You are on page 1of 16

Kimia medisinal

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kimia medisinal atau farmaseutika adalah adalah disiplin ilmu gabungan kimia dan farmasi yang terlibat dalam desain, sintesis, dan pengembangan obat farmaseutika. Kimia medisinal terlibat dalam identifikasi, sintesis, dan pengembangan entitas kimia baru (new chemical entity) yang dapat digunakan untuk terapi. Bidang ini juga melakukan kajian terhadap obat yang sudah ada, berikut sifat biologis serta QSAR (quantitative structure-activity relationships)-nya. Bidang ini berfokus pada aspek kualitas obat dan bertujuan untuk memelihara kesehatan sebagai tujuan dari produk obat. Kimia medisinal merupakan bidang ilmu yang sangat melibatkan bidang-bidang ilmu lain, dengan menggabungkan kimia organik, biokimia, kimia komputasi, farmakologi, biologi molekular, statistika, dan kimia fisik.

Kimia Farmasi

Visi, Misi, dan Tujuan


Farmasi Unair, 08-06-2009

VISI

Menjadi Departemen yang menghasilkan sumber daya yang mandiri, inovatif, dan menjadi pelopor pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang Kimia Farmasi, dengan keunggulan di bidang sintesis dan hubungan struktur-aktivitas dari senyawa obat, serta analisis senyawa dan sediaan farmasi pada tingkat regional dan internasional, yang dilandasi dengan moral agama untuk kemaslakhatan umat.

MISI

Menyelenggarakan pendidikan dalam bidang kefarmasian pada umumnya dan khususnya di bidang Kimia Farmasi, untuk mencapai standar kualitas lulusan yang mampu menghadapi perkembangan IPTEK Kimia Farmasi, di bidang sintesis dan hubungan strukturaktivitas senyawa obat, serta analisis senyawa dan sediaan farmasi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pasar nasional, regional dan internasional. Menyelenggarakan penelitian dasar dan terapan yang inovatif dalam bidang ilmu Kimia Farmasi, untuk menunjang pengembangan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu Kimia Farmasi kepada masyarakat. Mengupayakan kemandirian dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang Kimia Farmasi, melalui pengembangan kelembagaan manajemen yang berorientasi pada mutu dan kemampuan bersaing secara internasional.

TUJUAN

Tujuan umum Departemen Kimia Farmasi : Menghasilkan lulusan yang berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu Kimia Farmasi, serta dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional berdasarkan moral agama. Menghasilkan penelitian inovatif, yang mendorong pengembangan ilmu Kimia Farmasi dalam skala nasional dan internasional. Menghasilkan pengabdian masyarakat untuk memberdayakan masyarakat agar mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan bidang ilmu Kimia Farmasi secara mandiri dan berkelanjutan. Mewujudkan kemandirian Departemen yang adaptif, kreatif, proaktif, terhadap tuntutan perkembangan lingkungan strategis. Tujuan Khusus Departemen Kimia Farmasi : Menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, dilandasi dengan moral agama, yang mampu: Mengidentifikasi, memeriksa kemurnian,

menetapkan kadar obat dan bahan obat, Melakukan pengendalian mutu bahan obat, sediaan obat, obat tradisional, bahan berbahaya dan beracun, kosmetika, makanan dan minuman, Memahami prinsip dasar dan tehnik pembuatan bahan obat, dapat menjelaskan hubungan perubahan struktur dan aktivitas biologis kelompok turunan senyawa obat, Melakukan telaah publikasi ilmiah yang berkaitan dengan bidang Kimia Farmasi, Melaksanakan penelitian dasar dan terapan sebagai penerapan metode ilmiah dan sikap keilmuan serta mampu mengkomunikasikan dan mempertanggungjawa bkan hasil penelitian sesuai kaidah keilmuan. Meningkatkan kemampuan sumberdaya, sehingga mampu menghasilkan karya penelitian unggulan yang

inovatif yang berlandaskan pada kode etik akademik, dalam memecahkan permasalahan di Bidang Farmasi, khususnya Kimia Farmasi, yang ada di masyarakat. Menghasilkan produk unggulan yang berkaitan dengan Bidang Kimia Farmasi, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Farmasi komunitas

Visi, Misi, dan Tujuan


Farmasi Unair, 21-07-2008 VISI Menjadi Departemen yang terpercaya dan diakui dalam bidang Farmasi Komunitas baik nasional dan regional dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.

MISI Menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi untuk bidang ilmu yang menjadi asuhan bagian sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Fakultas. Menjadikan bagian sebagai acuan atau rujukan dalam bidang Farmasi Komunitas untuk pendidikan profesi kefarmasian maupun jenjang keilmuan (S2 dan S3) mengenai obat dan problema obat dalam setting Farmasi Masyarakat.

Memberdayakan diri untuk menjadi RGU Fakultas yang berhasil guna dan berdaya guna dalam kerangka otonomi Perguruan Tinggi.

TUJUAN TUJUAN UMUM

Memiliki kemampuan akademik dalam bidang Farmasi Komunitas dengan sistem jaminan kontrol kualitas yang terbakukan. Memiliki SDM yang memiliki kemampuan dalam bidang Farmasi Komunitas yang terus dikembangkan baik sebagai pendidik, praktisi profesional dan konsultan. Memiliki kemampuan sebagai RGU fakultas yang terakreditasi.

TUJUAN KHUSUS

Mengembangkan mahasiswa menjadi seorang farmasis yang dapat berperan dengan baik dan berhasil dalam setting Farmasi Masyarakat yang berorientasi pada kepentingan pasien. Meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengintegrasikan pengetahuan yang didapat sebelumnya sehingga membuat keputusan yang tepat dalam penggunaan obat yang aman dan efektif. Mengembangkan keterampilan mahasiswa dalam memilih dan memantau terapi obat dalam setting Farmasi Masyarakat. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang status penyakit, termasuk etiologi, patofisiologi dan terapi obat khususnya tentang minor illment.

Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam teknik berkomunikasi untuk mempermudah interaksi dengan pasien dan profesi kesehatan dalam tim. Mengembangkan keterampilan mahasiswa dalam penyediaan informasi baik terhadap pasien dan atau profesi kesehatan.

Farmasetika

Ruang Lingkup
Farmasi Unair, 30-10-2008

Sediaan farmasi sangat jarang digunakan dalam bentuk bahan aktif murni, tetapi hampir selalu diberikan dalam suatu formula tertentu dengan menggunakan berbagai bahan tambahan atau eksipien dan dengan teknologi manufakturing yang tepat sehingga dihasilkan suatu sediaan farmasi yang berkualitas.

Bentuk sediaan farmasi bervariasi mulai dari bentuk larutan hingga bentuk lain dengan sistem penghantaran obat yang kompleks. Secara garis besar, pembuatan sediaan farmasi terdiri atas dua fase yaitu pengembangan bahan baku (bahan aktif dan bahan tambahan) serta formulasi dan kontrol kualitas sediaan jadi.

Dari sudut pandang produksi, fase yang terakhir tersebut terdiri atas pembuatan berbagai bentuk sediaan yang mengandung bahan aktif yang telah dikenal dan diketahui serta pembuatan berbagai bentuk sediaan dengan bahan aktif baru (formulasi) atau updating sediaan yang mengandung bahan aktif yang telah dikenal dan diketahui (reformulasi).

Tujuan formulasi sediaan adalah untuk menentukan semua variabel yang diperlukan

dalam mengembangkan dan memproduksi sediaan farmasi secara optimal. Bentuk sediaan dikembangkan berdasar formulasi dan teknologi farmasetik agar menghasilkan sediaan yang efektif, aman dan stabil dengan tetap menjaga kriteria mutu sediaan tersebut bila sediaan diproduksi dalam skala besar.

Pengujian mutu harus dilakukan sebelum suatu sediaan farmasi akhirnya dilepas ke pasar dan digunakan oleh konsumen. Selain itu sediaan farmasi harus digunakan dengan benar untuk mencapai efek terapi yang diinginkan dan dengan bioavailabilitas optimal.

Teknologi farmasi diterapkan untuk mengembangkan suatu formula sediaan dan prosedur yang dapat diterapkan secara umum pada semua tahap proses produksi (pelarutan, penggerusan, pencampuran, dan lain sebagainya), yang spesifik pada setiap bentuk sediaan.

Penerapan prinsip ilmiah dan pengetahuan tentang formulasi farmasetik sangat berguna dalam pengembangan formula baru untuk obat-obat yang telah ada, selain juga penting untuk pengembangan bahan aktif. Pengembangan formula sediaan baru membutuhkan penelitian yang kompleks dan terpadu. Hal ini dapat tercapai bila ada keutuhan ilmu yang terkait, diantaranya farmasi fisik, biofarmasetika, formulasi dan teknologi farmasi. Gambar 1 berikut ini menunjukkan ruang lingkup farmasetika. Empat tahap pengembangan formulasi dari bahan aktif yang sudah dikenal dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan tahap pengembangan suatu sediaan obat baru mulai dari bahan aktif hingga manufakturing yang pada prinsipnya terdiri atas tiga tahap utama yaitu penelitian dasar (kimia, biokimia, biologi, farmakologi, imunologi,dll), pengembangan sediaan dan uji klinik (fase I sampai fase V) tertera pada Gambar 3.

Gambar 1. Ruang lingkup farmasetika

Gambar 2. Tahap Pengembangan Formulasi

Mengacu pada penjelasan diatas, maka ruang lingkup keilmuan Bagian Farmasetika meliputi Farmasi Fisik, Biofarmasetika, Farmasetika Sediaan: Likuida, Solida, Semi Solida, Steril, Kosmetika, "Drug Delivery System" dan Radiofarmasi.

LAYANAN FARMASI KLINIS

Layanan farmasi klinis berkembang untuk menanggapi keprihatianan masyarakat terhadap tingginya angka morbiditas dan mortilitas yang terkait dalam penggunaan obat, cepatnya peningkatan biaya perawatan kesehatan, tingginya harapan yang terkait dalam penggunaan obat, serta ledakan pengetahuan medis dan ilmiah. Layanan farmasi klinis merupakan praktek kefarmasian yang berorientasi kepada pasien lebih dari pada layanan berorientasi produk. Apoteker dapat berkontribusi selama proses peresepan, yaitu sebelum, selama dan sesudah resep ditulis. Secara historis, profesi kefarmasian mengalami berbagai perubahan secara drastis dalam kurun waktu 40 tahun terakhir terjadi di abad ke 20. Perkembangan ini dibagi menjadi empat periode yaitu: Periode Tradisional (sebelum 1960), Periode Transisional (1960-1970), Periode Masakini (Farmasi Klinis), Periode Masa Depan (Pharmaceutical Care). Dalam setiap periode, dapat dibedakan konsep-konsep mendasar berkaitan dengan : Fungsi dan tugas yang diemban, hubungan dengan profesi medis, tekanan pada pelayan penderita (patient care), sikap aktif atau pasif pada pelayanan. Beralihnya pembuatan obat dari instalasi farmasi ke industri farmasi maka tugas dan fungsi farmasi berubah. Apoteker tidak banyak lagi meracik obat karena obat yang diresepkan dokter kebanyakan obat jadi berkualitas tinggi yang disiapkan oleh pabrik farmasi. Sejalan dengan perkembangan kemajuan ilmu kedokteran, khususnya dalam bidang farmakologi dan banyaknya jenis obat yang beredar menyebabkan dokter merasa ketinggalan dalam ilmunya. Selain hal tersebut juga kemajuan dalam ilmu diagnosa, alat-alat diagnosa bantu serta penyakit baru yang muncul membingungkan para dokter (satu profesi tidak dapat lagi menangani semua pengetahuan yang berkembang dengan pesat). Dengan berkembang pesatnya obat-obat yang efektif secara terapetik dalam dekade tersebut, tapi perkembangan ini membawa masalah-

masalah tersendiri berupa meningkatnya permasalahan yang berkaitan dengan obat, ESO, teratogenesis, interaksi obat-obat, obat-makanan, obat-uji laboratorium dll. Ketidakberhasilan pengobatan dapat disebabkan oleh : Penulisan resep yang kurang tepat Pengobatan yang kurang tepat (Misalnya: Pemilihan obat, bentuk sediaan, dosis, rute, interval dosis, lama pemakaian) Pemberian obat yang tidak diperlukan Penyerahan obat yang tidak tepat Obat tidak tersedia saat dibutuhkan Kesalahan dispensing Perilaku pasien yang tidak mendukung Indiosinkrasi pasien Berhubungan dengan cara pengobatan yang tidak tepat Pelaksanaan/penggunaan obat yang tidak sesuai dengan perintah pengobatan (non compliance) Respon aneh individu terhadap obat Terjadi kesalahan atau kecelakaan Pamantauan yang tidak tepat Gagal untuk mengenali dan menyelesaikan adanya keputusan terapi yang tidak tepat Gagal dalam memantau efek pengobatan pasien Pemantauan obat merupakan salah satu tugas layanan farmasi klinis dan berhubungan dengan masalah berkaitan obat (DRP) serta dapat dikategorikan sebagai berikut : Pasien tidak memperoleh pengobatan yang sesuai dengan indikasinya Pasien tidak mendapatkan obat yang tepat Dosis obat subterapetik Pasien gagal menerima obat Dosis obat terlalu tinggi Timbul reaksi obat yang tidak dikehendaki Pasien mengalami masalah karena terjadi interaksi obat Pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan indikasinya Filosofi dan tujuan Farmasi Klinis Hepler dan Strand (1990) Pharmaceutical Care is The responsible provision of drug therapy for the purpose of

achieving definite outcomes that improve a patients quality of life Cipolle, Strand dan Morley (1998) Pharmaceutical Care is A Practice in which the practitioner takes responsibility for a patients drug therapy needs, and is held accountable for this commitment Dasar hukum Farmasi Klinis : SK Menkes No. 436/ Menkes/ SK/VI/1993 tentang pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayan Medis, tugas Apoteker meliputi: Melakukan konseling Monitoring Efek Samping Obat (ESO) Pencampuran obat suntik secara aseptis Menganalisis efektivitas biaya Penentuan kadar obat dalam darah Penanganan obat sitostatika Penyiapan total parenteral nutrition Pemantauan terapi obat Pengkajian penggunaan obat Terapi obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas mempertahankan hidup pasien, yang dilakukan dengan cara mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya. Namun tidak dapat disangkal dalam pemberian obat kemungkinan terjadi hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan (Drug Related Problem). Pemantauan obat merupakan salah satu tugas Farmasi Klinis dan kemungkinan masalah berkaitan dengan DRP dapat dikategorikan sebagai berikut: Pasien tidak memperoleh pengobatan yang sesuai dengan indikasinya Pasien tidak mendapatkan obat yang tepat Dosis obat subterapetik Pasien gagal menerima obat Dosis obat terlalu tinggi Timbul reaksi obat yang tidak dikehendaki Pasien mengalami masalah karena terjadi interaksi obat Pasien memperoleh obat yang tidak sesuai dengan indikasinya Layanan farmasi klinis menghadirkan langkah penting dalam transformasi praktek kefarmasian dan orientasi produk ke praktek yang berorientasi kepada pasien. Dalam praktek ini Apoteker harus membuat keputusan tentang ketepatan

pemakaian obat dan bertanggung jawab terhadap keputusan dan saran, menurut Prof. Nicholas Barber (School of Farmacy, University of London). Sumber:http://www.isfinational.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=467

Profil Singkat
Bapsi Unair, 30-10-2008

Dalam sejarah penemuan obat bahan alam dimulai dari pengetahuan manusia akan khasiat bahan alam bagi kesehatan yang merupakan awal dari berkembangnya farmakognosi. Bukti dari hal itu dapat diketahui melalui buku Materia Medika yang diterbitkan sebelum abad 19, yaitu buku pertama yang memuat tentang khasiat dan penggunaan lebih kurang 600 macam obat dari bahan alam ( tanaman, hewan, mineral ). Sejak saat itu terjadi peningkatan yang pesat terhadap pengetahuan mengenai obat dari bahan alam sehingga dianggap perlu untuk mengadakan pemisahan disiplin ilmu. Oleh karena itu pada abad 19, materia medika sudah mempunyai dua disiplin ilmu, yaitu :

Farmakologi, yang mempelajari kerja obat ( action of drug ) Farmakognosi, yang mempelajari segala aspek obat dari alam

Farmakognosi sendiri berasal dari kata Pharmakon, yang berarti obat, dan Gnosis, yang berarti pengetahuan. Melalui perkembangan ilmu lebih lanjut, para ahli kimia mulai memberikan perhatian pada senyawa-senyawa kimia kandungan bahan alam yang diduga mempunyai khasiat bagi kesehatan.

Pada akhir abad 19, mereka mulai mencoba mensintesis senyawa kimia yang mempunyai khasiat terapi tersebut dan melakukan modifikasi struktur senyawa dengan tujuan tertentu. Hal ini yang membidangi lahirnya disiplin ilmu baru yaitu kimia medisinal.

Dengan demikian, melalui pengetahuan tentang khasiat bahan alam telah berkembang tiga disiplin ilmu dasar, yaitu :

Farmakologi, yang berhubungan dengan aktivitas dan efek obat. Farmakognosi, yang mencakup semua informasi obat dari sumber bahan alam (tumbuhan, hewan, mineral, mikroorganisme). Kimia medisinal, yang berhubungan dengan semisintesis obat

Perkembangan selanjutnya pada akhir abad 20, terjadi 3 peristiwa mendasar yang merupakan perwujudan dari sikap masyarakat dan para ilmuwan terhadap farmakognosi, yaitu :

Kesadaran tentang khasiat dan pemakaian tanaman sebagai obat. Keadaan ini didukung dengan meningkatnya informasi mengenai efek samping obat sintetis serta manfaat yang diperoleh melalui pemakaian obat alam. Dari waktu ke waktu, masyarakat semakin menyukai bahan obat alam. Kesadaran para produsen obat bahan alam bahwa tanaman memang mempunyai reputasi yang baik sebagai obat rakyat. Tanaman merupakan sumber bahan obat serta sumber inspirasi bagi pembuatan prototipe obat baru melalui pengetahuan tentang senyawa kimia kandungannya. Perkembangan teknologi DNA rekombinan dan rekayasa genetika yang

memungkinkan transfer genetic material dari satu organisme ke organisme lain.

Berdasarkan sikap masyarakat dan ilmuwan tersebut, telah dirumuskan empat peran penting senyawa bahan alam bagi perkembangan obat modern, yaitu :

Bahan alam menyediakan sejumlah bahan obat yang sangat potensial, misalnya : alkaloida opium dan ergot, antibiotika, glikosida digitalis, serum dan vaksin. Bahan alam merupakan sumber senyawa induk (basic compounds), yang dapat dimodifikasi menghasilkan senyawa dengan sifat fisika-kimia yang lebih menguntungkan, seperti lebih efektif dan tidak toksik. Senyawa bahan alam merupakan model bagi sintesis obat yang mempunyai aktifitas fisiologi sama dengan senyawa asli. Senyawa bahan alam yang aktivitasnya kurang poten dapat dimodifikasi melalui metode bioteknologi untuk menghasilkan obat yang lebih poten yang tidak mudah diperoleh melalui metode lain.

Bagian Farmakognosi Fitokimia adalah bagian yang bertugas mempelajari: standarisasi tumbuhan obat berdasarkan studi farmakognosi dan fitokimia, pengujian manfaat, formulasi obat tradisional, elusidasi struktur kimia, kandungan, mekanisme aktivitas farmakologi, biosintesis, senyawa racun, dan analisis genetik bahan alam.

Untuk pengembangan kegiatan diatas diperlukan kerjasama dengan institusi nasional, regional dan internasional.

Farmasi Komunitas

Profil Singkat
Farmasi Unair, 11-04-2009

Bagian Farmasi Praktis berdiri pada 6 Agustus 2001 berdasarkan SK Dekan Nomor 2063/JO3.1.20/PP/2001. Pada tahun 2007 nama Bagian Farmasi Praktis berubah menjadi Departemen Farmasi Komunitas. Staf pengajar Departemen Farmasi Komunitas terdiri dari 14 orang dosen tetap dan 2 orang dosen yang diperbantukan di Apotek Farmasi Airlangga. Dari 14 staf pengajar tersebut memiliki kualifikasi sbb: 3 orang dengan kualifikasi S3 7 orang dengan kualifikasi S2 8 orang dengan kualifikasi S1-Apoteker (2 orang sedang menjalani program S2 di Australia) Sedangkan staf non-edukatif terdiri dari 3 orang tenaga dengan kualifikasi SLTA, 1 orang dengan kualifikasi SAA dan 1 orang dengan kualifikasi S1 yang bertugas sebagai tenaga administrasi dan laboratorium. Departemen Farmasi Komunitas mempunyai 1 buah ruang praktikum yang digunakan untuk praktikum Preskripsi II, III dan IV. Fakultas Farmasi memiliki sebuah apotek yang merupakan apotek pendidikan dan digunakan sebagai sarana praktikum Farmasi Masyarakat. Juga digunakan sebagai sarana Praktek Kerja Profesi (PKP) tingkat Profesi Apoteker bidang Apotek. Farmasi Komunitas adalah hibrida dari disiplin Ilmu Farmasetika, Ilmu Kesehatan, Ilmu Dasar dan Ilmu Sosial/Humaniora. Mata Ajaran yang dikelola oleh bagian Farmasi Praktis terdiri dari 8 mata kuliah dan 4 mata praktikum untuk program S1, ditambah dengan program profesi apoteker bidang perapotikan dan bidang pemerintahan serta program S2 bidang minat Farmasi Masyarakat. Departemen Farmasi Komunitas menerapkan paradigma Pharmaceutical Care sebagai landasannya, sejalan dengan perkembangan terbaru di dunia kefarmasian

yang menerapkan konsep tersebut sebagai tujuan pelaksanaan praktek kefarmasian (pharmacy practice). Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian) adalah praktek kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Dalam pelaksanaan pharmaceutical care, dibutuhkan kerjasama antara apoteker, pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan kesehatan. Tujuan utama dari Pharmaceutical Care adalah mencapai hasil positif yang meningkatkan kualitas hidup penderita (yang berhubungan dengan kesehatan). Hasil-hasil tersebut meliputi aspek-aspek klinik, ekonomi dan humaniora.

Fitokimia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buahbuahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut.

You might also like