kualitas pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat. Di samping peran masyarakat, pemanfaatan dukungan teknologi informasi. Pilihan ini didasarkan atas kebutuhan untuk mengelola ruang kawasan termasuk didalamnya prasarana dan sarana secara terpadu sehingga proses delivery nya menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu pengembangan model kemitraan diharapkan dapat meminimalkan potensi konflik pemanfaatan ruang lintas wilayah, menghindari terjadinya pemanfaatan ruang yang tidak sinkron pada kawasan perbatasan (hulu hilir), serta mengurangi inefisiensi dan biaya transaksi yang terlalu besar. Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan perkotaan secara efisien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada dengan semangat otonomi daerah. Operasionalisasi kebijakan dan strategi penataan ruang tersebut perlu didukung dengan keberadaan instrumen yang memadai agar perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di daerah dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Pada tahap perencanaan, maka instrumen dimaksud diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses analisis permasalahan dan penyesuaian kebijakan pembangunan kota yang cepat, akurat, transparan dan akuntabel, yang kemudian diperkuat dengan instrumen hukum (misal PP, Keppres hingga Perda). Pada tahap pemanfaatan rencana tata ruang, instrumen yang diperlukan adalah insentif dan disinsentif, sementara pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang maka instrumen yang dibutuhkan adalah perijinan (seperti ijin prinsip,ijin lokasi, ijin mendirikan bangunan/ijin mendirikan bangun bangunan (IMB/IMBB- untuk selanjutnya disebut IMB)) dan penegakan sanksi hukum atas bentuk-bentuk pelanggaran.
3

Lihat definisi Harvey, 1989 yang menyatakan bahwa kota adalah a spatially grounded social process in which a wide range of different actors with quite different objectives and agendas interact through a particular configuration of interlocking spatial practices. Dalam hasil penelitian , Suparjo Sujadi , Format Pembaharuan Pengaturan Tata Kota DKI Jakarta: Solusi Alternatif Untuk Harmonisasi Kepentingan Publik dan Kepentingan Privat, UI, 2009. 4 Gita Chandrika Napitupulu, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan (makalah). Disampaikan pada diskusi Pembangunan Kota Indonesia Abad 21 Urban and Regional Development Institute (URDI) dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005.

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perijinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain. 2. Ijin Mendirikan Bangunan sebagai instrument yuridis pengendalian Masyarakat dalam rangka Penggunaan Lahan Pasal 35 Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan bahwa perijinan adalah salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang, disamping peraturan zonasi, pemberian insentif dan disinsentif, serta penanganan sanksi. Mekanisme perijinan, yaitu usaha pengendalian melalui penerapan prosedur dan ketentuan yang ketat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan ruang.5 Sedangkan tujuan dari perijinan menurut Bergen adalah (1) Keinginan mengarahkan (mengendalikan struen) aktivitas aktivitas tertentu (misalnya ijin bangunan). (2) Mencegah bahaya bagi lingkungan (ijin ijin lingkungan). (3) Keinginan melindungi obyek obyek tertentu (ijin terbang, ijin membongkar monumen monumen). (4) Hendak membagi benda benda yang sedikit (ijin penghuni didaerah padat penduduk). (5) Pengarahan dengan menyeleksi orang orang dan aktivitas aktivitas. (ijin berdasarkan Drank en Horecawet, dimana pengurus harus memenuhi syarat syarat tertentu).6 Dalam konsep pengendalian penggunaan lahan, menurut pengaturan tanggung jawab teknik keruangan, arahan IMB merupakan pengaturan perubahan perpetakan dan pedoman teknis. Kedudukan IMB dalam kerangka pengendalian, penggunaan lahan dalam perwujudan rencana kota, fungsi IMB sebagai alat pengendali pembangunan berperan penting, selain tercermin dari lingkup aturan segi teknis, kaitan IMB sebagai alat perwujudan rencana kota dikukuhkan dalam landasan penetapan Peraturan Bangunan.Instrumen lain yang sesungguhnya dapat dipakai untuk mengendalikan penggunaan lahan ialah mekanisme ijin penggunaan, yang pada dewasa ini di Indonesia mencakup ijin prinsip, ijin lokasi, pemberian flak, ijin tapak (tata letak), dan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan). E. Hasil dan Pembahasan

1.

Fungsi IMB Dalam Penataan Lingkungan yang Sehat dan Nyaman di Kota Yogyakarta

Dalam rangka upaya mewujudkan tertib bangun-bangunan di Kota Yogyakarta, maka Kota Yogyakarta telah memiliki Perda Nomor 4 tahun 1988 tentang Bangunan dan Perda Nomor 5 Tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun Bangunan dan Ijin Penggunaan Bangun Bangunan, yang dilengkapi pula dengan dengan adanya perubahan kelembagaan baru dan untuk mengoptimalisasikan penegakan peraturan daerah terhadap bangun-bangunan yang tidak memiliki dan atau tidak sesuai dengan Izin Membangun Bangun-Bangunan (IMBB) maka telah diterbitkan Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2007 tentang Mekanisme Penegakan Peraturan Daerah Tentang Ijin Membangun Bangunan (IMBB) yang dimaksudkan

5 6

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Pres, 2003.hlm.160-162

untuk optimalisasi penegakan peraturan daerah terhadap bangun bangunan yang tidak memiliki dan atau tidak sesuai dengan ijin membangun bangun-bangunan. Adapun penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan sebagaimana tersebut diatas didukung oleh rekomendasi yang diterbitkan oleh instansi terkait, terutama rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang tata kota dalam bentuk Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK), rekomendasi dari instansi pertanahan, serta rekomendasi komisi AMDAL. Penerbitan IMB, Ijin Penggunaan Bangunan, Ijin UU Gangguan (HO), Ijin Pariwisata, dan perijinan lain atas penggunaan tanah/bangunan harus tetap didasarkan kepada peruntukkan tanah yang ditetapkan dalam rekomendasi Keterangan Rencana Kota. Pada dasarnya, jika suatu bangunan mengalami perubahan fungsi, maka ijin IMB sebelumnya menjadi tidak berlaku. Ijin IMB yang harusnya berfungsi untuk mengendalikan perubahan penggunaan lahan tersebut dinilai tidak efektif karena masih banyaknya bangunan yang melanggar dilapangan dikarenakan perubahan fungsi. Tujuan ijin mendirikan bangunan yang paling esensial adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang ditujukan atas kepentingan hak atas tanah dan menunjang upaya pengendalian pemanfaatan ruang kota. Dalam kaitannya dengan kesesuaian dengan arahan pengendalian pemanfaatan Ruang Wilayah agar lingkungan lebih berkualitas, maka tujuan dan fungsi dari perijinan khususnya IMB adalah untuk pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dan masyarakat dalam hal-hal membangun bangun bangunan dengan ketentuan yang berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RKPD) Kota Yogyakarta Tahun 2010 merupakan pelaksanaan tahun keempat dari Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011. Tematik pembangunan Tahun 2010 sebagaimana diamanatkan dalam RPJMD adalah : " Kota Yogyakarta sebagai Kota yang Sehat dan Nyaman Huni dengan Pengelolaan Fasilitas Pelayanan Publik yang Memadai ". Makna "Kota Sehat" adalah kota yang bersih, aman, nyaman dan sehat bag warganya melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial dan budaya secara optimal, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan perekonomian masyarakat. Dalam mewujudkan kota yang sehat harus mampu memenuhi tatanan sebaga kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum yang memadai, kawasan tertib sarana lalu lintas dan pelayanan transportasi, kawasan perkantoran sehat, kawasan pariwisata sehat, ketahanan pangan dan gizi masyarakat, kehidupan masyarakat seha yang mandiri dan kehidupan sosial yang sehat. Makna "Kota yang Nyaman Huni" adalah kota yang memberikan kenikmatan dan rasa aman sebagai tempat hunian dan meningkatnya kebersihan dan kesehatan lingkungan perumahan serta tersedianya sarana dan prasarana kebersihan lingkungan dan penyediaan pusat pelayanan kesehatan yang sesuai standar cakupan layanan. Dalam meningkatkan kesehatan lingkungan perlu adanya penambahan ruang terbuka hijau serta taman kota yang berfungsi sebagai paru-paru kota. Dalam mewujudkan kota nyaman huni harus memenuhi kota yang aman sebagai tempat hunian, kebersihan dan kesehatan lingkungan sesuai standar yang ditetapkan ketersediaan ruang terbuka hijau dan taman kota sebagai paru-paru kota. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup di daerah antara lain dengan menggunakan instrument hukum administrasi, antara lain pengaturan mengenai Ijin Mendirikan Bangungan dengan berbagai prasarat yang terkait dengan lingkungan hidup. Pemberian ijin mendirikan bangunan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan pembangunan perumahan diwilayahnya sesuai dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Tata Ruang Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan suatu pembangunan diatas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki ijin mendirikan bengunan dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh Dinas Perijinan. Ijin sebagai
5

instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret.7 Ijin mendirikan bangunan termasuk sarana yuridis pemerintah untuk mengendalikan kegiatan warganya di bidang bangun membangun. Pemerintah Kota Yogyakarta mengatur bangun bangunan yang akan dibangun warga dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan dan Perda Nomor 5 tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun-Bangunan dan Ijin Penggunaan Bangun Bangunan . Kedua Perda ini dimaksudkan untuk mengendalikan kegiatan warga nya di bidang bangun membangun. Untuk mengetahui apakah perda-perda tersebut dapat dipakai sebagai upaya untuk pengendalian dan penataan lingkungan,yang sehat dan tertata rapi di Kota Yogyakarta maka paparan berikut akan menganalisis materi muatan pada perda-perda dimaksud. Pengaturan melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan di tindak lanjuti oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dengan memperbaharui Perda Nomor 4 dan Perda Nomor 5 tahun 1988 dengan Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung. Mengingat pada saat dilakukan penelitian ini telah terbit peraturan daerah yang baru yaitu Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 25 Tahun 2009 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan namun belum efektif dilaksanakan, karena masih dalam taraf sinkronisasi dan harmonisasi perda di Provinsi DIY, maka dalam analisis perda yang baru hanya akan digunakan sebagai pembanding dari Perda Nomor 4 tahun 1988 dan Nomor 5 Tahun 1988 . Berkenaan dengan telah di undangkannya Perda Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung pada tanggal 24 Oktober tahun 2009, maka Perda Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan telah dicabut, namun mengingat Perda Nomor 24 Tahun 2009 belum efektif berlaku karena masih memerlukan harmonisasi dan singkronisasi maka pada penelitian ini Perda Nomor 24 tahun 2009 dianalisis dikomparasikan terhadap Perda yang lama dengan maksud untuk menganalisis kedua fungsi Perda tersebut untuk mewujudkan tertib bangunan dalam arti menciptakan lingkungan yang aman, tertib dan sehat. Secara umum Perda Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung mengatur tentang ruang lingkup yang meliputi fungsi bangunan gedung, klasifikasi bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB) serta Izin Bangunan Gedung (IBG). Penegakan Peraturan Daerah terhadap bangun-bangunan yang tidak memiliki dan atau tidak sesuai dengan Izin Membangun Bangun-Bangunan (IMBB); ditetapkan dengan Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Mekanisme Penegakan Peraturan Daerah Tentang Ijin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB). Penegakan peraturan daerah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku., dilaksanakan dengan : 1. Pelaksanaan penegakan peraturan daerah dilaksanakan oleh PPNS dan instansi teknis pelaksana Peraturan Daerah. 2. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran yang diancam sanksi pidana dalam Peraturan Daerah dilaksanakan oleh PPNS. 3. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran yang diancam sanksi administratif dalam Peraturan Daerah dilaksanakan oleh instansi teknis pelaksana Peraturan Daerah
7

Ridwan,HR, Hukum Administrasi Negara ,(Cet.ll), UII Press, Yogyakarta, 2003. hal. 150

Dalam hal penerapan sanksinya, Pemkot dapat melaksanakan pembongkaran. Pelaksanaan pembongkaran bangunan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Pembongkaran dari Kepala Daerah/.Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan pembongkaran adalah Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah. Dari hasil penelusuran perangkat peraturan perundang-undangan kota Yogyakarta baik peraturan daerah, maupun peraturan walikota terkait dengan penataan kota yang tertata rapi, dan bersih, melalui IMB dan penegakannya, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah mengatur secara terinci baik pada Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1988 maupun Perda Nomor 24 Tahun 2009 dalam materi muatan perda yang tertuang dalam pasal-pasalnya. Dari Pasal-Pasal yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan daerah yang mengatur tentang Bangunan dan IMB di kota Yogyakarta secara terinci sudah memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengendalian dan penataan lingkungan. Dan apabila ditaati akan menghasilkan penataan lingkungan yang sehat dan tertata rapi . Disamping perangkat perundang-undangan, dalam pelayanan IMB, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah memanfaatkan fungsi teknologi, sehingga pelayanan IMB dapat dilakukan lebih cepat, murah dan transparan. 2. Tingkat Ketaatan Masyarakat dalam Memiliki IMB/IMBB IMB dalam kerangka pengendalian, penggunaan lahan dalam perwujudan rencana kota, berfungsi sebagai alat pengendali pembangunan yang penting, selain tercermin dari lingkup aturan segi teknis, kaitan IMB sebagai alat perwujudan rencana kota dikukuhkan dalam landasan penetapan Peraturan Bangunan. dapat dipakai untuk mengendalikan penggunaan lahan. Bagi masyarakat warga Kota Yogyakarta yang membangun bangunan , diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan dan Perda Nomor 5 tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun-Bangunan dan Ijin Penggunaan Bangun Bangunan, yang telah diperbaharui dengan Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 25 Tahun 2009 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan namun belum efektif dilaksanakan. Untuk mengetahui tingkat ketaatan warga Kota Yogyakarta dalam kepemilikan ijin mendirikan bangunan maka i dari 14 kecamatan, dari 14 kecamatan yang terdapat di Kota Yogyakarta diambil sampel 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Umbul Harjo mewakili Yogyakarta Timur, Kecamatan Wirobrajan mewakili Yogyakarta tengah dan Kecamatan Jetis mewakili Yogyakarta Barat/Utara, yaitu JL. Kusumanegara, yang meliputi kelurahan Semaki dan Tahunan di Kecamatan Umbul Harjo, kawasan sekitar Jl.Wates yang meliputi kelurahan Pakuncen dan Jl. Kyai Mojo Kecamatan Jetis. data yang diperoleh dilapangan sebagai berikut : Responden Kawasan Semaki dan Tahunan sejumlah 40 diminta menjawab 7 pertanyaan yang intinya menyangkut tingkat ketaatan untuk memahami dan mentaati peraturan tentang ijin mendirikan bangunan, kemudian jawaban tersebut diberi skor, C untuk nilai terendah, B untuk nilai tengah dan A untuk nilai tertinggi. Tabel 1 : Pilihan Jawaban atas pertanyaan seputar ketaatan memiliki IMB Kawasan Jl. Kusumanegara (Semaki dan Tahunan)
No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 Nomor pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH C 5 14 24 20 8 27 19 134 Jawaban B 24 9 6 0 19 1 11 70 A 11 17 10 13 13 12 2 78 Jumlah 40 40 40 40 40 40 40 280

Persentase

48%

25%

27%

100%

II. Kawasan Jl. Wirobrajan (Pakuncen) Tabel 2 : Pilihan Jawaban atas pertanyaan seputar ketaatan memiliki IMB Kawasan Wirobrajan
No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 Nomor pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH C 0 13 31 30 32 25 0 131 47% Jawaban B 19 10 8 10 8 7 21 83 30% A 21 17 1 0 0 8 19 66 33% Jumlah 40 40 40 40 40 40 40 280 100%

Persentase

3. Kawasan Jl. Kyai Mojo (Jetis) Tabel 3 : Pilihan Jawaban atas pertanyaan seputar ketaatan memiliki IMB Kawasan Jetis
No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 Nomor Soal C 2 13 18 19 17 19 3 91 65% Jawaban B 16 6 1 1 3 0 13 40 29% A 2 1 1 0 0 1 4 9 6% Jumlah 20 20 20 20 20 20 20 140 100%

1 2 3 4 5 6 7 JUMLAH Presentase

Dari ketiga kawasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat ketaanan warga terhadap IMB masih rendah, yaitu sebagaimana dapat dilihat pada : Tabel :4 Rata-rata tingkat ketaatan warga terhadap IMB sebagai berikut :
Tidak mengurus IMB 50% Akan mengurus 29% Sudah/sedang IMB 21% mengurus

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketaatan Masyarakat Terhadap IMB/IMBB di Kota Yogyakarta Sehubungan dengan tingkat ketaatan yang masih rendah tersebut, maka dilakukan pengumpulan data lanjutan untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat terhadap IMB, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang relevan untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketaatan, untuk warga kawasan Semaki dan Tahunan . Kesadaran masyarakat akan perlunya penataan lingkungan dalam mendukung tata kota yang tertata bersih dan rapi sudah tumbuh di kalangan warga Semaki dan Tahunan, hal ini dapat ditunjukkan dari keyakinan bahwa IMB dapat mencegah banjir , meskipun ada yang menyatakan ragu-ragu (18 responden) dan keyakinan Yogyakarta akan bersih dan rapi (22 responden). Sedangkan di kawasan Pakuncen tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
8

tingkat ketaatan warga untuk memiliki IMB, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar 27 responden sudah mengetahui bahwa untuk mendirikan bangunan harus ber IMB, namun yang sudah memiliki IMB hanya 5 bangunan saja. Warga kawasan Wirobrajan tidak yakin jika penertiban IMB dapat mencegah banjir. Hal ini terlihat dari jawaban yang menyatakan yakin hanya 4 responden saja , lebih banyak yang menyatakan tidak yakin (36 responden), namun sebagian besar warga yakin bahwa penertiban IMB akan menjadikan Yogyakarta bersih dan rapi (23 responden) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketaatan masyarakat yang paling tinggi adalah tidak adanya sosialisasi tentang IMB, bahkan sebagian masyarakat tidak pernah tahu ada aturan membangun-bangunan apalagi perdanya, sehingga mereka tidak tahun bagaimana membangun bangunan secara benar sesuai dengan Perda IMB , selanjutnya ketidak taatan disebabkan pada tata cara pengurusannya yang menurut mereka rumit, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 5 sbb:
No 1. 2. 3. 4. 5. Faktor ketidaktaatan IMB Tidak ada sosialisasi Pengurusannya rumit Sanksi tidak diterapkan dengan tegas Tidak tahu bahwa pelanggaran terhadap IMB dapat dikenai sanksi Tidak tahu cara pengurusannya Semaki&Tahunan 31 responden 21 responden 20 responden 17 responden 13 responden Wirobrajan/Pakuncen 40 responden 22 responden 38 responden 16 responden 17 responden Jetis/Kyai Mojo 19 responden 19 responden 18 responden 15 responden 9 responden

Alasan ketidak taatan masyarakat yang disebabkan karena rumitnya pengurusan IMB, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengingat secara formal, Pemkot Yogyakarta telah memiliki Peraruran Walikota Peraturan Walikota Nomor 34 Tahun 2008 Tentang Penetapan Persyaratan Perijinan dan Waktu Pelayanan Perijinan . Perwal tersebut telah mengatur secara rinci tentang Persyaratan Perijinan yang diselenggarakan di Dinas Perijinan dan yang diselenggarakan Kecamatan, baik untuk bangunan lama maupun bangunan baru. Namun memang disadari bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon memang acap kali sulit dipenuhi oleh warga , misalnya menyangkut status kepemilikan tanah yang berupa Fotocopi sertifikat tanah atau surat bukti kepemilikan lain yang sah Untuk tanah milik pemerintah/Negara dan hak guna bangunan, apabila masa berlakunya tinggal kurang dari 1 (satu) tahun, maka harus diperpanjang dulu. Untuk tanah milik kraton, margersari dan jagang, harus ada persetujuan dari penghageng wahono sarto kriyo (disertai gambar gambar situasi yang dikeluarkan oleh Kraton) Untuk tanah yang bukan milik pemohon izin, harus ada kerelaan dari pemilik tanah Di samping itu dari hasil wawancara dengan warga, persyaratan tentang gambar arsitektur bangungan juga dianggap menyulitkan masyarakat. Alasan ketidak taatan masyarakat terhadap aturan IMB disebabkan karena selama ini penerapan sanksinya kurang tegas, bahkan tidak tahu kalau pelanggaran IMB dapat dikenai sanksi, perlu dikaji lebih mendalan lagi mengingat faktor pengaturan sudah terpenuhi dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Mekanisme Penegakan Peraturan Daerah Tentang ijin Membangun Bangun Bangunan (IMBB). Penindakan terhadap pelanggaraan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 langsung dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), PPNS terlebih dahulu melakukan pemanggilan dan proses penyidikan terhadap tersangka dengan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) . Mekanisme penegakan hukum bagi Orang, Badan/Lembaga yang terbukti tidak memiliki IMBB, melanggar ijin IMBB maupun kegiatan yang dilakukan terhadap ijin yang sudah tidak berlaku lagi atau Bangunan melanggar Ijin Membangun Bangun Bangunan (IMBB) dan melanggar tata ruang sudah diatur secara sangat perperinci pada Perwal ini maka bangunan dapat dibongkar oleh Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh Dinas Kimpraswil.
F. Penutup 9

1. Simpulan Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan suatu pembangunan diatas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki ijin mendirikan bengunan dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh Dinas Perijinan. Penyelenggaraan penataan ruang harus didukung oleh pranata hukum (peraturan), pranata kelembagaan serta kualitas sumber daya manusia yang memadai, agar senantiasa mampu memberikan jaminan atas terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat tanpa harus mengganggu kepentingan publik secara luas. Disamping itu Pemerintah kota telah memanfaatkan teknologi sebagai instrumen dalam penataan ruang khususnya mendatang agar proses pengambilan keputusan dapat terselenggara secara cepat, akurat, transparan, efisien dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip utama good governance, a. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan dan Perda Nomor 5 tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun-Bangunan dan Ijin Penggunaan Bangun Bangunan, yang telah diperbaharui dengan Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 25 Tahun 2009 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Banguna. Pada ke dua peraturan daerah tersebut telah diatur secara terinci yang tertuang dalam materi muatan kedua perda tersebut. Sedangkan penegakan hukum terhadap IMB tertuang dalam Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Mekanisme Penegakan Peraturan Daerah Tentang Ijin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB). b. Perangkat peraturan yang sudah sangat rinci dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta belum dipahami oleh warga masyarakat, bahkan sebagiam besar dari warga belum pernah mengetahui adanya peraturan perijinan, sehingga warga belum mentaati aturan tentang ijin mendirikan bangunan baik Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan dan Perda Nomor 5 tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun-Bangunan terlebih lagi Ijin Penggunaan Bangun Bangunan, yang telah diperbaharui dengan Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung dan Perda Nomor 25 Tahun 2009 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak taatan warga terhadap ketentuan IMB, karena masyarakat tidak tahu bahwa pelanggaran terhadap IMB dapat dikenai sanksi, Hal ini juga disebabkan karena penerapan sanksi terhadap pelanggaran IMB masih sangat lemah. 2. Rekomendasi Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang mendalam tentang keadaan riil masyarakat untuk memiliki IMB/IMBB , mendapat gambaran yang utuh tentang hubungan antara kesadaran masyarakat tentang IMB/IMBB dengan peningkatan kualitas lingkungan hidup, khususnya dalam mengatasi genangan air/banjir kemudian mengadakan studi yang mendalam mengenai keefektivan penegakan IMB/IMBB dengan penegakan hukum. Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan untuk membuat kebijakan Pemerintah Kota di bidang IMB/IMBB yang lebih tepat untuk masa mendatang, yang berupa : a. Perlu sosialisasi Perda IMB/IMBB b. Memberi pemahaman dengan pendekatan persuasive akan perlunya IMB/IMBB dari sudut kepentingan warga untuk penataan lingkungan agar bersih dan tertata rapi c. Melakukan pemetaan kepemilikan IMB/IMBB seluruh warga kota Yogyakarta. d. Memberdayakan Petugas PPNS untuk menegakkan Perda IMB/IMBB. Daftar Pustaka (Departemen Pekerjaan Umum, 2009 ) Hasil Penelitian Indonesia Most Liveable City Index, diakses tanggal 2 April 2010 dari Sumber: http://www.pu.go.id Fakih, Mansour, 1995, Refleksi Gerakan Lingkungan, Yogyakarta, Remdec, Insist Press dan Pustaka Pelajar,

10

Gita Chandrika Napitupulu, 2005, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan (makalah) dalam Seminar Pembangunan Kota Indonesia Abad 21, Urban and Regional Development Institute (URDI) dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005 Kompas, 27 Maret 2010, Gedung Pemkot Banyak Belum Ber-IMB. Ton Dietz, 1998, Pengakuan Hak atas Sumber Daya Alam, Pengantar Dr. Mansour Faakih, Ridwan,HR, 2003.Hukum Administrasi Negara ,(Cet.U), Yogyakarta, UII Press. Suparjo Sujadi dkk , 2009, Format Pembaharuan Pengaturan Tata Kota DKI Jakarta: Alternatif Untuk Harmonisasi Kepentingan Publik dan Kepentingan Privat, , Hasil Penelitian, UI. Peraturan Perundang-Undangan 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan 5. PP No.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyaraka
6. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 1988 tentang Bangunan

7. Perda Nomor 5 tahun 1988 tentang Ijin Membangun Bangun-Bangunan 8. Perda Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah. 9. Perda Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bangunan Gedung 10. Perda Nomor 25 tahun 2009 Tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
11. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJMD Kota

Yogyakarta Tahun 2007-2011.


12. Peraturan walikota Nomor 34 Tahun 2008 Tentang penetapan Persyaratan

Perizinan dan Waktu Pelayanan Perizinan


13. Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Mekanisme

Penegakan Peraturan Daerah Tentang ijin Membangun Bangun Bangunan (IMBB)

11

You might also like