You are on page 1of 49

Dalam bidang perikanan, kebutuhan adanya penerapan teknologi sangat dinantikan, mengingat adanya penangkapan ikan yang melebihi

potensi lestari (over fishing), banyaknya terumbu karang yang rusak dan dengan adanya

peningkatan konsumsi ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono mengakui adanyakebutuhan penerapan teknologi, tetapi ia juga mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu:akuakultur, pemanfaatan produksi alam dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomitinggi. Pengembangan bioteknologi di bidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi, rekayasakromosom dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan. http://www.scribd.com/farichialaudin/d/79195097-Dampak-Positif-Mikroorganisme-BagiLingkungan

Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok,yaitu: akuakultur, pemanfaatan produksi alam dan prosesing bahan makanan yang bernilaiekonomi tinggi. Pengembangan bioteknologi di bidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi,rekayasa kromosom dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkanuntuk menyediakan benih dan induk ikan.Pada akuakultur, program peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan denganmenggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik dan bioremediasi. Vaksin dapat memacuproduksi antibiotik spesifik dan hanya efektif untuk mencegah satu patogen tertentu.Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non spesifik, misalnyalipopolysaccharide dan B-glucan yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia.Probiotik diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagaipenyeimbang mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan.Pada tahun 1980 penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gentertentu kepada organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalamteknik ini, gen asing hasil isolasi diinjeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksigalur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalampembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur,2) identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi, dan 3)keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.

http://www.scribd.com/doc/87337503/TUGAS-IAD-KEL1
Enzim yang dihasilkan dari bakteri laut merupakan bahan penting dalam bioteknologi karena sifatnya yang sangat spesifik dan jarang ditemukan pada daerah darat. Beberapa merupakan organisme yang resisten terhadap garam yang merupakan hal yang sangat spesifik diperlukan dalam proses industri. Sebagai contoh enzim protease ekstraseluler yang merupakan bahan penting dan dapat digunakan dalam industri deterjen dan industri bahan pembersih seperti pada pencucian membran reverse-osmosis. Jenis bakteri Vibrio spp., yang dikenal sebagai salah satu penyebab penyakit pada ikan dan udang ternyata menghasilkan berbagai macam enzim

protease ekstraseluler. Vibrio alginolyticus, menghasilkan 6 jenis protease, termasuk di dalamnya enzim yang tidak umum yaitu enzim yang tahan terhadap deterjen dan enzim alkaline serine exoprotease. Bakteri ini juga menghasilkan collagenase, yaitu suatu jenis enzim yang dapat diaplikasikan dalam berbagai industri dan penerapan komersial, termasuk di dalamnya kemampuan dalam mendispersi sel-sel dalam kultur jaringan. Alteromonasspp, yang diisolasi dari laut juga dilaporkan beberapa jenis di antaranya mampu menghasilkan enzim protease yang memiliki kemampuan dalam proses penghambatan pertumbuhan beberapa jenis bakteri lainnya. Bahan inhibitor yang diidentifikasi ternyata mengandung dua bahan penting yaitu marinostatin yang dibangun dari 12 sampai 14 asam-asam amino, sedangkan bahan lainnya dikenal sebagai monostatin yang dibangun dari glycoprotein (Imada, 2000). Enzim alkaline serine protease yang termasuk dalam famili subtilisin juga ditemukan di beberapa jenis bakteri laut, antara lain pada bakteri laut psychrophilic yang hidup di laut dengan suhu rendah/dingin (Alfredsson, et al., 1995).

http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/20/peran-bioteknologi-molekuler-dalampembangunan-bidang-perikanan-dan-kelautan-indonesia/ Potensi Sumberdaya Laut Indonesia yang memiliki panjang pantai 81.000 km; 17.508 pulau; dan luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2 wilayah laut/perairan, dihuni oleh kekayaan biota perairan yang besar, berupa lebih dari 2.000 jenis ikan; 850 jenis sponge, 910 jenis koral dan 4.500 jenis ikan karang atau 20% jenis ikan dunia (Subiyanto dan Djohani, 2000), merupakan wilayah pusat kekayaan biodiversitas dunia. Sebagai negara dengan marine biodiversity terbesar di dunia (Allen, 2003), Indonesia memiliki potensi Industri bioteknologi kelautan terbesar di dunia. Potensi nilai ekonomi industri bioteknologi kelautan sangatlah besar yaitu sekitar 4 kali lebih besar dari industri semikonduktor (Information Technology) dunia pada tahun 2002 (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries, Republic of Korea, 2002).). Bioteknologi dan Perkembangannya Bioteknologi merupakan pemanfaatan prinsipprinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Bioteknologi merupakan .cabang ilmu biologi yang relatif baru dibanding disiplin ilmu lainnya, meski demikian bidang ini mampu berkembang pesat seiring ditemukannya teknik dan peralatan modern seperti (PCR) Polymerase Chain Reaction, Sequencer, dan Microarray serta berbagai peralatan lain yang berukuran nano. Dalam perkembangannya, bioteknologi diterapkan pada berbagai bidang kehidupan seperti lingkungan, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan, farmasi dan kedokteran yang terkait dengan upaya pemanfaatan sumberdaya hayati. Berkembangnya bioteknologi membuka peluang besar dalam transfer gen tanpa batas, baik antarspesies maupun antar famili bahkan antar kelompok takson yang lebih jauh. Para ahli biologi (dan disiplin ilmu lainnya) telah lama mengetahui manfaat keanekaragaman hayati bagi kehidupan, dan telah dilakukan berbagai upaya untuk optimasi pemanfaatannya. Dengan berkembangnya bioteknologi, upaya pemanfaatan keanekaragaman hayati dapat lebih leluasa dan diharapkan lebih optimal dengan resiko kerusakan lingkungan seminimal mungkin. Upaya untuk pencarian sumberdaya hayati terutama sumber daya genetik dan materi biologi

lainnya untuk kepentingan komersial dikenal sebagi Bioprospeksi (Moeljopawiro 1999; Muchtar 2001; Anonim 2007). Bioprospeksi bertujuan mengidentifikasi dan mengoleksi spesiesspesies yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial, terutama dengan memanfaatkan teknik bioteknologi, sehingga dapat memberikan nilai tambah komersial. Berkembangnya kegiatan bioprospeksi akan makin mengintensifkan penelitian bioteknologi untuk memacu perkembangan industri. Industri berbasis bioteknologi berkembang pesat di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, Denmark, Swedia, Jerman, dan negaranegara Eropa Barat lainnya. Dari 25 perusahaan farmasi ternama di dunia, 10 di antaranya memanfaatkan hasil bioprospeksi pada hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme (Firn 2005; Wikipedia 2007). Pada tahun 1995, perdagangan obat-obatan dunia dari bioprospeksi memberikan pendapatan $US14 miliar. Peningkatan ekonomi neto sebagai dampak dari komersialisasi bioprospeksi khususnya bidang pertanian di Amerika Serikat mencapai $US1,50 miliar pada tahun 2001, dan meningkat menjadi hampir $US2 miliar pada tahun 2003 (Muchtar 2001). Oleh karena itu, kita harus dengan segera mengembangkan diri agar mampu mengusai bioteknologi dan agar mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara lain yang telah maju dalam aplikasi bioteknologinya agar nantinya mampu memanfaatkan dan melindungi sumberdaya genetik yang kita miliki sebagai aset masa depan bangsa. Penerapan Bioteknologi dalam pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia Fakta bahwa laut adalah bagian dunia yang menutup hampir 70% planet bumi ini, namun ternyata belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan berkembangan bioteknologi diharapkan pemanfaatan sumber daya laut lebih optimal. Oleh karena itu tidak mengherankan bila banyak negara berani berinvestasi secara besar-besaran dalam pengembangan bioteknologi kelautan. USA telah menghabiskan dana riset dalam bidang bioteknologi kelautan dan perikanan mulai tahun 1984 diperkirakan sebesar $181 juta dan telah menghasilkan sekitar 170 paten. Sementara Jepang, telah menghabiskan dana tidak kurang dari $200 juta melalui Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional yang mendorong berdirinya dua pusat riset Bioteknologi Kelautan (Attaway and Grimes, 1995). Jepang menempatkan perhatiannya pada riset bioteknologi kelautan dan perikanan bukan hanya dalam rangka mendata potensi sumberdaya di wilayah laut Jepang saja tetapi telah meluas ke daerah lain yang telah dilengkapi dengan kapal riset Sohgenmaru dengan tonase 3.200 ton. Semua usaha ini menandakan adanya perhatian bahwa Bioteknologi Kelautan merupakan the greatest remaining technological and industrial frontier dalam menjawab tantangan abad ini. Pengharapan terhadap pemanfaatan sumberdaya laut memang sangat besar, sebagaimana yang dinyatakan oleh Federal Coordinating Council for Science, Engineering and Technology, Washington D.C. (1992) dalam Biotechnology for 21st century, sebagai berikut A national vision for development of marine biotechnology will lead to application useful to many industries, and ultimately, the American consumer and world markets. Pernyataan ini sejalan dengan apa yang telah dihasilkan oleh USA, bahwa dengan kekuatan bioteknologi kelautan USA mampu meraup devisa sebesar $40 miliar/tahun. Harapan peran bioteknologi dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia tidaklah berlebihan, karena dari laut tersimpan potensi perikanan dan organisme perairan lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, pakan, obat-obatan dan material baru. Ikan, udang, kerang dan produk perikanan lainnya merupakan penyedia bahan pangan dunia yang penting dan cenderung terus mengalami peningkatan. Seperti diketahui bahwa sumber protein hewani yang tinggi terdapat pada ikan contohnya : omega 3. Bahkan kebutuhan konsumsi pangan dari laut diperkirakan akan mengalami peningkatan yang tajam sekitar 70% pada kurun

35 tahun ke depan, karena seafood dipercaya lebih aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi. Untuk itu peran bioteknologi sangatlah diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut melalui kegiatan perbaikan kesehatan budidaya, pengembangan bibit unggul, meningkatkan pertumbuhan, peningkatan kualitas pengolahan pasca panen dan berbagai hal yang berhubungan dengan mariculture yang ramah lingkungan. Aplikasi industri bioteknologi di bidang kelautan di Indonesia dapat difocuskan dalam berbagai bidang 1). Rekayasa genetik untuk mendapatkan bibit unggul dalam rangka peningkatan produktivitas dan kelestarian usaha budidaya perikanan yang lebih ramah lingkungan dan sustainable 2). Industri farmasi dan kosmetik untuk menghasilkan senyawa yang dapat digunakan untuk pengobatan dan kecantikan misalnya : anti inflamasi, anti kanker, antibiotik, fungisida dll. 3). Industri kertas, cat, film dll berbasis sumberdaya hayati laut, 4). Bioenergi untuk produksi bioethanol dan biodisel dengan meningkatkan kualitas alga baik dalam peningkatan kandungan minyak mapun dalam pertumbuhannya dan 5). Pengembangan teknologi baru untuk monitoring, memperbaiki, melindungi dan me-manage lingkungan perairan termasuk di dalamnya remediasi dll. dan 6) Menemukan bahan-bahan baru misalnya : biopolymer atau enzym yang berasal dari algae atau bakteri lautan, yang dapat digunakan untuk industri. Oleh karena itu kita tidak boleh hanya terlena oleh besarnya potensi, peluang beserta keuntungan yang dapat kita raih dari pengembangan bioteknologi kelautan, namun masih harus berjuang keras karena realitas yang ada bahwa inovasi dan penerapan bioteknologi kelautan masih sangat rendah. Sebagian besar teknologi (bahan kimia, mesin, peralatan dan metoda) masih menggunakan teknologi dari negara-negara besar, sehingga dalam penggunaanya sangat tergantung suplai dari luar serta menjadi high cost. Kondisi ini menjadi faktor penyebab rendahnya dan lambannya desiminasi teknologi dari lembaga-lembaga penelitian baik dari perguruan tinggi maupun perusahaan ke UKM-UKM atau industri, sehinga masalah-masalah inefisiensi, sedikitnya inovasi produk untuk meningkatkan nilai tambah serta tidak kompetitif masih menelikung dunia usaha kita. Diperlukan adanya komitmen, peta jalan dan strategi yang jelas dalam penerapan bioteknologi kelautan di Indonesia agar kita secara perlahan namun pasti secepatnya mampu mengejar ketertinggalan dalam riset dan aplikasi bioteknologi di industri kelautan. Semoga.

Aniek Prasetyaningsih Dosen Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana

ANALISIS PERAN MIKROORGANISME : STUDI KASUS BAKTERI KARANG PENDEGRADASI SENYAWA HERBISIDA MCPA DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA

DOSEN PEMBIMBING : NOPI STIYATI P., S.Si, M.T

OLEH : M. SADIQUL IMAN H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan petunjuk yang dicurahkan-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan ini. Penulisan Analisis Peran Mikroorganisme: Studi Kasus Bakteri Karang Pendegradasi Senyawa Herbisida MCPA ini merupakan tugas yang diberikan oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T, yang mana tujuan yang saya ambil dari kegiatan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peran mikroorganisme dalam kehidupan sehari-hari serta mengembangkan daya kreativitas remaja khususnya mahasiswa dalam mengembangkan daya cipta untuk melakukan suatu perubahan dalam upaya sumbangan pikiran untuk pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Penulisan laporan ini dapat diselesaikan karena berkat bimbingan secara terpadu oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Dan akhirnya diharapkan agar penulisan laporan ini dapat berguna bagi kita semua serta kemajuan ilmu pengetahuan. Penulisan ini tentunya tidak lepas dari kritik dan saran yang besifat membangun.

Banjarbaru, Februari 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 1. Latar Belakang................................................................................. 1 2. Tujuan dan Manfaat......................................................................... 1 3. Metode Penulisan............................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2 1. Pencemaran Laut.............................................................................. 3 2. Dampak Pencemaran Laut................................................................ 6 3. Pengertian Mikrobiologi................................................................... 9 4. Peran Mikroorganisme...................................................................... 9 BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13 1. Studi Kasus....................................................................................... 13 2. Isolasi Bakteri Karang...................................................................... 13 3. Proses Uji Degradasi oleh Bakteri Karang....................................... 14 4. Faktor yang Mempengaruhi............................................................. 15 BAB IV PENUTUP....................................................................................... 16 1. Kesimpulan....................................................................................... 16 2. Saran................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17 LAMPIRAN................................................................................................. 18

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin. Di Indonesia, teknologi untuk mengolah berbagai polutan dengan menggunakan bahanbahan kimia masih sangat mahal. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem bioteknologi yang cukup selektif dan ekonomis untuk menghilangkan polutan ini. Bioteknologi merupakan salah satu cara pengolahan yang sekarang sedang marak digunakan. Dimana dalam hal ini menggunakan peran mikroorganisme dalam mendegradasi atau menguraikan bahan pencemar (polutan) dalam perairan.

2. Tujuan dan Manfaat Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mengetahui peran mikroorganisme, khususnya bakteri karang dalam mendegradasi senyawa MCPA, yang merupakan bahan polutan di perairan Pantai Utara Jawa, 2. Bagaimana proses penguraian senyawa MCPA oleh bakteri karang terjadi, serta 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi proses degradasi senyawa MCPA tersebut.

Sedangkan manfaat dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang peran mikroorganime dalam penggunaannya di bidang bioteknologi.

3. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur dari buku-buku maupun jurnaljurnal yang berkaitan dengan peran mikroorganisme dalam mendegradasi polutan pada perairan yang informasinya didapat dari internet.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Laut Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999 dalam Misran, 2002). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).

2.1.1 Jenis-Jenis Polutan Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Mannion dan Bowlby (1992) dalam Misran (2002) menggolongkannya dari segi konservatif/nonkonservatif : a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu : buangan yang dapat terurai (seperti sampah dan lumpur), buangan dari industri pengolahan makanan, proses distilasi (penyulingan), industri-industri kimia, dan tumpahan minyak;

pupuk, umumnya dari industri pertanian; buangan dissipasi (berlebih), pada dasarnya adalah energi dalam bentuk panas dari buangan air pendingin, termasuk juga asam dan alkali. b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu : partikulat, seperti buangan dari penambangan (misalnya : tumpahan dari tambang batubara, debu-debu halus), plastik-plastik inert; buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga bentuk : (I) logam-logam berat (merkuri, timbal, zinkum); (ii) hidrokarbon terhalogenasi (DDT dan pestisida lain dari hidrokarbon terklorinasi, dan PCBs atau polychlorinated biphenyl); dan iii. bahan-bahan radioaktif.

Seringkali polutan yang masuk ke laut berbentuk kompleks, dalam arti dapat mengandung kedua golongan di atas yaitu konservatif dan non-konservatif. Sebagai contoh adalah buangan yang berasal dari penduduk (limbah domestik) yang umumnya mengandung buangan organik tetapi juga mengandung bahan berlogam, minyak dan pelumas, deterjen, organoklorin, dan buangan industri lainnya. Sementara itu GESAMP (The Grooup of Experts on Scientific Aspects of Marine Pollution) memberikan 8 klasifikasi polutan yakni hidrokarbon terhalogenasi termasuk PCBs dan pestisida, misalnya DDT; minyak bumi dan bahan-bahan yang dibuat dari minyak bumi; zat kimia organik seperti biotoksin laut (marine biotoxin), deterjen; pupuk buatan (kimia) maupun alami termasuk yang terdapat di dalam kotoran yang berasal dari pertanian; zat kimia anorganik, terutama logam berat seperti merkuri dan timah hitam; benda-benda padat (sampah) baik organik maupun anorganik; zat-zat radioaktif; dan buangan air panas (thermal water) (Misran, 2002).

2.1.2 Sumber-Sumber Polutan Menurut Alamsyah (1999) dalam Misran (2002), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan kimiawi. Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan hutan (deforestation), buangan limbah industri (disposal of industrial wastes), buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair domestik (sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di kawasan pesisir (reclamation). Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : perkapalan (shipping), dumping di laut (ocean dumping), pertambangan (mining), eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation), budidaya laut (mariculture), dan perikanan (fishing). Lebih jauh lagi, cara masuknya sumber-sumber polutan ke laut diterangkan oleh Mannion dan Bowlby (1992). Ada limbah yang dibuang ke laut secara langsung yaitu berupa hasil kegiatan di pantai maupun lepas pantai, atau secara tidak langsung sebagai bahan yang terbawa melalui aliran sungai; ada pula limbah yang dengan sengaja dibawa ke laut lepas untuk ditimbun (dumping). Sumber polutan yang terpenting berasal dari kegiatan di darat (sekitar 95%), yaitu berupa buangan industri yang dilepas secara reguler juga berupa limbah cair domestik. Sementara itu, sumber pencemaran akibat kegiatan di laut terutama berasal dari buangan kapal-kapal baik karena kegiatan operasional rutin (sengaja) maupun karena kecelakaan (tidak sengaja). Pencemaran akibat kecelakaan mengakibatkan masuknya polutan dalam jumlah besar, seperti akibat kebocoran kapal supertanker minyak yang menyebabkan laut tercemar. Yang lebih penting lagi adalah akibat kegiatan rutin yang secara reguler membuang polutan ke lingkungan laut karena hal ini nerupakan cara termurah untuk membuang limbah. Contohnya adalah

pembuangan limbah yang telah diolah sebagian atau belum diolah sama sekali, limbah cair dan air pendingin dari industri, sludge, tumpahan dari penambangan dan akibat pengerukan, mesiu yang tidak terpakai lagi, dan buangan radioaktif. Khusus untuk radioaktif, buangannya bukan saja berasal dari pusat pembangkit tenaga nuklir, pabrik pengolahan bahan bakar nuklir, dan kegiatan pengolahan uranium; tetapi juga berasal dari kegiatan umum lainnya seperti pembakaran batubara. Bila batubara dibakar maka akan memancarkan partikel-partikel radioaktif ke atmosfer yang akan kembali lagi ke laut. Budidaya laut (mariculture), yang membutuhkan air segar, dapat tercemar dengan sendirinya akibat kelebihan pakan yang akhirnya mendorong terjadinya proses eutrofikasi; dan pestisida yang digunakan agar ikan terhindar dari parasit dapat menyebabkan matinya invertebrata lainnya. Kegiatan rekreasi dan kepariwisataan telah menjadi aspek penting dalam peningkatan ekonomi, khususnya bagi penduduk pesisir. Akan tetapi kegiatan ini telah membawa dampak lingkungan yang tidak selalu positif. Buangan limbah dari hotel dan restoran di sepanjang pantai, serta meningkatnya permintaan air bersih dapat memberi ancaman berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir. Di sisi lain, tidak ada atau kurangnya titik/tempat tambatan kapal (ponton) yang dipersiapkan pada kawasan taman wisata alam laut, menyebabkan jangkar kapal sangat berpeluang merusak terumbu karang (Misran, 2002).

2.2 Dampak Pencemaran Laut Dampak yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan yang telah disebutkan sebelumnya adalah sangat beragam. Ada beberapa polutan yang dapat langsung meracuni kehidupan biologis. Ada pula polutan yang menyerap banyak jumlah oksigen selama proses dekomposisi. Ada polutan yang mendorong tumbuhnya jenis-jenis binatang tertentu. Dan ada pula polutan yang berakumulasi di dalam jaringan makanan laut yang tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel hidup (bioaccumulation). Masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia adalah limbah cair domestik dan industri. Hal ini umumnya disebabkan tidak atau kurang memadainya fasilitas

untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. GESAMP telah bersepakat mempelajari beberapa polutan yang khusus yaitu PCBs; pestisida organoklorin; logam berat seperti merkuri, timbal, arsen, kadmium; deterjen; dan biotoksin laut. Zat-zat ini diberi prioritas yang tinggi karena toksisitas, persistensi, dan sifatnya yang berakumulasi dalam organisme-organisme yang hidup di laut dan pengaruhnya pada jaringan makanan laut menunjukkan kadar yang tinggi. Mereka masuk melalui plankton dan kemudian dimakan oleh berbagai binatang laut seperti binatang-binatang karang yang dapat mengumpulkan konsentrasi dari pestisida yang sangat tinggi (Misran, 2002).

2.2.1 Limbah Industri Pertanian Masalah pencemaran yang dikaitkan dengan pertanian adalah sedimentasi pestisida dan pupuk. Aliran air hujan dari daerah pertanian juga mengandung bahan makanan yang besar seperti senyawa nitrogen yang jika sampai ke laut dapat menyebabkan masalah eutrofikasi. Pestisida digunakan dengan maksud untuk pembasmian hama dalam pertanian. Hanya saja, sifat toksisitas pestisida telah diketahui dapat menimbulkan kanker. Selain itu, bahaya utama yang telah diketahui dari sisa pestisida adalah kemampuan untuk merusak biota laut dikarenakan daya akumulasinya pada biota laut. Dalam konsentrasi yang rendah (karena sudah terencerkan), pestisida biasanya memang tidak sampai mematikan ikan, tetapi menghambat pertumbuhan. Tetapi untuk beberapa organisma laut, terutama jenis crustacea seperti udang dan kepiting, senyawa-senyawa organoklorin dan organofosfat telah bersifat letal sekalipun dalam dosis rendah (Misran, 2002).

2.2.2 Limbah Industri Minyak dan Gas (Migas) Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan organik (sel-sel dan jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama berjuta tahun di dalam tanah, baik di

daerah daratan atau pun di daerah lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Terbentuknya minyak bumi sangat lambat, oleh karena itu perlu penghematan dalam penggunaannya. Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Minyak bumi berdasarkan titik didihnya dapat dibagi menjadi sembilan fraksi. Pemisahan ini dilakukan melalui proses destilasi ( Hadi, 2003 dalam Puspitaningrom, 2008).

Limbah padat yang dihasilkan industri minyak disebut dengan oil sludge. Dimana minyak hasil penyulingan (refitnes) dari minyak mentah biasanya disimpan dalam tangki penyimpanan. Oksidasi proses yangterjadi akibat kontak antara minyak , udara dan air menimbulkan adanya sedimnetasi pada dasar tangki penyimpanan, endapan ini adalah oil sludge. Oil sludge terdiri dari, minyak (hidrocarbon), air , abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan hidrocarbon pada oil sludge merupakan limbah B3 karena banyak mengandung logam-logam berat yang dapat membahayakan. Sehingga dalam pengelolaannya harus mengacu pada peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999, dimana limbah B3 harus diproses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak beracun dan berbahaya. Sebenarnya banyak teknik pengolahan limbah oil sludge yang dapat diaplikasikan seperti, incenerasi (pembakaran), centrifugasi (pemisahan), steam extraction (ekstraksi), dan bioremediation (mikrobiologi). Namun, kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa teknologi

tersebut masih jauh dari yang diharapkan, ditambah lagi dengan biaya operasional yang masih sangat mahal. Dewasa ini, teknologi plasma juga diterapkan dalam mengolah limbah oil sludge. Plasma tidak hanya dapat mengolah oil sludge, tapi sekaligus dapat mendaur ulang limbah yang umumnya mengandung sekitar 40% minyak. Dengan mengolah oil sludge akan menghasilkan light oil seperti minyak diesel yang siap pakai, dan residu dari proses pengolahan siap dan aman untuk dibuang (landfill) ataupun dimanfaatkan menjadi bahan yang bernilai ekonomis seperti, sebagai bahan pembuat keramik, batako atau paving blok, genteng (Sugiarto,2004 dalam Puspitaningrom, 2008).

2.3 Pengertian Mikrobiologi Mikrobiologi merupakan suatu istilah luas yang berarti studi tentang organisme hidup yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikrobiologi mencakup studi tentang bakteri (bakteriologi), virus (virologi), khamir dan jamur (mikologi), protozoa (protozoologi), beberapa ganggang, dan beberapa bentuk kehidupan yang tidak sesuai untuk dimasukkan ke dalam kelompok tersebut di atas. Bentuk kehidupan yang kecil seperti itu disebut mikroorganisme. Kadang-kadang disebut mikroba atau dalam bahasa sehari-hari, kuman (Volk dan Wheeler, 1993).

2.4 Peran Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003 dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas

metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tempat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relatif cepat (Darkuni, 2001 dalam Ali, 2008). Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari terutama karena kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol. Mikroorganisme banyak dimanfaatkan untuk bahan bakar hayati (metanol dan etanol), bioremediasi, dan pertambangan. Selain itu, mikroorganisme yang ada di lingkungan berperan dalam perputaran/siklus materi dan energi terutama dalam siklus biogeokimia dan berperan sebagai pengurai (dekomposer). Mikroorganisme pada lingkungan alami juga dapat digunakan sebagai indikator baik buruknya kualitas lingkungan, baik perairan ataupun terrestrial (Ali, 2008).

2.4.1 Bakteri Pengurai Senyawa Halogen Studi mengenai biodegradasi komponen terhalogenasi dimulai pada awal abad ke-20 terkait dengan banyaknya limbah dari senyawa terhalogenasi. Senyawa terhalogenasi bersifat toksik (Slater; J.H; Bull, A.T.; & D.J. Hardman; 1995 dalam Nurhayati, 2008). Senyawa

terhalogenasi berpotensi menyebabkan keracunan, teratogenik serta karsinogenik. Metabolit yang dihasilkan dari hasil biodegradasi senyawa organoklorin sering bersifat toksik karena menghambat reaksi-reaksi kunci di metabolisme sel. Salah satu senyawa intermediate yang toksik adalah floroasetat yang potensial sebagai inhibitor pada siklus asam trikarboksilat, karena senyawa ini dapat menghambat akonitase yang berperan di siklus asam sitrat (TCA) (Peters, 1952 dalam Nurhayati, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diketahui bahwa sejumlah mikrobia berhasil diisolasi dan diseleksi berdasarkan kemampuan tumbuh pada komponen terhalogenasi misalnya genus Pseudomonas, Alcaligenes, Rhodococcus, Hyphomicrobium (Slater, 1994 dalam Nurhayati, 2008). Beberapa mikrobia yang memiliki kemampuan tumbuh dan melakukan biodegradasi senyawa terhalogenasi karena memiliki enzim dehalogenase. Enzim yang mengkatalisis reaksi dehalogenasi disebut dehalogenase (Jensen, 1960 dan Slater, et al 1995 dalam Nurhayati, 2008). Mekanisme pemutusan halogen dari komponen aromatik meliputi berlangsung secara oksidatif, hidrolitik dan reduktif. Mekanisme biodegradasi pestisida oleh mikrobia secara oksidatif yaitu proses terlepasnya halogen dari senyawa aromatik terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan oksigen. Dehalogenasi hidrolitik yaitu mekanisme biodegradasi senyawa terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan hidrogen sedangkan proses dehalogenasi reduktif adalah proses terlepasnya halogen yang merupakan gugus penentu toksisitas dari senyawa terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan proses reaksi reduksi (Nurhayati, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2008) diketahui bahwa herbisida 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dapat segera terdegradasi di tanah, sementara 2,4,5Trikloroasam asetat (2,4,5-T) dan 4-klor-2- metilfenoksi asetat (MCPA) lebih perisiten atau tahan. Degradasi MCPA oleh bakteri di dalam tanah telah diteliti oleh berbagai peneliti dengan mengamati kemampuan melepas klorida dari subtitusi klorida pada subtrat utama senyawa

organoklorin baik dari pestisida, fungisida dan herbisida (Loos, M.A.; 1975 dalam Nurhayati, 2008). Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang dapat menggunakan MCPA sebagai sumber karbon satu-satunya ( Evans, et. al.; 1971 dalam Nurhayati, 2008), mikrobia lain yang dapat menggunakan herbisida MCPA sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya adalah Alcaligenes, Azotobacter, Pseudomonas, Acinetobacter, Xanthobacter dan Flavobacterium ( Balajee & Mahadevan, 1990 dalam Nurhayati, 2008).

Biodegradasi MCPA oleh mikrobia diawali dengan pemutusan secara oksidatif ikatan eter menghasilkan fenol. Reaksi berikutnya adalah terjadinya hidrolisasi katekol diikuti dengan pemutusan cincin secara ortho pada isolat Alcaligenes eutrophus JMP 134. Beberapa strain mikrobia memiliki plasmid yang memiliki gen mengkode berbagai macam enzim yang dapat mendegradasi MCPA, yang merupakan mikrobia dengan plasmid broad range dan dapat ditransfer secara bebas antar mikroorganisme di dalam tanah ( Don, & Pemberton, 1981 dalam Nurhayati, 2008). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa mikrobia memiliki serangkaian enzim kunci dari yang memiliki organisasi dan regulasi gen yang dapat mendegradasi haloaromatik. Adanya limbah terhalogenasi yang berbahaya dan melimpahnya mikrobia yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis proses biodegradasi senyawa terhalogenasi maka dari penelitian ini diharapkan didapatkan mikrobia yang dapat digunakan sebagai agen pembersih tanah dan air yang terkontaminasi komponen aromatik terhalogenasi. Dari penelitian ini juga akan dianalisis beberapa mikrobia khususnya bakteri dalam berbagai konsentrasi KMCPA untuk menentukan ketahanan tumbuh pada KMCPA berdasarkan kemampuan tumbuh bakteri sampai pada 3 kali dosis aplikasi lapangan (Nurhayati, 2008).

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus Pencemaran di wilayah pesisir perairan Pantai Utara Jawa di sebabkan oleh limbah industri dan peningkatan penggunaan bahan petisida dalam bidang pertanian. Sebagian besar komposisi limbah industri berupa garam-garam dari berbagai senyawa halogen seperti fluor, chlor, brom, iod dan astatin. Selain itu senyawa herbisida juga menjadi bahan pencemar perairan Pantai Utara Jawa, yang mana senyawa herbisida yang sering digunakan adalah 4-klor-2metilfenoksi asetat (MCPA). Pencemaran ini tentunya menimbulkan dampak yang sangat besar bagi ekosistem perairan Pantai Utara Jawa. Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir paling produktif juga mendapat ancaman pencemaran ini, selain keberadaan makhluk laut lainnya. Untuk itu tentunya diperlukan suatu pendekatan teknologi dan upaya pelestarian dalam menjaga keberadaan ekosistem terumbu karang tersebut. Penggunaan bioteknologi, salah satunya bakteri karang menjadi upaya yang tepat dalam mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh senyawa MCPA. Kemajuan ilmu dan teknologi telah berhasil mengembangkan suatu sistem katalis biologi dalam mengelola limbah berbahaya untuk mendegradasi, mendetoksifikasi atau mengakumulasikan polutan tersebut, contohnya penggunaan bakteri karang. WSSA (1989) dalam Harpeni (2006) melaporkan bahwa MCPA dapat didegradasi di perairan melalui proses biodegradasi dan fotodegradasi. Sehingga keberadaan bakteri pendegradasi herbisida organoklorin (MCPA) yang berasosiasi dengan karang dapat menjadi alternatif pemecahan masalah pencemaran ini.

3.2 Isolasi Bakteri Karang


Metode yang digunakan dalam mengisolasi bakteri karang adalah metode yang dilakukan oleh Chutiwan (1994) dalam Harpeni (2006). Karang yang diambil dari lokasi sampling langsung ditempatkan di dalam plastik steril kemudian jaringannya dikerok 1 gram menggunakan alat pengerok khusus dan dihomogenkan dengan 9 ml air laut steril yang selanjutnya dilakukan seri pengenceran. Diambil 1 ml suspensi homogen dari masing-masing karang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air laut steril, dikocok hingga homogen dan diperoleh pengenceran 10 . Selanjutnya dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml contoh air dengan menggunakan pipet steril, yang kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml air laut steril dan diperoleh pengenceran 10 . Masing-masing diambil 80 l contoh air,
-2 -1

dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri steril yang berisi Zobell 2216E dan disebarkan hingga merata. Cawan petri tersebut dibungkus dengan kertas pembungkus dan diinkubasikan selama 2 x 24 jam pada suhu kamar. Koloni bakteri yang tumbuh pada permukaan agar tersebut, kemudian dipisahkan dengan metode goresan (streak method) sehingga diperoleh isolat bakteri pembentuk biofilm primer yang berupa kultur murni (Harpeni, 2006).

Proses isolasi bakteri karang bertujuan untuk mendapatkan kultur murni dari hasil pengambilan sampel karang dari lokasi sampling. Dimana hal ini berguna untuk menyeleksi bakteri karang yang berasosiasi dengan karang, untuyk mendapatkan isolat yang baik. Ini tentunya untuk memudahkan pengembangbiakan bakteri karang, sehingga pendegradasian senyawa MCPA menjadi maksimal.

3.3 Proses Uji Degradasi oleh Bakteri Karang Terdapat 2 uji degradasi penggunaan isolat murni bakteri karang dalam kemampuannya untuk mendegradasi senyawa MCPA. Yang pertama adalah uji degradasi kualitatif bakteri karang pada media indikator, dimana isolat murni dengan indikator media EMBA yang mengandung 200 mg MCPA, yang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dengan pH 7,0. Isolat murni ditanam pada

media EMBA dan diinkubasi selama 24 jam dan hasilnya terjadi perubahan warna koloni menjadi merah. Ini menunjukkan bahwa isolat mampu mendegradasi senyawa MCPA. Sedangkan yang kedua adalah uji degradasi pada media cair. Media yang digunakan mengandung 2,5 gram bacto-peptone dan 0,5 gram yeast extract + 80 miligram/liter MCPA per 1 liter air laut. Media tersebut terlebih dahulu dilarutkan sehingga menjadi homogen dengan cara dipanaskan pada magnetic stirrer hot plane, dan didapatkan ph antara 7,5 7,6.

3.3.1 Proses Penguraian Biodegradasi MCPA oleh mikrobia, contohnya bakteri karang diawali dengan pemutusan secara oksidatif ikatan eter menghasilkan fenol. Reaksi berikutnya adalah terjadinya hidrolisasi katekol diikuti dengan pemutusan cincin secara ortho pada isolat. Beberapa strain mikrobia memiliki plasmid yang memiliki gen mengkode berbagai macam enzim yang dapat mendegradasi MCPA, yang merupakan mikrobia dengan plasmid broad range dan dapat ditransfer secara bebas antar mikroorganisme di dalam tanah ( Don, & Pemberton, 1981 dalam Nurhayati, 2008). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa mikrobia memiliki serangkaian enzim kunci dari yang memiliki organisasi dan regulasi gen yang dapat mendegradasi haloaromatik. Adanya limbah terhalogenasi yang berbahaya dan melimpahnya mikrobia yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis proses biodegradasi senyawa terhalogenasi maka diharapkan didapatkan mikrobia yang dapat digunakan sebagai agen pembersih tanah dan air yang terkontaminasi komponen aromatik terhalogenasi.

3.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan pencemaran di laut yang diakibatkan oleh pencemaran penggunaan bahan herbisida MCPA, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses penguaraian/pendegradasian oleh bakteri karang.

Proses penguraian yang terjadi pada senyawa herbisida MCPA dengan bakteri karang dipengaruhi oleh kemampuan degradasi yang tinggi dan sensitivitas yang rendah terhadap MCPA. Hal ini sebelumnya dilakukan penyeleksian isolat bakteri, gunanya untuk mendapatkan isolat yang memiliki karakter yang paling baik. Selain itu MCPA merupakan sumber karbon satu-satunya, sehingga bakteri karang dapat menggunakannya sebagai sumber makanannya.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penulisan analisis ini adalah : 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. 2. Masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia adalah limbah cair domestik dan industri. 3. Salah satu solusi yang sekarang sedang marak digunakan adalah penggunaan mikoorganisme sebagai pengurai senyawa berbahaya dalam limbah industri, khususnya pencemaran perairan. 4. Bakteri karang yang berasosiasi dengan terumbu karang diyakini dapat mendegradasi senyawa herbisida MCPA, hal ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan bakteri karang yang memiliki daya degradasi tinggi dan sensitivitas yang rendah terhadap senyawa herbisida MCPA.

2. Saran Peran mikroorganisme dalam mendegradasi limbah tentunya harus diawasi penggunaannya, agar keberadaan mikroorganisme tersebut tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan dan organisme hidup lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Puspitaningrom, Alvie. 2008. Pemanfaatan Limbah Activated Alumina dan Sand Blasting PT. PERTAMINA UP IV Cilacap Sebagai Bahan Pembuatan Souvenir Dengan Teknik Solidifikasi. http://lemlit.unila.ac.id/file/Prosiding/ProsidingI2006.pdf Diakses tanggal 27 Februari 2010

Volk, Wesley A., dan Wheeler, Margaret F. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Misran, Erni. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membran Dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL2xpYnJhcnkudXN1LmFjLmlkL2Rvd25sb2 FkL2Z0L2tpbWlhLWVybmkucGRm Diakses tanggal 28 Februari 2010

Ali, Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan. http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan/ Diakses tanggal 28 Februari 2010

Nurhayati. 2008. Uji Ketahanan Bakteri Dehalogenasi pada Subtrat Herbisida KMCPA Formula. http://eprints.undip.ac.id/1985/1/Bioma_Nurhayati_Juni_08.pdf Diakses tanggal 28 Februari 2010

BIOTEKNOLOGI

Bioteknologi didefinisikan sebagai manipulasi dan rekayasa genetika terhadap sistem atau proses biologi berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah dengan bantuan agen biologi. Prinsip ilmiah yang dipakai dalam bioteknologi berdasarkan pada berbagai disiplin ilmu, terutama mikrobiologi, biokimia, genetika, rekayasa biokimia dan kimia. Yang dimaksud agen biologi adalah katalisator-katalisator biologi untuk menekan pada mikroorganisme berenzim, sel hewan dan sel tumbuhan.

Bioteknologi juga dikatakan sebagai penggunaan ilmu biokimia, mikrobiologi dan rekayasa genetika secara terpadu dengan tujuan untuk mencapai penerapan teknologi dari kemampuan mikroorganisme dan sel-sel jaringan yang dibiakan. Dalam penertian sekarang, secara umum bioteknologi diartikan sebagai teknologi yang bermanfaat bagi makhluk hidup atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa untuk kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Saat sekarang ini bioteknologi telah merambah berbagai bidang, dan dianggap sebagai suatu terobosan untuk memecahkan beberapa persoalan sehari-hari. Bidang kajian bioteknologi memiliki ruang lingkup yang luas, mulai dari yang sederhana, misal pembuatan tempe sampai dengan bioteknologi yang sangat rumit, misalnya kloning hewan. Sebagian besar teknik yang diterapkan dalam bioteknologi cenderung lebih ekonomis, lebih sedikit dalam pemakaian energi dan lebih aman bila dibandingkan dengan proses tradisonal sekarang. Di samping itu, sebagian besar proses bioteknologi menghasilkan residu yang dapat diurai secara biologis serta tidak mengandung racun. A. Pengembangan Bioteknologi Seperti teknologi pada umumnya, bioteknologi merupakan proses atau rangkaian proses yang terdapat dalam sistem biologi. Proses bioteknologi yang tertua mungkin adalah fermentasi dengan jasad renik, yang dilakukan oleh orangorang Babilonia pada tahun 6.000 SM, yaitu dalam pembuatan bir. Tiga ribu tahun kemudian, orang-orng Sumeria telah mampu membuat 20 macam bir yang berdeda. Proses fermentasi ini terus menerus ditingkatkan. Peningkatan penggunaan jasad renik ini berjalan terus sepanjang perkembangan kebudayaan manusia. Berbagai penemuan telah diperoleh, misalnya senyawa-senyawa yang berasal dari bacteri dan fungsi yang kemudian dapat digunakan untuk menggantikan produk-produk sintetis, seperti obat-obatan antibiotika dan anti parasit. Dalam perkembangannya sekarang ini proses-proses bioteknologi lebih banyak begantung pada teknik rekombinasi genetika serta penggunaan enzim, sel atau organel sel atau bagian-bagian sel. 1. Peranan berbagai ilmu untuk mendukung bioteknolologi Penerapan aplikasi bioteknologi suatu organisme dalam teknologi yang bermanfaat bagi manusi dan produksi. Penggunaan organisme tersebut secara terarah, terkontrol yang merupakan aplikasi terpadu secara biokimia, mikrobiologi dan teknologi kimia. Manfaat bagi manusia antara lain di bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan dan manfaat lainnya. Penggunaan biokimia, mikrobiologi dan rekayasa kimia secara terpadu mempunyai tujuan untuk mencapai penerapan teknologi dari kemampuan mikroba dan sel kultur jaringan. Jadi bidang-bidang ilmu yang harus dipelajari dalam bioteknologi adalah biologi sel, biokimia, fisiologi, mikrobiologi, genetika dan rekayasa genetika. 2. Peran manfaat bioteknologi di masa depan Untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok manusia, teknologi di bidang biologi tampak semakin menjadi tumpuan. Ini tampak terutama dalam dasawarsa terakhir ini, di mana teknologi nyaris merambah semua aspek kehidupan. Secara internasional, bioteknologi terbukti telah diaplikasikan secara sukses di bidang kedokteran, pertanian, peternakan dan buhkan di bidang persenjataan militer. Teknologi inseminasi buatan perlu dukungan penelitian ke arah sexing sperma, sebab untuk sapi perah lebih diharapkan akan lahir betina, sedang untuk sapi potong yang diambil dagingnya diharapkan akan lahir jantan. Seterusnya ke embrio transfer dengan ini ternak unggul dapat diperbanyak dalam jumlah tak terbatas. Di dalam pengembangan embrio transfer perlu peningkatan metode pemindahan embrio dan penentuan jenis kelamin embrio yang dikehendaki. Untuk peningkatan kualitas limbah pertanian telah dilakukan manipulsi mikroba rumen dengan memanfaatkan gen selulosa dalam mikroba untuk menghasilkan enzim selulosa pemecah selulosa menjadi gula dan lignin. Di samping juga dicoba berbagai jenis jamur. Mengenai kebutuhan konsentrat yang terus meningkat, maka ditempuh aplikasi bioteknologi di antaranya penggunaan pemacu tumbuh, juga melakukan metode konvensional antara lain penyimpanan jagung dalam gudang yang besar, diversifikasi bahan, substitusi jagung, tepung kedelai dan tepung ikan dengan bahan lainnya. B. Peran Mikrobiologi dalam Masalah Pangan Kehidupan mikroorganisme sangat luas, seperti di air, tanah, udara, tubuh hewan, tubuh manusia, tubuh tumbuhan dan lain-lain, sehingga dikatakan habitatnya kosmopolit. Karena sifat kosmopolit ini dapat mengakibatkan bahan makanan mudah rusak bila bercampur berbagai bacteri. Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber gizi makanan bagi perkembangan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme selain yang merusak bahan makanan, ada pula yang bersifat menguntungkan melalui fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses perombakan dari senyawa yang lebih kompleks menjadi lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang paling banyak berperan dalam proses fermentrasi maupun pembusukan bahan makanan adalah bacteri dan jamur. Dalam beberapa hal pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan yang menguntungkan sangat diharapkan seperti untuk perbaikan mutu gizi, perbaikan daya cerna atau citra rasa. Kue Mikroba

Pada tahun 1521 Bernel Dioz Castilo telah mengenal bahwa penduduk Mexico talah mengkomsumsi kue dengan aroma seperti keju yang dibuat dari suatu lendir. Lendir ini adalah Spirulina maxima, ialah ganggang yang hidup di danau Texcoco. Penduduk Kanembu di Chad Afrika mengkonsumsi mikroba Spiruline platensis. SCP (Single cell Protein) Istilah protein sel tunggal atau single cell protein (SCP) mengacu pda sel mikroorganisme yang dikeringkan seperti ganggang, kapang, bakteri, yang ditumbuhkan dalam sistem biakan berskala besar dan terutama digunakan sebagai sumber protein dalam pangan. Namun demikian di dalam sel mikroba terdapat juga karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan lain-lain. Protein mikroba ini diharapkan dapat menggantikan protein dari hewan maupun tumbuhan yang diperlukan semakin banyak sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan pangan dari kedelai, daging, ikan dan sebagainya. Produk-produk protein sel tunggal telah banyak dijual, walaupun harganya masih cukup mahal, misalnya sun chlorella, spirulina dan lain-lain. Produk protein sel tunggal pertama kali telah dibuat pada masa Perang Dunia I, ketika di Jerman orang memanfaatkan khamir roti Saccharomyces cereviciae ditumbuhkan pada melase sebagai sumber karbon dan energi, serta garam amonium sebagai sumber nitrogen, dan hasilnya dikonsumsikan sebagai pengganti protein. Pada Perang Dunia II menggunakan spesies candida. Di Inggris khamir digunakan diet selama bertahun-tahun dan kelebihan produk dijual untuk makanan ternak. Rank Houvis Mc Dougall membuat SCP yaitu mikroprotein untuk konsumsi manusia menggunakan Fusarium. Mikroorganisme Bahan dasar Produk/hasil Acetobacter xylinum Air kelapa Nata de coco Monascus purpureus Nasi merah Angkak Agaricus bisporus Jerami, serbuk kayu, kertas bekas. Produksi jamur Lentinus edodes idem Produksi jamur Volvariella volvacea idem Produksi jamur Ragi Beras ketan, singkong Fermentasi Saccharomyces cerevisea idem Fermetasi Endomyopsis sp. idem Fermentasi Aspergillus wentii Kedelai Kecap Rhizopus oligosporus idem Tempe Rhizopus oryzae idem Tempe Mucor sp idem Tempe Neurospora sitophila Ampas kacang tanah Oncom Penicillium sp. Susu Keju Thiobacillus sp. Bijih logam mutu rendah Pencucian logam Aspergillus niger Gula, tebu, molase Asam organik Jamur, bakteri, Actinomycetes Bahan organik campuran Pengkomposan Bakteri, jamur, protozoa Komponen limbah Perlakuan limbah Leuconostoc citrovarum Susu Mentega Saccharomyces kefir Susu Kefir Lactobacillus casei Susu Yakult Aspergillus oryzae Kedelai Tauco

C.

Mikroorganisme Penghasil Obat Mikroorganisme tertentu memiliki kemampuan menghasilkan suatu produk untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme lain atau penyakit karena gangguan fisiologis. Dua produk yang erat kaitannya dengan dengan mikroorganisme adalah vaksin dan antibiotik. Penemuan vaksin cacar pertama kali ditemukan oleh Edward Jenner (1796) sehingga mendorong para ahli biologi lain untuk meneliti vaksin maupun antibiotik melalui bioteknologi. Penemuan vaksin diawali ketika Jenner melihat seorang pemerah susu sapi yang jari tangannya teredapat bekas luka ketika menderita cacar, padalah pada waktu itu sedang terjadi wabah cacar. Demikian juga seseorang yang telah sembuh dari penyakit cacar, dengan meninggalkan bekas-bekas luka ternyata kebal terhadap penyakit cacar. Dengan sifat kekebalan cacar tersebut Jenner mulai malakukan percobaan untuk mendapatkan vaksin dadar dari serum darah tersebut. Sekarang kita tahu bahwa penyakit cacar disebabkan oleh virus Variola, dan penyakit cacar sapi disebabkan oleh virus yang serupa walaupun berbeda. Dimasukannya virus cacar sapi yang telah dilemahkan ke dalam tubuh pasien, akan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi yang efektif untuk melawan suatu infeksi lanjutan dari virus cacar yang serupa. Cara yang dilakukan

dengan memasukan mikroorganisme yang dilemahkan ke dalam tubuh manusia untuk memberikan kekabalan terhadap mikroorganisme berbahaya disebut vaksinasi. Jenis vaksin Penyakit yang disembuhkan Vaksin hepatitis B Hepatitis B Vaksin BCG BCG (Baccillus Calmette Guirin Vaksin rabies Anjing gila Vaksin DPT Dipteri, pertusis, tetanus Vaksin polio Polio melimylitis Salah satu kelemahan vaksin-vaksin yang dibuat dengan cara seperti di atas ternyata menimbulkan rasa sakit setelah diberi sintikan vaksin tersebut, misalnya demam. Dewasa ini dengan bioteknologi mulai dibuat vaksin yang tidak menyebabkan rasa sakit jika disuntikan ke tubuh orang sehat. Pembuatan vaksin ini adalah sebagai berikut. Bacteri atau virus penyebab penyakit pada umumnya memiliki permukaan protein yang khusus. Dengan penyisipan gen dihasilkan copy salinan dari permukaan tersebut. Salinan permukaan protein tersebut kemudian digunakan untuk memvaksin. Contoh vaksin aman telah dihasilkan hepatitis B, Chlamyda dan malaria. Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Louis Pasteur dari jamur Penisillium sp. Alexander Flemming (Inggris, 1928) menemukan koloni jamur Penicillium notatum yang dapat menghambat pertumbuhan bacteri Staphulococcus aureus dan sekitanya. Bacteri yang resisten terhadap penisilin dapat dibunuh dengan sefalospurin C dari jamur jenis Cephalospurium yang ditemukan oleh Prentis tahun 1984. Antibiotik adalah bahan-bahan bersumber hayati berkadar rendah yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga dalam perkembangannya dapat digunakan untuk mengobati suatu penyakit. Mikroorganisme yang mampu membuat zat antibiotik tertama adalah fungi (jamur) Actinomycetes, Aspergillus dan beberapa jenis bacteri. Sampai sekarang ini ditemukan lebih dari 2000 karakter antibiotik. Dengan adanya perkembngan bioteknologi, sekarang mulai dikembangkan jenis-jenis mikroorganisme tertentu yang telah diubah susunan genetiknya sehingga mampu menghasilkan antibiotik dalam jumlah lebih besar dalam waktu yang singkat. Jenis mikroorganisme Antibiotik yang diproduksi

Penicillium notatum Penicillium chrysogenum Cephalosporium (fungsi) Streptomyces gruceus Streptomyces venecuelae Streptomyces aureofaciens Sterpomyces fradial Sterptomyces rimosus

Penisilin Penisilin Sefalosporium Streptomisin Kloromisetin atau kloromfemikol Teraksiklin Neuromisin Teramisin

Antibiotik lain berasal dari mikrooganisme berfilamen (Sterptomyces griseus) di namakan stertomisin. Streptomisin dapat menjinakan mikroorganisme yang telah tahan terhadap penisilin dan sefalosporin. Streptomisin terutama digunakan dalam pengobatan tuberkulosis. Selain pembentukan antibiotika yang dimodifikasi seperti di atas, fusi/peleburan sel dapat pula memprodusir antibiotika baru dengan cara mengaktifkan gen yang semula tidak aktif. Fusi sel membentuk sel hibrid atau rekombinan yang mengandung substansi genetik dari dua sel atau lebih. Sel yang akan berfusi mungkin dari spesies yang berlainan sama sekali. Tujuan teknik ini ialah untuk memperoleh senyawa genetik yang baru, yaitu kombinasi yang mungkin jarang sekali ditemukan di alam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rekayasa genetika dapat digunakan untuk membentuk antibiotika yang termodifikasi. Salah satu produk pertama dari teknologi ini adalah interferon, yaitu sekelompok senyawa anti virus yang mempunyai nilai (manfaat) dalam mengobati beberapa bentuk kanker. Sebelum rekayasa genetik, sel-sel manusia merupakan satu-satunya sumber interferon khas manusia. Tidak hanya sel-sel manusia yang secara relatif sulit

untuk dikembangbiakkan, tetapi interferon yang mereka hasilkan juga diliputi oleh protein yang tidak diinginkan. Memisahkan interferon dari bahan kimia adalah sangat mahal, dan tidak mungkin untuk memperoleh kemurnian yang memadai. Sekarang bakteri yang direkayasa secara genetik dan mengandung gen interferon mengeluarkan sejumlah besar obat-obatan ke dalam medium kultur yang mudah dikembangbiakkan dan dimurnikan. Sebelum rekayasa genetik, masing-masing senyawa dalam daftar berikut tidak dapat diperoleh atau dihasilkan dari hewan mamalia (atau sel-sel mamalia yang dikembangbiakkan di laboratorium) dalam jumlah yang sangat sedikit. Sekarang senyawa-senyawa tersebut diproduksi oleh mikroba-mikroba yang direkayasa secara genetik (walaupun banyak di antaranya yang masih dalam tingkat eksperimental).
Gambar. Vaksin yang direkayasa

No 1

3 4 5 6 7 8 9

10

Tabel senyawa yang diproduksi oleh mikroba yang direkayasa N a m a F u n g s i Interferon Melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, meningkatkan sistem kekebalan ; mungkin efektif untuk melawan melanoma (kanker kulit) dan beberapa bentuk leukimia ; dapat membantu menyembuhkan reumatik tulang. Interleukin 2 (dulu di kenal Mengaktifkan sistem kekebalan dan karena itu dapat membantu mengobati kanker sebagai faktor pertumbuhan dan kerusakan atau gangguan sistem kekebalan. T-sel. Insulin Mengontrol gejala-gejala sakit gula atau diabetes melitus. Hormon pertumbuhan Melawan kekredilan akibat ketidaknormalan kelenjar putiari (kelenjar endokrin di bawah otak) ; juga meningkatkan penyembuhan. Aktivator plasminogen Melarutkan pembekuan darah, mengurangi kemungkinan stroke dan serangan jantung. Faktor nekrosis tumor Menyerang dan membunuh tumor (penyembuhan kanker). Eritropoietik Memacu produksi sel darah merah dan dengan demikian dapat digunakan untuk melawan anemia. Beta endorfins Mengurangi rasa sakit (nyeri). Merupakan morfin alami dalam tubuh. Enzim Melakukan berbagai macam pelayanan, dari menggerakan atau memacu reaksireaksi kimia untk industri sampai ke penambahan enzim-enzim makanan (diet) manusia. Vaksin protein Memacu kekebalan tubuh terhadap satu atau dua antigen patogen tanpa resiko yang berkaitan dengan vaksin konvensional.

D.

Mikroorganisme untuk Membasmi Hama Tanaman Dalam bidang pertanian telah dapat dibentuk tanaman dengan memanfaatkan mikroorganisme dalam fiksasi nitogen yang dapat membuat pupuknya sendiri sehingga dapat menguntungkan pada petani. Demikian pula terciptanya tanaman yang tahan terhadap tanah gersang. Mikroba yang di rekayasa secara genetik dapat meningkatkan hasil panen pertanian, demikian juga dalam cara lain, seperti meningkatkan kapasitas mengikat nitrogen dari bacteri Rhizobium. Keturunan bacteri yang telah disempurnakan atau diperbaiki dapat meningkatkan hasil panen kacang kedelai sampai 50%. Rekayasa genetik lain sedang mencoba mengembangkan turunan dari bacteri Azotobacter yang melekat pada akar tumbuh bukan tumbuhan kacang-kacangan (seperti jagung) dan mengembangbiakan, membebaskan tumbuhan jagung dari ketergantungan pada kebutuhan pupuk amonia (pupuk buatan). Hama tanaman merupakan salah satu kendala besar dalam budidaya tanaman pertanian. Untuk mengatasinya, selama ini digunakan pestisida. Namun ternyata pestisida banyak menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain matinya organigme nontarget, keracunan bagi hewan dan manusia, serta pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari terobosan untuk mengatasi masalah, tersebut dengan cara yang lebih aman. Kita mengetahui bahwa mikroorganisme yang terdapat di alam sangat banyak, dan setiap jenis mikroorganisme tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda. Dari sekian banyak jenis mikroorganisme, ada suatu kelompok yang bersifat patogenik (dapat menyebabkan penyakit) pada hama tertentu, namun tidak menimbulkan penyakit bagi makhluk hidup lain. Contoh mikroorganisme tersebut adalah bakteri

Bacillus thuringiensis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillus thuringiensis mampu menghasilkan suatu protein yang
bersifat toksik bagi serangga, terutama seranggga dari ordo Lepidoptera. Protein ini bersifat mudah larut dan aktif menjadi menjadi toksik, terutama setelah masuk ke dalam saluran pencemaan serangga. Bacillus thuringiensis mudah dikembangbiakkan, dan dapat dimafaatkan sebagai biopestisida pembasmi hama tanaman. Pemakaian biopestisida ini diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang timbul dari pemakaian pestisida kimia. Dengan berkembangnya bioteknologi, sekarang dapat diperoleh cara yang lebih efektif lagi untuk membasmi hama. Pada saat ini sudah dikembangkan tanaman transgenik yang resisten terhadap hama. Tanaman transgenik diperoleh dengan cara rekayasa genetika. Gen yang mengkode pembentukan protein toksin yang dimiliki oleh B. thuringiensis dapat diperbanyak dan disisipkan ke dalam sel beberapa tanaman budidaya. Dengan cara ini, diharapkan tanaman tersebut mampu menghasilkan protein yang bersifat toksis terhadap serangga sehingga pestisida tidak diperlukan lagi. E. Mikroorganisme untuk Penyelesaian Masalah Pencemaran Dalam perkembangan bioteknologi manusia mulai mengembangkan penggunaan mikroorganisme untuk membantu melindungi lingkungan dari kerusakan atau ganguan lingkungan yang serius, seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penyemprotan areal pertanian dengan menggunakan pestisida. Rekayasa genetika diharapkan dapat menghasilkan mikroba yang mampu membersihkan lingkungan yang semakin tercemar oleh limbah beracun. Misalnya terhadap polutan dan limbah beracun. Banyak polutan beracun seperti senyawa-senyawa sintesis yang baru, dimana mikroorganisme tidak mampu menghancurkan bahan-bahan kimia ini. Akibatnya senyawa-senyawa tersebut mengumpul sampai ke tingkat yang membahayakan di lingkungan. Perekayasa genetika berusaha mempercepat evolusi di laboratotium untuk mengembangkan bakteri yang dengan cepat dapat menurunkan beberapa bentuk senyawa beracun. Yang telah diusahakan dan dikembangkan adalah keturunan bakteri yang menyerang minyak tanah (suatu tumpahan minyak dapat menjadi makanan besar bagi bakteri ini). Sebagai biofilter, beberapa mikroorganisme mampu mengikat partikel atau zat tertentu yang menyebabkan pencemaran. Bahan-bahan yang diserap ini kemudian akan diuraikan oleh mikroorganisme tersebut menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Jadi dalam penanganan limbah dengan menggunakan mikroorganisme biofilter, limbah tersebut akan disaring oleh mikroorganisme jenis ini dengan cara mengikat zat atau partikel limbah, baru kemudian diuraikan. Contoh mikroorganismenya adalah Spirulina maxima yang mampu mengikat karbondioksida dari perairan. Mikroorganisme juga dapat berperan dalam penanganan masalah pencemaran dengan cara memecah ikatan kimia bahan pencemar. Setelah ikatan kimia dipecah, bahan tersebut dapat diuraikan secara alamiah menjadi bahan yang tidak berbahaya lagi, atau dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang lain. Contoh mikroorganisme ini adalah jamur Chaetomium cellulolyticus yang mampu memecah ikatan kimia selulosa. Mikroorganisme yang lain dapat secara langsung berfungsi sebagai pengurai atau dekomposer limbah. Jadi bahan-bahan pencemar langsung diuraikan sehingga menjadi bagian yang tidak berbahaya lagi. Contohnya adalah Candida lypitica yang mampu menguraikan limbah minyak bumi. F. Mikroorganisme untuk Memisahkan Logam dari Bijinya Banyak mikroba memiliki pilihan makanan yang aneh, tetapi tidak ada yang sedemikian aneh seperti organisme berbentuk batang ini. Bacteri tersebut tidak memperolah energi dari sinar matahari (biasanya, bakteri ini hidup di tempat yang benar-benar gelap), juga tidak dari bahan organik di sekelilingnya. Sebaliknya, Thiobacillus ferro oxidans memperoleh energi dari senyawa anorganik, seperti besi sulfida dan menggunakan energi ini untuk membangun bahan yang diperlukannya untuk hidup dari karbondioksida dan nitrogen di lingkungannya. Dalam proses ini bakteri juga membuat asam sulfurat dan besi sulfat yang menjelaskannya mengapa Thiobacillus ferro oxidans dapat digunakan di dalam operasi pertambangan. Asam sulfurat dan besi sufat yang dihasilkannya menyerang batuan di sekelilingnya dan melepaskan (melarutkan) logam mineral, Contohnya, aktivitas mikroba ini akan mengubah tembaga, sulfida yang tidak larut menjadi tembaga sulfat yang larut. Pada saat air mangalir melalui batuan tembaga sulfat akan terbawa dan lambat laun terkumpul sebagai kolam berwarna biru cemerlang. Dengan cara ini tembaga yang tersebar pada ribuan ton batuan logam berkualitas rendah akan dikonsentrasikan di dalam kolam mineral tersebut. Logam akan diperoleh kembali dengan mengalirkan larutan tembaga sulfat melalui potongan besi. Lambat laun, lapisan tembaga akan tertimbun di atas besi dan ini dapat dipisahkan (dikeruk). Uranium dilepaskan dari bijihnya dengan proses yang sama. Kira-kira 14 persen dari tembaga yang diproduksi di Amerika Serikat bergantung kepada bioteknologi ini. Sekarang mikroba pencuci terutama dipergunakan pada bahan limbah dari pertambangan dan proses ekstraksi konvensional yang meninggalkan residu logam dalam jumlah cukup banyak pada batuan yang terbuang tersebut. Timbunan yang tingginya sampai 370 m (12100 kaki) dan beratnya 4 miliar ton, terbentuk dari bahan limbah ini. Air disiramkan ke puncak timbunan ini dan pada saat mengalir ke bawah, air tersebut akan membawa senyawa logam terlarut yang dibentuk oleh kerja bakteri. Dari namanya Thiobacillus ferro oxidans berarti bahwa bakteri tiadak pertu

ditambahkan ke dalam timbunan ini. Daerah tempat timbunan biasanya tertutup oleh tanah liat atau aspal sehingga cairan yang kaya akan logam terkumpul pada kolam di bagian kaki timbunan dan tidak akan meresap ke dalarn tanah. Dengan menggunakan mikroba, para penambang masih berhadapan dengan tingginya biaya dalam membawa bilih logam ke permukaan. Tetapi pengalaman yang diperoleh di pertambangan uranium Stanrock di Kanada memperlihatkan bahwa biaya tidak selalu diperlukan. Pertambangan ini dibuka pada tahun 1958, dan bekerja dengan prinsip-prinsip konvensional. Pada tahun 1962 ditemukan bahwa kolam cairan yang telah terkumpul di bawah tanah mengandung kira-kira 13.000 kg (29.000 lb) uranium oksida yang telah terlepas dari batuan. Tidak lama kemudian pertambangan konvensional ini dihentikan dan bacteri dibiarkan mengerjakan hampir semua pekerjaan tersebut, dan air disiramkan ke atas batuan untuk membantu proses pencucian alamiah. Penambangan larutan di bawah tanah ini telah mengurangi sampai seperempat biaya pada saat ini. Teknik serupa hampir pasti akan dipergunakan pada pertambangan lain terutarna tambang dengan bijih berkuaIitas rendah. Proses semi industri telah memperlihatkah harapan bahwa mikroba pencuci dalam memperoleh kobalt, timah dan nikel dan logarn benlai lainnya, seperti kadmium, galium, air raksa dan antimon, merupakan target masa depan. G. Sifat Totipotensi untuk Kultur Jaringan Kultur jaringan adalah suatu cara memperbanyak tanaman dari sel atau jaringan tanaman dewasa sehingga diperoleh individu baru yang sempurna. Dasar dari kultur jaringan adalah suatu sifat yang dimiliki tumbuhan yang disebut totipotensi. Sifat totipotensi adalah kemampuan sel yang apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna. Untuk itu diperlukan medium yang tepat untuk pertumbuhan sel, yaitu medium yang mengandung nutrisi dan hormon tumbuh. Selain kondisi steril, kedua hal tersebut adalah kunci pokok bagi keberhasilan kultur jaringan. Totipotensi pertama kali dikemukakan oleh G. Haberlandt, seorang ahli fisiologi Jerman. Kemudian oleh F.C. Steward berhasil dibuktikan totipotensi dari satu sel wortel yang dikultur pada medium tertentu dan menghasilkan tanaman wortel yang utuh dan lengkap. Penggunaan kultur jaringan mempunyai berbagai keuntungan antara lain : Diperoleh propagasi klonal, artinya didapatkan turunan secara genetik yang identik dengan induknya atau seragam dalam jumlah besar.
Gambar. Kultur jaringan

H.

Dapat digunakan sebagai pemuliaan tanaman, seperti seleksi, kultur anther atau polen, kultur protoplas, dan fusi protoplas. Diperoleh tumbuhan yang bebas dari virus, karena digunakan eksplan yang benar-benar bebas virus. Metabolisme sekunder, yaitu sifat totipotensi tidak terbatas pada struktur, tetapi menyangkut kemampuan mensintesis bahan kimia alami. Untuk pelestarian plasma nutfah.

Rekayasa Genetika Rekayasa genetika merupakan tindakan untuk memanfaatkan gen atau DNA dari suatu orgnisme untuk keperluan manusia. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan persilangan, radiasi. Pencangkokan atau transplantasi gen atau kultur jaringan. Dalam pencangkokan gen biasa menggunakan bakteri atau virus.
Gambar. Transplantasi gen pada wortel

1.

Transfer gen (transplantasi gen) Transfer gen dikenal pula pencangkokan gen. Dengan memanfaatkan teknologi mutakhir, para ahli telah berhasil menemukan kedudukan gen di dalam kromosom. Bahkan dengan perantaran mikroorganisme bersel satu mereka mampu memindahkan gen dari suatu species ke kromosom lainnya. Penerapan teknik ini banyak memberikan manfaat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang diturunkan untuk menghasilkan berbagai macam tanaman panen yang lebih. Pada organisme tingkat tinggi, seperti tanaman dan hewan, gen yang dicangkok terlebih dahulu harus disambung ke dalam alat mengangkut, yaitu vektor seperti virus dan plasmid. Suatu vektor harus

mampu memasuki suatu sel yang selanjutnya menjadi bagian dari genom sel sehingga mentaati kontrol sel secara normal pada transkripsi dan replikasi DNA. Tentu saja sangat penting bahwa setiap gen tambahan di mana vektor bisa membawa masuk ke dalam sel harus tidak berbahaya bagi sel. Pada masa sekarang, secara rutin gen-gen dicangkokan ke dalam sel-sel di kultur laboratorium. Manfaat dari pencangkokan gen tidak dapat diragukan lagi dalam bidang pertanian, terutama untuk memperoleh gengen tanaman yang dapat bertahan dan melawan sebagian besar penyakit atau hama dan tumbuhan pembunuh (rumput liar). Para peneliti tanaman pangan telah bekerja keras untuk mentransplantasikan gen-gen pengikat nitrogen dan menghasilkan tumbuhan polongan yang mampu mengikat nitrogen sendiri tanpa bersimbiosis dengan bacteri pengikat nitrogen. Dengan demikian tumbuhan hasil rekayasa genetika tersebut dapat tumbuh baik pada lahan yang miskin akan nitrogen. Bila kita mencangkokan gen-gen yang relevan ke dalam tanaman pangan lain dan mengaturnya dengan bacteri tersebut, maka kita tidak perlu menggunakan pupuk nitrogen. Dalam tahun 1987, percobaan pertama terhadap tanaman yang mengandung gen-gen pestisida dilakukan dengan menggunakan tanaman tembakau. Gen-gen pestisida berasal dari bacteri Bacillus thuringiensis. Bacteri ini menghasilkan suatu toksin yang membunuh larva hewan ngengat, tetapi tidak berbahaya (beracun) terhadap insekta lain, mamalia atau burung. 2. Transplantasi nukleus pada hewan Transplantasi nukleus dilakukan dengan dipindahkannya sebuah telur dan diganti dengan nukleus dari suatau sel yang berdiferensiasi. Bila nukleus dari sebuah sel di dalam usus seekor berudu (kecebong) dicangkokan ke dalam sebuah telur katak, maka zigot artifisial begitu terbentuk berkembang secara normal menjadi seekor katak dewasa secara seksual. Transplantasi nukleus memasukan semua gen dari nukleus yang ditransplantasikan ke dalam setiap sel yang menghasilkan embrio, termasuk germ cells, yaitu sel-sel yang menumbuhkan telur dan sperma. Gen-gen yang ditransplantasikan ini akan diteruskan pada generasi selanjutnya.
Gambar. Percobaan transplantasi nukleus

I.

Bioteknologi dalam Bidang Kedokteran Berkembangnya bioteknologi juga bermanfaat dalam bidang kedokteran, di antaranya dihasilkan insulin dari rekayasa genetika. Insulin sangat penting terutama bagi penderita penyakit diabetes melitus atau kencing manis yang sudah parah. Dari manfaat yang diperoleh, dapat di katakan bioteknologi membuka cakrawala baru dalam dunia medis. Aplikasi bioteknologi modern dalam dunia medis, misal dalam pembuatan antibodi, terapi penyakit genetika, pembuatan antibiotik dan penemuan vaksin baru. 1. Pembuatan antibodi Benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita disebut antigen, sementara itu tubuh kita akan beraksi terhadap masuknya benda asing tersebut dengan cara membentuk antibodi untuk pertahanan diri.
Gambar. Produksi anti monoklonal dan poliklonal Gambar. Terapi genetika

Berbagai antigen yang terdapat dalam tubuh kita akan merangsang timbulnya antibodi yang bermacam-macam pula, disebut antibodi pioliklonal. Bioteknologi dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan pembuatan antibodi poliklonal, artinya dimungkinkan diperoleh suatu antibodi yang spesifik, lebih murni dan dapat diproduksi dalam jumlah lebih besar. Antibodi yang spesifik ini dinamakan antibodi monoklonal. George Kohler dan Cesar Milstein tahun 1975 berhasil membuat antibodi murni yang dihasilkan oleh sekelompok sel yang identik, yaitu dengan menggabungkan dua tipe sel (sel yang mampu menghasilkan antibodi dan sel kanker/ sel meiloma) dari tubuh mencit. Dari penggabungan sel-sel tersebut dapat diperoleh sesuatu sel yang mampu terus-menerus membelah dan tumbuh, yang akan menghasilkan sel hibridoma (bastar) yang membawa sifat dri kedua sel asal. Sifat gabungan yang dihasilkan adalah sel antibodi dan mampu menghasilkan antibodi dan mampu hidup dalam jangka waktu lama. Dengan cara ini dapat dihasilkan antibodi yang spesifik dalam jumlah yang besar.

2.

Terapi genetika Biasanya penderita penyakit genetik akan kehilangan salah satu komponen gen dalam tubuhnya, sehingga mengakibatkan produk gen akan mengalami gangguan. Contoh penyakit genetik dan bersifat menurun yang tidak dapat diobati di antaranya thalasemmia, buta warna, hemofilia dan lain-lain. Dengan kemajuan bioteknologi beberapa penyakit keturunan ini dapat dicari pemecahan penyembuhannya. Sel penderita dimasukan DNA dari gen yang diinginkan untuk terapi, selanjutnya sel ini akan dibiarkan dalam medium kultur jaringan. Setelah diperoleh jumlah sel yang cukup, sel dimasukan lagi ke dalam tubuh penderita. Diharapkan kekurangan komponen gen dapat di atasi setelah ke dalam tubuh dimasukan sel yang membawa gen yang diperlukan.

by. Teddy

http://tedbio.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal
ANALISIS PERAN MIKROORGANISME, STUDI KASUS BAKTERI KARANG PENDEGRADASI SENYAWA HERBISIDA MCPA DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA ANALISIS PERAN MIKROORGANISME : STUDI KASUS BAKTERI KARANG PENDEGRADASI SENYAWA HERBISIDA MCPA DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA

DOSEN PEMBIMBING : NOPI STIYATI P., S.Si, M.T

OLEH : M. SADIQUL IMAN H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan petunjuk yang

dicurahkan-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan ini. Penulisan Analisis Peran Mikroorganisme: Studi Kasus Bakteri Karang Pendegradasi Senyawa Herbisida MCPA ini merupakan tugas yang diberikan oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T, yang mana tujuan yang saya ambil dari kegiatan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peran mikroorganisme dalam kehidupan sehari-hari serta mengembangkan daya kreativitas remaja khususnya mahasiswa dalam mengembangkan daya cipta untuk melakukan suatu perubahan dalam upaya sumbangan pikiran untuk pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Penulisan laporan ini dapat diselesaikan karena berkat bimbingan secara terpadu oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Dan akhirnya diharapkan agar penulisan laporan ini dapat berguna bagi kita semua serta kemajuan ilmu pengetahuan. Penulisan ini tentunya tidak lepas dari kritik dan saran yang besifat membangun.

Banjarbaru, Februari 2010

Penulis DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1 1.2 Tujuan dan Manfaat......................................................................... 1 1.3 Metode Penulisan............................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2 2.1 Pencemaran Laut.............................................................................. 3 2.2 Dampak Pencemaran Laut................................................................ 6 2.3 Pengertian Mikrobiologi................................................................... 9 2.4 Peran Mikroorganisme...................................................................... 9 BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13 3.1 Studi Kasus....................................................................................... 13 3.2 Isolasi Bakteri Karang...................................................................... 13 3.3 Proses Uji Degradasi oleh Bakteri Karang....................................... 14 3.4 Faktor yang Mempengaruhi............................................................. 15 BAB IV PENUTUP....................................................................................... 16 4.1 Kesimpulan....................................................................................... 16 4.2 Saran................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17

LAMPIRAN................................................................................................. 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguhsungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya, kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di laut. Hal ini perlu dicegah atau setidaktidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin. Di Indonesia, teknologi untuk mengolah berbagai polutan dengan menggunakan bahan-bahan kimia masih sangat mahal. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem bioteknologi yang cukup selektif dan ekonomis untuk menghilangkan polutan ini. Bioteknologi merupakan salah satu cara pengolahan yang sekarang sedang marak digunakan. Dimana dalam hal ini menggunakan peran mikroorganisme dalam mendegradasi atau menguraikan bahan pencemar (polutan) dalam perairan. 1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mengetahui peran mikroorganisme, khususnya bakteri karang dalam mendegradasi senyawa MCPA, yang merupakan bahan polutan di perairan Pantai Utara Jawa, 2. Bagaimana proses penguraian senyawa MCPA oleh bakteri karang terjadi, serta 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi proses degradasi senyawa MCPA tersebut. Sedangkan manfaat dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang peran mikroorganime dalam penggunaannya di bidang bioteknologi. 1.3 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur dari buku-buku maupun jurnal-jurnal yang berkaitan dengan peran mikroorganisme dalam mendegradasi polutan pada perairan yang informasinya didapat dari internet. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Laut Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh

kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999 dalam Misran, 2002). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002). 2.1.1 Jenis-Jenis Polutan Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Mannion dan Bowlby (1992) dalam Misran (2002) menggolongkannya dari segi konservatif/non-konservatif : a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu : buangan yang dapat terurai (seperti sampah dan lumpur), buangan dari industri pengolahan makanan, proses distilasi (penyulingan), industri-industri kimia, dan tumpahan minyak; pupuk, umumnya dari industri pertanian; buangan dissipasi (berlebih), pada dasarnya adalah energi dalam bentuk panas dari buangan air pendingin, termasuk juga asam dan alkali. b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu : partikulat, seperti buangan dari penambangan (misalnya : tumpahan dari tambang batubara, debudebu halus), plastik-plastik inert; buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga bentuk : (I) logam-logam berat (merkuri, timbal, zinkum); (ii) hidrokarbon terhalogenasi (DDT dan pestisida lain dari hidrokarbon terklorinasi, dan PCBs atau polychlorinated biphenyl); dan (iii) bahan-bahan radioaktif. Seringkali polutan yang masuk ke laut berbentuk kompleks, dalam arti dapat mengandung kedua golongan di atas yaitu konservatif dan non-konservatif. Sebagai contoh adalah buangan yang berasal dari penduduk (limbah domestik) yang umumnya mengandung buangan organik tetapi juga mengandung bahan berlogam, minyak dan pelumas, deterjen, organoklorin, dan buangan industri lainnya. Sementara itu GESAMP (The Grooup of Experts on Scientific Aspects of Marine Pollution) memberikan 8 klasifikasi polutan yakni hidrokarbon terhalogenasi termasuk PCBs dan pestisida, misalnya DDT; minyak bumi dan bahan-bahan yang dibuat dari minyak bumi; zat kimia organik seperti biotoksin laut (marine biotoxin), deterjen; pupuk buatan (kimia) maupun alami termasuk yang terdapat di dalam kotoran yang berasal dari pertanian; zat kimia anorganik, terutama logam berat seperti merkuri dan timah hitam; benda-benda padat (sampah) baik organik maupun anorganik; zat-zat radioaktif; dan buangan air panas (thermal water) (Misran, 2002). 2.1.2 Sumber-Sumber Polutan Menurut Alamsyah (1999) dalam Misran (2002), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat

diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan kimiawi. Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan hutan (deforestation), buangan limbah industri (disposal of industrial wastes), buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair domestik (sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal), konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan reklamasi di kawasan pesisir (reclamation). Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based pollution) yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : perkapalan (shipping), dumping di laut (ocean dumping), pertambangan (mining), eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation), budidaya laut (mariculture), dan perikanan (fishing). Lebih jauh lagi, cara masuknya sumber-sumber polutan ke laut diterangkan oleh Mannion dan Bowlby (1992). Ada limbah yang dibuang ke laut secara langsung yaitu berupa hasil kegiatan di pantai maupun lepas pantai, atau secara tidak langsung sebagai bahan yang terbawa melalui aliran sungai; ada pula limbah yang dengan sengaja dibawa ke laut lepas untuk ditimbun (dumping). Sumber polutan yang terpenting berasal dari kegiatan di darat (sekitar 95%), yaitu berupa buangan industri yang dilepas secara reguler juga berupa limbah cair domestik. Sementara itu, sumber pencemaran akibat kegiatan di laut terutama berasal dari buangan kapal-kapal baik karena kegiatan operasional rutin (sengaja) maupun karena kecelakaan (tidak sengaja). Pencemaran akibat kecelakaan mengakibatkan masuknya polutan dalam jumlah besar, seperti akibat kebocoran kapal supertanker minyak yang menyebabkan laut tercemar. Yang lebih penting lagi adalah akibat kegiatan rutin yang secara reguler membuang polutan ke lingkungan laut karena hal ini nerupakan cara termurah untuk membuang limbah. Contohnya adalah pembuangan limbah yang telah diolah sebagian atau belum diolah sama sekali, limbah cair dan air pendingin dari industri, sludge, tumpahan dari penambangan dan akibat pengerukan, mesiu yang tidak terpakai lagi, dan buangan radioaktif. Khusus untuk radioaktif, buangannya bukan saja berasal dari pusat pembangkit tenaga nuklir, pabrik pengolahan bahan bakar nuklir, dan kegiatan pengolahan uranium; tetapi juga berasal dari kegiatan umum lainnya seperti pembakaran batubara. Bila batubara dibakar maka akan memancarkan partikel-partikel radioaktif ke atmosfer yang akan kembali lagi ke laut. Budidaya laut (mariculture), yang membutuhkan air segar, dapat tercemar dengan sendirinya akibat kelebihan pakan yang akhirnya mendorong terjadinya proses eutrofikasi; dan pestisida yang digunakan agar ikan terhindar dari parasit dapat menyebabkan matinya invertebrata lainnya. Kegiatan rekreasi dan kepariwisataan telah menjadi aspek penting dalam peningkatan ekonomi, khususnya bagi penduduk pesisir. Akan tetapi kegiatan ini telah membawa dampak lingkungan yang tidak selalu positif. Buangan limbah dari hotel dan restoran di sepanjang pantai, serta meningkatnya permintaan air bersih dapat memberi ancaman berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir. Di sisi lain, tidak ada atau kurangnya titik/tempat tambatan kapal (ponton) yang dipersiapkan pada kawasan taman wisata alam laut, menyebabkan jangkar kapal sangat berpeluang merusak terumbu karang (Misran, 2002). 2.2 Dampak Pencemaran Laut Dampak yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan yang telah disebutkan sebelumnya

adalah sangat beragam. Ada beberapa polutan yang dapat langsung meracuni kehidupan biologis. Ada pula polutan yang menyerap banyak jumlah oksigen selama proses dekomposisi. Ada polutan yang mendorong tumbuhnya jenis-jenis binatang tertentu. Dan ada pula polutan yang berakumulasi di dalam jaringan makanan laut yang tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel hidup (bioaccumulation). Masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia adalah limbah cair domestik dan industri. Hal ini umumnya disebabkan tidak atau kurang memadainya fasilitas untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. GESAMP telah bersepakat mempelajari beberapa polutan yang khusus yaitu PCBs; pestisida organoklorin; logam berat seperti merkuri, timbal, arsen, kadmium; deterjen; dan biotoksin laut. Zat-zat ini diberi prioritas yang tinggi karena toksisitas, persistensi, dan sifatnya yang berakumulasi dalam organisme-organisme yang hidup di laut dan pengaruhnya pada jaringan makanan laut menunjukkan kadar yang tinggi. Mereka masuk melalui plankton dan kemudian dimakan oleh berbagai binatang laut seperti binatang-binatang karang yang dapat mengumpulkan konsentrasi dari pestisida yang sangat tinggi (Misran, 2002).

2.2.1 Limbah Industri Pertanian Masalah pencemaran yang dikaitkan dengan pertanian adalah sedimentasi pestisida dan pupuk. Aliran air hujan dari daerah pertanian juga mengandung bahan makanan yang besar seperti senyawa nitrogen yang jika sampai ke laut dapat menyebabkan masalah eutrofikasi. Pestisida digunakan dengan maksud untuk pembasmian hama dalam pertanian. Hanya saja, sifat toksisitas pestisida telah diketahui dapat menimbulkan kanker. Selain itu, bahaya utama yang telah diketahui dari sisa pestisida adalah kemampuan untuk merusak biota laut dikarenakan daya akumulasinya pada biota laut. Dalam konsentrasi yang rendah (karena sudah terencerkan), pestisida biasanya memang tidak sampai mematikan ikan, tetapi menghambat pertumbuhan. Tetapi untuk beberapa organisma laut, terutama jenis crustacea seperti udang dan kepiting, senyawa-senyawa organoklorin dan organofosfat telah bersifat letal sekalipun dalam dosis rendah (Misran, 2002). 2.2.2 Limbah Industri Minyak dan Gas (Migas) Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir dari penguraian bahan-bahan organik (sel-sel dan jaringan hewan/tumbuhan laut) yang tertimbun selama berjuta tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan atau pun di daerah lepas pantai. Hal ini menunjukkan bahwa minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Terbentuknya minyak bumi sangat lambat, oleh karena itu perlu penghematan dalam penggunaannya. Minyak bumi kasar (baru keluar dari sumur eksplorasi) mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi mengandung senyawa nitrogen antara 00,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi tidak sama, bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut. Minyak bumi berdasarkan titik

didihnya dapat dibagi menjadi sembilan fraksi. Pemisahan ini dilakukan melalui proses destilasi ( Hadi, 2003 dalam Puspitaningrom, 2008). Limbah padat yang dihasilkan industri minyak disebut dengan oil sludge. Dimana minyak hasil penyulingan (refitnes) dari minyak mentah biasanya disimpan dalam tangki penyimpanan. Oksidasi proses yangterjadi akibat kontak antara minyak , udara dan air menimbulkan adanya sedimnetasi pada dasar tangki penyimpanan, endapan ini adalah oil sludge. Oil sludge terdiri dari, minyak (hidrocarbon), air , abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan hidrocarbon pada oil sludge merupakan limbah B3 karena banyak mengandung logam-logam berat yang dapat membahayakan. Sehingga dalam pengelolaannya harus mengacu pada peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999, dimana limbah B3 harus diproses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak beracun dan berbahaya. Sebenarnya banyak teknik pengolahan limbah oil sludge yang dapat diaplikasikan seperti, incenerasi (pembakaran), centrifugasi (pemisahan), steam extraction (ekstraksi), dan bioremediation (mikrobiologi). Namun, kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa teknologi tersebut masih jauh dari yang diharapkan, ditambah lagi dengan biaya operasional yang masih sangat mahal. Dewasa ini, teknologi plasma juga diterapkan dalam mengolah limbah oil sludge. Plasma tidak hanya dapat mengolah oil sludge, tapi sekaligus dapat mendaur ulang limbah yang umumnya mengandung sekitar 40% minyak. Dengan mengolah oil sludge akan menghasilkan light oil seperti minyak diesel yang siap pakai, dan residu dari proses pengolahan siap dan aman untuk dibuang (landfill) ataupun dimanfaatkan menjadi bahan yang bernilai ekonomis seperti, sebagai bahan pembuat keramik, batako atau paving blok, genteng (Sugiarto,2004 dalam Puspitaningrom, 2008).

2.3 Pengertian Mikrobiologi Mikrobiologi merupakan suatu istilah luas yang berarti studi tentang organisme hidup yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikrobiologi mencakup studi tentang bakteri (bakteriologi), virus (virologi), khamir dan jamur (mikologi), protozoa (protozoologi), beberapa ganggang, dan beberapa bentuk kehidupan yang tidak sesuai untuk dimasukkan ke dalam kelompok tersebut di atas. Bentuk kehidupan yang kecil seperti itu disebut mikroorganisme. Kadang-kadang disebut mikroba atau dalam bahasa sehari-hari, kuman (Volk dan Wheeler, 1993). 2.4 Peran Mikroorganisme Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003 dalam Ali, 2008). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan

enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tempat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relatif cepat (Darkuni, 2001 dalam Ali, 2008). Oleh karena aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Sekilas, makna praktis dari mikroorganisme disadari terutama karena kerugian yang ditimbulkannya pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Misalnya dalam bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Walaupun di bidang lain mikroorganisme tampil merugikan, tetapi perannya yang menguntungkan jauh lebih menonjol. Mikroorganisme banyak dimanfaatkan untuk bahan bakar hayati (metanol dan etanol), bioremediasi, dan pertambangan. Selain itu, mikroorganisme yang ada di lingkungan berperan dalam perputaran/siklus materi dan energi terutama dalam siklus biogeokimia dan berperan sebagai pengurai (dekomposer). Mikroorganisme pada lingkungan alami juga dapat digunakan sebagai indikator baik buruknya kualitas lingkungan, baik perairan ataupun terrestrial (Ali, 2008). 2.4.1 Bakteri Pengurai Senyawa Halogen Studi mengenai biodegradasi komponen terhalogenasi dimulai pada awal abad ke-20 terkait dengan banyaknya limbah dari senyawa terhalogenasi. Senyawa terhalogenasi bersifat toksik (Slater; J.H; Bull, A.T.; & D.J. Hardman; 1995 dalam Nurhayati, 2008). Senyawa terhalogenasi berpotensi menyebabkan keracunan, teratogenik serta karsinogenik. Metabolit yang dihasilkan dari hasil biodegradasi senyawa organoklorin sering bersifat toksik karena menghambat reaksi-reaksi kunci di metabolisme sel. Salah satu senyawa intermediate yang toksik adalah floroasetat yang potensial sebagai inhibitor pada siklus asam trikarboksilat, karena senyawa ini dapat menghambat akonitase yang berperan di siklus asam sitrat (TCA) (Peters, 1952 dalam Nurhayati, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti diketahui bahwa sejumlah mikrobia berhasil diisolasi dan diseleksi berdasarkan kemampuan tumbuh pada komponen terhalogenasi misalnya genus Pseudomonas, Alcaligenes, Rhodococcus, Hyphomicrobium (Slater, 1994 dalam Nurhayati, 2008). Beberapa mikrobia yang memiliki kemampuan tumbuh dan melakukan biodegradasi senyawa terhalogenasi karena memiliki enzim dehalogenase. Enzim yang mengkatalisis reaksi dehalogenasi disebut dehalogenase (Jensen, 1960 dan Slater, et al 1995 dalam Nurhayati, 2008). Mekanisme pemutusan halogen dari komponen aromatik meliputi berlangsung secara oksidatif, hidrolitik dan reduktif. Mekanisme biodegradasi pestisida oleh mikrobia secara oksidatif yaitu proses terlepasnya halogen dari senyawa aromatik terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan oksigen. Dehalogenasi hidrolitik yaitu mekanisme biodegradasi senyawa terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan hidrogen sedangkan proses dehalogenasi reduktif adalah proses terlepasnya halogen yang merupakan gugus penentu toksisitas dari senyawa terhalogenasi dengan melibatkan enzim dan proses reaksi reduksi (Nurhayati, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2008) diketahui bahwa herbisida 2,4-

diklorofenoksiasetat (2,4-D) dapat segera terdegradasi di tanah, sementara 2,4,5- Trikloroasam asetat (2,4,5-T) dan 4-klor-2- metilfenoksi asetat (MCPA) lebih perisiten atau tahan. Degradasi MCPA oleh bakteri di dalam tanah telah diteliti oleh berbagai peneliti dengan mengamati kemampuan melepas klorida dari subtitusi klorida pada subtrat utama senyawa organoklorin baik dari pestisida, fungisida dan herbisida (Loos, M.A.; 1975 dalam Nurhayati, 2008). Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang dapat menggunakan MCPA sebagai sumber karbon satu-satunya ( Evans, et. al.; 1971 dalam Nurhayati, 2008), mikrobia lain yang dapat menggunakan herbisida MCPA sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya adalah Alcaligenes, Azotobacter, Pseudomonas, Acinetobacter, Xanthobacter dan Flavobacterium ( Balajee & Mahadevan, 1990 dalam Nurhayati, 2008). Biodegradasi MCPA oleh mikrobia diawali dengan pemutusan secara oksidatif ikatan eter menghasilkan fenol. Reaksi berikutnya adalah terjadinya hidrolisasi katekol diikuti dengan pemutusan cincin secara ortho pada isolat Alcaligenes eutrophus JMP 134. Beberapa strain mikrobia memiliki plasmid yang memiliki gen mengkode berbagai macam enzim yang dapat mendegradasi MCPA, yang merupakan mikrobia dengan plasmid broad range dan dapat ditransfer secara bebas antar mikroorganisme di dalam tanah ( Don, & Pemberton, 1981 dalam Nurhayati, 2008). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa mikrobia memiliki serangkaian enzim kunci dari yang memiliki organisasi dan regulasi gen yang dapat mendegradasi haloaromatik. Adanya limbah terhalogenasi yang berbahaya dan melimpahnya mikrobia yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis proses biodegradasi senyawa terhalogenasi maka diharapkan didapatkan mikrobia yang dapat digunakan sebagai agen pembersih tanah dan air yang terkontaminasi komponen aromatik terhalogenasi (Nurhayati, 2008).

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Studi Kasus Pencemaran di wilayah pesisir perairan Pantai Utara Jawa di sebabkan oleh limbah industri dan peningkatan penggunaan bahan petisida dalam bidang pertanian. Sebagian besar komposisi limbah industri berupa garam-garam dari berbagai senyawa halogen seperti fluor, chlor, brom, iod dan astatin. Selain itu senyawa herbisida juga menjadi bahan pencemar perairan Pantai Utara Jawa, yang mana senyawa herbisida yang sering digunakan adalah 4-klor-2- metilfenoksi asetat (MCPA). Pencemaran ini tentunya menimbulkan dampak yang sangat besar bagi ekosistem perairan Pantai Utara Jawa. Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir paling produktif juga mendapat ancaman pencemaran ini, selain keberadaan makhluk laut lainnya. Untuk itu tentunya diperlukan suatu pendekatan teknologi dan upaya pelestarian dalam menjaga keberadaan ekosistem terumbu karang tersebut. Penggunaan bioteknologi, salah satunya bakteri karang menjadi upaya yang tepat dalam mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh senyawa MCPA. Kemajuan ilmu dan teknologi telah berhasil mengembangkan suatu sistem katalis biologi dalam mengelola limbah berbahaya untuk mendegradasi, mendetoksifikasi atau mengakumulasikan polutan

tersebut, contohnya penggunaan bakteri karang. WSSA (1989) dalam Harpeni (2006) melaporkan bahwa MCPA dapat didegradasi di perairan melalui proses biodegradasi dan fotodegradasi. Sehingga keberadaan bakteri pendegradasi herbisida organoklorin (MCPA) yang berasosiasi dengan karang dapat menjadi alternatif pemecahan masalah pencemaran ini. 3.2 Isolasi Bakteri Karang Metode yang digunakan dalam mengisolasi bakteri karang adalah metode yang dilakukan oleh Chutiwan (1994) dalam Harpeni (2006). Karang yang diambil dari lokasi sampling langsung ditempatkan di dalam plastik steril kemudian jaringannya dikerok 1 gram menggunakan alat pengerok khusus dan dihomogenkan dengan 9 ml air laut steril yang selanjutnya dilakukan seri pengenceran. Diambil 1 ml suspensi homogen dari masing-masing karang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air laut steril, dikocok hingga homogen dan diperoleh pengenceran 10-1. Selanjutnya dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml contoh air dengan menggunakan pipet steril, yang kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml air laut steril dan diperoleh pengenceran 10-2. Masing-masing diambil 80 l contoh air, dimasukkan ke dalam masing-masing cawan petri steril yang berisi Zobell 2216E dan disebarkan hingga merata. Cawan petri tersebut dibungkus dengan kertas pembungkus dan diinkubasikan selama 2 x 24 jam pada suhu kamar. Koloni bakteri yang tumbuh pada permukaan agar tersebut, kemudian dipisahkan dengan metode goresan (streak method) sehingga diperoleh isolat bakteri pembentuk biofilm primer yang berupa kultur murni (Harpeni, 2006). Proses isolasi bakteri karang bertujuan untuk mendapatkan kultur murni dari hasil pengambilan sampel karang dari lokasi sampling. Dimana hal ini berguna untuk menyeleksi bakteri karang yang berasosiasi dengan karang, untuyk mendapatkan isolat yang baik. Ini tentunya untuk memudahkan pengembangbiakan bakteri karang, sehingga pendegradasian senyawa MCPA menjadi maksimal. 3.3 Proses Uji Degradasi oleh Bakteri Karang Terdapat 2 uji degradasi penggunaan isolat murni bakteri karang dalam kemampuannya untuk mendegradasi senyawa MCPA. Yang pertama adalah uji degradasi kualitatif bakteri karang pada media indikator, dimana isolat murni dengan indikator media EMBA yang mengandung 200 mg MCPA, yang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air dengan pH 7,0. Isolat murni ditanam pada media EMBA dan diinkubasi selama 24 jam dan hasilnya terjadi perubahan warna koloni menjadi merah. Ini menunjukkan bahwa isolat mampu mendegradasi senyawa MCPA. Sedangkan yang kedua adalah uji degradasi pada media cair. Media yang digunakan mengandung 2,5 gram bacto-peptone dan 0,5 gram yeast extract + 80 miligram/liter MCPA per 1 liter air laut. Media tersebut terlebih dahulu dilarutkan sehingga menjadi homogen dengan cara dipanaskan pada magnetic stirrer hot plane, dan didapatkan ph antara 7,5 7,6. 3.3.1 Proses Penguraian Biodegradasi MCPA oleh mikrobia, contohnya bakteri karang diawali dengan pemutusan secara oksidatif ikatan eter menghasilkan fenol. Reaksi berikutnya adalah terjadinya hidrolisasi katekol diikuti dengan pemutusan cincin secara ortho pada isolat. Beberapa strain mikrobia memiliki plasmid yang memiliki gen mengkode berbagai macam enzim yang dapat mendegradasi MCPA, yang merupakan mikrobia

dengan plasmid broad range dan dapat ditransfer secara bebas antar mikroorganisme di dalam tanah ( Don, & Pemberton, 1981 dalam Nurhayati, 2008). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa mikrobia memiliki serangkaian enzim kunci dari yang memiliki organisasi dan regulasi gen yang dapat mendegradasi haloaromatik. Adanya limbah terhalogenasi yang berbahaya dan melimpahnya mikrobia yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis proses biodegradasi senyawa terhalogenasi maka diharapkan didapatkan mikrobia yang dapat digunakan sebagai agen pembersih tanah dan air yang terkontaminasi komponen aromatik terhalogenasi. 3.4 Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan pencemaran di laut yang diakibatkan oleh pencemaran penggunaan bahan herbisida MCPA, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dalam proses penguaraian/pendegradasian oleh bakteri karang. Proses penguraian yang terjadi pada senyawa herbisida MCPA dengan bakteri karang dipengaruhi oleh kemampuan degradasi yang tinggi dan sensitivitas yang rendah terhadap MCPA. Hal ini sebelumnya dilakukan penyeleksian isolat bakteri, gunanya untuk mendapatkan isolat yang memiliki karakter yang paling baik. Selain itu MCPA merupakan sumber karbon satu-satunya, sehingga bakteri karang dapat menggunakannya sebagai sumber makanannya. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penulisan analisis ini adalah : 1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. 2. Masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia adalah limbah cair domestik dan industri. 3. Salah satu solusi yang sekarang sedang marak digunakan adalah penggunaan mikoorganisme sebagai pengurai senyawa berbahaya dalam limbah industri, khususnya pencemaran perairan. 4. Bakteri karang yang berasosiasi dengan terumbu karang diyakini dapat mendegradasi senyawa herbisida MCPA, hal ini berdasarkan penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan bakteri karang yang memiliki daya degradasi tinggi dan sensitivitas yang rendah terhadap senyawa herbisida MCPA. 4.2 Saran Peran mikroorganisme dalam mendegradasi limbah tentunya harus diawasi penggunaannya, agar keberadaan mikroorganisme tersebut tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan dan organisme hidup lainnya. DAFTAR PUSTAKA

Puspitaningrom, Alvie. 2008. Pemanfaatan Limbah Activated Alumina dan Sand Blasting PT. PERTAMINA UP IV Cilacap Sebagai Bahan Pembuatan Souvenir Dengan Teknik Solidifikasi. http://lemlit.unila.ac.id/file/Prosiding/ProsidingI2006.pdf Diakses tanggal 27 Februari 2010 Volk, Wesley A., dan Wheeler, Margaret F. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. Misran, Erni. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membran Dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL2xpYnJhcnkudXN1LmFjLmlkL2Rvd25sb2FkL2Z0L2tpbWlhL WVybmkucGRm Diakses tanggal 28 Februari 2010 Ali, Iqbal. 2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan. http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan/ Diakses tanggal 28 Februari 2010 Nurhayati. 2008. Uji Ketahanan Bakteri Dehalogenasi pada Subtrat Herbisida KMCPA Formula. http://eprints.undip.ac.id/1985/1/Bioma_Nurhayati_Juni_08.pdf Diakses tanggal 28 Februari 2010

You might also like