You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ekologi manusia tentang Kelangkaan Beras dan Cara Mengatasinya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Heri Y. Hadikusumah atas materi ekologi pangan yang diberikannya serta bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami membahas mengenai permasalahan pangan di Indonesia khususnya mengenai Kelangkaan Beras di Indonesia. Mulai dari faktor yang menyebabkan kelangkaan beras di Negara agraris ini, hingga bagaimana solusi untuk mengatasi hal tersebut. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi beserta pembahasannya. Untuk itu sebagai mahasiswa yang masih memiliki keterbatasan kemampuan,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pe mbaca mengenai kelangkaan beras di Indonesia. Wassalam.

Jatinangor, 04 juni 2012

Kelompok I

Daftar Isi
Kata Pengantar....1 Daftar Isi....2 BAB I PENDAHULUAN...3 Latar Belakang.....3 Maksud dan Tujuan....5 Perumusan Masalah...5 Metode Pengambilan Data....5

BAB II ISI..6 Acuan yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi Indonesia...............................................6 Faktor Pendukung Kemajuan Pertanian Indonesia....7
Faktor yang mempengaruhi kelangkaan beras di Indonesia9 Referensi penanganan kelangkaan beras di Indonesia..11 Upaya Mengatasi Situasi Kelangkaan Beras Indonesia.14 Langkah yang ditempuh guna mengurangi konsumsi beras di Indonesia...15 BAB III PENUTUP..17 Simpulan.....17 Saran19 Daftar Pustaka20

BAB 1 PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Oleh karena itu untuk menjamin kelangsungan hidup manusia maka ketersediaan akan pangan sangat perlu diperhatikan. Indonesia merupakan Negara agraris serta memiliki banyak sekali Sumber Daya Alam yang melimpah. Jika dilihat seharusnya Indonesia bisa mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri. Namun pada kenyataannya produksi pangan Indonesia masih melakukan impor pangan dari Negara lain karena produksi pangannya dianggap belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan. Bahkan Indonesia yang notabene dianggap sebagai Negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia harus melakukan impor beras dari Negara-negara lain untuk bisa mencukupi kebutuhan beras masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor sebanyak 1,57 juta ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta. Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya. Jika dilihat dari data BPS, sebenarnya Indonesia tidak perlu melakukan impor beras dari negara lain karena berdasarkan data BPS 2011, produksi beras di Indonesia masih surplus sebanyak 3-4 juta ton. Namun dengan surplus sebesar itu kenapa pemerintah masih merasa memerlukan impor beras dari negara lain? Hal ini mungkin disebabkan karena masih terdapat banyak masyarakat Indonesia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka akan beras.

Daerah sebagai lumbung padi tidak menjamin bahwa di daerah tersebut tidak terjadi krisis beras. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah ketersediaan beras yang ada bukanlah berasal dari sistem produksinya melainkan sistem distribusi pangannya. Produksi beras mencukupi namun banyak masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya berarti masalahnya ada pada ketersediaan pangan di masyarakat pada tingkat keluarga.

Penyebab dari masalah ketersediaan beras di tingkat keluarga adalah masyarakat tidak bisa membeli beras karena tidak tersedianya beras di daerah mereka sehingga terjadi kelangkaan beras di daerah tersebut. Hal ini bisa disebabkan karena masalah distribusi beras yang tidak dapat menjangkau daerah-daerah tersebut. Apabila terjadi proses distribusi beras yang tidak merata maka beras yang telah diproduksi tidak akan dapat mencapai keluarga dan mengakibatkan kebutuhan keluarga akan beras tidak terpenuhi. Masalah distribusi yang umum terjadi misalnya kesulitan akses pendistribusian beras karena transportasi yang tidak memadai atau akses jalan yang sulit untuk dilewati sehingga distribusi beras di daerah-daerah tersebut tidakmerata. Penyebab lain dari tidak tersedianya beras di tingkat keluarga yaitu karena daya beli keluarga yang rendah. Hal ini mengarah kepada pendapatan keluarga yang rendah sehingga keluarga tersebut tidak mampu membeli beras untuk mencukupi kebutuhannya. Meskipun tersedia beras yang melimpah namun apabila masyarakat tidak mampu membelinya maka akan terjadi krisis pangan di keluarga tersebut. Terlebih lagi jika terdapat mafia beras yang secara sengaja menimbun beras sehingga terjadi kelangkaan beras agar bisa menjual beras dengan harga yang lebih mahal. Hal ini tentunya akan semakin menambah beban pada keluarga yang kurang mampu dan dapat dikatakan tidak mampu membeli beras.

Oleh karena itu impor beras dari negara lain bukanlah jawaban yang tepat untuk mengatasi masalah kelangkaan beras di masyarakat. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut yang perlu dilakukan adalah memperbaiki sistem distribusi beras sehingga distribusi beras bagi msyarakat Indonesia bisa merata dan meningkatkan pendapatan keluarga agar keluarga tersebut bisa mencukupi kebutuhan mereka akan beras serta memberantas mafia beras yang beraksi di masyarakat agar tidak menyulitkan masyarakat dalm membeli beras. Solusi lain adalah program RASKIN (Beras Miskin) dengan memberikan subsidi beras pada masyarakat

yang saat ini sudah dilaksanakan. Namun ada hambatan pada program ini di mana ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum nakal untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan raskin tersebut. Karena itu pemerintah perlu mengatasi oknumoknum tersebut agar masyarakat yang tidak mampu bisa menikmati raskin tanpa harus mengalami kesulitan. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar permasalahan kelangkaan beras di Indonesia dapat diatasi dengan mencari solusi dan mengetahui poenyebab penyebab permasalahan tersebut. PERUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam makalah ini khususnya membahas masalah kelangkaan beras dan hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. METODE PENGUMPULAN DATA Data untuk makalah ini dikumpulkan dari berbagai sumber, baik dari internet ataupun buku sehingga data yang dihasilkan bervariasi dan akan menghasilkan informasi yang berbeda beda dan juga berisi opini dari para ahli atau pakar dibidangnya yang akan menghasilkan solusi konkret untuk mengatrasi kelangkaan beras di Indonesia.

BAB II ISI
2.1 Acuan yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi Indonesia
Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit dikendalikan. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerluan biaya dan teknologi yang tinggi. Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi pertanian. Karena sifatnya yang dinamis, beragam dan terbuka, pendekatan terhadap cuaca/iklim agar lebih berdaya guna dalam bidang pertanian , diperlukan suatu pemahaman yang lebih akurat teradap karakteristik iklim melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antar instasi pengelola dan pengguna data iklim demi menunjang pembangunan pertanian secara keseluruhan. Menyimak pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang semakin rawannya ketersediaan pangan di Indonesia tentunya sangat memprihatinkan. Pengaruh kegagalan panen, bangkrutnya petani dan harga pangan yang makin meningkat dapat meruntuhkan prospek pertumbuhan ekonomi. Kondisi dimana harga bahan pangan dan komoditi lain yang tinggi tentu saja berakibat pada peningkatan inflasi. Semakin rawannya ketahanan pangan di Indonesia merupakan akibat semakin menurunnya luas lahan pertanian dan produktivitas lahan yang tidak mungkin ditingkatkan. Artinya beberapa upaya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian sudah tidak ekonomis lagi. Peningkatan kebutuhan terhadap produksi pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk di satu sisi, dan semakin terbatasnya jumlah sumber daya pertanian disisi lain, menuntut perlunya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian, terutama lahan dan air. Oleh sebab itu, sistem usahatani yang selama ini lebih berorientasi komoditas (commodity oriented)

harus beralih kepada sistem usahatani yang berbasis sumber daya (commodity base), seperti halnya sistem usahatani agribisnis. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.

2.2 Faktor Pendukung Kemajuan Pertanian Indonesia


Pertanian merupakan bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alatalat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris. Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia. Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak perubahan iklim dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini. Profesor Clifford Geertz, seorang tokoh antropologi dunia asal Amerika Serikat, mencoba mendefinisikan perkembangan pertanian Indonesia dalam sebuah involusi pertanian. Geertz telah menangkap pertumbuhan negatif disektor pertanian di Indonesia akan terjadi ditandai dengan stagnasi faktor-faktor pendukung utama pembangunan pertanian seperti: Stagnasi produktivitas pertanian, kesejahteraan petani rendah, stagnasi perkembangan pertanian, stagnasi riset pertanian, stagnasi institusi pertanian, stagnasi sistem penyuluhan pertanian, stagnasi lembaga penelitian pertanian dan stagnasi birokrasi pertanian. Indikatorindikator ini dapat dengan jelas kita lihat pada anatomi pertumbuhan sektor pertanian kita. Oleh karena itu, dalam hal pengembangan sector pertanian sebagai sumber utama kehidupan rakyat Indonesia diperlukan beberapa kebijakan, yang jelas dapat membantu para petani khususnya dalam peningkatan dan pembangunan pertanian. Baik itu dari pihak pemerintah, swasta, maupun lembaga-lembaga terkait. Kebijakan yang terbentuk guna

menciptakan pembangunan pertanian dengan memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah ruah yang kita miliki demi kemakmuran rakyat. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan kepadanya serta menjamin bahwa pembangunan menyeluruh itu (overall development) akan benar benar bersifat umum, dan mencakup penduduk yang hidup dari bertani yang jumlahnya besar dan dalam beberapa tahun mendatang, diberbagai negara, akan terus hidup dari bertani. Lima faktor utama (mutlak) yaitu faktor-fakor harus ada supaya pembangunan pertanian dapat berlangsung, yang terdiri dari : (a) faktor pasar, yang dapat disamakan dengan faktor adanya kebutuhan (b) faktor teknologi, yang berkembang yang dapat disamakan dengan keahlian (c) faktor tersedianya alat-alat dan bahan-bahan pertanian yang dapat disamakan dengan modal (d) faktor insentif yang dapat mempengaruhi kesediaan petani (e) faktor transportasi yang dapat disamakan dengan faktor modal (Hadisapoetro, 1973). Dunia pertanian Indonesia perlu sedikitnya 4 faktor pendukung utama untuk kemajuan pertanian Indonesia yang harus saling sinergis satu sama lainnya, yaitu: 1. Pemerintah 2. Balai Pendidikan/Penelitian 3. Investor/pemodal 4. Petani

Keempat faktor diatas harus saling sinergis dan menyamakan persepsi dan harus saling mendukung.Pemerintah sebagai pemegang kebijakan melindungi investor dalam hal keamanan bagi pemodal/investor dan menjamin adanya kestabilan harga. Balai pendidikan/balai penelitian mengaplikasikan hasil-hasil penelitian di tingkat petani, jangan hanya dibukukan dan disimpan di perpustakaan hasil-hasil teknologi yang bisa diterapkan.

Investor sebagai pemegang modal membiayai petani dan diberikan jaminan keamanan dari pemerintah sementara petani adalah sebagai pelaku utama di lapangan yang didukung oleh faktor- faktor lainnya.

2.3 Faktor yang mempengaruhi kelangkaan beras di Indonesia


Laju pertambahan penduduk Indonesia yang tidak seimbang dengan luas lahan yang semakin menyempit membuat masyarakat dilanda kekhawatiran akan kekurangan pangan.

Artinya, ada pertambahan penduduk pemakan nasi sekitar tiga juta jiwa lebih per tahun.
Kekhawatiran ini juga menimpa para petani yang tak jarang mengalami gagal panen akibat serangan hama dan cuaca tak menentu. Kegagalan panen berimbas pada kelangkaan dan meningkatnya harga jual beras. Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan berbagai unsur iklim. Namun dalam kenyataannya, iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan kurang selarasnya sistem usahatani dengan iklim akibat kurang mampunya kita dalam memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi resiko dan sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, sering tingkat hasil dan mutu produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan gagal sama sekali. Sesuai dengan karakteristik dan kompleksnya faktor iklim, maka kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memodifikasi dan mengendalikan iklim sangat terbatas. Oleh sebab itu pendekatan yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya iklim adalah menyesuaikan sistem usahatani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data. Iklim yang tidak mendukung dapat mengakibatkan kelangkaan beras di Indonesia.

Selain itu Penimbunan beras bukanlah hal yang asing di Indonesia. Biasanya penimbunan dilakukan ketika Regulasi yang mengatur penimbunan komoditas pangan masih lemah dan pemerintah juga akan kesulitan melakukan identifikasi pelanggaran. Bila para pedagang yang memiliki gudang dengan kapasitas besar membuat alasan bahwa beras yang mereka timbun adalah sebagai konsekuensi komitmen penyediaan stok beras karena sudah terikat kontrak-kontrak distribusi. Penimbunan beras ini juga merupakan salah satu faktor terjadinya kelangkaan beras di Indonesia. Untuk mengatasi penimbunan beras, aparat kepolisian harus melakukan operasi ke gudang pedagang atau pengusaha beras yang diindikasikan menimbun. Jika ada indikasi kuat menimbun, pelaku bisa diproses secara hukum. Bulog juga diminta memaksimalkan pembelian gabah dan beras dari petani, agar daya serap hasil panen lebih optimal. Tidak hanya itu, pada saat musim kemarau pemerintah dan masyarakat biasanya dihadapkan pada kelangkaan beras di pasar. Sebab sawah yang biasa berproduksi menggunakan irigasi teknis kekurangan pasokan air dan mengering. Akibatnya volume panen gabah kering berkurang, maka dampaknya kelangkaan beras di pasar kemungkinan terjadi. Kelangkaan beras tersebut sebenarnya tidak usah terjadi seandainya PT Bulog dapat bekerja dengan baik. Tugas berat PT Bulog ini di antaranya tetap tersedianya beras sepanjang waktu dalam upaya swasembada pangan dan ketahanan pangan. PT Bulog menyimpan beras dalam bentuk gudang untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat dan pemerintah akan merasa tenang dan nyaman apabila stok beras memadai untuk masa panen berikutnya. Masalah utama yang menyebabkan terjadinya kelangkaan pangan adalah

ketergantungan bangsa kita terhadap padi (beras). Konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2004 adalah 136 kg, di tahun 2010 meningkat menjadi 139 kg dan terbesar di dunia. Besarnya konsumsi beras masyarakat Indonesia per kapita per tahun menyebabkan setiap tahunnya pemerintah harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Hal tersebut akan terus meningkat dan selalu menjadi masalah klasik yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, potensi kearifan lokal yang telah diterapkan dan dibuktikan oleh orang-orang Indonesia terdahulu harus bisa diterapkan pada masyarakat sekarang. Masyarakat Indonesia harus sadar bahwa tanpa beras kita masih bisa hidup dan

10

memenuhi kebutuhan karbohidrat. Bahkan bahan pangan lain, contohnya ubi jalar merah mengandung karbohidrat yang tinggi dan vitamin A mencapai 2310 mcg. Pemerintah harus serius dalam menangani hal ini, sedikit demi sedikit pola konsumsi masyarakat Indonesia harus bisa dialihkan. 2.4 Referensi penanganan kelangkaan beras di Indonesia Indonesia adalah negeri yang diberi karunia sangat besar oleh sang Pencipta. Kekayaan alam yang melimpah merupakan salahsatu aset yang tak ternilai harganya. Oleh karena itulah Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris. Di negeri inilah lahan tersubur serta cocok untuk ditanami berbagai macam tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan pangan. Dengan kondisi tanah yang subur dan iklim yang baik seharusnya dapat menjamin ketersediaan pangan yang cukup untuk semua warga negaranya. Namun pada kenyataannya kekayaan alam yang melimpah di negeri Agraris ini belum dapat menjamin keseahteraan dan kemerataan di Indonesia. Kerap terjadi kelangkaan bahan pangan di Indonesia. Hal yang sangat ironis, mengingat Indonesia adalah salahsatu lumbungnya bahan pangan di dunia. Banyak faktor yang menyebabkan kelangkaan pangan ini, dan semuanya saling terkait. Namun, masalah yang bikin geleng-geleng kepala ini bukan berarti tidak ada solusinya. Salahsatu solusi untuk terlepas dari keadaan ini adalah dengan menerapkan kearifan lokal yang sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Jika mendengar cerita dari orangtua terutama nenek dan kakek kita, dahulu jarang sekali terjadi kasus-kasus seperti kelaparan; gizi buruk; terutama kelangkaan bahan pangan tertentu. Semua itu karena masyarakat Indonesia memiliki kearifan lokal yang selalu dipegang teguh. Kearifan lokal tersebut termasuk dalam hal bercocok tanam. Dahulu, tidak ada istilah intensifikasi dan spesifikasi lahan untuk menanam bahan pangan tertentu, seperti yang terjadi saat ini, contohnya fokus utama yang ditanam adalah padi. Kelemahan dari spesifikasi penanaman tertentu (padi) ini meyebabkan ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu (padi). Sehingga ketika produksi padi di negeri ini menurun, maka hal tersebut menjadi indikator bahwa terjadi kelangkaan pangan di Indonesia. Nenek moyang kita telah memberikan contoh untuk menghindari kelangkaan bahan pangan. Mereka tidak hanya menanam padi, tetapi juga bahan pangan lainnya seperti

11

singkong; ubi; gadung; talas dan sebagainya. Sehingga ketika terjadi kelangkaan pada bahan pokok, masih ada. MiIsalnya Suku Baduy yang terletak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mereka memiliki gaya hidup yang unik, yaitu menolak pola hidup modern. Kita menyebutnya bergaya hidup tradisional. Di balik kehidupan tradisional Suku Baduy mereka memiliki ketahanan pangan yang masuk dalam kategori swasembada pangan. Dalam musim kemarau pada Suku Baduy tidak terdengar berita busung lapar, rawan pangan, rawan daya beli, kelangkaan beras, kelangkaan pupuk, dan seabrek masalah sosial yang dihadapi masyarakat modern. Apakah kita pantas menyebutnya masyarakat trasional atau masyarakat tertinggal? Sedangkan yang mengaku masyarakat modern tidak mampu mengatasi masalah sosial yang mendera kehidupan sehari-hari. Untuk mengatasi kelangkaan beras (rawan pangan) masyarakat Baduy membangun lumbung, mereka menyebutnya leuit . Ada dua jenis leuit, yaitu lenggang dan gugudangan. Lenggang memiliki kaki lebih panjang dari pada gugudangan. Lenggang banyak terdapat pada Suku Baduy Dalam. Di antara kaki-kaki dan bangunan lenggang terdapat papan bundar yang berfungsi sebagai penangkal tikus . hingga 3.000 ikat padi. Dalam satu lumbung diperkirakan dapat menampung Satu ikat rata-rata setara 5 kg.

Kepemilikan lumbung dibedakan menjadi dua macam, yaitu lumbung bersama dan lumbung keluarga. Gabah yang dihasilkan dari menanam bersama disimpan dalam lumbung bersama. Gabah ini digunakan untuk keperluan adat. Sedangkan lumbung keluarga merupakan milik keluarga tertentu yang diisi gabah dari hasil bertani masing-masing penduduk. Kearifan lokal masyarakat Baduy terhadap padi yaitu padi dilarang diperjualbelikan. Padi boleh keluar dari lumbung bila diperlukan untuk keperluan memasak dan menolong yang kekurangan pangan. Penduduk Baduy lebih senang menolong dalam arti memberi gabah kepada orang lain daripada menjadi pihak yang ditolong. Dalam masyarakat ekonomi pasar (modern), relasi orang dengan pangan diatur melalui jual beli. Sedangkan dalam masyarakat Baduy diatur melalui kearifan lokal berupa hubungan

12

emosional yang didasarkan pada aturan adat yang diatur oleh kepala adat. Lumbung padi menjadi simbol kesejahteraan suatu kawasan masyarakat tradisional Baduy. Sedangkan pada masyarakat modern gudang menjadi alat ekonomi untuk menjaga stabilitas harga. Sedangkan pemilik lumbung dikendalikan oleh kepala adat. Lumbung dan gudang menjadi simbol lembaga ketahanan pangan. Lembaga yang mengurus pangan adalah PT Bulog. Sayang PT Bulog pada saat sekarang baru dalam tahap penanganan beras. Padahal dulu kita mengenal Madura dengan jagungnya, atau Maluku dan Papua dengan sagunya. Akibatnya, kesadaran untuk memanfaatkan komoditas pangan lokal mulai memudar sejak beras dijadikan komoditas politik, sejak beras dicitrakan sebagai satu-satunya makanan terlayak bagi rakyat Indonesia. Solusi harus dicari agar ketergantungan pada makan beras dialihkan kepada sumber karbohidrat lain. Untuk solusi ini sebenarnya sudah dikeluarkan Inpres No. 20/1979 tentang Penganekaragaman Menu Makanan Rakyat. Tapi kenyataannya konsumsi beras Indonesia masih pada angka 130 kg per kapita setiap tahun. Bila dibandingkan dengan Jepang yang sama pemakan nasi, konsumsi berasnya 60 kg per kapita tiap tahun. Kesadaran harus muncul bahwa 250 juta penduduk Indonesia hampir semuanya pemakan nasi. Jika beras impor menjadi andalan kebutuhan pangan, maka jika terjadi fluktuasi di pasar beras internasional akan memunculkan masalah serius, yaitu sekarang sedang mengalami harga beras di atas harga bensin yang menembus angka lebih dari Rp 6.000 per kg. Jepang berhasil memanfaatkan potensi tanaman lain, terutama umbi-umbian, seperti ubi jalar dan talas. Komoditas pengganti beras disesuaikan dengan kondisi geografisnya, misalnya di Kagoshima yang cocok untuk budi daya adalah ubi jalar. Dorongan pemerintah sangat kuat, akibatnya Kagosihma diberi julukan Kerajaan Ubi Jalar. Sebenarnya Kabupaten Sumedang sudah membudidayakan ubi Cilembu yang banyak diminati berbagai kalangan masyarakat, begitu juga daerah Bogor sudah sejak lama terkenal dengan talas Bogor-nya. Bahkan sekarang kita mengenal tanaman sukun yang dapat diolah menjadi penganan keripik. Bahkan sukun bila dikukus hasilnya lebih enak bila dibandingkan

13

dengan ketela pohon. Ketiga jenis komoditas ini dapat dijadikan alternatif pengganti beras yang kaya dengan karbohidrat. 2.5 Upaya Mengatasi Situasi Kelangkaan Beras Indonesia Berkaca pada masyarakat Baduy yang notabene masyarakat tradisional tapi mampu berswasembada pangan, dan kepada Jepang yang notabene masyarakat modern yang didukung dengan SDM yang kuat, meski lahan pertaniannya sempit, dengan kekuatan SDMnya mampu mengembangkan sumber pangan tidak hanya bergantung kepada beras, dan berhasil berswasembada pangan. Sebenarnya tidak sulit mengembalikan kejayaan pangan lokal. Hanya diperlukan perhatian dan dukungan dari pemerintah serta jalinan kerja sama denga petani. Pemerintah Jepang memberi dukungan berupa bantuan teknologi pasca panen, penyediaan bibit berkualitas, pengembangan teknologi pengolahan pangan, penyediaan infrastruktur gudang, penjaminan pasar sampai kepada promosi (pameran). Potensi ketersediaan pangan lokal sangat melimpah. Misalnya umbi-umbian. Tidak seperti beras, umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik di hampir seluruh wilayah Indonesia, bahkan dapat ditanam di lantai hutan sebagai tanaman sela. Sebagai gambaran jika satu persen lantai hutan Indonesia ditanami ubi kayu segar berpotensi menghasilkan 20 juta ton ubi kayu segar atau setara 7 juta ton tepung ubi kayu. Biaya investasi untuk mengembangkan lahan sehingga siap ditanami umbi-umbian, jauh lebih kecil dibandingkan dengan investasi pembukaan lahan untuk padi. Umbi-umbian agar menarik untuk dikonsumsi dan sekaligus sebagai pengganti beras diolah menjadi tepung dengan pertimbangan: Pertama, tepung merupakan produk yang praktis dari sisi penggunaannya. Tepung dapat diproses menjadi makanan instan atau sebagai bahan baku produk pangan lain. Kedua, teknologi pengolahan tepung sangat mudah dikuasai dengan biaya murah. Dampaknya, para pelaku usaha kecil menengah dapat terlibat di dalamnya. Ketiga, tepung mudah diformulasi dengan nutrisi yang diperlukan, dan keempat, masyarakat telah terbiasa mengkonsumsi makanan yang bahan bakunya berasal dari tepung.

14

Untuk itu pemerintah harus mulai menggiatkan penanaman dan produksi pangan non beras atau padi, dan menanam tanaman pangan yang sesuai dengan keadaan wilayah masingmasing, alternatif sebagai penggantinya dan tidak terjadi ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu. Misalkan, ketika stok beras habis, mereka tidak ambil pusing. Masih ada singkong yang bisa diolah menjadi gaplek dan nantinya menjadi nasi gaplek serta bahan pangan lainnya yang bisa diolah lagi. Dengan bervariasinya bahan pangan tersebut, menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi lebih kreatif. Buktinya, nenek moyang kita mewariskan berbagai jenis penganan lezat dari bahan yang berbeda. Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam makanan khasmenanam sagu; jagung di Indonesia bagian Timur. Kemudian, menanam ubi; singkong; gadung; talas di Indonesia bagian Barat khususnya Jawa. Dengan ini masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan sebagai alternatif makanan pokok, sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan pangan. Saatnya sekarang kita memilih apakah mempertahankan swasembada beras di tengah semakin menyusutnya lahan persawahan karena berbagai rorongrongan kebutuhan manusia yang sulit dikendalikan atau membudidayakan karbohidrat dari umbi-umbian yang lahannya masih terhampar di seluruh wilayah Indonesia. 2.6 Langkah yang ditempuh guna mengurangi konsumsi beras di Indonesia Langkah pertama yang patut dilakukan adalah diversifikasi produksi dan ketersediaan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan bisa tercapai jika tersedia pangan yang juga beraneka ragam. Ketersediaan aneka jenis bahan pangan baik berupa sumber enersi maupun sumber gizi lainnya seperti protein, lemak, vitamin dan mineral, dalam bentuk bahan mentah atau olahan akan menjamin terpenuhinya kebutuhan konsumsi pangan secara berkelanjutan. Selama ini ada anggapan keliru bahwa diversifikasi hanya diartikan dari perspektif substitusi makanan pokok beras. dengan berbagai umbi-umbian, atau sumber karbohidrat lainnya. Diversifikasi sejatinya mencakup pangan secara keseluruhan baik bagi golongan sumber karbohidrat maupun pangan sumber zat gizi lainnya. Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat. Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan diversifikasi adalah kemiskinan. Dengan penghasilan di bawah dua dolar AS per hari kemampuan sekitar 109 juta penduduk Indonesia yang tergolong miskin masih amat terbatas melakukan diversifikasi konsumsi pangan.

15

Akhirnya mereka tetap tergantung pada beras OP (raskin) yang disediakan pemerintah sehingga susah beralih ke makanan alternatif berbasis lokal. Karena itu, pemerintah harus menciptakan lapangan kerja dan mendukung gerakan antikorupsi yang kini digagasi berbagai kelompok masyarakat. Ketiga, melakukan pengembangan teknologi pengolahan pangan. Beranekaragamnya pangan yang tersedia terutama ditentukan oleh produksi pangan dan perkembangan teknologi pengolahan pangan, yang dapat menghasilkan berbagai produk pangan olahan berbasis padipadian, umbi-umbian, hasil ternak, ikan, buah dan sayur dan hasil pangan lainnya dengan mutu terjamin. Jika program ini diikuti pelatihan bagi perempuan sehingga mereka mampu berimprovisasi di bidang pengolahan produk pangan lokal akan dapat mengatrol kesejahteraan mereka karena keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan menjual pangan nonolahan. Dari perspektif gizi, diversifikasi konsumsi pangan memiliki mutu gizi yang lebih berimbang dibandingkan mutu masing-masing pangan penyusunnya.

16

BAB III PENUTUP


SIMPULAN
Negara kita Indonesia adalah negara yang agraris, tapi selalu kekurangan beras yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, Sehinggga pemerintah mengimport beras dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Kalau hal ini terus berlangsung maka akan semakin merusak stabilitas ekonomi yang tentunya dapat memicu ketidak stabilan politik Kalau kita amati tampaknya ada permainan oleh para elite politik,pejabat tinggi negara dan pelaku ekonomi dengan melakukan KKN dan membuat issue kelangkaan beras. Sebagai negara yang agraris mestinya Indonesia bisa mandiri tidak tergantung dengan luar negeri, dulu Indonesia adalah pengeksport beras dan sempat terhenti sebagai pengimport beras selama dua tahun, pada tahun 2008 dan 2009 dan tahun 2010 pemerintah mengimport beras kembali sebanyak 1,2 juta ton ,menurut perkiraan tahun 2011 pemerintah akan mengimport beras sebanyak 1,75 ton. Untuk menjaga harga beras agar tetap stabil di awasi oleh sebuah lembaga yang bernama BULOG adapun tugas BULOG ini mengawasi cadangan beras dan melakukan operasi pasar jika di perlukan, tapi dalam realitanya harga beras tetap tidak stabil di pasaran. Sudah menjadi rahasia umum Indonesia mengeksport beras ke luar negeri (negara tertentu) lalu membelinya kembali dan di import balik ke Indonesia. Politik ekonomi yang strategis tapi merugikan rakyat banyak,petani. Nasib para petani semakin terpuruk dengan adanya pemerintah mengimport beras maka harga gabah dan beras local menjadi anjlok akan tetapi harga pupuk bertambah mahal.

17

BULOG mematok harga di bawah pasaran dengan harga yang di tetapkan BULOG Rp.5.060/kg ,jika di bandingkan dengan biaya produksi maka produsen lebih memilih untuk berhenti berproduksi dan akibatnya stock beras BULOG menjadi kosong. Masalah kelangkaan beras sangat rawan karena bisa membuat rakyat menjadi marah dan pada suatu saat nanti akan bisa terjadi gejolak politik, apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah langkah yang memihak pada rakyat. Dengan berbagai alasannya pemerintah tetap mengimport beras, hal yang tidak masuk akal, karena pada bulan april s/d mei 2011 ini adalah masa panen raya padi, jadi pemerintah telah mengambil langkah keliru dan terlihat nyata adanya KKN.Tidak adanya daya beli sebagian masyarakat sebagai akibat masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kita kembalikan lagi hal pada hati nurani para pemimpin negeri ini di manakah rasa nasionalismenya. Pertambahan penduduk pemakan nasi sekitar tiga juta jiwa lebih per tahun yang membutuhkan beras sebanyak 420.000 ton per tahun. Sementara produksi padi tahun 2006 hanya naik 1,11 persen. Kedua,pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya tak dapat ditunda-tunda sehingga permasalahan pangan harus ditempatkan pada topik sentral dalam pembangunan nasional. Namun, kenyataannya belum terjadi perubahan fundamental baik pada aras kebijakan, visi maupun paradigma dalam menangani persoalan ketahanan pangan ke arah yang lebih baik. Kegagalan mempertahankan swasembada 1984 padahal dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk melangkah ke arah peningkatan produksi pangan dalam arti luas guna memenuhi kebutuhan warga. Jika setiap ada gejolak kelangkaan beras, pemerintah selalu menggelar OP, maka politik nasi tetap dipakai sebagai kenderaan politik untuk melanggengkan kekuasaan yang berimplikasi hilangnya komitmen mewujudkan diversifikasi pangan. Untuk itu pemerintah harus mulai menggiatkan penanaman dan produksi pangan non beras atau padi, dan menanam tanaman pangan yang sesuai dengan keadaan wilayah masingmasing, alternatif sebagai penggantinya dan tidak terjadi ketergantungan terhadap bahan

18

pangan tertentu. Misalkan, ketika stok beras habis, mereka tidak ambil pusing. Masih ada singkong yang bisa diolah menjadi gaplek dan nantinya menjadi nasi gaplek serta bahan pangan lainnya yang bisa diolah lagi. Dengan bervariasinya bahan pangan tersebut, menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi lebih kreatif. Buktinya, nenek moyang kita mewariskan berbagai jenis penganan lezat dari bahan yang berbeda. Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam makanan khasmenanam sagu; jagung di Indonesia bagian Timur. Kemudian, menanam ubi; singkong; gadung; talas di Indonesia bagian Barat khususnya Jawa. Dengan ini masyarakat Indonesia memiliki banyak pilihan sebagai alternatif makanan pokok, sehingga tidak terjadi lagi kelangkaan pangan. Saatnya sekarang kita memilih apakah mempertahankan swasembada beras di tengah semakin menyusutnya lahan persawahan karena berbagai rorongrongan kebutuhan manusia yang sulit dikendalikan atau membudidayakan karbohidrat dari umbi-umbian yang lahannya masih terhampar di seluruh wilayah Indonesia.

Saran
Banyak faktor yang menyebabkan kelangkaan beras di Negara Agraris kita ini,dengan pembahasan di atas terdapat berbagai caara mengatasi kelangkaan beras,yaitu mengatasi beras dengan makanan lainnya,memasak beras secukupnya saja,pengurangan impor beras,pendistribusian beras yang merata ke setiap daerah,penyediaan bibit unggul beras yang harganya terjangkau untuk petani ,pemberian pupuk yang harganya terjangkau untuk petani,memberikan pinjaman modal untuk petani untuk meningkatkan produksi

berasnya,membeli beras petani dengan harga yang pantas, agar petani tidak rugi, sehingga petani dan menyelesaikan permsalahan penimbunan beras.

19

Daftar pustaka
Nikmatullah, Dewangga. 1995. Konstribusi PPL terhadap keefektifan Kelompok Tani Dalam kegiatan Penyuluhan Pertanian Di Rawa Sragi Lampung Selatan. JSE Vol 1, No 1 Juni 1995. Arintadisastra. 2001. Membangun Pertanian Modern. Yayasan sinar Tani. Jakarta. Mosher, A.T. 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna, Jakarta

file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/.htm http://uptd-jayakerta.blogspot.com/2009/06/faktor-pendukung-kemajuanpertanian.html file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/1331.htm file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/manipulasi-beras-919.htm file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/Padi_Hibrida_Solusi_Beras_Indonesia_matane ws.com.htm file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/Upaya.ilearningbydoing.htm file:///C:/Users/UsrX/Desktop/ekman/article_detail.php.htm

20

You might also like