You are on page 1of 47

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DI BIDANG PERTANIAN DI BANTARAN SUNGAI KEDUANG TERHADAP PENDANGKALAN WADUK GAJAH MUNGKUR

Diajukan untuk mengikuti Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) Bidang Lingkungan Hidup (KKTM-LH)

Oleh: Moh. Ilham (NIA 02.18.003 MPA)

MAHASISWA MUSLIM PECINTA ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

LEMBAR PENGESAHAN Karya tulis tentang Pengaruh Perilaku Pertanian Masyarakat Bantaran Sungai Keduang Terhadap Pendangkalan Waduk Gajah Mungkur oleh: Moh. Ilham (NIM D 200 010 194) Kepala Bidang Penalaran Mahasiswa Telah disetujui dan disahkan oleh: Dosen Pembimbing

Drs. Priyono, M. Si. NIK 331 Mengetahui, Wakil Rektor III

Drs. Daliman, SU

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. H. Absori, M. H

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DI BIDANG PERTANIAN DI BANTARAN SUNGAI KEDUANG TERHADAP PENDANGKALAN WADUK GAJAH MUNGKUR Oleh: Moh. Ilham Abstraksi Permasalahan pendangkalan waduk Gajah Mungkur yang telah berusia 30 tahun akhirakhir ini menjadi permasalahan pelik yang menjadi isu lingkungan, bahkan menjadi isu paling santer yang berada di kawasan propinsi Jawa Tengah. Pendangkalan waduk Gajah Mungkur yang terjadi selama ini telah menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan air yang ada di waduk Gajah Mungkur. Penyebab utama dari pendangkalan waduk ini sebagaian besar oleh proses sedimentasi dan erosi yang bersumber dari daerah aliran sungai (DAS) waduk Gajah Mungkur yang meliputi Sungai Keduang, Sungai Tirtomoyo, Sungai Temon, Sungai Bengawan Solo, Sungai Alang dan Sungai Wuryantoro. Sungai Keduang yang ditengarai menjadi penyumbang sedimentasi terbanyak sekitar 33 % dari total keseluruhan sedimentasi yang terjadi di waduk Gajah Mungkur. Sedimentasi ini bersumber dari berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang, longsoran (kegagalan lereng), erosi tebing sungai, dan erosi sisi badan jalan. Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas yang disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Atas dasar kakas penyebabnya erosi tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu erosi air dan erosi angin Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan pengaruh yang di akibatkan oleh perilaku pertanian masyarakat di bantaran sungai Keduang terhadap pendangkalan waduk Gajah Mungkur, karena di duga perilaku pertanian masyarakat yang keliru berpengaruh mempercepat laju pendangkalan waduk Gajah Mungkur. Dari hasil pembahasan berupa: pola pertanian meliputi (1) pemanfaatan lahan seperti pemanfaatan lahan pertanian di dalam aliran sungai Keduang yang terbuka akibat

musim kering, (2) pemilihan jenis tanaman pertanian yang di dominasi oleh tanaman pertanian yang mempunyai akar yang memiliki daya tahan erosi tanah yang rendah, dan (3) perlakuan lahan pertanian yang meliputi penggunaan pupuk kimia, perlakuan lahan pasca panen yang terbengkalai, pemanfaatan daerah sekitar lahan pertanian belum optimal dan perlakuan lahan pada awal masa tanam. Pola pertanian yang mengakibatkan pendangkalan waduk bukan semata-mata kita salahkan kepada pelaku, tetapi permasalahanya adalah pemahaman pola pertanian yang berwawasan lingkungan yang masih kurang yang didukung tingkat kesejahteraan dan potensi kesuburan tanah. Pengaruh dari pola pertanian yang kurang memperhatikan masalah lingkungan antara lain: (1) mempercepat pendangkalan waduk, (2) kesuburan tanah yang berkurang dan (3) pendangkalan sungai Beberapa solusi yang coba di tawarkan dalam tulisan ini yaitu (1) Pertanian Berkelanjutan, (2) Menghargai Keanekaragaman, (3) Pemerataan dan Keadilan Lingkungan, (4) Kemandirian Desa (5) Pendekatan Holistik Kata Kunci: Pendangkalan waduk, Erosi dan sedimentasi, pola pertanian dan solusi yang ditawarkan

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga karya tulis ini bisa terselesaikan. Karya tulis dengan judul Pengaruh Perilaku Pertanian Masyarakat Bantaran Sungai Keduang Terhadap Pendangkalan Waduk Gajah Mungkur ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat, pemerintah ataupun pihak-pihak yang berkompeten. Selesainya penulisan karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini ucapan terima kasih kami ucapkan kepada: 1. Dr. H. Absori, S. H., M.Hum., selaku wakil Rektor III UMS yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun penelitian 2. Drs. Daliman, S.U., selaku kepala bagian penalaran yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun penelitian 3. Drs. Djalal Fuadi M. Hum., selaku Pembina MALIMPA UMS 4. Drs. Priyono, M.Si selaku dosen pembimbing 5. Bapak dan Ibuku tercinta 6. Teman-teman Mahasiswa Muslim Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan 7. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan semangat dalam pembuatan karya tulis ini.

Akhirnya, kami hanya mengharapkan semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan yang di berikan. Wassalamualaikum Wr. Wb Sukoharjo, Agustus 2008

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ABTRAK DAFTAR ISI i ii iii v vii ix 1 3 4 4 4 LEMBAR PENGESAHAN .. KATA PENGANTAR .. DAFTAR LAMPIRAN .. BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2.1 Latar Belakang Masalah Pembatasan Masalah . Perumusan Masalah .. Tujuan Penulisan .. Manfaat Penulisan . Dasar Teori 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.2 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Perilaku Pertanian Masyarakat .. Erosi dan Sedimentasi Sungai Waduk 6 7 8 9 12 12 12 12 13

BAB II TELAAH PUSTAKA

Penelitian Yang Relevan Lokasi Penelitian Objek Penelitian ... Data Yang Dikumpulkan . Metode Pengumpulan Data . Metode Analisa Data ...

BAB III METODE PENULISAN

3.6 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 5.1 5.2 LAMPIRAN

Metode Penyajian Data Sedimentasi Sungai Keduang Pola Pertanian Pengaruh Pola Pertanian Pemahaman Masyarakat Tentang Pola Pertanian Berkelanjutan Solusi Yang Ditawarkan .. Kesimpulan Saran

13 14 15 21 24 26 31 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. Data Narasumber Foto Lokasi Penelitian Biodata Penulis Biodata Dosen Pembimbing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Waduk Gajah Mungkur terletak 3 KM di selatan Kota kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Perairan danau buatan ini dibuat dengan membendung sungai terpanjang di pulau Jawa yaitu sungai Bengawan Solo yang telah membuat air-air yang mengalir dari pegunungan seribu yang merupakan hulu Sungai Bengawan Solo terlebih dahulu terkumpul di Waduk Gajah Mungkur, sebelum akhirnya mengalir menuju ke Sungai Bengawan Solo. Mulai dibangun di akhir tahun 70-an dan mulai beroperasi pada tahun 1982. Waduk dengan wilayah seluas kurang lebih 8800 ha di 7 kecamatan bisa mengairi sawah seluas 23600 ha di daerah Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen serta satu kabupaten di Jawa Timur, yakni Bojonegoro. Selain itu Waduk Gajah Mungkur juga berfungsi sebagai pemasok air baku untuk air perusahaan daerah air minum (PDAM) dan air industri, pembangkit listrik tenaga air sebesar 12,4 megawatt dengan produksi listrik sekitar 32.600 MWh pertahun.(http://digilib.ampl.or.id) Waduk Gajah Mungkur yang mempunyai daerah tangkapan air seluas 1.350 kilometer persegi dan mempunyai kapasitas tampungan sebesar 120 juta meter kubik tersebut menjadi tempat bertemunya banyak sungai dengan berbagai ukuran dan kondisi (www.pedulisampah.org). Begitu vitalnya fungsi Waduk Gajah Mungkur bagi masyarakat sekitar dan yang hidup di daerah sekitar DAS Bengawan Solo. Bahkan pada saat bencana banjir melanda kota Solo dan kotakota yang dilewati sungai Bengawan Solo, fungsi Waduk Gajah Mungkur terasa sangat penting. Air tampungan waduk Gajah Mungkur berasal dari sumber-sumber air yang mengalir menjadi system sungai yang sengaja di bendung dan air hujan. Tampungan air yang terjadi di kawasan waduk Gajah Mungkur memberikan manfaat yang sangat besar untuk masyarakat setempat ataupun masyarakat daerah

10

aliran sungai (DAS) yang berada di sekitarnya. Daerah aliran sungai (DAS) Waduk Gajah Mungkur merupakan suatu ekosistem DAS yang besar dan strategis bagi keberlanjutan ekosistem lingkungan dan pembangunan masyarakat. Fungsi lingkungan di daerah aliran sungai Waduk Gajah Mungkur telah mampu memberikan dukungan sumber daya air, lahan, hutan, mineral, energi yang memiliki fungsi sosial dan ekonomis bagi masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut. Sejak dibangun pada 1981, Waduk Gajah Mungkur ditujukan memainkan beberapa peran lingkungan dan sosial. Waduk ini berfungsi sebagai pengendali banjir yang mengatur air dengan debit 4.000 meter kubik per detik menjadi 400 meter per detik. Keberadaan Waduk Gajah Mungkur yang pada perencanaanya dapat berumur 100 tahun kini kondisinya dipertanyakan, hal ini dikarenakan sedimentasi yang terjadi di Waduk Gajah Mungkur sangat besar, rata-rata sedimen tahunan ke dalam waduk 3,18 juta meter kubik (periode 1993-2004), jumlah itu kira-kira setara dengan 265.000 truk dengan kapasitas bak 12 meter kubik. Sedimentasi waduk Gajah Mungkur bersumber dari daerah aliran sungai (DAS) waduk Gajah Mungkur yang meliputi Sungai Keduang, Sungai Tirtomoyo, Sungai Temon, Sungai Bengawan Solo, Sungai Alang dan Sungai Wuryantoro. Diantara hasil sedimen tahunan ke waduk ini paling besar berasal dari Kali Keduang yang menyumbang sebesar 33% dari total sedimentasi yang terjadi di Waduk Gajah Mungkur. Tingginya sedimentasi yang berasal dari Sungai Keduang bahkan sampai membentuk permukaan tanah yang memanjang dan membelah Waduk Gajahmungkur dengan panjang lebih dari satu kilometer. Sedimentasi kali Keduang berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang, tebing sungai, dan sisi badan jalan. Sedimentasi sungai Keduang sebagian besar berasal dari erosi tanah permukaan lahan sekitar 1.134.300 m3 per tahun dari total sedimentasi 1.218.580 m3 per tahun. Erosi tanah permukaan yang menajdi sumber terbesar sedimentasi di sungai Keduang di pengaruhi oleh penebangan pohon di daerah tangkapan air (chatment area) baik hutan rakyat, perhutani,

11

sabuk hijau (Green belt), lahan pertanian serta ladang (www.pedulisampah.org). Hal ini diperparah lagi dengan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan lahan pertanian pasang surut yang dikuasai oleh masyarakat untuk tanam padi dan palawijo pada musim kemarau, serta perilaku masyarakat di bidang pertanian yang tidak berdasarkan azas keberlanjutan. Kapasitas waduk Gajah Mungkur yang semakin berkurang yang disebabkan oleh sedimentasi akan berakibat juga pada DAS yang dilaluinya baik di daerah hulu maupun Hilir. Akibat kapasitas waduk yang berkurang kira-kira 10 juta meter perkubik hingga saat ini salah satu contohnya terlihat pada saat banjir yang terjadi akhir tahun 2007 di daerah hulu dan hilir DAS Waduk Gajah Mungkur. Di daerah hulu seperti yang terjadi di desa Gemawang di bantaran sungai Keduang telah merubah lahan pertanian penduduk menjadi lahan kritis yang berisi batuan hasil erosi yang terjadi pada saat banjir. Akibat yang lain adalah nilai sedimentasi yang masuk ke waduk Gajah Mungkur semakin parah. Sedangkan di daerah hilir seperti yang terjadi di kota Solo dan sekitarnya telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar serta trauma yang dialami penduduk korban banjir sungai Bengawan Solo. Disamping itu sedimentasi yang terjadi di waduk Gajah Mungkur diperparah oleh hasil sedimentasi yang terjadi bermuara di intake atau saluran air menuju turbin yang akan menghambat kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). 1.2 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada penulisan ini mengarah pada pendiskripsian perilaku masyarakat dalam mengolah tanah pertanian yang mengakibatkan erosi lahan yang mempengaruhi pendangkalan waduk dan solusi yang dilakukan untuk mengantispasinya. 1.3 Perumusan Masalah Berawal dari pembatasan masalah diatas, masalah yang akan diungkapkan

12

dalam karya tulis ini adalah: 1. Apakah benar perilaku masyarakat pertanian di bantaran DAS Keduang berpotensi besar mengakibatkan sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan di Waduk Gajah Mungkur? 2. Solusi apa yang mungkin bisa dilakukan untuk mengantisipasi perilaku masyarakat pertanian di bantaran DAS Keduang? 3. Apakah masyarakat memahami tentang perilaku pertanian yang dapat mengakibatkan atau mempercepat proses sedimentasi Sungai Keduang? 1.4 Tujuan Penulisan Tujuan karya tulis ini antara lain: 1. Mendiskripsikan perilaku masyarakat pertanian di bantaran DAS Keduang yang meliputi pola pertanian (pemanfaatan lahan, pemilihan jenis tanaman pertanian dan perlakuan lahan pertanian) dan pemahaman masyarakat tentang pola pertanian yang berkelanjutan. 2. Mendiskripsikan sedimentasi lahan pertanian di bantaran DAS Keduang yang mengakibatkan pendangkalan di Waduk Gajah Mungkur terutama yang berasal dari erosi tanah permukaan. 3. Mendeskripsikan berbagai solusi yang coba ditawarkan kepada pihakpihak yang berkepentingan, baik lembaga pemerintah atau nonpemerintah. 1.5 Manfaat Penulisan Karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca, adapun manfaat dari pembuatan karya tulis ini antara lain: 1. Sebagai alat motivasi, setelah pembuatan karya tulis ini diharapkan akan muncul penelitian-penelitian baru ataupun karya tulis-karya tulis baru sehingga dapat menimbulkan inovasi dalam penelitian ataupun

13

penulisan. 2. Dapat memberikan pemahaman kepada semua pihak tentang permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini dan berusaha bersama untuk mengatasinya.

14

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Perilaku pertanian Masyarakat Perilaku masyarakat pertanian merupakan sebuah kesatuan tingkah laku dan pemikiran suatu komunitas masyarakat terhadap pola pertanian yang dilakukan guna mengoptimalkan hasil pertanian serta potensi yang ada dalam kegiatan pertanian. Dalam beberapa perilaku masyarakat pertanian yang meliputi pola tanam, pemanfaatan lahan yang tersedia, mekanisme penggarapan lahan dan perlakuan terhadap lahan. Perilaku masyarakat pertanian yang tercipta dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kesuburan tanah, ketersediaan air, kemampuan pemilik tanah, budaya masyarakat setempat, kebijakan pimpinan semisal DPU (Dinas pengairan Umum), lokasi lahan pertanian serta kecenderungan pasar. Dalam perilaku pertanian masyarakat di butuhkan sebuah pemahaman tentang jenis tanah, jenis tanaman, perlakuan lahan, lokasi tanah serta pemahaman tentang akibat yang akan ditimbulkan dari perilaku yang dilakukan dalam bidang pertanian. Pemahaman akan perilaku yang tepat akan sangat bermanfaat untuk meminimalkan akibat yang ditimbulkan dari perilaku pertanian ini bagi lingkungan dan masyarakat sendiri. Permasalahan perilaku pertanian masyarakat di hadapkan pada tingkat kebutuhan dan populasi yang berlebihan, sehingga pada akhirnya pemahaman tentang perilaku pertanian masyarakat berbenturan dengan kepentingan kesejahteraan social dan ekonomi masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu pemahaman pertanian masyarakat yang baik perlu adanya sebuah pensosialisasian agar tercipta keadilan masyarakat, hal ini

15

dilakukan melalui pendekatan-pendekatan yang intensif terhadap masyarakat oleh pemerintah setempah maupun lembaga-lembaga lain yang ingin terlibat. 2.1.2 Erosi dan Sedimentasi Sungai Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas yang disebabkan oleh pergerakan air ataupun angin. Secara teknik longsoran lahan (landslide), yang memindahkan tanah sebagai suatu tubuh guguran tebing yang ditimbulkan oleh kakas gravitasi sebagai kakas penyebab tidak merupakan pengertian erosi. Akan tetapi guguran tebing karena kikisan aliran sungai atau karena pukulan ombak laut merupakan erosi. Atas dasar kakas penyebabnya erosi tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu erosi air dan erosi angina. Mengingat laju kejadianya ada erosi alam atau erosi geologi dan erosi yang dipercepat. Erosi alam justru harus berlangsung karena bersifat menguntungkan dari segi pengembangan kesuburan tanah, kalau tidak demikian tidak ada sebuah peremajaan tanah karena tanah akan terkuras cepat kesuburanya sehingga akhirnya menjadi senil. Pada erosi alam laju pengikisan tanah dalam lapisan tanah atasan kurang lebih setaraf dengan laju pembentukan tanah baru dari bahan induknya. Erosi tanah atau erosi yang dipercepat berbahaya karena laju pengikisan tanah jauh lebih cepat daripada laju pembentukan tanah. Tanah lambat laun akan habis dan tinggal bahan induknya saja, atau bahkan dapat tinggal batuan dasar saja. Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering, terutama yang memiliki kemiringan 15 %. Tanah kering yang mudah tererosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang kebetulan menempati areal terluas di Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol. Tetesan air hujan merupakan faktor utama terjadinya erosi tanah, tetesan air hujan dapat menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras

16

(crust formation) pada lapisan permukan, akibatnya air yang masuk dalam tanah (infiltrasi) berkurang, sedangkan air yang mengalir di permukaan (run off) bertambah banyak. Run off inilah yang menjadi faktor utama terjadinya erosi. Dengan tertutupnya pori-pori tanah maka air infiltrasi sangat berkurang, sedangkan air permukaan mengikis dan mengangkut butiran-butiran tanah. Proses pengangkutan butiran tanah ini akan mengalami pengendapan ataupun sedimentasi untuk sementara atau tetap pada saat mencapai sungai atau waduk. Secara keseluruhan ada lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, topografi (bentuk wilayah), vegetasi penutup dan kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah hujan. Sedangkan bentuk wilayah atau topografi berperan dalam menentukan kecepatan aliran air permukaan yang membawa butiran tanah. Peranan vegetasi penutup tanah adalah melindungi tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan dan memperbaiki struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya. Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting terutama dalam usaha-usaha pencegahan erosi. Sangat sulit untuk mencegah atau menghilangkan erosi sama sekali, sehingga yang bisa dilakukan adalah mengendalikan ataupun membatasi tanah yang hilang agar tidak menyebabkan penurunan produktivitas tanah. 2.1.3 Waduk Waduk merupakan tempat pada muka lahan untuk menampung dan menabung air turah pada musim basah, sehingga air itu bisa dimanfaatkan pada musim kemarau atau musim kering. Air yang disimpan di waduk bisa berasal dari air permukaan yang dapat berupa sungai atau aliran tetap yang lain, atau berupa penyaluran kadangkala air sekeliling waduk dan air hujan langsung. jadi, ada 3 sumber yang perlu diperhatikan dalam

17

pengisian waduk yaitu (1) air tanah yang keluar sebagai mata air dan kemudian mengalir menjadi system sungai yang dibendung, (2) curahan atau endapan atmosfir langsung diatas waduk yang berupa hujan dan (3) penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga sumber ini saling terkait sebagai sebagai suatu daur hidrologi dan sangat menentukan ketersediaan potensial air yang tersimpan dalam waduk. Ketersediaan aktual air ialah ketersediaan potensial air dikurangi jumlah yang hilang karena pengurapan dari penguapan air permukaan waduk dan yang meresap kedalam tanah melalui dinding dan dasar waduk. Sehingga jumlah air yang benar-benar dapat ditampung di waduk dari jumlah yang tersediakan actual tergantung kapasitas teknik waduk. Ketersediaan actual air ditentukan oleh laju pendangkalan dan penyempitan waduk oleh pengendapan dan guguran tebing. Penyusutan kapasitas waduk dapat disebabkan karena penyempitan luas permukaan waduk dan/atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat terjadi karena pengendapan topi atau guguran dinding waduk, sedangkan pendangkalan dasar waduk disebabkan karena pengendapan dasar waduk yang berasal dari bahan suspensi yang masuk bersama dengan aliran air pengisi waduk. 2.2 Penelitian yang Relevan Yayasan Masyarakat Indonesia Hijau (YMIH) (2008) menulis Laporan Final Kegiatan Pembentukan Desa Binaan Berwawasan Lingkungan Di Desa Gemawang, Kecamatan Ngadirojo, Diwilayah Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Kabupaten Wonogiri. Laporan ini tentang pelaksanaan pembentukan desa binaan berwawasan lingkungan yang di adakan di desa Gemawang, kecamatan Ngadirojo yang merupakan daerah aliran sungai Keduang. Desa Gemawang merupakan sebuah desa di bantaran Sungai Keduang yang mempunyai hubungan erat

18

dengan pengelolaan serta pemanfaatan DAS Bengawan Solo bagian hulu. Di dalam laporan ini ditemukan beberapa perilaku masyarakat yang masih perlu pembinaan serta pemahaman tentang pengelolaan desa berwawasan lingkungan. Kegiatan pembentukan desa binaan berwawasan lingkungan di desa Gemawang Kec. Ngadirojo dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007. Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi (2001) menulis Kajian Erosi dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Dalam tulisan ini berisi tentang erosi dan sedimentasi daerah aliran sungai (DAS) Teluk Balikpapan yang berasal dari erosi tanah yang berasal dari bagian kawasan sebelah hulu DAS Teluk Balikpapan. Guna mengantisipasi permasalahan erosi dan sedimentasi tersebut, maka sebagai langkah awal Working Group Erosi dan Sedimentasi memfokuskan kajian mengenai Pemantauan Sedimentasi dan Penentuan Tingkatan Kekritisan Lahan serta Tingkatan Bahaya Erosi pada DAS Teluk Balikpapan. Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis sampel-sampel sediment melayang (suspended sediment) yang diambil dari outlets keempat sungai utama yang bermuara ke Teluk Balikpapan. Parameterparameter yang diukur untuk keperluan analisis sedimentasi ini, yaitu konsentrasi sedimen melayang/concentration of suspended sediment Cs (mg/l), debit limpasan air sungai/discharge Q (m3/detik) dan debit sedimen melayang/discharge of suspended sediment Qs (gr/detik). Sedangkan analisis tingkatan kekritisan lahan dan tingkatan bahaya erosi dilakukan pada keempat Sub DAS yaitu Sub DAS Wain, Sub DAS Semoi, Sub DAS Sepaku dan Sub DAS Riko yang terdapat di DAS Teluk Balikpapan. Parameter-parameter yang dianalisis yaitu pembagian satuan-satuan lahan (land units), indeks erosivitas tertimbang, prediksi laju erosi tanah dengan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) dan indeks bahaya erosi. Dari hasil kajian sedimentasi didapatkan bahwa kategori konsentrasi sedimen

19

melayang pada keempat patusan (outlets) sungai-sungai utama yang bermuara ke Teluk Balikpapan bervariasi, pada outlets Sungai Semoi dan Sungai Riko keduanya termasuk kategori jelek, outlet Sungai Sepaku termasuk kategori sedang dan outlet Sungai Wain termasuk kategori baik. Secara keseluruhan hasil sedimen yang terangkut oleh keempat sungaisungai tersebut relatif besar dan dapat mengancam percepatan pendangkalan pada Teluk Balikpapan. Adapun hasil prediksi kontribusi sedimen dari keempat sungaisungai tersebut yang bermuara ke Teluk Balikpapan, yaitu Sungai Semoi sekitar2.250,785 ton/hari, Sungai Riko sekitar 391,123 ton/hari, Sungai Sepaku sekitar 376,906 ton/hari dan Sungai Wain sekitar 6,763 ton/hari. Makalah Tejoyuwono Notohadiprawiro, Suprapto Sukodarmodjo dan Moh. Drajad (1981) menulis Beberapa Fakta dan Angka Tentang Lingkungan Fisik Waduk Wonogiri dan Kepentinganya Sebagai Dasar Pengelolaan. Dalam makalah tersebut berisi tentang hakekat waduk sebagai anasir tekhnologi yang disisipkan ke dalam lingkungan asli beserta akibat-akibat jangka pendek dan panjangnya. Selain itu membahas juga reaksi lingkungan terhadap suatu sisipan dan usaha-usaha apa yang dapat di jalankan untuk menghidupkan keseimbangan baru yang mantap dan lebih bernilai.

20

BAB III METODE PENULISAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di laksanakan di sepanjang bantaran Sub DAS Keduang di Kab. Wonogiri yang meliputi 9 desa yaitu (1) Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, (2) Desa Karang, Kecamatan Slogohimo, (3) Desa Sokoboyo, Kecamatan Slogohimo, (4) Desa Pandan, Kecamatan Slogohimo, (5) Desa Watusomo, Kecamatan Slogohimo, (6) Desa Sumbereja, Kecamatan Jatisrono, (7) Desa Pingkuk, Kecamatan Jatiroto, (8) Desa Sembukan, Kecamatan Sidoharjo, dan (9) Desa Gemawang, Kecamatan Ngadirojo 3.2 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah perilaku masyarakat di bidang pertanian di radius 200 meter bantaran sungai Keduang terhadap pendangkalan waduk Gajah Mungkur. 3.3 Data Yang Di kumpulkan Data yang dikumpulkan berupa 1. Kepustakaan, atau dokumen yang menunjang penelitian ini, 2. Foto-foto dan 3. Hasil wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data di lakukan dengan telaah pustaka yang diperoleh dari buku-buku dan dokumen-dokumen dan obeservasi langsung petani yang berada lokasi penelitian.

21

3.5

Metode Analisa Data Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka ditambah dengan analisa hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di lokasi penelitian

3.6

Metode Penyajian Data Metode penyajian data dengan metode penyajian informal. Metode penyajian data informal yaitu perumusan hasil analisa dengan kata-kata biasa.

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sedimentasi Sungai Keduang Sumber erosi dan sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang, longsoran (kegagalan lereng), erosi tebing sungai, dan erosi sisi badan jalan. Di waduk ini terdapat 71 lokasi jurang dan 25 longsoran di daerah tangkapan air Wonogiri; jurang secara intensif terbentuk di lereng-lereng kawasan daerah aliran sungai Keduang. Sedimentasi dari jurang yang masuk ke Waduk Gajah Mungkur diperkirakan 52.000 meter kubik per tahun, sementara longsoran sekitar 10.000 meter kubik per tahun. Hasil sedimen dari tebing sungai dengan anggapan laju erosi 3,44 meter kubik per meter mencapai 88.940 meter kubik per tahun. Sedimentasi pada sisi tebing jalan dengan asumsi laju erosi 0,20 meter kubik per meter mencapai 7.300 meter kubik. Sumber erosi yang paling dominan berasal dari permukaan lahan yang volumenya mencapai 93 persen dari keseluruhan sumber erosi. Jika berdasarkan sumber dan sungai, hasil sedimen tahunan ke waduk ini paling besar berasal dari Kali Keduang yang menyumbang sedimentasi sebesar 1.218.580 meter kubik per tahun. Di sungai ini erosi jurang tanah permukaan mencapai 1.134.300 meter kubik per tahun. Di kawasan Kali Keduang, yang dominasi oleh lahan pertanian penduduk yang sangat subur dan bukit-bukit yang gundul, sedimentasi lebih kuat dan kedalaman maksimum sekitar empat meter. Ujung dasar sedimen dari Kali Keduang menginvasi ke pusat waduk dan mendekati intake sekitar dua meter Dari analisis Tim Studi JICA, sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur periode 2004-2005 ditemukan bahwa kecepatan arus di kawasan sungai selama banjir sangat cepat, sedangkan yang di pusat waduk sangat lambat. Hampir tidak terjadi pertukaran sedimen antara kawasan Keduang dan hulu. Kebanyakan sedimentasi terjadi di kawasan muara sungai dan sedimentasi berkembang secara perlahan

23

menuju pusat waduk. Ketika permukaan air waduk lebih rendah pada awal musim hujan, terjadi arus balik ke arah pusat waduk akibat banjir di Kali Keduang. Sedimen yang dialirkan melewati intake sekitar 141.000 m dan hampir semuanya material lempung. Dari verifikasi sedimentasi di waduk selama periode 19932004, temuannya antara lain di Bengawan Solo dari kawasan sungai sedimentasi bergerak perlahan menuju pusat waduk. Dari proses sedimentasi yang terjadi di sungai Keduang ini telah menyumbang endapan rata-rata sebesar 1.218.580 m3 per tahun atau 33% dari total sedimentasi rata-rata yang terjadi 3,18 juta meter kubik pertahun ke waduk Gajah Mungkur. Apabila kita hitung kapasitas waduk Gajah Mungkur yang sejak dioperasikan pada tahun 1982 dapat menampung 120 juta meter kubik maka bisa kita perkirakan umur waduk Gajah Mungkur tidak sampai 20 tahun lagi, dengan tingkat sedimentasi yang tetap dan tidak ada pengerukan didalam waduk. 4.2 Pola Pertanian Bantaran sungai Keduang merupakan kawasan pertanian yang subur, karena kondisi tanah dan ketersediaan air yang melimpah dari aliran sungai Keduang. Tanah yang terdapat di bantaran kali Keduang sebagian besar berasal dari erosi alam yang membuat peremajaan atau pembaruan tanah yang menguntungkan dari segi pengembangan kesuburan tanah. Berdasarkan pada obsevasi di lapangan yang dilakukan jenis tanah yang mendominasi lahan pertanian penduduk adalah tanah lempung dan ladon yang sangat potensial untuk pertanian. Jenis tanah ini pula yang sebagian besar mengalir bersama air ke waduk Gajah Mungkur yang mengakibatkan pendangkalan waduk tersebut, karena struktur kedua jenis tanah ini mudah sekali terlarut dalam air. Beberapa pola pertanian yang mengakibatkan pendangkalan waduk Gajah Mungkur antara lain: 1. Pemanfaatan lahan Pemanfaatan lahan akan sangat bergantung pada susunan tanah dan

24

letak tanah pertanian. Pemanfaatan lahan pertanian di daerah bantaran sungai Keduang yang didominasi oleh lahan pertanian penduduk berpotensi besar mengakibatkan pendangkalan waduk gajah Mungkur. Hal ini dikarenakan letak tanah pertanian penduduk yang sangat berdekatan dengan aliran air sungai Keduang, hal ini dapat kita lihat sepanjang aliran sungai Keduang, apalagi pada saat musim kemarau yang mengakibatkan lahan terbuka di daerah aliran sungai. Bahkan pemanfaatan lahan di bantaran sungai Keduang sebagian besar masih dalam kawasan aliran sungai Keduang, yang di tandai dengan adanya tugu pal pembatas pemanfaatan sungai Keduang yang di buat oleh pengelola DAS Keduang. Pemanfaatan lahan pertanian sungai Keduang yang tidak mengindahkan batas, jelas akan menimbulkan akibat bagi pendangkalan waduk Gajah Mungkur, karena pemanfaatan lahan di dalam kawasan aliran sungai Keduang yang merubah fungsi lahan menjadi areal pertanian akan mempercepat proses erosi dan sedimentasi. Bila tanah-tanah ini terbuka akibat pembukaan lahan maka dapat terjadi erosi dan menghasilkan sejumlah besar sedimen berbutiran halus. Lapisan di bawahnya berpotensi tinggi terjadi longsor bila jenuh terisi air hujan. Pemanfaatan lahan pertanian di dalam aliran sungai Keduang dipengaruhi oleh populasi penduduk yang pesat, pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan lahan, tingkat kesuburan tanah dan kedekatan dengan sumber air serta tingkat kebutuhan masyarakat setempat yang tidak bisa di tawar lagi. Satu hal lagi factor utama adalah erosi yang disebabkan oleh lahan gundul akibat pembabatan dan penggundulan hutan serta lereng-lereng yang curam yang mempercepat laju sedimentasi di sungai Keduang yang pada musim kemarau atau kapasitas air di sungai Keduang berkurang hasil sedimentasi ini terbuka dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk lahan pertanian. Hal ini jelas menjadi sebuah permasalahan yang pelik, apalagi berbenturan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat setempat. Disamping itu ada hal lain yang membuat semakin banyak pemanfaatan lahan

25

yang keliru yaitu sering terhambatnya pasokan air yang berasal dari sumber air selain aliran sungai Keduang karena penggundulan hutan sehingga tampungan air dalam tanah semakin berkurang. 2. Pemilihan jenis tanaman pertanian Pertanian di kawasan bantaran sungai di dominasi oleh tanaman yang mempunyai daya tahan terhadap proses erosi dan sedimentasi sangat kecil, bahkan beberapa tanaman yang di garap dapat merusak struktur tanah misal tanaman kacang-kacangan yang pengelolaanya dapat merusak tanah karena buahnya tertanam di tanah sehingga proses pencabutanya merusak tanah. Selain kacang-kacangan jenis tanaman lain yang dapat mempercepat proses sedimentasi dan erosi adalah padi yang proses penggarapanya pertama-tama harus digemburkan terlebih dahulu baik dengan cara di bajak ataupun di Taju, proses penggemburan inilah yang dapat mempercepat proses sedimentasi dan erosi tanah permukaan karena tidak adanya tanaman penghambat laju sedimentasi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan penulis jenis tanaman yang di manfaatkan antara lain: Padi, Kacang-kacangan, Ketela Rambat, Ubi Kayu dan Jagung. Beberapa jenis tanaman yang diungkapkan tadi mendominasi jenis tanaman pertanian tiap tahunya di bantaran sungai Keduang, bahkan di beberapa wiliyah sepanjang sungai Keduang pemanfaatan satu jenis tanaman tiap tahunya masih banyak dilakukan. Mendominasinya beberapa jenis tanaman tadi di pengaruhi karena kesuburan tanah dan pemahaman masyarakat yang kurang akibat dari jenis tanaman yang mereka kelola. Di lahan-lahan pertanian yang kita jumpai sepanjang bantaran sungai Keduang jarang sekali di jumpai tanaman-tanaman berakar kuat yang dapat menahan laju erosi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain tingkat pemahaman masyarakat tentang lingkungan serta tingkat keberhasilan tanaman-tanaman keras yang masih memerlukan waktu yang cukup lama, tidak seperti tanaman-tanaman pertanian selayaknya seperti padi,

26

kacang dan lain-lain. 3. Perlakuan lahan pertanian Perlakuan lahan pertanian merupakan suatu perilaku petani dalam upaya memperlakukan lahan pertanian setiap waktunya untuk meningkatkan produksi hasil pertanian. Perilaku yang tepat terhadap lahan pertanian akan berdampak pada peningkatan produksi pertanian dan juga terjaganya kualitas tanah pertanian tersebut. Perlakuan lahan pertanian meliputi perlakuan lahan pertanian pada awal penanaman, pemeliharaan tanaman dan masa jeda atau suksesi panen. Dalam hal perlakuan lahan pertanian juga termasuk jenis tanaman yang di tanam yang telah diuraikan diatas. Beberapa perilaku pertanian masyarakat bantaran sungai Keduang yang menyebabkan pendangkalan waduk Gajah Mungkur antara lain: 1. Penggunaan pupuk anorganik Penggunaan pupuk kimia atau pupuk anorganik memang di satu sisi memberi akibat yang positif bagi hasil pertanian. Pada periode 1990-an, dengan pupuk kimia kita bisa swasembada pangan, dengan beberapa keunggulan antara lain efek pemupukan yang relative singkat dapat terlihat yaitu menyuburkan tanah dan penggunaan yang lebih mudah. Tapi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan serta tidak memperhatikan factor lingkungan dapat menyebabkan kerusakan fisik dan stuktur tanah dimana tanah menjadi padat (bantat, bahasa jawa). Disamping itu kesuburan tanah juga semakin menurun bahkan timbunan pupuk kimia yang tidak dimanfaatkan oleh tanaman bisa berubah menjadi racun bagi tanaman. Karena salah satu efek penggunaan pupuk kimia yang menyebabkan kerusakan fisik dan struktur tanah dimana tanah menjadi padat. Karena tanah menjadi padat mengakibatkan air yang masuk dalam tanah (infiltrasi) berkurang, sedangkan air yang mengalir di permukaan (run off) bertambah banyak. Run off inilah yang menjadi

27

faktor utama terjadinya erosi. Dengan tertutupnya pori-pori tanah maka air infiltrasi sangat berkurang, sedangkan air permukaan mengikis dan mengangkut butiran butiran tanah. Proses pengangkutan butiran tanah ini akan mengalami pengendapan ataupun sedimentasi untuk sementara atau tetap pada saat mencapai sungai atau waduk. Disamping itu kelemahan yang ditimbulkan dari penggunaan pupuk kimia adalah harga yang sangat mahal, dosis pemupukan setiap waktu harus semakin besar sehingga menimbulkan ketergantungan yang secara otomatis menambah operasional penggarapan lahan pertanian, penurunan hasil panen yang terus berkurang dan efek samping bagi konsumen karena residu bahan kimia yang ada dalam produk pertanian. Selain itu bahan pupuk dan pestisida ini tidak diam di dalam tanah atau seluruhnya diangkut tanaman melainkan ada yang larut di dalam aliran permukaan. Bahan ini menjadi sumber polusi setelah memasuki badan air dan dikenal dengan non-point source pollution (NPSP). Dampak non-point source pollution ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu (i) dampak yang terjadi pada badan air (in stream impact) dan (ii) dampak di luar badan air (off stream impact) 2. Perlakuan lahan pertanian suksesi panen yang terbengkalai Perlakuan lahan pasca panen atau suksesi panen biasanya di biarkan begitu saja tanpa ada sebuah perhatian dari pengelolanya. Masa pasca panen ini biasanya digunakan oleh para pengelola pertanian untuk mengolah serta menjual hasil pertanian mereka. Masa pasca panen yang dibiarkan tanpa ada sebuah usaha kecil semisal menggunakan mulsa pada tanah untuk menahan tetesan air hujan yang menghujam langsung ketanah. Sebetulnya masa pasca panen bertujuan untuk mengembalikan unsure-unsur hara yang terkandung

28

dalam tanah, tapi proses pasca panen bisa kita lakukan dengan caracara vegetatif misalnya penggunaan mulsa. 3. Perlakuan lahan pada awal masa tanam Perlakuan lahan pertanian pada awal masa tanam biasanya di lakukan sesuai dengan jenis tanaman yang akan di tanam, semisal padi pengolahan awal dengan menggunakan pembajakan atau taju (membuat lubang di lahan pertanian untuk di tanami bibit). Terkadang pengolahan awal lahan pertanian apabila tidak di sesuaikan dengan lokasi tempat pertanian justru akan mempercepat proses erosi. Di beberapa lokasi di bantaran sungai Keduang perlakuan awal lahan pertanian masih dilakukan dengan metode pembajakan, padahal metode pembajakan baik menggunakan hewan ternak atau traktor membuat struktur tanah mengalami perubahan, struktur tanah bertambah lembut dan gembur yang mempermudah butiran-butiran tanah mengalir bersama air yang mengakibatkan erosi sungai dan berakibat pada pendangkalan waduk. 4. Pemanfaatan daerah sekitar lahan pertanian belum optimal Pemanfaatan lahan di sekitar lahan belum dilakukan secara optimal, hal ini bisa kita lihat dari lahan pertanian yang langsung berbatasan dengan sungai karena tingkat kebutuhan lahan pertanian. Tidak adanya penahan erosi tanah di sekitar lahan pertanian membuat erosi yang terjadi semakin besar di tambah lagi erosi yang berasal dari lereng-lereng bukit yang sudah gundul. Pemanfaatan daerah sekitar lahan pertanian untuk menahan erosi sebetulnya masih dapat bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat, tidak melulu harus membangun talud penghambat erosi. Cara-cara yang lebih konservatif bisa memberi alternative pemanfaatan lahan sekitar pertanian, salah satunya dengan penanaman tanaman buah yang dapat menghasilkan

29

atau dengan pertanian tumpang sari. Pemanfaatan daerah sekitar lahan pertanian masih belum banyak dilakukan, hal ini mungkin dikarenakan minimnya informasi serta kurang adanya stimulant dari pemerintah setempat. 4.3 Pengaruh Pola Pertanian Pada dasarnya pola pertanian di pengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu (1) tingkat kesuburan tanah dan (2) pemahaman pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan. Tingkat kesuburan tanah membuat masyarakat yang hidup disekitarnya berusaha untuk mengoptimalkan potensi yang ada dengan segala cara untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan. Tapi disamping itu pemahaman pemanfaatan lahan perrtanian yang baik akan menjadi kunci utama dalam hal pemanfaatan, percuma saja tanah subur berlimpah tapi kita belum bisa mengoptimalkanya secara berkelanjutan. Dari beberapa uraian diatas, pola pertanian masyarakat yang kurang memahami limgkungan di bantaran Sungai Keduang mempunyai pengaruh antara lain sebagai berikut: 1. Mempercepat pendangkalan waduk Studi penanganan sedimentasi yang dilakukan Badan Kerjasama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency / JICA) menghasilkan rata rata hasil sedimen tahunan ke dalam waduk (periode 1993-2004) sebesar 3,18 juta meter kubik. Sedangkan laju sedimentasi yang terjadi di waduk Gajah Mungkur saat ini mencapai 8 milimeter pertahun. Sebanyak 33% atau 1.218.580 meter kubik pertahun berasal dari sungai Keduang. 93% sedimentasi yang terjadi di sungai Keduang berasal dari erosi tanah permukaan lahan, beberapa pemanfaatan tanah permukaan lahan di bantaran sungai Keduang di dominasi oleh kegiatan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat setempat, disamping kegiatan lain seperti

30

penambangan pasir dan lain sebagainya. Pola pertanian yang tidak memperhatikan aturan serta tidak berkesinambungan berwawasan lingkungan sangat berpotensi mengakibatkan erosi di bantaran sungai Keduang yang pada akhirnya berdampak pada pendangkalan waduk. Hal ini bisa kita lihat dari sedimentasi yang terjadi di waduk Gajah Mungkur berupa tanah lempung dan lumpur yang mempunyai kecenderungan berasal dari lahan pertanian penduduk. Selain itu juga terjadi penurunan ketinggian tanah pertanian karena erosi yang terjadi secara terus-menerus. 2. Kesuburan tanah yang berkurang Dampak erosi tanah di tapak (on-site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah kritis. Dampak erosi tanah di luar lahan pertanian (off site) merupakan dampak yang sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Bentuk dampak off site antara lain adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian ekosistem perairan (Arsyad, 1989). Salah satu dampak off site yaitu tertimbunya lahan pertanian seperti yang terjadi di desa Gemawang yang lahan pertanianya tertimbun batu-batuan yang membuat tidak bisa di fungsikan sebagai lahan pertanian. Tanah yang mengalami erosi terus menerus tanpa adanya usaha untuk menanggulangi akan menjadi tidak subur karena bagian tersubur dari tanah berupa lapisan Top Soil larut bersama air sehingga

31

produktivitas tanah berkurang. Selain itu air hujan yang turun ke bumi tidak bisa diserap oleh tanah sehingga langsung mengalir ke sungai bersama dengan tanah. Air yang mengalir di permukaan secara kualitas juga tercemar oleh adanya tanah yang larut bersama air hujan. Memang dampak terhadap kesuburan tanah belum berimbas kepada lahan pertanian, karena rotasi pergantian top soil dari lereng yang relative cepat serta pengaruh terhadap kesuburan tanah membutuhkan waktu yang panjang, tapi hal ini bias di buktikan di daerah lerenglerang diatas lahan pertanian penduduk yang sudah berubah menjadi lahan kritis. 3. Pendangkalan sungai Partikel-partikel tanah yang terangkut dalam proses erosi dapat menimbulkan sejumlah dampak di antara waktu ketika mereka meninggalkan lahan hingga ke tempat pengendapannya yang permanen (Clark II, Haverkamp & Chapman, 1985). Banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk; sehingga dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanah tersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain; sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak off-stream. Pendangkalan sungai terjadi akibat air hujan yang turun dipermukaan tanah mengalir ke sungai membawa butiran-butiran tanah. Lama kelamaan butiran-butiran tanah tersebut menumpuk di sungai mengakibatkan air sungai terhambat mengalir. Dengan pendangkalan tersebut secara otomatis mengurangi kapasitas sungai yang pada akhirnya menimbulkan banjir di karenakan kapasitas sungai yang tidak mampu menampung air.

32

Penurunan On kapasitas site effect produksi

In stream impact Off site effect ? Cadangan air (sedimen dan kontaminan) ? Rekreasi Off stream impact ? Kualitas air ? Banjir ? Biologik ?Penjernihan air ? Kesehatan ?Penyediaan air minum, industri

Dampak Onsite dan Offsite dari Erosi Tanah

4.4

Pemahaman Masyarakat Tentang Pola Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan atau sering disebut sebagai model pertanian organik merupakan model budidaya bertani yang selaras dan ramah dengan lingkungan. Bertani yang menghidari dampak kerusakan lingkungan. Konsekwensi dari penerapan mdoel bertani organik adalah bertani tanpa menggunakan bahan-bahan kimia non organik, sehingga bertani olrganik harus mengurangi atau meniadakan penggunaan bahan sarana produksi (saprodi) yang bersifat kimiawi yang merusak lingkungan, termasuk penggunaan pestisida, benih transgenik dan penerapan budaya bermasyarakat yang tunggal yang tidak partisipatif. Fungsi lingkungan di daerah aliran sungai Bengawan Solo telah mampu memberikan dukungan sumber daya air, lahan, hutan, mineral, energi yang memiliki fungsi sosial dan ekonomis bagi masyarakat yang tinggal diwilayah tersebut. Namun demikian, fungsi ekologis daerah aliran sungai Bengawan Solo sekarang ini mengalami penurunan baik kualitas maupun kuantitas disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, pertama; kerusakan lingkungan akibat

33

pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, kedua; pertambahan jumlah penduduk yang mengakibatkan pertambahan demand terhadap sumber daya alam seperti bahan pangan, papan dan kebutuhan air yang kemudian dieksploitasi tanpa menghiraukan kemampuan lingkungan, ketiga; munculnya perilaku pragmatis masyarakat yang memandang bahwa sumber daya alam dan lingkungan adalah diperuntukkan mereka, sehingga wajar apabila sumber daya alam dan lingkungan hidup diekspliotasi dan dimanfaatkan secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pemanfaatan sumber daya alam secara tidak rasional ini yang menjadi penyebab utama terjadinya kerusaka eksosistem di wilayah daerah aliran sungai di Bengawan Solo, termasuk di daerah hulu sungai yaitu di sub-DAS Keduang yang berada di wilayah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Pertanian di bantaran sungai Keduang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat setempat, hal ini di karenakan tanah subur serta dekat dengan sumber air. Pemahaman pola pertanian yang berkelanjutan sangat penting, apalagi melihat kondisi lingkungan sekarang yang sudah memperhatinkan. Pemahaman tentang sebab-akibat terhadap lingkungan menjadi sebuah kebutuhan untuk meminimalkan akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan. Pemahaman tidak akan terlepas dari sumber informasi dan tingkat pendidikan. Semakin mudah akses informasi dan tingkat pendidikan yang baik akan semakin mempermudah tingkat pemahaman masyarakat. Tapi dalam upaya pelestarian lingkungan, pemahaman saja tidak cukup tanpa ada realisasi atau output, sekarang dibutuhkan lebih dari sebuah pemahaman dan kesadaran tapi lebih kepada perilaku yang mencerminkan pelestarian lingkungan. dalam realitas yang ada sebuah kesadaran dan pemahaman tidak dapat berjalan lancar jika tingkat kesejahteraan yang masih kurang. Pemahaman pemanfaatan bantaran sungai Keduang harus di tanamkan sejak dini agar dalam pemanfaatan nantinya bisa saling terkait dan bersifat menyeluruh tidak hanya tertuju pada salah satu aspek. Pemahaman struktur tanah, perlakuan

34

tanah, posisi kemiringan tanah dan lain-lain harus sampai pada tataran solusi alternative, tidak hanya sebatas akibat yang ditimbulkan. Pelibatan masyarakat secara aktif dalam upaya pelestarian lingkungan khususnya dalam pemanfaatan bantaran sungai Keduang di bidang pertanian akan menimbulkan kesadaran akan rasa kepemilikan dan ikut bertanggung jawab terhadap kondisi yang ada beserta penanggulanganya. 4.5 Solusi Yang Di Tawarkan Beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengurangi pola pertanian masyarakat di bantaran Sungai Keduang oleh beberapa stakeholders yang ada antara lain 1. Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan atau sering disebut sebagai model pertanian organik merupakan model budidaya bertani yang selaras dan ramah dengan lingkungan. Bertani yang menghindari dampak kerusakan lingkungan. Konsekwensi dari penerapan mdoel bertani organik adalah bertani tanpa menggunakan bahan-bahan kimia non organik, sehingga bertani olrganik harus mengurangi atau meniadakan penggunaan bahan sarana produksi (saprodi) yang bersifat kimiawi yang merusak lingkungan, termasuk penggunaan pestisida, benih transgenik dan penerapan budaya bermasyarakat yang tunggal yang tidak partisipatif. Model pertanian berkelanjutan atau bertani organik merupakan sistem budidaya pertanian yang menggunakan sumber daya lokal, seperti ; pupuk lokal (pupuk kandang, kompos dan pupuk hijauan), penggunaan pestisida hayati, penggunaan kotoran kandang dimanfaatakan biogas untuk penerangan desa sebagai alternatif (pengganti listrik) dan penggunaan kayu bakar untuk memasak bahan makanan desa. Produk bertani organik merupakan bahan pangan yang

35

jauh lebih sehat, aman dan murah dibandingkan dengan produk pangan dari bahan-bahan kimia. Dengan makanan yang sehat akan mampu memperbaiki gizi, kesehatan jasmani dan rohani serta mampu meningkatkan kecerdasan masyarakat desa. 2. Menghargai Keanekaragaman Yang dimaksud dengan menghargai keanekaragaman adalah tidak sebatas penghargaan pada keanekaragaman hayati semata, akan tetapi juga menyentuh pada penghargaan atas keanekaragaman budaya, nilai, adat istiadat, norma desa, teknologi tepat guna, kelembagaan desa (kearifan lokal) dan hal lain yang ada di desa. Keanekaragaman hayati dan budaya lokal merupakan kekayaan alam dan modal ssosial yang harus dimanfaatkan sebagai potensi pembangunan desa secara berkelanjutan untuk generasi sekarang, esok dan selanjutnya. Berbagai jenis sumber daya alam hayati di wilayah pedesaan sudah jauh menurun kualitas maupun kuantitasnya dibanding masa sebelum revolusi hijau. Hal ini terbukti dengan berkurangnya berbagai jenis pangan lokal (padi, umbi-umbian, kacang-kacangan dan sebagainya) yang semula menjadi milik petani, tetapi sekarang ini justru petani harus membeli dari pihak lain untuk mendapatkannya. Contoh lain adalah menghilangnya berbagai jenis padi lokal sebagai kekayaan plasma nutfah yang ada di pedesaan. Untuk mendapatkan benih padi, petani harus membeli pada pihak luar. Petani tergantung pada pihak luar. Ketergantungan petani pada sumber daya alam lokal ini yang harus dihilangkan melalui sistem pengembangan desa yang berwawasan lingkungan (pertanian berkelanjutan). Kekayaan budaya dan hayati yang beragam ini yang harus dipertahankan dan dilestarikan. Membangun kembali budaya dan teknologi pembuatan benih bahan pangan (padi) lokal secara mandiri memrupakan salah

36

satu contoh bagaimana sistem pengembangan desa berwawasan lingkungan dikembangkan. 3. Pemerataan dan Keadilan Lingkungan Keadilan lingkungan merupakan terminologi yang harus diwujudkan secara konkrit di dalam masyarakat. Keadilan lingkungan mengandung arti bahwa segala bentuk sumber daya alam dan lingkungan yang ada di sekitar kita adalah pemberian Tuhan Yang Maha Esa, yang diberikan kepada kita sebagai barang publik (publik good), sehingga harus dan wajib didistribusikan secara merata dan adil kepada masyarakat. Tidak boleh terjadi seseorang atau kelompok memonopli sumber daya air untuk dirinya sendiri. Tidak boleh ada kelompok yang menguasai hutan, tambang, daratan untuk keuntungan diri semata. Sumber daya alam harus didistribusikan secara adil dan merata kepada masyarakat tidak hanya untuk saaat sekarang ini, akan tetapi juga didistribusikan untuk hari esok dan masa mendatang. Pemerataan dan keadilan lingkungan diwujudkan dalam bentuk pengelolaan sumber daya alam, seperti lahan pertanian, hutan, tanah, air, dan sumber daya lain, untuk digunakan seoptimal mungkin demi kesejahteraan masyarakat. Penguasaan sumber daya alam oleh kelompok atau golongan tertentu sudah seharusnya dicegah sejak dini sehingga sumber-sumber daya alam tersebut dapat dipergunakan oleh masyarakat luas. Pola konservasi dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan seperti konservasi wilayah hutan, kawasan resapan air (penyangga air), hutan rakyat, hutan negara, zona pinggiran sungai,waduk, mata air, belik dan sumur-sumur penduduk harus dijaga dan dilestarikan dengan program-program konservasi berkelanjutan. 4. Kemandirian Desa Desa mandiri adalah desa yang memiliki kemampuan untuk

37

mengembangkan potensi diri dan mampu mengatur diri sendiri dengan pedekatan pelibatan masyarakata secara demokratis dan partisipatif. Kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur, merencanakan, melaksanakan dan merasakan hasil-hasil pengembangan desa dari, untuk dan oleh masyarakat desa sendiri. Kemampuan ini mensyaratkan adanya sumber daya manusia dan kelembagaan sosial desa yang juga mandiri, tidak tergantung pada pihak lain. Ketergantungan masyarakat desa atas sarana produksi (saprodi), pengelolaan paska panen serta pemasaran atas hasil produksi pertanian dari pihak luar, merupakan faktor penghambat kemandirian yang secara perlahan-lahan harus dihilangkan dari masyarakat desa. Perwujudan kemandirian desa dilaksanakan dengan menjalankan program-program peningkatan kapasitas baik kapasitas sumber daya manusia (human capital), kelembagaan-kelembagaan sosial maupun ekonomi desa serta perangkat desa sebagai aparat pembangunan desa. Peningkatan kapasitas adalah upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan, keahlian, motivasi, inovasi dan semangat serta tanggung jawab dalam meningkatkan produktifaitas desa. Kemampuan produktif petani adalah kemampuan yang dilandasi sikap profesional petani dalam beberapa hal diantaranya ; 1). kemampuan budidaya, pengelolaan produksi, paska panen dan pemasaran hasil produk pertanian mereka, 2). Kemampuan dan kemauan untuk memperbaiki lingkungan desa sehingga menjadi desa yang berwawasan lingkungan. Kemampuan ini harus dibarengi dengan kebijakan pengembangan desa berwawasan lingkungan dengan perangkat-poerangkat peraturan seperti ; adanya peraturan desa yang mengatur dan menata lingkungan hidup, kebijakan kerjasama antar desa, penataan ruang desa, 3). Kemampuan

38

pembangunan

adalah

kemampuan

untuk

merencanakan,

melaksanakan, melakukan monitoring dan evaluasi proses dan hasil pemangunan yang telah dilaksanakannnya. Peningkatan kapasitas dalam hal konservasi lingkungan dipraktekkan dalam bentuk peningkatan kapasitas masyarakat dalam melakukan pengawasan, monitoring, evaluasi kerusakan lingkungan. Kemampuan untuk menyusun dan melaksanakan program-program pemulihan lingkungan yang diakibatkan oleh tindakan manusia dan bencana alam. 5. Pendekatan Holistik Pendekatan holistik adalah pendekatan pembangunan desa yang integratif, koordinatif dan partisipatif. Pembangunan holistik berarti bahwa pembangunan dilakukan dengan melibatkan aspekaspek penting yang ada di desa diantaranya adalah. Kerjasama semua pihak, dan melibatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan desa. Pendekatan yang sifatnya top down dan instruksional adalah pendekatan lama yang tidak memberi ruang partisipasi pada masyarakat ditinggalkan. Bukan sehingga pendekatan top down juga desa tersebut harus bahwa dengan Pembangunan lagi holistik bermakna dilakukan

pembangunan dijalankan selaras dan ramah dengan lingkungan. saatnya pembangunan mengorbankan lingkungan hidup demi pertimbangan kemajuan ekonomi semata. BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Kesimpulan mengenai pembahasan pada bab sebelumnya sebagai berikut: 1. Perilaku pertanian masyarakat di bantaran

39

Sungai Keduang yang keliru berpotensi mempercepat sedimentasi yang terjadi di aliran sungai Keduang yang berakibat pada pendangkalan waduk Gajah Mungkur 2. Beberapa perilaku masyarakat pertanian yang ada di bantaran sungai Keduang yang berpotensi lahan, mengakibatkan jenis pendangkalan tanaman dan waduk Gajah Mungkur meliputi pemanfaatan pemilihan perlakuan lahan pertanian 3. Perilaku pertanian masyarakat di bantaran sungai Keduang banyak dipengaruhi oleh (1) pemahaman masyarakat tentang pertanian berkelanjutan, (2) tingkat kesuburan tanah di bantaran sungai Keduang yang cukup tinggi dan dapat dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakat, (3) tingkat kesejahteraan social dan ekonomi di masyarakat bantaran sungai Keduang 4. Penanggulangan sedimentasi di sungai Keduang harus dilakukan secara keseluruhan yang melibatkan seluruh masyarakat yang berada di bantaran sungai, pemerintah dan keterlibatan pemerintah. 5.2 SARAN Adapun saran dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Pemberdayaan aktif pihak-pihak non

40

masyarakat dalam

desa proses

pembangunan, artinya masyarakat lebih bisa berperan terhadap pembangunan, masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan semata, tapi subyek bagaimana pelaksana masyarakat dijadikan kegiatan yang aktif dan preogresif 2. Adanya kegiatan pendampingan masyarakat yang lebih intensif, segala yang sehingga permasalahan terjadi di dapat proses kegiatanaktif

masyarakat membantu penyelesaian.

terinfentaris dan dapat

3. Sosialisasi dan akses informasi yang harus di perbaiki oelh

41

pemerintah selain itu

sebgai juga dituntut

pemegang kebijakan, pemerintah memberikan rangsangan masyarakat yang membuat progresifitas

aktif untuk minimal

42

DAFTAR PUSTAKA Al-Rasyd H., dan T. Samingan. 1980. Pendekatan Pemecahan Masalah Kerusakan Sumber Daya Tanah dan Air Daerah Aliran Sungai Dipandang dari Segi Ekologi. Laporan No. 300. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor Andriati Pohan, Rizky. 2007 DAS Butuh Dukungan Tanaman Keras www.jurnalnasional.com Hidayat, Yayat.dkk. 2003. Pemeliharaan Sungai Sebagai Salah Satu Upaya Mengatasi Problema Banjir di Das Ciliwung Hilir IPB Bogor Jaya, Putra, SPd.,MT. 2008 Menyelamatkan Waduk Gajahmungkur. www.pedulisampah.org Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. 2001. Kajian Erosi Dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Jakarta, Indonesia Masyarakat Indonesia Hijau, Yayasan 2007. Laporan Final Kegiatan Pembentukan Desa Binaan Berwawasan Lingkungan Di Desa Gemawang, Kecamatan Ngadirojo,Di Wilayah Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Kabupaten Wonogiri. YMIH Sihite, Jamartin. 2001 Evaluasi Dampak Erosi Tanah Model Pendekatan Ekonomi Lingkungan dalam Perlindungan DAS : Kasus Sub-DAS Besai DAS Tulang Bawang, Lampung. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sudarsono, 2006. Potensi dan Permasalahan Lingkungan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. KLH, Jakarta.

43

44

DAFTAR NARASUMBER

1. Nama Pekerjaan Alamat 2. Nama Pekerjaan Alamat 3. Nama Pekerjaan Alamat 4. Nama Pekerjaan Alamat 5. Nama Pekerjaan Alamat 6. Nama Pekerjaan Alamat 7. Nama Pekerjaan Alamat 8. Nama Pekerjaan Alamat

: Winarno : Petani : Glogok, Gemawang Ngadirojo : Suratno : Petani : Sengon Ngadirojo : Warsito : Petani : Sembukan Gemawang Ngadirojo : Ngatmo : Penambang Batu : Glogok, Gemawang Ngadirojo : Suwanto : Petani : Glogok, Gemawang Ngadirojo : Eko Cahyono : Petani : Karang Slogohimo : Winarno : Petani : Pingkuk Jatiroto : Winarno : Petani : Glogok, Gemawang Ngadirojo

45

9. Nama Pekerjaan Alamat 10. Nama Pekerjaan Alamat 11. Nama Pekerjaan Alamat 12. Nama Pekerjaan Alamat

: Somali : Petani : Watusomo Slogohimo : Pinda : Petani : Sumberreja Jatisrono : Jatmiko : Petani : Setren Slogohimo : Yudiyono : Petani : Sukoboyo Slogohimo

46

BIODATA PENULIS Nama NIM Alamat Motto Riwayat Pendidikan 1. MI Raudlatul Islam Ketanggungan 2. SLTPN 1 Ketanggungan 3. SMUN 1 Brebes Pengalaman Organisasi: 1. Anggota MALIMPA tahun 2002-sekarang 2. Ketua MALIMPA periode 2005/2006 3. Pimpinan Redaksi BULETIN MALIMPA periode 2004/2005 Pertemuan Ilmiah Yang Pernah Diikuti: 1. Seminar Nasional Lembah Giritontro-Bengawan Solo Purba, MALIMPAUMS (2007) 2. Workshop Vulkanologi, MALIMPA-UMS (2006) 3. Pendidikan Konservasi dan Advokasi Lingkungan, MALIMPA-UMS (2007) : Moh. Ilham : D 200010194 : Jl. K.H. A. Badawi No. 41 Ketanggungan Brebes : Kalau Sekedar Hidup, Rumput Di Jalanpun Hidup

Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 11 November 1983

47

You might also like