You are on page 1of 13

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.(1) Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia

antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.(1)

1.2.Tujuan Penulisan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami tentang dementia vaskular dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Penulisan Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat umum untuk lebih mengetahui dan memahami tentang dementia vaskular.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Menurut Kamus Dorland, demensia merupakan sindrom mental organik yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan perilaku, tetapi tidak mencakup gangguan yang disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi, atau gangguan fungsional mental lainnya. Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular.(2)

2.2. Epidemiologi Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia. Di negara-negara Barat, demensia vaskular (DVa) menduduki urutan kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular merupakan tipe demensia yang terbanyak.(3) Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % 20 % dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke.(4)

2.3. Etiologi Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multiple yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung.(1)

2.4. Klasifikasi dan Patogenesis 2.4.1 Infark multipel Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small step gait), forced laughing/crying, refleks Babinski dan inkontinensia. Computed

tomography imaging (CT scan) otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang disertai dilatasi ventrikel.(3,5)

2.4.2 Infark lakunar Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan

sensorik, transient ischaemic attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya lakunar terutama di daerah batang otak (pons).(3)

2.4.3 Infark tunggal di daerah strategis Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual,gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasial. Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus menghasilkan thalamic dementia.(3)

2.5. Gambaran Klinis Serangan terjadinya DVa terjadi secara mendadak, dengan didahului oleh transient ischemic attack (TIA) atau stroke, risiko terjadinya DVa 9 kali pada tahun pertama setelah serangan dan semakin menurun menjadi 2 kali selama 25 tahun kemudian.Adanya riwayat dari faktor risiko penyakit sebero vaskular harus disadari tentang kemungkinan terjadinya DVa. Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Gejala fokal

neurologik dapat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik dan hemianopsia. Kelainan neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif. Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion, apati, abulia, tidak adanya spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada } 50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada lesi yang melibatkan struktur temporoparietal.(6)

2.6. Faktor Resiko Secara umum faktor risiko DVa sama seperti faktor risiko stroke meliputi: usia, hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit arteri perifer, plak pada arteri karotis interna, alkohol, merokok, ras dan pendidikan rendah. Berbagai studi prospektif menunjukkan risiko vaskular seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko terjadinya DVa. Satu studi kohort pada tahun 2010 menunjukkan 21,123 perokok berat( lebih dari 2 bungkus per hari) pada usia pertengahan (mean 23 tahun) beresiko 100% untuk dementia, Alzeimer dan dementia vascular untuk dua dekad akan .(6)

2.7. Diagnosis Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama menegakkan diagnosis demensia, kedua mencari proses vaskular yang mendasari. Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu:(5-12) (i) diagnostic and statictical manual of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV), (ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III, (iii) international clasification of diseases (ICD-10), (iv) the state of California Alzheimers disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan (v) national

institute of neurological disorders and stroke and the association internationale pour la recherche et lenseignement en neurosciences (NINDSAIREN).

2.7.1 Diagnostik PPDGJ-III: a) Terdapatnya gejala demensia b) Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata ( mungkin terdapatnya hilan daya ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara relative tetap baik. c) Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular . Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT Scan atau pemeriksaan neuropatologis.

F01. Demensia Vaskuler Onset Akut Biasannya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis serebrovaskuler, embolisme atau pendarahan.

F01.1 Demensia Multi Infark Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.

F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal Focus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisferi serebral yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.

F01.3 Dementia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil pemeriksaan (termaasuk atopsi) atau keduannya.

F01.8 Dementia Vaskular Lainnya F01.9 Dementia Vaskuler YTT(7)

2.7.2 Diagnostik DSM IV :

A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik (1)Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) (2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ; (a) Afasia ( gangguan bahasa) (b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh) (c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh (d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan,

mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.

C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang

mengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium(8)

2.8 Pemeriksaan

Pencitraan

Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat dipastikan adanya perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran mirip dengan DVa, misalnya neoplasma. Laboratorium

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang mengakibatkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar glukosa, glycosylated Hb,tes serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan lain sebagainya yang dianggap perlu. Lain-lain

Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan atau angiografi.(4,5)

2.9. Terapi Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia

10

vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.

Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hatihati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. (1)

2.8.1 Terapi Psikososial Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam

11

kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat. Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.(1)

2.8.2 Farmakoterapi Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obat obatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif. (1)

12

BAB III KESIMPULAN

1. Dementia vaskular adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan perilaku yang penyebabnya adalah pembuluh darah serebral. 2. Dementia vaskular diklasifikasikan menjadi infark multipal, infark lakunar dan infark tunggal di daerah strategis. 3. Penyebab dementia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensi dan infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain ( misalnya katup jantung). 4. Diagnosis dementia vaskular ditegakkan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh PPDGJ III dan DSM IV. 5. Terapi dementia vaskular terutama adalah berupa antihipertensi,

antikoagulan, atau antiplatelet serta benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi .

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold I., Benjamin J. Sadock, Jack A. Grebb. 2010. KaplanSadock Sinopsis Psikitari Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara. 2. Dorlands Illustrated Medical Dictionary, 31st Edition : 492 3. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser Longo, Jameson, Loscalzo.Vascular Dementia on Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition: 2543-4 4. Abdul Gofir, Theodorus Aditya Anantha Kusuma. 2008. Dementia Vaskular. Diakses dari http://neurologyclinic.com 5. Kumar, Clark. 2005. Kumar & Clark Clinical Medicine Sixth Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders : 1213,55 6. Kannayiram Alagiakrishnan. 2012. Vascular Dementia. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/ 7. Rusdi Maslim.2001. Buku Saku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia-III : 24 8. American Psychiatric Association. 2004. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision (DSM-IV-TR). Washington DC: APA: 146

You might also like