You are on page 1of 24

http://winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/10/QUO-VADIS-PENDIDIKAN-BUDI-PEKERTI.pdf http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/DISERTASI/PENDIDIKAN_UMUM/0605049__SULTHONI/D_P U_0605049_Chapter2.pdf http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132280878/15.%20Strategi%20untuk%20mengimplementas ikan%20Pendidikan%20Budi%20Pekerti%20secara%20efektif%20di%20sekolah.pdf http://www.scribd.

com/doc/43459450/Pendekatan-Penanaman-Nilai-Dalam-Pendidikan-BudiPekerti-Di-Sekolah

Artikel TIK tentang Budi Pekerti

PENERAPAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI Oleh: I Putu Wijana (0811031383)

Sebelum kita peduli pendidikan karakter, sebaiknya kita tahu dulu apa dan bagaimana sebetulnya pendidikan karakter dan apa bedanya dengan pendidikan budi pekerti. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia cerdas yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Tapi mengapa pada era atau pada jaman imperialisme budaya saat ini, tingkat kriminalitas anak-anak dan remaja sangat tinggi dan jumlah mereka yang masuk penjara lebih dari satu juta orang (Harry Hikmat, Direktur Anak Depsos, Waspada, 11 Maret 2009). Mengapa pula banyak anak remaja kita tidak merasa bersalah jika berbohong, rendah rasa hormat kepada ortu dan guru, pecandu narkoba dan minuman keras, sering bolos sekolah, tidak mengerjakan PR , memalak teman sekelas dan sebagainya. Dan lebih jauh lagi mengapa pendidikan yang kini tumbuh berkembang dengan pesat, justru berefek melahirkan banyaknya koruptor. Memang tidak semua koruptor, tetapi mereka-mereka para pelaku korupsi justru orang-orang yang pada umumnya sudah menyandang berbagai gelar pendidikan. Banyak kalangan yang mengkritik dan menilai bahwa pendidikan nasional telah gagal dalam membentuk watak/karakter dan moral anak bangsa. Mereka menganggap lembaga pendidikan baik formal maupun nonformallah yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam hal membentuk, membimbing dan mendidik SDM yang tangguh dan unggul sekaligus punya karakter yang kuat.

Betulkah lembaga pendidikan di Indonesia secara umum gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur, gagal dalam melahirkan anak bangsa yang berkepribadian atau bermoral? Selama ini upaya untuk membentuk budi pekerti yang luhur di sekolah-sekolah bukannya tidak dilakukan. Hanya saja metodeloginya masih belum effektif. Pendidikan moral dan budi pekerti baru bersifat knowing. Budi pekerti yang luhur, moral ataupun kepribadian yang baik baru bersifat pengetahuan dan belum menjadi karakter yang melekat pada diri siswa. Sebagai orang awam, terkadang kita sulit membedakan pendidikan budi pekerti yang selama ini diterapkan di sekolah-sekolah dengan pendidikan karakter yang sekarang sedang digalakkan oleh ibu Ratna Megawangi, sang pelopor pendidikan holistik berbasis karakter. Oleh karena itu, sebaiknya kita melihat dulu apa yang disebut pendidikan budi pekerti. Menurut Dr. Syarkawi, M.Pd. dalam bukunya Pembentukan kepribadian Anak menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertkwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan

(mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya. Budi pekerti erat hubungannya dengan kepribadian. Dengan kepribadian yang baik, seseorang dapat mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung pada budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Atau sebaliknya, dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang baik sejak dini, akan membantu pembentukan kepribadian yang berbudi pekerti luhur. Setelah pendidikan nasional dianggap gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur atau lebih tepatnya sekolah-sekolah belum seluruhnya berhasil melahirkan anak-anak yang berbudi pekerti luhur dengan nilai-nilai yang berderet-deret di atas, maka harus ada yang perlu diubah yaitu

bagaimana pendekatan, metode dan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Karena hal inilah yang sesungguhanya menentukan efektivitas dan efisiensi pembentukan kepribadian anak manusia. Seorang perempuan Indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat, Ibu Dr. Ir Ratna Megawangi M.Sc, telah melakukan sebuah perubahan besar dalam proses pembelajaran budi pekerti di sekolah dengan melahirkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter. Seluruh nilai-nilai budi pekerti di atas dirangkum dalam Sembilan pilar karakter emas- nya melalui pendekatan, metodelogi dan strategi knowing the good, feeling the good/loving the good, acting the good. Pendiri dan direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation yang mengelola hampir 100 sekolah karakter di berbagai penjuru tanah air ini menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses/usaha untuk mengembangkan semua potensi anak menjadi manusia seutuhnya. Perkembangan anak harus seimbang, baik dari segi akademiknya maupun segi sosial dan emosinya. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari aktivitas belajar dengan cara membaca, menulis, menghafal dan lain-lain sedangkan perbuatan/sikap/perilaku yang baik dapat diraih dengan selalu berlatih/aktion dan selalu membiasakannya dalam setiap kegiatan/aktivitas sehari-hari. Ringkasnya menurut si Ibu, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan effektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan karakter menjadi berbeda dengan pendidikan moral/budi pekerti karena pendidikan budi pekerti hanya terfokus pada pengetahuan tentang moral/nilai-nilai luhur (hanya menekankan aspek kognisi). Kurikulum pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian siswa yaitu pribadi yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata. Lewat Yayasan Warisan Luhur Budi (Indonesia Heritage Foundation) yang didirikan tahun 2001, Ratna Megawangi dan suaminya Dr. Sofyan Djalil,S.H.,M.A.,MALD bersama teman-temannya menuangkan sebuah idealisme, mimpi dan harapan besar bahwa suatu saat Bangsa Indonesia akan berjaya sebagai bangsa yang berkarakter kuat. Kita berharap agar mimpi Ibu Ratna, mimpi kita dan teman-teman pendidik dapat terwujud. Semoga Pemerintah era 2009-2014 mampu mengembalikan fungsi pendidikan, yaitu tidak untuk membangun kecerdasan intelektual saja, tetapi juga untuk menjadikan manusia Indonesia berkarakter mulia dan menjadikan pendidikan karakter sebagai prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Idealnya substansi pendidikan karakter bangsa termuat dalam UU Diknas.

Daftar Pustaka

Widya, Ina. 2009. Penerapan Pendidikan Budi Pekerti. Tersedia pada http://ypk.or.id/in/berita-aartikel/artikel/108-yuk-kita-peduli-pendidikan-karakter-2.html (diakses tanggal 21 Desember 2010).

file:///D:/tugas%20akhir%20inklusii/artikel-tik-tentang-budi-pekerti.html

Category: Pendidikan Published on Friday, 03 July 2009 11:24 Written by Ina Widya Hits: 4654 Oleh : Ina Widya. Sebelum kita peduli pendidikan karakter, sebaiknya kita tahu dulu apa dan bagaimana sebetulnya pendidikan karakter dan apa bedanya dengan pendidikan budi pekerti. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia cerdas yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Tapi mengapa pada era atau pada jaman imperialisme budaya saat ini, tingkat kriminalitas anak-anak dan remaja sangat tinggi dan jumlah mereka yang masuk penjara lebih dari satu juta orang (Harry Hikmat, Direktur Anak Depsos, Waspada, 11 Maret 2009). Mengapa pula banyak anak remaja kita tidak merasa bersalah jika berbohong, rendah rasa hormat kepada ortu dan guru, pecandu narkoba dan minuman keras, sering bolos sekolah, tidak mengerjakan PR , memalak teman sekelas dan sebagainya. Dan lebih jauh lagi mengapa pendidikan yang kini tumbuh berkembang dengan pesat, justru berefek melahirkan banyaknya koruptor. Memang tidak semua koruptor, tetapi mereka-mereka para pelaku korupsi justru orang-orang yang pada umumnya sudah menyandang berbagai gelar pendidikan. Banyak kalangan yang mengkritik dan menilai bahwa pendidikan nasional telah gagal dalam membentuk watak/karakter dan moral anak bangsa. Mereka menganggap lembaga pendidikan baik formal maupun nonformallah yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam hal membentuk, membimbing dan mendidik SDM yang tangguh dan unggul sekaligus punya karakter yang kuat. Betulkah lembaga pendidikan di Indonesia secara umum gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur, gagal dalam melahirkan anak bangsa yang berkepribadian atau bermoral? Selama ini upaya untuk membentuk budi pekerti yang luhur di sekolah-sekolah bukannya tidak dilakukan. Hanya saja metodeloginya masih belum effektif. Pendidikan moral dan budi pekerti baru bersifat knowing. Budi pekerti yang luhur, moral ataupun kepribadian yang baik baru bersifat pengetahuan dan belum menjadi karakter yang melekat pada diri siswa. Sebagai orang awam, terkadang kita sulit membedakan pendidikan budi pekerti yang selama ini

diterapkan di sekolah-sekolah dengan pendidikan karakter yang sekarang sedang digalakkan oleh ibu Ratna Megawangi, sang pelopor pendidikan holistik berbasis karakter. Oleh karena itu, sebaiknya kita melihat dulu apa yang disebut pendidikan budi pekerti. Menurut Dr. Syarkawi, M.Pd. dalam bukunya Pembentukan kepribadian Anak menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertkwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya. Budi pekerti erat hubungannya dengan kepribadian. Dengan kepribadian yang baik, seseorang dapat mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung pada budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Atau sebaliknya, dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang baik sejak dini, akan membantu pembentukan kepribadian yang berbudi pekerti luhur. Setelah pendidikan nasional dianggap gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur atau lebih tepatnya sekolah-sekolah belum seluruhnya berhasil melahirkan anak-anak yang berbudi pekerti luhur dengan nilai-nilai yang berderet-deret di atas, maka harus ada yang perlu diubah yaitu bagaimana pendekatan, metode dan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Karena hal inilah yang sesungguhanya menentukan efektivitas dan efisiensi pembentukan kepribadian anak manusia. Seorang perempuan Indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat, Ibu Dr. Ir Ratna Megawangi M.Sc, telah melakukan sebuah perubahan besar dalam proses pembelajaran budi pekerti di sekolah dengan melahirkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter. Seluruh nilai-nilai budi pekerti di atas dirangkum dalam Sembilan pilar karakter emas- nya melalui pendekatan, metodelogi dan strategi knowing the good, feeling the good/loving the good, acting the good. Pendiri dan direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation yang mengelola hampir 100 sekolah karakter di berbagai penjuru tanah air ini menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses/usaha untuk mengembangkan semua potensi anak menjadi manusia seutuhnya. Perkembangan anak harus seimbang, baik dari segi akademiknya maupun segi sosial dan emosinya. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari aktivitas belajar dengan cara membaca, menulis, menghafal dan lain-lain sedangkan perbuatan/sikap/perilaku yang baik dapat diraih dengan selalu

berlatih/aktion dan selalu membiasakannya dalam setiap kegiatan/aktivitas sehari-hari. Ringkasnya menurut si Ibu, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan effektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan karakter menjadi berbeda dengan pendidikan moral/budi pekerti karena pendidikan budi pekerti hanya terfokus pada pengetahuan tentang moral/nilai-nilai luhur (hanya menekankan aspek kognisi). Kurikulum pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian siswa yaitu pribadi yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata. Lewat Yayasan Warisan Luhur Budi (Indonesia Heritage Foundation) yang didirikan tahun 2001, Ratna Megawangi dan suaminya Dr. Sofyan Djalil,S.H.,M.A.,MALD bersama teman-temannya menuangkan sebuah idealisme, mimpi dan harapan besar bahwa suatu saat Bangsa Indonesia akan berjaya sebagai bangsa yang berkarakter kuat. Kita berharap agar mimpi Ibu Ratna, mimpi kita dan teman-teman pendidik dapat terwujud. Semoga Pemerintah era 2009-2014 mampu mengembalikan fungsi pendidikan, yaitu tidak untuk membangun kecerdasan intelektual saja, tetapi juga untuk menjadikan manusia Indonesia berkarakter mulia dan menjadikan pendidikan karakter sebagai prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Idealnya substansi pendidikan karakter bangsa termuat dalam UU Diknas. Sumber : * Ensiklopedia tokoh Indonesia * Harian umum Pelita (Revitalisasi Pendidikan Karakter Bangsa) * Iman Sofyani (Pendidikan Karakter Anak Sejak Dini) * H.M.Farid Nasution.MA (Pendidikan Gagal Membentuk Karakter Bangsa) * Dr.Sjarkawi,M.Pd. (Pembentukan Kepribadian Anak) * Doni Koesoema (Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global) * Russell T. Williams/ Ratna Megawangi (Kecerdasan Plus Karakter) file:///D:/tugas%20akhir%20inklusii/108-yuk-kita-peduli-pendidikan-karakter-2.htm

PENDIDIKAN MORAL (NILAI/BUDI PEKERTI)


PENDIDIKAN MORAL (NILAI/BUDI PEKERTI) 1. `Pengertian Pendidikan Moral Pada uraian sebelumnya , moral dapat dipersamakan dengan istilah etik, kesusilaan dan budi pekerti. Moral merupakan nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Oleh karena itu moral berkaitan dengan nilai terutama nilai afektif. Dengan demikian pendidikan moral dapat pula dipersamakan dengan istilah pendidikan etik, pendidikan budi pekerti, pendidikan nilai (value education) atau pendidikan afektif. Ada

pula dengan memakai istilah pendidikan watak dan pendidikan akhlak Dalam hal ini istilahistilah tersebut dapat saling menggantikan. Jadi istilah ini tidak bisa lepas dari pengertian moral, nilai, budi pekerti , watak, akhalak atau afektif itu sendiri. Menurut naskah kurikulum Pendidikan Budi Pekerti yang dikeluarkan oleh Puskur Depdiknas (2001) menyatakan bahwa pengertian pendidikan budi pekerti dapat ditinjau secara konsepsional dan secara operasional. Secara konsepsional pengertian pendidikan budi pekerti mencakup hal-hal sebagai berikut. 1) Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. 2) Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang (lahir batin, material spiritual dan individual sosial). 3) Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan. Adapun pengertian pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk, sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah merupakan pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan moral dapat disebut sebagai pendidikan nilai atau pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang disampaikan dalam pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain afektif. Nilai-nilai afektif tersebut antara lain, meliputi : perasaan, sikap, emosi, kemauan, keyakinan, dan kesadaran 2. Pendekatan Dalam Pendidikan Moral Pendekatan dalam pendidikan moral berkaitan dengan bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai moral itu kepada peserta didik. Terdapat berbagai klasifikasi yang dipakai para ahli pendidikan moral tentang pendekatan ini.

1) 2) 3) 4) 5)

Menurut Superka dalam Teuku Ramli (2001), dikenal adanya lima (5) jenis pendekatan dalam pendidikan budi pekerti, yaitu : Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).

a. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. b. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada dilemma moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok. Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang mengandung dilemma. Dalam diskusi tersebut, siswa didorong untuk menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasan-alasannya. Siswa diminta mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya. c. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral yang bersifat perseorangan. Ada dua tujuan utama pendidikan moral menurut pendekatan ini. Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalahmasalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda pengajaran yang sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional.

d. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilainilai mereka sendiri. Teknik Klarifikasi nilai bermaksud menanamkan nilai kepada subyek didik dengan melalui kesadarannya sendiri. dapat dikatakan bahwa teknik ini mengikuti aliran konstruksivisme. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain e. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach). Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberimpenekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi. Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama. Klasifikasi lain menyatakan bahwa pendekatan dalam pendidikan moral dibedakan menjadi tiga (3) yaitu;

a. Pendekatan Lawrence Kolhberg disebut Cognitive Moral Development b. Pendekatan L Metccalf dan Iman al Ghozalli disebut Affektive Moral Development c. Pendekatan Albert Bandura dan Skiner disebut Behavior Moral Development
Pendidikan moral atau budi pekerti selanjutnya perlu diberikan di sekolah. Hal ini karena sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang bertanggung jawab terhadap kedewasaan peserta didik. Dalam hal pemberian pendidikan budi pekerti di sekolah muncul perbedaan tentang modus pemberian pendidikan budi pekerti itu sendiri. Dalam modus pemberian pendidikan budi pekerti, para pakar berbeda pendapat. Pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan budi pekerti terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. C. Referensi

Maman Rahman. 2001 Reposisi, Re-Evaluasi Dan Redefinisi Pendidikan Nilai. Jurnal Depdiknas Naskah akademik. 2001 Buram -VI. Kurikulum Pendidikan Budi Pekerti. Puskur Depdiknas Teuku Ramli Zakaria. 2001. Pendekatan Pendidikan Nilai. Jurnal Depdiknas Winarno. 2000. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Surakarta: Laboratorium PPKn FKIP UNS

http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pendidikan-moral-nilaibudi-pekerti.html

Keluarga: Revitalisasi Pendidikan Budi Pekerti

Iklan layanan sosial yang mulai akrab dengan mata dan telinga kita adalah iklan layanan masyarakat tentang gratisnya pendidikan di Indonesia oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Iklan yang banyak diputar di berbagai stasiun televisi ini cukup menggugah dan menjanjikan. Tidak heran kalau iklan ini diputar sebelum pemilu legislatif sebagai ikon keberhasilan pemerintah. Tapi, begitu banyak juga masalah yang dihadapi bangsa ini termasuk permasalahan besar yang terkait dengan pendidikan moral. Berbagai sistem dan teknis pendidikan banyak digulirkan untuk menjadikan standard kompetensi dan kualitas kelulusan dan diharapkan dengan sistem ini pendidikan kita menjadi lebih bersaing di pasar global. Terlepas dari semua pernak-pernik sistem pendidikan di Indonesia maka dasar dari semua itu hulunya ada di fungsi keluarga. Keluarga sebagai salah satu pranata sosial yang ada dalam masyarakat memainkan peranan yang besar dalam pembentukan pola perilaku dan internalisasi nilai yang normatif. Atau dalam konsep Peter Berger disebut internalisasi. Doktrin nilai dan perilaku keluarga untuk memberikan aktualisasi dan penerapan kurikulum moral yang memadai bagi anak didik tetap merupakan hal yang berat. Hal yang paling sepele adalah lunturnya nilai-nilai kearifan budaya lokal dan tergerusnya norma kejujuran di dalam ranah aktivitas kita. Begitu banyak penyakit dan masalah yang melanda bangsa ini karena ketidakjujuran. Banyak terjadi hal negatif akibat daripadanya. Korupsi, prostitusi, perselingkuhan, kecurangan pemilu, tidak berfungsinya lembaga-lembaga negara, suap, penggelapan pajak, tumpulnya penegak hukum, membuat tidak berdayanya negara. Semua hal di atas dikarenakann sudah semakin mahalnya sebuah nilai yang bernama 'kejujuran'. Kejujuran dan budi pekerti yang baik menjadi sangat berharga sehingga semua permasalahan yang ada apabila diaplikasikan nilai-nilai keduanya niscaya masalah tersebut akan bisa terpecahkan. Meningkatkan kompetensi dengan menaikkan standard kelulusan untuk ujian akhir nasional (UAN) patut diapresiasi dengan baik. Mungkin di satu sisi menaikkan kualitas lulusan di lain pihak justru menjadi ajang perbuatan tidak jujur lainnya. Banyaknya kebocoran jawaban UAN entah disengaja atau tidak itu memperlihatkan bobroknya sistem pendidikan kita. Bagaimana mau menjadi lebih jujur dan bersih jikalau di lembaga atau institusinya sudah bertindak tidak jujur. Ternyata kejujuran itu menjadi sangat mahal dan dapat diperjualbelikan di negara yang bernama Republik Indonesia ini. Proses Pendidikan Keluarga Pendidikan keluarga meski tidak terhubung secara langsung dengan pembangunan sistem pendidikan Indonesia akan tetapi membentuk dan menstimulisasi karakter anak didik dikaitkan

dengan status sosial ekonomi, fisik, gender, kemampuan, dan temperamen (penick and Jepsen,1992). Bahkan, Mortimer pada tahun 1992 menyatakan variabal yang paling berpengaruh dalam rencana pendidikan dan pembentukan karakter adalah pendidikan dalam keluarga. Tidak bisa dipungkiri lagi pendidikan dalam keluarga dilatarbelakangi dari pengaruh pengetahuan dan kemauan orang tua dalam mengarahkan dan memberikan pilihan-pilihan karakter pengembangan seorang anak. Kemampuan mendidik dan memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak akan tergambarkan dari kemampuan anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Meskipun banyak penelitian yang menjadikan peranan keluarga sebagai satu aspek penting dalam suksesnya kebijakan pendidikan proses pembentukan patron teladan dalam keluarga juga memberikan pandangan tentang alternatif pengaruh interaksi, komunikasi, dan perilaku. Anak sebagai unsur dalam keluarga mempelajari norma, aspirasi, dan nilai-nilai kebenaran. Internalisasi nilai akan berlangsung lama dan akan berpengaruh terhadap kualitas anak. Baik dalam menerima stimulus pendidikan di sekolah atau keterampilan life skill lainnya. Model keluarga sehari-hari yang memfungsikan standard kearifan budaya, budi pekerti, kejujuran, dan harapan bisa tergambar dalam banyak cara. Hal tersebut akan mewadahi kepercayaan diri dan kemampuan beradaptasi anak terhadap lingkungannya dan mewarnai filosofi hidup di masa yang akan datang. Dalam proses pembelajaran anak tentang peranan hidup keluarga memberikan peranan, memberikan ketrampilan dan nilai yang tidak didapatkan di bangku sekolah (Grinstad dan Way,1993) sehingga kemandirian anak dan kecepatan adaptasi anak untuk mengakselerasi ilmu serta ketrampilan menjadi sangat berkembang. Untuk mendukung kemampuan keluarga yang bisa menghasilkan kualitas sumber daya manusia unggulan hendaknya masyarakat menghidupkan kembali peranan pranata sosial kita yaitu keluarga dengan nilai-nilai simbolik yang sangat sederhana. Namun, sarat makna. Interaksi peran antara ayah, ibu, dan anak menjadi variable yang sangat penting dalam proses penyadaran dan penanaman nilai nilai kebajikan. Revitalisasi Nilai Budi Pekerti Peranan keluarga untuk mengasah life skill lewat norma dan nilai dalam keluarga akan menjelmakan kembali dan mendukung kembalinya kearifan budaya serta pendidikan budi pekerti yang selama ini terpinggirkan. Jika demikian pendidikan formal yang hanya sampai pada ranah kognitif berpengaruh pada model pengajaran yang hanya berupa norma terstandardisasi. Ajaran kebaikan dan perilaku yang ada dalam sistem pendidikan nonformal dijadikan sebagai penyeimbang bagi transformasi sains dan teknologi. Peran semacam ini terkadang tidak disadari dan terabaikan oleh keluarga. Posisi orang tua seakan hanya bertugas memberi layanan fisik. Tapi, sangat jarang berurusan dengan pendidikan agama, moral, etika sang anak. Jika orang tua tidak bisa memberikan perannya secara maksimal pada anak tentu sikap anak cenderung untuk melakukan pembenaran-pembenaran terhadap hal yang salah sekali pun. Sebab, kepada orang tualah anak melakukan identifikasi diri. Proses menirukan nilai normatif orang tua dalam kehidupan kesehariannya menjadi sebuah kepastian sehingga tidak salah kalau ada idiom anak adalah cerminan orang tua. Kita tidak heran banyak siswa yang lulus memiliki nilai pendidikan formal dan keilmuan sangat tinggi. Tetapi, moral kepribadiannya masih layak dipertanyakan. Dengan kata lain pendidikan budi pekerti di sekolah hanya mampu melahirkan orang orang 'pragmatis' bukan kualitas 'intelektual' yang bermoral. Di momen Hari Pendidikan Nasional ini mari kita kembalikan pendidikan keluarga sebagai salah satu

solusi penanaman nilai dan patron teladan bagi sistem yang ada sehingga apa yang menjadi harapan pendidikan sebagai backbone pembangunan akan terealisasi dengan terciptanya generasi yang tangguh, jujur, dan berbudi pekerti luhur. Apa pun sistem dan metode pendidikannya peranan keluargalah juaranya. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

sumber:http://us.detiknews.com/read/2009/05/02/175149/1125213/471/keluarga-revitalisasi-

pendidikan-budi-pekerti?nd992203605
http://radioppidunia.org/id/app/1/program/radiosiana

Karakter Pendidikan
Diterbitkan 21 Mei 2011 | Oleh

Pendidikan karakter adalah istilah yang sering didengar dan klaim semua orang untuk apa istilah berarti. Tapi teks itu sendiri tidak banyak orang yang memiliki pemahaman yang jelas tentang ini arti yang sangat penting. Untuk memahami istilah ini, kita mulai-waktu indikator. Apa itu karakter? Tanda merupakan indikasi kepribadian. Anda fitur, kebiasaan Anda, apa yang Anda lakukan, apa yang Anda katakan, sehingga untuk berjalan, berbicara, makan, orang dengan karakter dan kepribadian. Karakter Lickona Pendidikan telah mendefinisikan "disengaja, aktif dalam upaya untuk mengembangkan karakter yang baik anak-anak, atau hanya membantu anak-anak untuk belajar baik dan jahat. Ini mengasumsikan bahwa baik dan jahat tidak ada, bahwa ada standar moral yang obyektif yang melebihi individu pilihan-standar, seperti menghormati, keadilan tanggung jawab, dan keadilan, dan bahwa kita harus mengajarkan secara langsung kepada orang-orang muda. " sederhana kata-kata pendidikan karakter berarti mengajarkan nilai-nilai moral yang baik, dalam hal konsep benar dan salah, baik dan jahat.
Memberikan pendidikan karakter untuk anak-anak dengan segala sesuatu dari interaksi Anda dengan mereka adalah seperti berbicara dengan mereka, Anda memperlihatkan perilaku, tindakan, dll Dalam bentuk apapun, mendorong anak Anda untuk menangani, tidak peduli siapa Anda, Anda selalu berkontribusi membangun karakter.

pandangan umum adalah bahwa pendidikan anak dimulai ketika ia / dia pergi ke sekolah. Tapi itu tidak benar. Bahkan, pengajaran dimulai di rumah. Mereka adalah orang tua dan keluarga yang berkontribusi paling untuk pengembangan karakter anak.
Semua orang tua ingin anaknya memiliki karakter sangat baik, semua kualitas positif di dalamnya. Ini bukan tugas yang mudah. Dalam tanggung jawab besar pada bagian dari orang tua. Ini adalah tanggung jawab mereka untuk berfungsi anak dapat disaring sehingga akan mengarah pada pengembangan karakter positif. Berikut adalah pendapat yang saling bertentangan. Beberapa orang tua cenderung untuk menghargai dan hukuman untuk anak-anak mereka di jalur yang benar. Tetapi

hukum ini tidak efektif sebagai anak sendiri harus bisa membedakan antara baik dan jahat dalam jangka panjang, bahkan tekanan, mereka harus mampu untuk membuat keputusan yang adil pada mereka sendiri.

setelah orang tua dan keluarga, waktu dua faktor yang paling berpengaruh adalah guru dan lingkungan. Pihak sekolah bertanggung jawab untuk mengajar sifat daerah langsung di bawah program sekolah. Siswa memvisualisasikan guru sebagai model peran. Oleh karena itu, guru dapat memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan sifat siswa. Pendidikan memiliki kekuatan batin sendiri, baik atau buruk tidak ada intervensi manusia yang nyata. Sebagai guru yang baik berarti tidak hanya kutipan dari target, tetapi membutuhkan moral yang adil dalam hubungan mereka dan percakapan. Dalam cara yang lebih formal untuk mengatakan bahwa pengajaran yang baik harus orang baik. Pelatihan meliputi tidak hanya mengajarkan kurikulum, dan masalah teknis. Tapi itu juga berarti nilai-nilai moral yang baik? Untuk menawarkan siswa dan, jika disampaikan dengan benar, ini akan mengarah pada pengembangan karakter positif dari siswa?. Harus ada seminar reguler, konferensi, dan sifat dari program pelatihan bagi guru, pihak sekolah mengejar mereka bagaimana menikmati sifat positif dari pendidikan siswa dan juga membebaskan mereka dari fakta bahwa mereka adalah karakter yang sangat diperlukan bangunan akan tetap dengan siswa. Ini adalah tanggung jawab guru dan mereka merasa bertanggung jawab untuk pengembangan karakter bagi siswa. Pendidikan karakter yang efektif tidak hanya dilakukan oleh guru, tetapi juga membuat semua orang dewasa dengan sekolah interaksi siswa, seperti fakultas, bus driver, kafetaria, staf pemeliharaan, dll dengan memberikan pendidikan karakter yang benar adalah sangat penting untuk mengetahui blok bangunan dasar dari karakter yang baik. Beberapa fitur yang penting dalam membangun karakter yang baik keadilan, disiplin diri dan kontrol, terima kasih, kebijaksanaan, kejujuran, kemanusiaan, keberanian, kerja keras, cinta dan sikap positif. Media dan buku juga sarana yang sangat penting dari pendidikan karakter. Membaca kisahkisah moral yang baik umumnya mengilhami anak-anak, anak laki-laki dan perempuan. Program menonton televisi yang menghasilkan instruksi juga dapat sangat bermanfaat dalam hal ini. Karakter mendidik tidak diragukan lagi memiliki makna yang sama dalam hidup, pelatihan biasanya teknis. Oleh karena itu, bagian ini tidak boleh diabaikan, dan harus dipromosikan sebagai pembentukan karakter positif dari orang-orang untuk siapa ia / dia bertanggung jawab.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.nancylintonforschoolb oard.org/character-education.html

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://journalarchieves15.webs.com/271-277.pdf

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pembentukan%20kepribadian%20anak%20melalui%20p endidikan%20budi%20pekerti%20di%20sekolah&source=web&cd=14&ved=0CE8QFjADOAo&url=htt

p%3A%2F%2Fjurnal.untan.ac.id%2Findex.php%2Fjgmm%2Farticle%2Fdownload%2F249%2F252&ei= 7a_OT7edAcHQrQfVk5yTDA&usg=AFQjCNEBdDmlMh0dNpFIn053cGOw0-IhDQ&cad=rja http://abstrak.digilib.upi.edu/Direktori/DISERTASI/PENDIDIKAN_UMUM/0605049__SULTHONI/D_P U_0605049_Chapter4.pdf

http://www.scribd.com/doc/57446566/Problematika-Seputar-Pendidikan-Moral-Dan-Budi-Pekerti http://www.scribd.com/doc/64820981/Konsep-Pendidikan-Budi-Pekerti-Menurut-Ki-HadjarDewantara-Dan-ya-Dengan-Pendidikan-Akhlak-Dalam-Islam

KOMPARASI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI, AGAMA, DAN PKn


by Ema on 10:01 AM, 20-Jul-11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk: 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi sosial, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja. Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain: 1) Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti: memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2) Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3) Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral. Guna mewujudkan sumber daya manusia yang bermoral seperti yang disebutkan diatas, dalam pendidikan moral di Indonesia diwujudkan dalam tiga lingkup yakni pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan atau PKn. Namun sering kali ruang lingkup atau hakikat dari ketiga pendidikan tersebut membingungkan dan disalahartikan oleh orang lain. Orang-orang sering mempertanyakan, apa sebenarnya hakikat dari pendidikan budi pekerti,

pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan atau PKn. Pada dasarnya pendidikan budi pekerti, pendidikan agama ataupun pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan yang sama yakni membentuk siswa yang memiliki moral, sopan santun, kepribadian yang luhur, ataupun bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tidak hanya di sekolah, ketiga pendidikan moral tersebut juga dapat ditemukan atau dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian di atas, dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimanakah hakikat pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan atau PKn? 1.2.2 Bagaimanakah tujuan dari pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan PKn? 1.2.3 Bagaimanakah perbedaan dari pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan PKn? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut. 1.3.1 Untuk dapat mengetahui hakikat pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan PKn. 1.3.2 Untuk dapat mengetahui tujuan dari pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan PKn. 1.3.3 Untuk dapat mengetahui perbedaan dari pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, dan PKn. 1.4 Manfaat Adapun manfaat pembuatan makalah ini yakni sebagai berikut. 1.4.1 Bagi Penulis Sebagai calon guru, bagi penulis pembuatan makalah ini memiliki manfaat untuk dapat lebih mengetahui, memahami, dan mengerti apa sebenarnya pendidikan budi pekerti, agama, dan PKn. Agar nantinya apabila sudah menjadi guru dapat mengimplementasikannya sesuai dengan ketiga pendidikan ini. 1.4.2 Bagi Pembaca Bagi pembaca makalah ini dapat memberikan manfaat sebagai pengetahuan baru dalam memahami komparasi atau perbandingan dari pendidikan budi pekerti, agama, maupun PKn, yang ketiganya merupakan sama-sama menanamkan pendidikan tentang moral.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hakikat Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn Pada dasarnya hakikat pendidikan budi pekerti, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan adalah sama, yakni suatu pembelajaran atau pendidikan tentang moral. Adanya pendidikan budi pekerti tentu ada hubungannya dengan perilaku generasi muda beberapa tahun terakhir ini. Betapa tidak hanya karena masalah sepele seperti perbedaan paham, beda keyakinan, sampai soal pribadi, bisa memicu perkelahian hingga kekerasan secara masal. Fasilitas umum dirusak untuk pelampiasan. Karena itulah diusulkan adanya pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan agama memiliki peran dalam melakukan transformasi religiusitas pada siswa. Pendidikan agama akan mengena jika di dalamnya terkandung pesan-pesan religius yang membangkitkan potensialitas siswa sebagai seutuh-utuhnya manusia. Karena tujuan utama pendidikan agama sejatinya bukanlah sekedar mengalihkan pengetahuan dan keterampilan (sebagai isi pendidikan), melainkan lebih merupakan suatu ihktiar untuk menumbuh kembangkan fitrah insani (ranah afektif) sehingga peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk agama yang taat dan baik. Pendidikan agama wajib diberikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan dengan konsekuensi bahwa pendidikan agama perlu diselenggarakan pada semua jalur pendidikan di sekolah mulai dari tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi. Karena di dalam pendidikan agama tersebut tertanam nilai-nilai keagamaan. Nilai agama inilah yang akan membentuk tata aturan supaya hidup menjadi harmonis dan agama pula yang menjadikan hidup ini terarah. Agama juga yang mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia yang dalam ajaran agama Hindu disebut Tri Hita Karana baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan lahiriah dan kebahagian batiniah. Sementara itu, PKn atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta

memberdayakan (empowering) manusia/anak didik baik untuk dirinya sendiri dan kehidupannya. Menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan konstitusional bangsa/Negara yakni religius, jujur, disiplin, tanggung jawab, toleran, sadar akan hak dan kewajiban, mencintai kebenaran dan keadilan, peka terhadap lngkungan, mandiri dan percaya diri, sederhana, terbuka dan penuh pengertian terhadap kritik dan saran, patuh dan taat terhadap peraturan, tidak suka berbuat onar, kreatif, dan inovatif. Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara serta membentuk manusia/WNI dan kehidupan masyarakat bangsa NKRI religius, cerdas, demokratis, damai, tentram, sejahtera, dan berkeribadian Indonesia serta membelajarkan dan melatih anak didik secara demokratis, humanistik, fungsional. Sedangkan hakikat pembelajaran PKn untuk menyiapkan para siswa kelak sebagai warga masyarakat sekaligus sebagai warga Negara yang baik. Sehubungan dengan tujuan pendidikan nasional, maka pembelajaran PKn pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara konseptual mengandung komitmen utama dalam pencapaian dimensi tujuan pengembangan kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 2.2 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn Secara umum tujuan pendidikan budi pekerti, agama, dan Pkn terintegrasi menjadi satu yakni sebagai wahana pendidikan yang mengajarkan peserta didik yang memiliki moral yang baik, cerdas secara emosional, cerdas secara rasional, sosial dan spiritual, serta membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik. Berikut dijabarkan tujuan pendidikan budi pekerti, agama, dan PKn secara khusus. 2.2.1 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti Adapun tujuan pendidikan budi pekerti yaitu sebagai berikut. a. Siswa dapat memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluaraga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa. b. Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan masyarakat saat ini. c. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti. d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya. 2.2.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Secara umum pendidikan kewarganegaraan (PKn) bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga Negara Indonesia sehingga memiliki wawasan, disposisi, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai, yang memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Tujuan pendidikan kewarganegaraan yakni sebagai berikut. 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi, 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, serta 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2.2.3 Tujuan Pendidikan Agama Yang menjadi tujuan pendidikan agama yaitu sebagai berikut. 1) Memperkenalkan dan mendidik anak didik agar meyakini ke-Esaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta beserta seluruh isinya, 2) Memperkenalkan kepada anak didik apa dan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang dan mengajarkan mana yang baik serta yang tidak baik, 3) Mengajarkan anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, serta 4) Mendidik anak didik agar taat dan hormat kepada orang tua dan serta tidak merusak lingkungannya. 2.3 Perbedaan Nilai Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn Pendidikan budi pekerti adalah suatu proses pembentukan prilaku atau watak seseorang, sehingga dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dan mampu menerapkannya dalam kehidupan. Pendidikan budi pekerti berorientasi pada pentingnya siswa memiliki sikap dan perilaku positif terhadap diri dan orang lain. Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Penilaian budi pekerti diukur menurut kebaikan dan keburukan melalui ukuran norma agama, hukum, tata krama, dan sopan santun, serta norma budaya atau adapt istiadat masyarakat. Pendidikan agama pada dunia pendidikan merupakan modal dasar bagi anak untuk mendapatkan nilai-nilai ketuhanan, karena dalam pendidikan agama mengajarkan mana yang baik dan mana yang tidak baik serta mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan yang merupakan dasar ajaran agama. Hal inilah yang menjadikan pendidikan agama sebagai titik awal perkembangan nilainilai agama pada anak. Sebagai contoh, ajaran agama mengajarkan umatnya untuk peduli terhadap orang lain atau saling tolong menolong, dengan mengajarkan hal ini anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Ini mengajarkan nilai-nilai sosial dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan mengajarkan saling tolong menolong seorang anak didik akan merasakan bahwa saling membutuhkan pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Nilai-nilai agama membentuk manusia menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan kita dan memberi masukan yang positif dari segi ilmu pengetahuan. Di mana kita dapat mempelajari berbagai hal mulai dari suatu individu hingga negara itu sendiri dan status-status lainnya. Pendidikan Kewarganegaraan dapat memberikan kita gambaran tentang cita-cita, harapan, dan lainnya yang kesemuanya tidak hanya kita lihat dari satu sudut, tetapi dari segi yang berbeda dan pandangan serta pendapat yang berbeda pula. Pendidikan kewarganegaraan bisa menjadi bahan untuk tindak ulang, misalnya dengan adanya pendidikan tersebut kita dapat lebih memperhatikan pola pikir generasi muda kita yang sekarang ini mungkin sudah berbeda dan menyimpang jauh. Penanaman nilai-nilai kewarganegaraan menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas dan punya watak atau kepribadian yang terpuji seperti agamais atau religius, transparan, jujur, disiplin, percaya diri, tanggung jawab, sederhana, tanggung jawab, sederhana, teguh lugas, antisipatif, kritis, cepat tanggapa atau peka, demokratis, modern, dan tetap

menjaga kemajemukan masyarakat dan bangsa Indonesia.

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan 3.1.1 Hakikat Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn a. Hakikat pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesiasendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. b. Hakikat pendidikan agama yaitu agama membentuk tata aturan supaya hidup menjadi harmonis dan agama pula yang menjadikan hidup ini terarah. Agama juga yang mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan lahiriah dan kebahagian bathiniah. c. Hakikat pendidikan kewarganegaraan (PKn) yaitu upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.membentuk manusia/ WNI dan kehidupan masyarakat bangsa NKRI religius, cerdas, demokratis, damai-tenteram-sejahtera, dan berkeribadian Indonesia serta membelajarkan dan melatih anak didik secara demokratis, humanistic, fungsional. 3.1.2 Tujuan Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn 1) Tujuan pendidikan budi pekerti yaitu a. Siswa dapat memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluaraga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa. b. Siswa mampu mengenbangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam mengambil keputusan budi peketi di tengah-tengah rumitnya kehidupan masyarakat saat in. c. Siswa mampu menghadsapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbanngan sesuai dengan norma budi pekerti. d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baiak bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab atas tindakannya. 2) Tujuan pendidikan agama yaitu a. Memperkenalkan dan mendidik anak didik agar meyakini ke-Esaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta beserta seluruh isinya. b. Memperkenalkan kepada anak didik apa dan mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang dan mengajarkan mana yang baik serta yang tidak baik. c. Mengajarkan anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. d. Mendidk anak didik agar taat dan hormat kepada orang tua dan serta tidak merusak lingkungannya. 3) Tujuan pendidikan kewarganegaraan yaitu a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 3.1.3 Perbedaan Nilai Pendidikan Budi Pekerti, Agama, dan PKn Penilaian budi pekerti diukur menurut kebaikan dan keburukan melalui ukuran norma agama, hukum, tata krama, dan sopan santun, serta norma budaya atau adapt istiadat masyarakat. Pendidikan agama mengajarkan mana yang baik dan mana yang tidak baik serta mana yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan yang merupakan dasar ajaran agama. Penanaman nilai-nilai kewarganegaraan menjadikan manusia Indonesia yang berkualitas dan punya watak atau kepribadian yang terpuji seperti agaimais atau religius , transparan, jujur, disiplin, percaya diri, tanggung jawab, sederhana, tanggung jawab, sederhana, teguh lugas, an tisipatif, kritis, cepat tanggapa atau peka, demokratis, modern, dan tetap menjaga, kemajemukan masyarakat dan bangsa Indonesia. 3.2 Saran Melalui makalah ini diharapkan berguna bagi para pembaca terutama bagi calon guru agar dapat lebih memahami perbandingan nilai-nilai dalam budi prkerti, agama, dan PKn agar nantinya apabila sudah menjadi guru tidak salah persepsi di dalam mengajarkan pendidikan budi pekrti, agama, maupun PKn.

http://emmaylove.mywapblog.com/komparasi-pendidikan-budi-pekerti-agama.xhtml

Perlunya Mengembangkan Pendidikan Budi Pekerti


Oleh Drs. MARIJAN (Praktisi Pendidikan di SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta)

Drs. Marijan Guru SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta dan Anggota KGI Kulon Progo DIY Pendidikan sesungguhnya adalah miniatur sebuah bangsa. Artinya, suatu bangsa disebut maju apabila pendidikannya mampu melahirkan sumber daya -manusia (SDM) yang terampil, tangguh, mandiri, beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.

Sebaliknya, apabila pendidikan itu gagal melahirkan sumber daya mansuia sebagaimana tersebut di atas maka pilar-pilar bangsa dan negara pun oleng. Dan yang terakhir inilah yang selama ini terjadi di Indonesia. Berbagai kasus penyelewengan, kejahatan, perselingkuhan dan hal-hal yang bertentangan , dengan nilai keutamaan hidup semakin akrab dengan kehidupan masyarakat kita. Ironisnya, pelaku kejahatan adalah masyarakat terpelajar. Lebih menyedihkan lagi , pelajar/mahasiswa yang masih bergelut dengan proses pendidikan di almarnaternya menjadi komunitas pelaku kejahatan dan pelanggar norma kehidupan masyarakat bermasyarakat. Tawuran antar pelajar, kumpul kebo, penodongan, pencurian, pengedaran dan pengguna narkoba merupakan deretan fakta yang menjadi pemandangan biasa bagi masyarakat Indonesia. Itulah gambaran pendidikan budi pekerti kita yang yang juga merupakan potret miniatur bangsa, Indonesi dewasa ini. Penataannya semrawut, bentuk bangunannya tidak proporsional dan asesorisnya yang tidak menarik. Tak mengherankan pendidikan budi pekerti di sekolah tidak berhasil baik. Maka terwujudlah apa yang disebut amburadul. Mengapa seiring dengan era reformasi, era kebebasan berpendapat serta meledaknya arus demokrasi seolah pendidikan budi pekerti tidak mendapat tempat untuk berkembang ? Apa sebenarnya yang diperlukan agar pendidikan budi pekerti dapat diterjemahkan oleh siswa dalam sikap dan perilaku sehari-hari ? Apakah di era Kurikulum Berbasis Kompetensi pendidikan budi pekerti dapat disisikan dalam setiap mata pelajaran ? Problematika di sekolah Problematika yang menghambat perkembangan pendidikan budi pekerti bagi siswa memang kompleks adanya. Beberapa problematika dimaksud adalah : Pertama, belum serentak dan terpadunya guru pengampu mata pelajaran menyisipkan pendidikan budi pekerti. Pada umumnya pendidikan budi pekerti dianggap sebagai filial mata pelajaran PKn dan pendidikan Agama. Mengapa ? Karena pelajaran di sekolah berkecenderungan untuk dicatat dan dihafalan siswa sehingga sesuatu yang tidak dicatat tidak dianggap pelajaran. Padahal mata pelajaran selain PKn dan Pendidikan Agama memang tidak memberikan pendidikan budi pekerti secara tertulis. Kedua, minimnya tauladan pendidikan budi pekerti yang disampaikan guru. Hubungan guru dengan siswa selama ini lebih menggambarkan sebagai seorang komandan dengan bawahan. Posisi guru selalu ditempatkan di atas sedangkan siswa diharamkan duduk di sampingnya. Dengan kondisi demikian justru menyulitkan guru itu sendiri menstransfer, melatih, mengembangkan, menilai dan memantau materi pendidikanti kepada siswa. Lebih memprihatinkan lagi sebagian guru masih belum peduli terhadap pendidikan budi pekerti. Masih ada guru yang merokok di depan kelas, enggan mengucapkan terima kasih kepada siswa, menyapa siswa dengan tidak sopan, tidak ikut upacara sehingga ditauladani siswa, tidak bersikap jujur dan masih banyak lagi sikap-sikap guru yang bertentangan dengan pendidikan budi pekerti. Ketiga, tidak adanya evaluasi pendidikan budi pekerti seperti halnya mata pelajaran matematika , IPA, IPS dan lain-lain menyebabkan ketidakseriusan guru dan siswa dalam menekankan pendidikan budi pekerti di sekolahnya. Kalau ada (dari mata melajaran PKn dan Agama) hanya merupakan evaluasi pengetahuan budi pekerti bukan pendidikan budi pekerti.

Mestinya nilai pendidikan budi pekerti diambil dari seluruh proses apakah siswa berbudi pekerti yang baik di sekolah ? Keempat, tidak ada penekanan praktek pendidikan budi pekerti di dalam kehidupn sekolah. Tidak ada pemantauan secara serentak dan terpadu oleh pihak sekolah terhadap sikap dan perilaku anak dalam kehidupan kesehariannya. Ucapan terima kasih kepada teman dan gurunya, sikap siswa ketika masuk ruang guru, bagaimana ucapan siswa ketika menanyakan guru A di ruang guru, ucapan doa ketika memperoleh nilai yang memuaskan atau sikap yang terbaik terhadap teman yang terkena musibah dan lain-lain tidak mendapat tekanan, kesempatan latihan dan pernantauan oleh guru secara terpadu. Pendeknya, tidak ada praktikurn pendidikan budi pekerti seperti halnya praktikum IPA di laboratorium. Kelima, kurangnya dukungan masyarakat terhadap pengembangan pendidikan budi pekerti siswa. Nilai-nilai budi pekerti yang diterima dari proses pendidikan di sekolah seringkali kandas oleh pergaulan di dalam keluarga dan masyarakat sekitarnya. Di sekolah kurang dari sepertiga waktu dalam sehari sedangkan waktu dua pertiganya ada di masyarakat. Oleh karenanya pengaruh keluarga dan masyarakat mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi pembentukan pribadi siswa. Kenyataannya banyak sekali nilai-nilai budi pekerti yang diberikan di sekolah tidak mendapat dukungan dari keluarga maupun masyarakat. Contoh, di sekolah diajari peduli terhadap lingkungan tetapi ayahnya sendiri memberi contoh merusak lingkungan, di sekolah ditegaskan bahwa mencuri itu perbuatan dosa dan tercela namun kakaknya sendiri sering mencuri ayam tetangga, di sekolah diajari saling menyapa bila bertemu teman tetapi di rumah ayah dan ibunya tidak saling tegur sapa. Dalam kondisi yang demikian ini siswa akan sulit mencema apa yang diajarkan gurunya. Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) selanjutnya diterapkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika (KTSP) yang digelindingkan tahun 2006 ini menekankan kompetensi siswa yang hares dikuasai setelah mengalami proses pendidkan budi pekerti. Ada perbedaan yang menyolok dengan kurikulum sebelumnya. Kalau dulu guru dalam mengajar dibayangi oleh target materi namun tidak di era KBK ini. Guru menentukan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa lebih dulu kemudian memilih bahan, sarana dan strategi pembelajarannya. Keberhasilan pendidikan budi pekerti di era KBK tidaklah diukur dari pengjiwaan hafalanhafalan pengetahuan budi pekerti itu sendiri akan tetapi lebih menekankan pada kompetensi untuk melakukan/mempraktekkan dalam hidup bersama di masyarakat (sekolah) nya. Tindak nyata dalam mengamalan pengetahuan budi pekerti yang baik sebagai indikator kepemilikan kompetensi siswa. Kiranya tepat apabila standard kompetensi bagi siswa harus dicapai melalui pengalaman belajar bukan menghafalkan materi melulu. Apa artinya dapat menjelaskan sikap rela berkorban apabila ia sendiri sangat petit. Apa maknanya dapat menghafal dengan fasih sikap menghargai teman jika ia sndiri semena-mena terhadap temannya. Oleh karenanya, sikap dan perilaku terpuji seperti di dalam materi pendidikan budi pekerti memang sepantasnya tidak hanya diketahui siswa akan tetapi lebih dari itu harus dilakukan diterjemahkan dalam kehidupan bermasyarakat dan benar-benar menjadi miliknya. Agar harapan pendidikan budi pekerti itu dapat tdrwujud maka hal berikut perlu diperhatikan. Pertama, penyampaiannya efektif dan menyenangkan. Tanpa didasari suasana yang menyenangkan, siswa tidak akan bersemangat dalam mengikuti proses pendidikan budi

pekerti. Oleh karenanya menyenangkan merupakan kondisi mutlak yang harus diciptakan. Kedua, siswa dikondisikan untuk mengalami secara aktif dalam proses pembelajaran. Misalnya, diberikan permainan-permainan yang harus melibatkan kerja sama antar teman dalam kelompok pada topik hidup saling memerlukan. Jadi siswa sendiri menggeluti, melatih dan mempraktekkan diri dalam dunianya, tidak hanya dijejali materi oleh guru. Ketiga, guru tidak lagi berdiri sebagai seorang komandan melainkan mitra siswa dalam upaya menanamkan nilai budi pekerti yang akan dikuasai. Keempat, evaluasinya bukan melulu basil ujian tulis hafalan seperti yang selama ini tedadi melainkan catatan-catatan sikap dan perilaku siswa dalam mempraktekkan pendidikan budi pekerti di sekolah maupun di rumah. Untuk lebih menanamkan budi pekerti secara sadar kiranya penilaian antar teman perlu dilakukan sebagai bentuk penilaian terpadu. Dengan model KBK ini di samping siswa harus melakukan proses pembelajaran, guru pun dituntut aktif dan kreatif menentukan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Guru sebagai fasilitator dalam mengembangkan nilai dan sikap yang telah dipunyai anak dari orang tuanya. Anggapan bahwa siswa sebagai botol kosong harus dijauhkan. Begitulah, pemberlakuan otonomi daerah di dalam bidang pendidikan mengarah pads otonomi sekolah yang akhimya bermuara pada otonomi guru. Dengan model KBK guru tak bisa mengandalkan pengetahuan budi pekerti akan tetapi dituntut memberi contoh sikap clan perilaku sebagaimana dijabarkan dalam pendidikan budi pekerti. Dengan demikian akhimya pendidikan budi pekerti akan bennakna bagi genersasi mass datang dalam proses pembentukan pribadi yang baik bagi anak
http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2010/08/09/perlunya-mengembangkan-pendidikan-budipekerti/

Yuk, kita peduli Pendidikan berkarakter


Sebelum kita peduli pendidikan karakter, sebaiknya kita tahu dulu apa dan bagaimana sebetulnya pendidikan karakter dan apa bedanya dengan pendidikan budi pekerti. Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah membentuk manusia cerdas yang berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Tapi mengapa pada era atau pada jaman imperialisme budaya saat ini, tingkat kriminalitas anak-anak dan remaja sangat tinggi dan jumlah mereka yang masuk penjara lebih dari satu juta orang (Harry Hikmat, Direktur Anak Depsos, Waspada, 11 Maret 2009). Mengapa pula banyak anak remaja kita tidak merasa bersalah jika berbohong, rendah rasa hormat kepada ortu dan guru, pecandu narkoba dan minuman keras, sering bolos sekolah, tidak mengerjakan PR , memalak teman sekelas dan sebagainya. Dan lebih jauh lagi mengapa pendidikan yang kini tumbuh berkembang dengan pesat, justru berefek melahirkan banyaknya koruptor. Memang tidak semua koruptor, tetapi mereka-mereka para pelaku korupsi justru orang-orang yang pada umumnya sudah menyandang berbagai gelar pendidikan. Banyak kalangan yang mengkritik dan menilai bahwa pendidikan nasional telah gagal dalam membentuk watak/karakter dan moral anak bangsa. Mereka menganggap lembaga pendidikan baik formal maupun nonformallah yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam hal membentuk, membimbing dan mendidik SDM yang tangguh dan unggul sekaligus punya karakter yang kuat. Betulkah lembaga pendidikan di Indonesia secara umum gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur, gagal dalam melahirkan anak bangsa yang berkepribadian atau bermoral? Selama ini upaya untuk membentuk budi pekerti yang luhur di sekolah-sekolah bukannya tidak dilakukan. Hanya saja metodeloginya masih belum effektif. Pendidikan moral dan budi pekerti baru bersifat knowing. Budi pekerti yang luhur, moral ataupun kepribadian yang baik baru bersifat pengetahuan dan belum menjadi karakter yang melekat pada diri siswa. Sebagai orang awam, terkadang kita sulit membedakan pendidikan budi pekerti yang selama ini diterapkan di sekolah-sekolah dengan pendidikan karakter yang sekarang sedang digalakkan oleh ibu Ratna Megawangi, sang pelopor pendidikan holistik berbasis karakter. Oleh karena itu, sebaiknya kita melihat dulu apa yang disebut

pendidikan budi pekerti. Menurut Dr. Syarkawi, M.Pd. dalam bukunya Pembentukan kepribadian Anak menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertkwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya. Budi pekerti erat hubungannya dengan kepribadian. Dengan kepribadian yang baik, seseorang dapat mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung pada budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Atau sebaliknya, dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang baik sejak dini, akan membantu pembentukan kepribadian yang berbudi pekerti luhur. Setelah pendidikan nasional dianggap gagal dalam membentuk budi pekerti yang luhur atau lebih tepatnya sekolahsekolah belum seluruhnya berhasil melahirkan anak-anak yang berbudi pekerti luhur dengan nilai-nilai yang berderetderet di atas, maka harus ada yang perlu diubah yaitu bagaimana pendekatan, metode dan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Karena hal inilah yang sesungguhanya menentukan efektivitas dan efisiensi pembentukan kepribadian anak manusia. Seorang perempuan Indonesia yang cerdas dan berkarakter kuat, Ibu Dr. Ir Ratna Megawangi M.Sc, telah melakukan sebuah perubahan besar dalam proses pembelajaran budi pekerti di sekolah dengan melahirkan konsep pendidikan holistik berbasis karakter. Seluruh nilai-nilai budi pekerti di atas dirangkum dalam Sembilan pilar karakter emas- nya melalui pendekatan, metodelogi dan strategi knowing the good, feeling the good/loving the good, acting the good. Pendiri dan direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation yang mengelola hampir 100 sekolah karakter di berbagai penjuru tanah air ini menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses/usaha untuk mengembangkan semua potensi anak menjadi manusia seutuhnya. Perkembangan anak harus seimbang, baik dari segi akademiknya maupun segi sosial dan emosinya. Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari aktivitas belajar dengan cara membaca, menulis, menghafal dan lain-lain sedangkan perbuatan/sikap/perilaku yang baik dapat diraih dengan selalu berlatih/aktion dan selalu membiasakannya dalam setiap kegiatan/aktivitas sehari-hari. Ringkasnya menurut si Ibu, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan effektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan karakter menjadi berbeda dengan pendidikan moral/budi pekerti karena pendidikan budi pekerti hanya terfokus pada pengetahuan tentang moral/nilai-nilai luhur (hanya menekankan aspek kognisi). Kurikulum pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian siswa yaitu pribadi yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata. Lewat Yayasan Warisan Luhur Budi (Indonesia Heritage Foundation) yang didirikan tahun 2001, Ratna Megawangi dan suaminya Dr. Sofyan Djalil,S.H.,M.A.,MALD bersama teman-temannya menuangkan sebuah idealisme, mimpi dan harapan besar bahwa suatu saat Bangsa Indonesia akan berjaya sebagai bangsa yang berkarakter kuat. Kita berharap agar mimpi Ibu Ratna, mimpi kita dan teman-teman pendidik dapat terwujud. Semoga Pemerintah era 2009-2014 mampu mengembalikan fungsi pendidikan, yaitu tidak untuk membangun kecerdasan intelektual saja, tetapi juga untuk menjadikan manusia Indonesia berkarakter mulia dan menjadikan pendidikan karakter sebagai prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Idealnya substansi pendidikan karakter bangsa termuat dalam UU Diknas.

Diposkan oleh Marathalata Agustina di 03:38 0 komentar

http://tintinkoplak.blogspot.com/

You might also like