You are on page 1of 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. Penulis bersyukur kehadirat illahi rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufiq-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan kali ini pun penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman yang telah mengorbankan waktunya demi untuk membantu penulis dalam merealisasikan makalah yang berjudul Kiyai dan Jawara Makalah ini sengaja penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Kebudayaan Banten. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan para pakar, penulis mengharapkan kritik dan sarannya demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya.

Serang, 2 februar2011

Penulis

-1-

BAB I PEMIMPIN

A. Pengetahuan dan Konsep Kepemimpinan Dalam bahasa sehari-hari, kepemimpinan diungkapkan dengan kata pingpinan, sedang orang yang memimpin(pemimpin) disebut keharusan dan dalam menjamin

pamingpin. Kepemimpinan dipahami sebagai suatu (kelompok) keutuhan kerja masyarakat untuk membedakan

peranan

masyarakat sendiri. Setiap ada kegiatan yang memerlukan selalu memunculkan prakarsa akan lahirnya

sama

kepemimpinan. Di sana muncul seorang ketua yang dipercayai untuk memimpin suatu kegiatan atau perkumpulan, misalnya dalam organisasi masjid ada seorang pemimpin yang disebut katua masjid. Dalam istilah lain juga disebut kapala, misalnya dalam organisasi pengajian

agama(madrasah) ada seorang pemimpin yang disebut kapala madrasah atau kapala guru, dalam organisasi pemuda terdapat seorang pemimpin yang disebut kapala pamuda. Baik kapala maupun katua sama-sama berkedudukan sebagai pamimpin.

B. Proses Terjadinya Kepemimpinan Disebutkan oleh Sills (1972: 105) bahwa istilah pemimpin(leader) secara tradisional adalah seseorang yang dengan jelas dibedakan

dengan orang lain dalam hal kekuasaan (power), kedudukan (status), pandangan (visibility), dan beberapa hal yang berkaitan karakter bawaan, misalnya, pendirian dengan

-2-

BAB II PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada abad ke-16 Masehi agama Islam menyebar di Banten sampai puncaknya yang ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam dengan Sultan Hasanudin masa ini (1526-1570 M) sebagai raja pertamanya. Pada perkenalan saja

islamisasi cenderung yang berkaitan

hanya

bersifat

terutama agama

dengan luas

sistem kepercayaan.

Pengetahuan

islam

secara

belum mendapat perhatian walaupun

sudah dilakukan pengislaman di berbagai daerah. Barulah pada abad ke-18 berdiri lembaga- lembaga pengajaran agama Islam yang disebut dengan berdirinya Pesantren tertua di

dengan Pesantren ditandai

Caringin (Banten). upaya ini menurut Ekadjati (1988:5) adalah tahap ketiga islamisasi di Jawa Barat yang bukan saja karena didorong oleh keinginan orang-orang islam untuk memperdalam ajaran

agamanya, tetapi juga karena mulai masuknya pengaruh orang Belanda di lingkungan keraton-keraton (Cirebon dan Banten). Apapun yang islamisasi

mendorong munculnya lembaga Pesantren dalam kontek

memunculkan adanya figur kepemimpinan, yaitu kiyai. Kiyai adalah pihak yang memberikan pengajaran agama Islam sebagai guru dalam pesantren itu (lihat Dhofier, 1985:19). Kedudukannya proses islamisasi sebagai "perpanjangan tangan" sultan dalam

di daerah-daerah pedesaan karena kesultanan semdiri

berdiri atas dasar upaya islamisasi, baik untuk mengembangkan pengaruh maupun untuk memperkuat kekuasaan dan menguntungkan kiyai kedudukan sultan sangat

yang mendudukannya

sebagai

pemimpin

-3-

masyarakat. Kedudukan ini terus Banten telah berakhir pada sebagai sultan

berlangsung 1820, yang

walaupun yaitu Sultan

kesultanan Rafiudin

tahun Banten

(1813-1820) dengan

terakhir,

sehubungan

dimulainya kekuasaan pemerintah colonial Belanda. Kelestarian

kepemimpinan ini nampaknya didukung oleh rakyat banyak yang membenci Belanda karena telah memporak-porandakan system kesultanan, abad ke-19

sehingga pemimpin-pemimpin inilah yang berada pada berhasil memobilisasi masyarakat

untuk memberontak, seperti puncak 1888 yang dipimpin oleh

pemberontakan petani di Cilegon pada Kiyai Haji Di

Wasid (lihat Kartodirdjo, 1966). samping dukungan-dukungan kelestarian kepemimpinan

tersebut diatas, ada satu dukungan Islam yang berkenaan dengan sistem kepercayaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan adalah kemampuan pemimpin itu dalam menggunakan kekuatan supranatural. Para sultan sendiri disebut Waliyullah yaitu orang yang dianggap memiliki kekuatan Allah. Kekuatan-kekuatan inilah yang kemudian diturunkan pada kiyaikiyai Kekuatan-kekuatan menawarkan memenuhi untuk ini mempunyai kesanggupan bahkan

menyelesaikan

persoalan-persoalan

manusia dan

kebutuhan-kebutuhannya.

Kekuatan-kekuatan inilah yang disebut dengan magi sebab magi adalah upaya yang bersifat supranatural manusia selagi yang dapat tidak memenuhi oleh

kebutuhan-kebutuhan praktis

terpenuhi

kekuatan-kekuatan lain (lihat Malinowski, 1972:63). Selain golongan agama (kiyai) yang sanggup menembus batasbatas hirarki di pedesaan terutama pada abad ke-19 menurut Kartodirdjo (1966:57) adalah golongan jawara. Meskipun golongan ini menurut

Kartodirdjo (Ibid) pada umumnya terdiri dari orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap dan seringkali kegiatan kriminal, namun karena juga melakukan kegiatan-

memiliki

kekuatan-kekuatan

-4-

dari

manipulasinya

terhadap kekuatan supranatural, tetap disegani.

Kalau kiyai memperoleh kekuatan-kekuatan ini melalui lembaga tarekat atau hikmat, maka jawara jimat, memperolehnya dengan penggunaan

yaitu penggunaan "tanda-tanda keagamaan untuk kekebalan" Oleh karena jimat ini menggunakan tanda-

(Cheong 1973;26).

tanda keagamaan (misalnya ayat-ayat suci), maka yang mengeluarkannya ialah kiyai sebagai tokoh agama. Jimat yang memberikan harapan tanpa memenuhi kebutuhan praktis pada jawara adalah kekebalan, ini yang salah satunya

menunjukan bahwa kekuatan jimat adalah dalam ciri-ciri

kekuatan magi. Jadi antara kiyai dan jawara

kepemimpinannya berkaitan dengan magi, atau bahkan tergantung pada magi itu. Kedua pemimpin tersebut sampai sekarang masih ada di Banten, khususnya di desa Pasanggrahan, kecamatan Pabuaran Serang,

meskipun secara fisik mungkin berbeda dibandingkan pada jaman penjajahan. Karena keduanya mempunyai yaitu maka kemampuan dalam magi dibandingkan kelebihan masing-masing, dengan orang kebanyakan,

interaksi

sosialnya

mereka mempunyai peranan sebagai keduanya berbeda dalam

pihak yang memimpin. Namun demikian, bentuk pemilikan, penggunaan dan

ketergantungannya. Kiyai adalah magi dan menjadi sumber jawara adalah

golongan berkemampuan mewujudkan

pengetahuan tentang formula-formulanya. Sedangkan

golongan yang menerima kemampuan magi dari kiyai. Jadi nampak bahwa kelestarian kedua kepemimpinan ini berkaitan dengan agama dan

magi. Bagaimana keterkaitan kepemimpinan pada agama dan magi, adalah masalah dalam penelitian ini.

B. Kerangka Teori dan Masalah-masalah Penelitian Untuk kaitan dengan kerangka teori tersebut di ditentukanlah rincian masalah-masalah penelitian, yaitu menemukan : atas

-5-

a. Peranan kiyai dan jawara dalam mewujudkan hubungan simbiotik antara unit agama dan magi. b. Fungsi agama dan magi bagi kepemimpinan kiyai dan jawara.

C. Pendefinisian dan Operasionalisasi Konsep 1. Definisi Konsep-konsep Penelitian tentang kiyai dan jawara dengan pokok kajian mengenai agama, magi, dan kepemimpinan ini, ada beberapa konsep yang perlu dijelaskan sehingga konsep-konsep itu dapat didefinisikan dengan jelas. Konsep-konsep dimaksud adalah sebagai berikut: a) Agama Dalam penelitian ini agama dilihat sebagai suatu sistem simbol karena merupakan salah satu dalam keseluruhan sistem budaya. b) Kebudayaan Konsep kebudayaan yang agaknya sesuai dengan kajian dalam penelitian ini ialah seperti yang dikemukakan oleh Suparlan (1981:87). c) Kepemimpinan Kajian dalam aspek sosiologi, kepemimpinan (leadership) adalah penggunaan kekuasaan (power) atau pengaruh dalam suatu kolektifitas sosial tertentu, misalnya kelompok, (Sills,2972: 101). d) Magi Konsep magi yang didefinisikan dalam penelitian ini ialah organisasi atau masyarakat

magi yang secara fungsional berperan dalam kehidupan masyarakat sehubungan dengan kebutuhan- kebutuhan manusia. e) Kiyai

-6-

Dhofier hidup penting pendidikan terhadap ulama pesantren. kiyai dari

(1985:55) mendefinisikan

dalam

studinya

tentang pandangan elemen dalam

konsep

kiyai sebagai tradisional

suatu pesantren (kelembagaan

Islam), sekaligus pula kiyai merupakan pemberian gelar dari kelompok Islam tradisional yang memiliki

f) Jawara Dalam hasil temuannya, Kartodirdjo (1966:58) yang meneliti pemberontakan petani Banten tahun 1888 merumuskan bahwa jawara adalah "suatu golongan sosial, terdiri dari orang-orang yang tidak yang tetap yang seringkali melakukan

mempunyai pekerjaan

kegiatan-kegiatan kriminal. Pada zaman sekarang ini jawara dalam arti fisik dengan ciri-ciri tersebut di atas sudah tidak ada lagi; yang ada hanyalah dalam arti

simbolik dengan kecenderungan menentukan beberapa ciri-ciri saja, yaitu mengandalkan keberanian dan kekuatan fisik, agresip, terbuka (blak- blakan) dan sompral (tutur kata yang keras). Untuk menunjang keandalan fisiknya itu, jawara membutuhkan magi bentuk yang paling walaupun dalam

mudah, misalnya jimat, rajah, dan sebagainya

yang kesemuanya itu paling banyak diperoleh dari kiyai. Jawara menurut konsep penelitian ini. terakhir inilah yang didefinisikan dalam

2. Jjjjjjjk 3. jk

-7-

You might also like