You are on page 1of 15

KEBISINGAN DI TEMPAT KERJA BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitarnya. Kebisingan merupakan sebuah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya pengawasan danpengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan kebisingan? 2. Gangguan kesehatan apa saja yang akan timbul akibat kebisingan atau kondisi bising di tempat kerja ? C. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Memberikan gambaran umum kebisingan sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pekerja; 2. Memberikan informasi tentang kondisi kebisingan, alat-alat monitoring pengendalian yang digunakan dan fasilitas-fasilitas lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai penambah dan pengembangan ilmu. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kebisingan Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain: 1. Menurut Doelle (1993): suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber getar yang sampai ke gendang telinga. 2. Menurut Patrick (1977): kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. 3. Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu 4. Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. 5. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.

Kebisingan dapat juga diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan lingkungan. Bising dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi efeknya cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja. B. Sifat dan Sumber Bising 1. Sifat Bising Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003): 1. Kadarnya berbeda; 2. Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula; 3. Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu. 2. Sumber Bising Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan industri, kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan kebisingan lalu lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan alat-alat. Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003): 1. Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin; 2. Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain. Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi: 1. Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara) Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari: Kecepatan lalu lintas; Kecepatan kendaraan; Kondisi permukaan jalan.

1. Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan - Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, blower, kompresor, kipas dan pompa; - Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, fan dan katup ketel uap. 1. Bidang jasa gedung: ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa pemanas, plambing dan elevator; 2. Bidang domestik: kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci, dan pemotong rumput; 3. Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak. Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap istimewa dalam hal (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003): [1] Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. Terdapat kesulitan dalam menempatkan kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang menangkapnya sebagai kebisingan dan tingkat fisik yang dapat diukur secara obyektif [2] Kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran air dan pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian). Tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya, sebagaimana yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano dan karaoke. Meskipun jumlah

keluhan yang terdaftar di kota-kota besar selama beberapa tahun terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih merupakan bagian besar dari keluhan-keluhan masyarakat. C. Jenis-Jenis Bising Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan: 1. Bising terus menerus (continuous noise) Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti, misalnya blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan peralatan pemprosesan (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising terus-menerus (Prabu,Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun. 2. Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup gas. 1. Bising terputus-putus (intermittent noise) Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terusmenerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api (Prabu,Putra, 2009). 2. Bising tiba-tiba (impulsive noise) Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam, ledakan dan dari suara tembakan senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam (Prabu,Putra, 2009). 3. Bising berpola (tones in noise) Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif dengan analisis frekuensi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). 4. Bising frekuensi rendah (low frequency noise) Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik, dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan dapat didengar sejauh bermilmil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). 5. Bising impulsif berulang Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa (Prabu,Putra, 2009). Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009):

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. 2. Bising yang menutupi (Masking noise) Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain. 3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise) Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. D. Efek Kebisingan Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu: 1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008); 2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian Anggraeni, 2006); 3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri kompor dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001); 4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003); 5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi dan kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003); 6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja: 1. Gangguan Fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit. 2. Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain. 3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. 4. Gangguan Keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. 5. Efek pada pendengaran Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan. 1. Penurunan daya dengar. Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: 1. Trauma Akustik Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membranthympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009). 2. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali (Prabu,Putra, 2009). 3. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat

korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang-ulang selama bertahun (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Fase-fase perkembangan kurangnya pendengaran akibat bising tetap menurut Parmeggiani (dikutip dalam Rozita E.,Wahyuni T, 2005) adalah: 1. Fase I Terjadi pada 10-20 hari pertama pemaparan bising. Pada saat sudah bekerja, telinga penderita terasa penuh, mendenging, sakit kepala ringan, pusing, dan merasa lelah. 2. Fase II Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada fase ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging secara intermitten. Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu pemaparan, dan prediposisi individual. 3. Fase III Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa pendengarannya tidak normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar pembicaraan-pembicaraan terutama jika terdapat bising latar belakang. 4. Fase IV Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang menunjukan bahwa terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini tidak hanya mengganggu pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat, tidur, dll. Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia Bunyi (dBA) Pengaruh terhadap Manusia 39-40 Tidak mengganggu Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut 55-65 jantung 70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung 80 Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel 90 Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan pada 100 waktu singkat dapat mengurangi daya dengar 120 Rasa nyeri dan sakit 150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga Sumber: Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003 E. Pengendalian Bising Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003), yaitu: 1. Sumber radiasi;

2. Jalur tempuh radiasi; 3. Penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini. Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control). 1) Active Noise Control 1. Kontrol Sumber Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber, yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005): 1. Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah 2. Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg penggantian proses riveting.

Sumber: Tambunan, 2005 1. Modifikasi tempat mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi 2. Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja Gambar 2.1 Hanging baffles (Tambunan, 2005) Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan. Pada area kerja dengan kebisingan > 100 dB A, kontrol sumber berupa kontrol rekayasa mesin adalah hal yang mutlak dilakukan menurut Standard Basic Requirement OSHA. a. Cladding Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahanimpermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi. b. Silencer, Attenuator, Muffler Silencer (ditunjukkan pada Gambar 2.2), attenuator, muffler digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida. Gambar 2.2 Silencer (Sumber: Rozita, 2005) 1. Kontrol Lingkungan

Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik. Beberapa industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat baru, namun terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang dapat dilakukan antara lain yaitu dengan pengendalian pada medium perambatan. Sebenarnya upaya pengendalian ini memiliki tujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan sound barrier adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada medium rambat terpaut pada: 1. Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik; 2. Menggunakan material yang memiliki daya serap suara; 3. Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima; 4. Memasang panel dan penghalang; 5. Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran. 6. Proteksi Personal Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Pada kenyataannya,earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas proses. 1. Earmuffs Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk intensitas tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa disesuaikan untuk berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun terjadi infeksi pada telinga alat tetap dapat dipakai. Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif daripadaearplugs jika digunakan dengan tepat, tapi kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan kaca mata.

Gambar 2.3 Earmuff (Tambunan, 2005) 1. 2. Earplugs Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan sedang (80-95 dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada bermacam-macam: padat dan berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi dari bahan-bahan tersebut.

Gambar 2.4 Earplug (Tambunan, 2005) Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih nyaman bila digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff, lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm. Sedangkan kekurangan dari ear plug yaitu atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau

Gambar 2.5 Earplug (Sumber: Defi P,Iferta Inafalia, 2005) diawasi, saluran telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak dapat dipakai. 2) Passive Noise Control Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180o dari sumber bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat dengan gelombang p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2 dengan komponen amplitudo dan frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua gelombang akan saling meniadakan. 3) Antisipasi Lain Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja. Salah satu tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja, pendidikan/pelatihan dan penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric biasanya dilakukan oleh ahli THT secara medis. F. Pengukuran Kebisingan Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kenaikan tingkat

kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat. Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan; 2. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja. Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak memberikan informasi. 1. Sound Level Meter (SLM) SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

Gambar 2.4 Sound Level Meter (Sumber: Defi P,Wahyuni T, 2005) 1. Octave Band Analyzer (OBA) Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk

pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz. a. Standar Kebisingan Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak. 1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas. 2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978 Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A) Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisingan Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999 Waktu Pemaparan per hari Intensitas (dB A) 8 85 4 2 1 30 15 7,5 3,75 1,88 0,94 28,12 14,06 7,03 3,52 1,75 0,88 0,44 Detik Menit Jam 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 13 133

0,22 0,11

136 139

1. Department of Labor (DOL) OSHA CFR 1910.95 Tabel 2.4 Kriteria Kebisingan Menurut DOL OSHA Waktu (jam/hari) Tingkat Kebisingan (dB A) 8 90 6 4 3 2 1,5 1 0,5 <0,25 92 95 97 100 102 105 110 115

Sumber: Barry H. Kartowitz (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan Tabel 2.6 Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan Tingkat Kebisingan (dB A) Maksimum yang Maksimum yang No Zona dianjurkan diperbolehkan 1 A 35 45 2 3 4 B C D 45 50 60 55 60 70

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987 Keterangan: Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb; Zona B Zona C = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya; = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;

Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

Formula ACGIH dan NIOSH untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman adalah sebagai berikut:

di mana: T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat kebisingan (dalam menit) L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya

3 = exchange rate 1. ACGIH dan NIOSH Tabel 2.5 Kriteria Kebisingan Menurut ACGIH dan NIOSH Waktu Paparan yang Waktu Paparan yang DB diperbolehkan (jam) DB diperbolehkan(jam) 80 25,4 106 37,5 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 20,16 16 12,7 10,08 8 6,35 5,04 4 3,17 2,52 2 1,59 1,26 1 0,79 0,63 0,5 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 2,98 2,36 1,88 1,49 1,18 0,94 0,74 0,59 0,47 0,37 0,3 0,23 0,19 0,15 0,12 0,09 0,07

98 99 100 101 102 103 104 105

0,4 0,31 0,25 0,2 0,16 0,13 0,1 0,08

124 125 126 127 128 129 130

0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01

Sumber: Draft Document (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005) BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya cukup besar. Kerusakan yang diakibatkan oleh bising kebanyakan merupakan kerusakan setempat dan sporadis. Selain berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia, bising juga berpengaruh terhadap auditori manusia. 2. Komponen utama timbulnya bising adalah sumber bising, media penghantar dan objek pendengar atau manusia. Pengendaliannya dapat dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruhan dari komponen tersebut. B. Saran 1. Sebaiknya kita harus mengetahui batasan kebisingan yang normal ditempat kerja. 2. Sebaiknya kita mengetahui komponen utama yang menyebabkan kebisingan agar mampu mengidentifikasi masalah yang muncul nantinya. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, Dian. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut Masa Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Ungaran Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. Jawa Tengah. http://digilib.unnes.ac.id. diakses pada 09 September 2009. Doelle, L. Leslie., Akustik Lingkungan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993. Defi P., Iferta Inafalia., 2005. Monitoring Kualitas Lingkungan Kerja di Billet Steel Plant PT. Krakatau Steel. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang. Freddy Hernawan. 2008. Gangguan Kebisingan Selama Di Wonodadi. http://Orlyn.wordpress.com/2008/11/20/gangguan kebisingan selama di Wonodadi.diakses pada 09 september 2009. Goembira, Fadjar., Vera S Bachtiar, Diktat Mata Kuliah Pengendalian Bising, 2003, Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang. Ikron, I Made Djaja, Ririn Arminsih Wulandari. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu lintas Terhadap Psikologi Anak Di Sekolah Dasar Cipinang Muarakabupaten Jatinegara, Jakarta Timur, Provinsi Jakarta. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia. http://www.suaramerdeka.com/harian/0607. diakses pada 09 September 2009.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Kebisingan. Patrick, Cunniff F., Enviromental Noise Pollution, John Wiley & Sons Inc. Canada. 1977. Pasaoran Tamba, I. 2001. Analisis Paparan Kebisingan Implusif dan Kontinyu terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja (Studi di Industri Kompor dan Bengkel Las Malang). Program Pasca sarjana, Universitas Airlangga. Malang. http://adln.fkm.unair.ac.id. diakses pada 09 September 2009. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/MEN/Kes/Per/XI/1987 tentangKebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan. Prabu, Putra. 2009. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan. http://putraprabu.wordpress.com, diakses pada 09 September 2009. Prabu, Putra. 2009. Jenis dan Penyebab Kebisingan Kesehatan Lingkungan. http://lingkungan.infogue.com/jenis_dan_penyebab kebisingan.kesehatan.lingkungan,diakses pada 09 September 2009. Rozita E., Wahyuni T., 2005. Pengendalian dan Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja PT. Pupuk Sriwidjaja. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE 01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB). Surat Keputusan Menaker No. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika Di Tempat Kerja. Tambunan. 2005. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http://www.freewebs.com/stb_tambunan/OSH.htm, diakses pada 09 September 2009.

You might also like