Professional Documents
Culture Documents
(0274) 512521
yang ada relevasinya dengan jaksa dan kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang memerintahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier Van Justitie di dalam siding Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi) dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten Residen
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi difingsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintahan zaman pendudukantentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No. 3/1942, No. 2/1944 dan No. 49/1944. Eksistensi Kejaksaan itu berada pada semua jenjang Pengadilan, yakni sejak Saikoo Hooin (Pengadilan Agung), Koootooo Hooin(Pengadilan Tinggi) dan Tihooo Hooin (Pengadilan Negeri)
dipertahankan dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku. Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.
Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai alat Negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum (Pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan Kejaksaan dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.
menyangkut Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Repunlik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 tertanggal 20 November 1991
juga mengalami perubahan, yaknidengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan R.I. dalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-undang .
Tugas dan Kewenangan Kejaksaan berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Pasal 30 :
(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. Melakukan penuntutan; b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan bersyarat;
tertentu berdasarkan Undang-undang; e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik.
usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam meupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
Kejaksaan turut menyelengarakan kegiatan : a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengamanan peredaran barang cetakan; d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara; e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
menegaskan bahwa Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak larena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya sendiri
menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserhi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak hokum dan keadilan serta badan egara atau instansi lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memeberikan pertimbagan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya
Penyidikan;
Pengertian Penyidikan berdasarkan pasal 1 Ayat (2)
KUHAP : Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyidik; Berdasarkan pasal 1 angka 1 KUHAP : Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan.
tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Jaksa adalah a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
diundangkan maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
Periode
1941-1971, Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan (termasuk di dalamnya perkara tindak pidana korupsi atau sejenisnya). Berdasarkan HIR, Kejaksaan mempunyai wewenang penyidikan lanjutan dan sekaligus berwenang melakukan upaya paksa untuk kepentingan penyidikan, bahkan berfungsi sebagai koordinator penyidik.
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan yang menyatakan Dalam melaksanakan ketentuanketentuan dalam pasal 1, Kejaksaan mempunyai tugas: mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara, maka Kejaksaan masih berfungsi sebagai koordinator penyidik
dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan mempunyai wewenang melakukan penyidikan dan penuntutan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 UU No. 24/Prp/1960.
penyidikan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan. Tidak ada pasal secara tegas menyatakan bahwa kejaksaan mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan. Namun, ada setidaknya 3 Pasal dalam UU 31/1999 yang ditafsirkan bahwa Kejaksaan masih mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 39:
disidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini. Pasal 27 Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung. Pasal 39 Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, penyidikan, dan penuntut tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.
Beberapa
ketentuan UU 30/2002 yang mengganggap kejaksaan masih mempunyai kewenangan penyidikan antara lain terlihat dalam Pasal 44 ayat (4), (5) dan Pasal 50 ayat (1), (2), (3) dan (4), dan Penjelasan Umum.
Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan. Pasal 44 ayat (5) UU 30/2002 Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan. Pasal 50 ayat (2) UU 30/2002 Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Pasal 50 ayat (4) UU 30/2002 : Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
menyatakan Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: d) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, berdasarkan undang-undang. Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d menyatakan Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur misalnya adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
YUDICIAL REVIEW
(Sekarang proses Yudicial Review yang diajukan oleh
M. ZAENAL ARIFIN dan Pemohon lain Iwan Budi Santoso dan Ardion Sitompul dalam perkara nomor 16/PUU-X/2012, dalam sidang pendahuluan Jumat (17/2) di ruang sidang MK. Selain Zainal, mereka berprofesi sebagai advokat. Dalam hal ini, para Pemohon menguji Pasal 30 ayat (1) huruf d UU No. 16/2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 39 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, serta Pasal 44 ayat (4), (5), Pasal 50 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) UU No. 30/2002 tentang KPK).
Surat Dakwaan
Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat
rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan perkara di muka sidang Pengadilan. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan.
Surat Dakwaan;
Pasal 140 KUHAP
(1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa
dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan
dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal: a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya; b. beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain; c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
Cermat :
Surat dakwaan harus didasarkan kepada undangundang yang berlaku bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan dan kelebihan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, seperti : -waktu dan tempat tidak sinkron; -salah penulisan unsur pasal;
Jelas :
Uraian secara kronologis dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan menggunakan kalimat pendek dan sederhana, sehingga terdakwa akan mengerti siapa yang melakukan tindak pidana, tempat dan waktu kejadian, bagaimana kejadiannya, perbuatan yang dilakukan dan apa akibat perbuatan tersebut.
Lengkap :
Surat dakwaan harus mencakup senua unsur-unsur
pasal yang didakwakan sesuai undang-undang secara lengkap, sehingga rumusan unsur pasal dirumuskan lengkap dan diuraikan juga fakta perbuatan materiil secara tegas dalam dakwaan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. (4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
4. subsidiair;
5. Kombisasi;
Penuntutan
Pengertian Penuntutan berdasarkan pasal 1 ayat (7)
KUHAP : Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Pasal 14 KUHAP
Penuntut umum mempunyai wewenang: a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan
dari penyidik atau penyidik pembantu; b. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik; c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; d. membuat surat dakwaan; e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan; g. melakukan penuntutan; h. menutup perkara demi kepentingan hukum; i. mengadakan tindakan lain dalam Iingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; j. melaksanakan penetapan hakim.
BHAKTI ADHYAKSA TAHUN 2011 KITA TINGKATKAN INTEGRITAS MORAL DALAM PELAKSANAAN TUGAS GUNA MEWUJUDKAN APARAT KEJAKSAAN YANG JUJUR DAN BERWIBAWA DALAM RANGKA MERAIH KEMBALI KEPERCAYAAN MASYARAKAT
bersih, efektif, efisien, transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proporsional dan bermartabat yang berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai nilai kepautan.
2. Mengoptimalkan peranan bidang Pembinaan dan Pengawasan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas bidang-bidang lainnya, terutama terkait dengan upaya penegakan hukum. 3. Mengoptimalkan tugas pelayanan publik di bidang hukum dengan penuh tanggung jawab, taat azas, efektif dan efisien, serta penghargaan terhadap hakhak publik;
4. Melaksanakan pembenahan dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan, pembenahan sistem informasi manajemen terutama pengimplementasian program quickwins agar dapat segera diakses oleh masyarakat, penyusunan cetak biru (blue print) pembangunan sumber daya manusia Kejaksaan jangka menengah dan jangka panjangtahun 2025, menerbitkan dan menata kembali manajemen administrasi keuangan, peningkatan sarana dan prasarana, serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui tunjangan kinerja atau remunerasi, agar kinerja Kejaksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, transparan, akuntabel dan optimal.
5. Membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh, profesional, bermoral dan beretika guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang, terutama dalam upaya penegakan hukum yang berkeadilan serta tugas-tugas lainnya yang terkait. (Sumber: Peraturan Jaksa Agung No: 011/A/JA/01/2010 tentang Rencana Strategis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2010-2014 tanggal 28 Januari 2010)
d. Menyadari banyak serta bertubi-tubinya godaan, maka aspek kesejahteraan perlu serius disesuaikan dengan kebutuhan hidup. e. Integreted Criminal Justice System (ICJS) menjadi bukti keharusan komitmen serta kerjasama institusional secara harmonis tanpa superioritas, karenanya pelaksanaan fungsi masing-masing justru semakin menunjukkan independensinya.
Pencurian sampai dengan Rp 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) tidak perlu dilakukan penahanan, dianggap sebagai pencurian ringan. Apa dampaknya ?
Sumber bacaan :
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.
UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana; UU No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan; UU No. 5 Tahun 1991 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan; UU No. 16 Tahn 2004 tentang Kejaksaan RI; UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU. 31 tahn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
1.
Mencegah batalnya surat dakwaan; Selamat Purba, Sumber Ilmu, jakarta 2002.