You are on page 1of 6

TEKNIK REMEDIASI TANAH DAN AIR TANAH DENGAN CARA BIOVENTING

Cindhy Ade Hapsari1, Lutfhi Adhytia Putra2, Ratu Rima Novia Rahma3, Riandy Surya Irawan4 Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper Kampus IPB, Dramaga, Bogor, 16680 Email: alchemist.genz@gmail.com1, ladhytiaputra@yahoo.com2, raturimanoviarahma@yahoo.co.id3, ndie_paulwalker@yahoo.com4

Abstrak: Remediasi adalah proses atau upaya pemulihan lahan yang tercemar oleh adanya polutan dan zat-zat kimia lainnya. Sementara bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi bahan yang beracun menjadi bahan yang kurang atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Bioventing adalah teknologi remediasi in-situ yang menggunakan mikroorganisme lokal untuk menguraikan kontaminan organik yang terabsorbsi ke tanah di zona tak jenuh. Tanah di zona capillary fringe dan zona jenuh tidak terpengaruh oleh proses ini. Dalam bioventing, aktivitas bakteri secara alami ditingkatkan dengan injeksi udara (atau oksigen) ke zona tak jenuh (menggunakan sumur ekstraksi atau injeksi) dan jika perlu dengan menambahkan nutrisi (EPA, 2004). Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pompa vakum, instalasi penjernihan tanah dan udara, alat untuk mengukur isapan udara dan tanah, dan alat untuk mengukur isapan lateral. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah dan air. Hal yang paling penting dalam teknik ini adalah memastikan bahwa aliran udara tercapai di bawah tanah. Teknik ini menjadi pilihan utama apabila lokasi kontaminan berada di zona vadose dan termasuk jenis volatil. Bioventing dipengaruhi oleh tipe tanah, permeabililtas, temperatur, kelembapan, pH, kandungan bakteri heterotrofik, dan sifat dari konstituen yang akan didegradasi. Bioventing merupakan salah satu cara remediasi yang pantas dipertimbangkan untuk memulihkan lahan tercemar di Indonesia. Kata kunci: Bioventing, In-situ, Remediasi

PENDAHULUAN
Pencemaran lahan di Indonesia akibat berbagai dampak dari pembuangan limbah dan sebagainya menyebabkan kualitas lahan semakin menurun. Untuk mengatasi pencemaran lahan tersebut, maka dilakukanlah proses remediasi. Remediasi adalah proses atau upaya pemulihan lahan yang tercemar oleh adanya polutan dan zat-zat kimia lainnya. Sementara bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi bahan yang beracun menjadi bahan yang kurang atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Teknik bioremediasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu in-situ dan ex-situ. Perbedaan teknik bioremediasi in-situ dan ex-situ adalah, teknik bioremediasi ex-situ pengolahannya dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan, sedangkan teknik bioremediasi in-situ pengolahannya dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan. Teknik bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi
Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

tercemar ringan atau pada lokasi yang tidak dapat dipindahkan. Salah satu contoh teknik bioremediasi in-situ adalah bioventing. Bioventing adalah penggunaan induksi gerakan udara melalui tanah tak jenuh, dengan atau tanpa nutrien. Bioventing dipengaruhi oleh tipe tanah, permeabililtas, temperatur, kelembapan, pH, kandungan bakteri heterotrofik, dan sifat dari konstituen yang akan didegradasi. Efektifitas bioventing tergantung dari kemampuan mikroorganisme dalam menguraikan kontaminan dan untuk mendistribusikan oksigen dalam jumlah yang mencukupi. Teknik bioventing merupakan salah satu upaya proses bioremediasi in-situ yang dapat dilakukan terhadap lahan-lahan tercemar di Indonesia.

METODE PRAKTIKUM

Sumber: Saptomo, dkk, 2011 Gambar 1. Mekanisme Bioventing Pada praktikum ini, praktikan diharuskan mengetahui bagaimana proses bioventing pada teknik remidiasi tanah dan air tanah. Tujuan pencarian literatur ini adalah untuk mengetahui teknologi remidiasi in-situ yang menggunakan mikroorganisme lokal untuk menguraikan kontaminan organik yang teradopsi ke tanah di zona tak jenuh. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pompa vakum, instalasi penjernihan tanah dan udara, alat untuk mengukur isapan udara dan tanah, dan alat untuk mengukur isapan lateral. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah dan air. Mekanisme dari proses bioventing adalah sebagai berikut: Teknik ini berdasarkan pada pengisapan udara pada tanah. Perbedaan tekanan akan dihasilkan karena tekanan atmosfer ikut masuk ke dalam lapisan bawah tanah, sehingga menghasilkan pasokan oksigen untuk degradasi kontaminan secara aerobik. Hal yang paling penting dalam teknik ini adalah memastikan bahwa aliran udara tercapai di bawah tanah. Teknik ini menjadi pilihan utama apabila lokasi kontaminan berada di zona vadose dan termasuk jenis volatil.

Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber: Wisconsin Department of Natural Resources (DNR), 1993 Gambar 2. Typical Bioventing System Using Vapor Extraction Remediasi adalah upaya perbaikan dan pemulihan kualitas lahan yang tercemar (Setiawan, 2011), sedangkan bioremediasi adalah proses penyehatan atau pemulihan secara biologis terhadap komponen lingkungan tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) (Putra, 2008). Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun ex-situ. Menurut Ekosari (2011) teknik bioremediasi ex-situ pengolahannya dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan, sedangkan teknik bioremediasi in-situ pengolahannya dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan. Teknik bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Sedangkan bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi dimana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi (Prakasa, 2010). Contoh teknik bioremediasi in-situ adalah bioventing, air sparging, injeksi hidrogen peroksida, dan sumur ekstrasi. Sedangkan contoh teknik bioremediasi ex-situ adalah slurry phase, composting, biopile, dan landfarming (Ekosari, 2011). Bioventing adalah teknologi remediasi in-situ yang menggunakan mikroorganisme lokal untuk menguraikan kontaminan organik yang terabsorbsi ke tanah di zona tak jenuh. Tanah di zona capillary fringe dan zona jenuh tidak terpengaruh oleh proses ini. Dalam bioventing, aktivitas bakteri secara alami ditingkatkan dengan injeksi udara (atau oksigen) ke zona tak jenuh (menggunakan sumur ekstraksi atau injeksi) dan jika perlu dengan menambahkan nutrisi (EPA, 2004). Menurut Prakasa (2010), bioventing adalah penggunaan induksi gerakan udara melalui tanah tak jenuh, dengan atau tanpa nutrien. Definisi bioventing lainnya adalah proses penyuntikan dan ekstraksi udara menuju daerah vadose untuk menyediakan O2 yang diperlukan untuk biodegradasi aerobik. Jika tekanan
Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

uapnya lebih besar dari 760 mmHg, maka penguapan akan berjalan dengan lebih cepat. Sementara, jika tekanan uapnya kurang dari 1 mmHg maka kontaminan tersebut tidak akan menguap secara substansial (Anonim, 2011). Efektifitas bioventing tergantung dari kemampuan mikroorganisme dalam menguraikan kontaminan dan untuk mendistribusikan O2 dalam jumlah yang mencukupi pada sub-surface. Permeabilitas juga mempengaruhi efektifitas bioventing. Permeabilitas udara tergantung dari struktur tanah dan ukuran partikel tanah. Tanah dengan struktur dan ukuran partikel yang seragam merupakan lapisan tanah yang permeabel sehingga memudahkan pengolahan lahannya dalam proses bioventing. Sebaliknya, tanah dengan kandungan clay dan silt yang tinggi akan lebih sulit diolah dengan bantuan proses bioventing. Kelembapan tanah yang tinggi dapat menghambat permeabilitas dan potensial udara pada proses bioventing. Permeabilitas udara yang lebih besar dari 10-9 cm2 akan memudahkan pengolahan tanah terkontaminasi, sedangkan permeabilitas udara kurang dari 10-10 cm2 akan menyebabkan aliran gas melewati retakan tanah atau material yang lebih permeabel (Anonim, 2011). Menurut EPA (2004), faktor-faktor yang membuat proses bioventing lebih efektif antara lain tipe tanah. Semakin besar ukuran tanah maka akan semakin efektif proses bioventing. Tipe tanah clay sangat tidak efektif untuk bioventing. Faktor lainnya adalah permeabilitas tanah harus lebih besar dari 10-10 cm2, tanah bebas dalam lapisan kedap atau impermeabel mengganggu aliran udara, kedalaman air tanah lebih dari 3 ft, latar belakang bakteri heterotrofik lebih besar dari 100 CFU/gram, pH antara 6-8, kelembapan 40-80 %, dan suhu antara 1040C. Selain itu karakteristik produk konstituen harus diperhatikan. Konstituen harus bersifat biodegradable, TPHnya harus lebih kecil dari 25.000 ppm dan kandungan logam beratnya harus kurang dari 2500 ppm, tekanan uapnya harus kurang dari 0,5 mmHg, konstituen mendidih dalam rentang suhu kurang dari 250300 C, dan konstanta Hukum Henrynya kurang dari 100 atm. Komponen dari sistem bioventing adalah sebagai berikut, sumur ekstraksi atau sumur injeksi, desain atau rancangan perpipaan, rancangan pretreatment uap dan sistem perlakuan uap (jika diperlukan), blower, rancangan instrumen dan kontrol, lokasi monitoring atau pengawasan. Komponen-komponen tambahannya antara lain, sistem pengiriman nutrien, surface seal, groundwater depression pumps dan vapor treatment systems (EPA, 2004). Proses bioventing dapat dilakukan dengan injeksi (SUE). Sistem injeksi dapat dilakukan dengan bantuan blower, pipa distribusi ataupun sumur penyuntikan. Sistem injeksi tersebut lebih murah dari penerapan proses bioventing secara keseluruhan karena tidak menggunakan pengolahan fase uap. Injeksi bertujuan untuk memberikan suplai O2 yang memadai untuk menstimulasi biodegradasi tanpa menimbulkan emisi ke atmosfer. Injeksi akan lebih mudah dilakukan jika ditunjang dengan kontaminan yang memiliki titik uap rendah. Injeksi yang diberikan pada lapisan vadose dapat mengakibatkan permukaan air menurun, permebalitas udara dalam tanah meningkat, volume tanah efektif yang tersedia akan bertambah, bahan yang mudah menguap akan berpindah menuju ke fase gas dan selanjutnya berpindah ke daerah yang tidak terkontaminasi, demikianlah yang disebut dengan proses biodegradasi (Anonim, 2011). Proses bioventing dapat pula dilakukan dengan ekstraksi udara, meskipun akan memakan biaya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan injeksi udara.
Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Kerugian dari proses ekstraksi udara pada bioventing adalah biaya yang dikeluarkan lebih besar, menyebabkan naiknya muka air dan capillary fringe, serta bagian atas sumur dekat titik ekstraksi, di mana efek ini dapat menjenuhkan zona penyebaran. Akibatnya, tanah dekat zona penyebaran tidak efektif untuk diolah. Adanya upwelling menambah kelembaban tanah pada capillary fringe, menurunkan permeabilitas udara dan roll dari sumur ekstraksi. Debit udara didasarkan pada jumlah O2 yang diperlukan untuk biodegradasi, yang dapat diketahui dengan melakukan tes respirasi in-situ. Prosedur tes respirasi in-situ adalah sebagai berikut: Perlengkapan diletakkan di dekat titik monitoring penyaring gas tanah yang tidak diolah, kemudian menentukan tingkat CO2 dan O2 dalam gas tanah dan selanjutnya menyuntikkan udara yang mengandung inert tracer seperti gas Helium 5 tahun, 24 jam perlengkapan aliran gas dimatikan. Tingkat CO2, O2, dan gas lain ditentukan secara periodik. Pertambahan tingkat CO2 menandakan terjadinya biodegradasi secara aerobik. Pengurangan tingkat O2 yang melebihi waktu menandakan laju utilisasi O2 yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kebutuhan debit udara. Jarak antara sumur injeksi didasarkan pada roll di mana jarak maksimum untuk ekstraksi udara/sumur injeksi memberikan suplai yang memadai untuk respirasi mikroorganisme. Roll tersebut dipengaruhi oleh perlengkapan tanah, konfigurasi injeksi udara/sumur ekstraksi, debit udara dan laju aktifitas mikroorganisme (Anonim, 2011). Pada bioventing excavated soil dengan land treatment, diperlukan persiapan lapisan pengolahan/lapisan impermeabel yang memiliki kontrol peresapan dari bahan pengolah yang ada di bawahnya. Disamping itu, perlu adanya kontrol terhadap elemen run on maupun run off presipitasi. Air dikumpulkan pada titik terendah dan selanjutnya digunakan untuk mengairi tanah atau diolah untuk kemudian dikeluarkan. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan konstruksi proses bioventing excavated soil dengan land treatment: (1) Area pembersihan dan grading; (2) Lapisan bersih dan tanah berpasir (geonet) untuk menjamin drainase air; (3) Lapisan impermeabel dari tanah liat (geomembran); (4) Tanah yang terkontaminasi disebarkan dengan ketebalan 1,4 ft. Untuk membatasi transfer O2 ditambahkan 3-4% berat wood chip, swdust untuk suplai karbon; (5) Menambahkan kapasitas air yang tertahan pada tanah berpasang untuk memudahkan pengerjaan tanah liat; (6) Menambah bahan penyerapan pada tanah; (7) Dalam kasus tertentu, perlu ditambahkan nutrien, air, dan bahan kimia untuk mengontrol pH tanah yang diaduk secara periodik untuk mencampur tanah dan nutrien dan menyediakan O2 (Anonim, 2011). Aplikasi bioventing antara lain bioventing merupakan salah satu teknik in-situ untuk memulihkan lahan yang tercemar bahan bakar jet JP-4 , di Pangkalan Udara Militer Hill, tempat Angkatan Udara AS merawat mesin pesawat tempur utamanya F-16 Figting Falcon (Anonim, 2010).

KESIMPULAN
Bioventing adalah penggunaan induksi gerakan udara melalui tanah tak jenuh, dengan atau tanpa nutrien. Bioventing dipengaruhi oleh tipe tanah, permeabililtas, temperatur, kelembapan, pH, kandungan bakteri heterotrofik, dan sifat dari konstituen yang akan didegradasi. Bioventing merupakan salah satu cara remediasi yang pantas dipertimbangkan untuk memulihkan lahan tercemar di Indonesia.
Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Daftar Pustaka
Anoinm. 2010. Mencuci Lahan Tercemar dengan Kuman. [terhubung berkala] http://www.sinarharapan.co.id/berita/0205/22/ipt.html. (29 Mei 2012) Anonim. 2011. Remediasi Tanah. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. Ekosari. 2011. Bioremediasi. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. EPA (Environmental Protection Agency). 2004. How to Evaluate Alternative Cleanuup Technologies for Underground Storage Tank Sites. [terhubung berkala] www.epa.gov/oust/pubs/tums.htm. (29 Mei 2012) Prakasa, Bima. Teknik Bioremediasi. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November. Putra, Ridwan Satria. 2008. Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi oleh Bacillus sp. dan Klebsiella sp. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Setiawan, Budi Indra, dkk. 2011. Teknik Remediasi Tanah dan Air Tanah. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Wisconsin Department of Natural Resources (DNR). 1993. Guidance for Design, Installation, and Operation of Soil Venting Systems. Madison, WI: Emergency and Remedial Response Section, PUBL-SW185-93.

Jurnal Polusi Tanah dan Air Tanah ( 2012 ) Kelompok 8, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

You might also like