You are on page 1of 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN TYPHOID DI RUANG PARKIT RS PUSAT ANGKATAN UDARA Dr.

ESNAWAN ANTARIKSA JAKARTA

Disusn Oleh: EDI SUWANDI 08005

AKADEMI KEPERAWATAN ANDALUSIA JAKARTA TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berkembang sangat pesat. Perubahan yang sangat pesat tersebut berdampak sangat besar terhadap perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola makan yang tidak teratur, kebiasaan yang kurang baik seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, jajan sembarangan, serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang tercemar. Hal tersebut diatas dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit di masyarakat, salah satunya typhoid yang setiap tahun penderitanya begitu banyak ditemukan dirumah sakit (Rohim, 2002). Typhoid merupakan penyakit infeksi yang di jumpai secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah, angka kejadian pada penderita yang mengalami penyakit typhoid cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh kelembaban daerah tropis yang cukup tinggi serta masyarakat yang heterogen dalam hal tingkat sosial ekonomi maupun pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih relatif rendah. Penyakit tropis umumnya merupakan penyakit infeksi yang mudah menular melalui feses dan urin (Rohim, 2002). Jumlah penduduk dunia yang menderita demam typhoid setiap tahunya bisa mencapai sekitar 15-30 juta dan 600.000 diantaranya meninggal. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2008 di Indonesia, penyakit typhoid 500 orang per 100.000 penduduk dengan laju kematian antara 0,6 - 5% (Wahanudin, 2009). Hasil data Medical Record di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta bulan Januari sampai Desember 2010 sebanyak 74 penderita Typhoid dari 805 anak rawat inap RSPAU Jakarta sekitar 9,19%, pada bulan Januari sampai Mei tahun 2011 sebanyak 38 penderita Typhoid dari 335 anak rawat inap RSPAU Jakarta sekitar 11,34%.

Dari jumlah penderita thypoid tersebut ada beberapa penderita yang tidak tertolong, hal tersebut disebabkan karana terjadinya komplikasi pada penderita typhoid seperti perdarahan usus, perforasi usus, dan peritonitis. Melihat kompleknya masalah dan komplikasi pada klien dengan penyakit typhoid maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh baik yang melalui aspek promotif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga (Rohim, 2002).

Oleh karena itu peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan melalui berbagai upaya preventif berupa memelihara lingkungan tetap bersih, mencuci tangan sebelum memegang makanan, melindungi makanan dan minuman dari serangga (lalat), meminum air yang sudah masak, hindari jajan sembarangan, dan hindari kekurangan Vitamin C dan B kompleksdan jika demam tidak turun segera bawa kedokter/ketempat pelayanan kesehatan. Adapun pada aspek kuratif yaitu memberikan keperawatan terhadap anak yang terkena Typhoid dan pemberian obat yang diberikan secara optimal sehingga apabila penyakit Typhoid ini tidak segera ditangani akan terjadi komplikasi yang lebih lanjut seperti pendarahan usus, perforasi usus dan peritonitis. Sedangkan pada aspek rehabilitatif berupa istirahat ditempat tidur tanpa aktifitas yang berat, mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan kalori, tidak boleh makan makanan yang mengandung banyak serat dan gas serta tidak boleh makan makanan yang merangsang lambung,

seperti makanan pedas dan asam (Rampengan, 2007). Berdasarkan data angka kesehatan typhoid yang cukup tinggi dan akibat yang ditimbulkan apabila tidak segera ditangani serta banyak peran perawat yang dilakukan, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Typhoid di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta.

B. Tujian 1. Tujuan Umum Diperolehnya pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Typhoid

2. Tujuan khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Typhoid b. Mampu menentukan masalah keperawatan anak dengan Typhoid c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan anak dengan Typhoid d. Mampu melaksanakan rencana asuhan kepaerawatan anak dengan Typhoid e. Mampu melaksanakan evaluasi anak dengan Typhoid f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori & praktek g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, menghambat, serta mencari solusi/alternatif pemecahan masalah h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan anak dengan Typhoid

C. Ruang Lingkup Ruang lingkup masalah pada Asuhan Keperawatan pada Klien An. S dengan Typhoid di Ruang Parkit Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa Jakarta selama 3 x 24 jam dari tanggal 18 20 Juli 2011

D. Metode Penulisan Metode dalam penulisan makalah alamiah ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode ilmiah yng bersifat mengumpulkan data, menarik kesimpulan dan kemudian disajikan dalam bentuk naratif. Adapun data untuk penulisan makalah diperoleh dari studi kepustakaan untuk memperoleh bahan bahan yang sifatnya ilmiah dan berhubungan dengan judul studi kasus sebagai acuan dalam membahas dan menganalisa data, observasi klien mengenai perkembangan penyakitnya, serta perawatan yang diberikan, wawancara langsung dengan keluarga klien serta informasi dari perawat ruangan.

E. Sistem Penulisan Dalam penulis karya tulis ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, Ruang lingkup dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teoritis berisi tentang pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinik, komplikasi), komplikasi, penatalaksanaan (terapi, tindakan

medis yang bertujuan untuk pengobatan), konsep tumbuh kembang anak, konsep hospitalisasi, pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Bab III Tinjauan kasus berisi tentang penkajian kasus, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan. Bab IV Pembahasan berisi tentang pembahasan Bab II dan Bab III mulai dari pengkajian, diagnosa, dan evaluasi. Bab V Penutup berisi tentang

perencanaan, pelaksanaan kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Typhoid merupakan penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minngu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).

Typhoid (enteric fiver) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai sistem pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, dkk, 2008).

Typhoid (Tifus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi & Yulianni, 2006).

Typhoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum

(Soegijanto, 2002).

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran

(Ngastiyah, 2005). Typhoid adalah penyakit menulat yang bersifat akut, yang di tandai dengan bakterimia, perubahan pada system retikuloendoteal yang bersifat difusi, pembentukan mikroabses, dan ulserasi nodus peyer didistal ileum (Rohim, 2002).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan typhoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhosa. Secara umum penyakit ini dapat ditularkan lewat makan dan air yang terkontaminasi dengan kotoran orang yang terinfeksi. Bakteri kemudian memperbanyak diri didalam aliran darah orang terinfeksi dan diserap kedalam saluran pencernaan kemudian ikut tereliminasi bersama kotoran. B. Etiologi Penyebab Typhoid menurut Rampengan (2007) disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif, motil dan tidak menghasilkan sepora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta mati pada suhu 700 C ataupun oleh antiseptic. Sampai saat ini, di ketahui bahwa kuman inihanya menyerang manusia. Salmonella typhosa mempunyai antigen tiga macam antigen yaitu: 1. Antigen O = Ohne Hucneh = antigen somatik (tidak menyebar) 2. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagela dan bersifat tromolabil 3. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis Ketiga antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutininin. Salmonella typhosa juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. Ada tiga jenis utama, yaitu: Salmonella typhosa (satu serotipe), Salmonella cholerasius (satu serotipe), Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)

C. Patofisiologi 1. Proses Perjalanan Penyakit Proses Histologi Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006) dijelaskan pada sekema 2.1, pada awalnya kuman Salmonella masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sebagian kuman akan dimusnahkan didalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan Limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian

kuman masuk keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ organ yang lainya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan berakhir saat sel-sel retikulo melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama kali, terjadi hiperplasia player. Ini terjadi pada kelenjar typhoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam di sebabkan oleh endotosil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus.
Sallmonella typhosa Saluran Pencernaan Diserap oleh usus halus Bakteri memasuki aliran darah sistemik Kelenjar Limfoid Usus halus tukak Pendarahan dan perforasi Hati Limpa Endotoksin

Hepatomegali Nyeri perabaan

splenomegali

demam

Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi Resiko kurang volume cairan

Skema 2.1 Proses Penyakit Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006).

2. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala Typhoid menurut Rampengan (2007) adalah sebagai berikut: a. Nyeri kepala, lemah, lesu. b. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan kembali normal. c. Gangguan pada saluran cerna; halitosis, bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali, yang disertai nyeri pada perabaan. d. Gangguan kesadaran; penurunan kesadaran (apatis, somnolent). e. Bintik bintik kemerahan pada kulit (rosaela) akibat emboli basil dalam kapiler kulit. f. Epistaksis. 3. Komplikasi Komplikasi demam typhoid menurut Rampengan 2007 dapat dibagi atas dua bagian: a. Komplikasi pada usus halus (perdarahan, perforasi, peritonitis). b. Komplikasi diluar usus halus (bronkhitis, bronkopneumonia, ensefalopati, kolesititis, meningitis, miokarditis, karier kronik).

D. Penatalaksanaan Penatalaksanaan anak dengan typhoid menurut sebagai berikut: 1. Perawatan Klien diistirahatkan 7 hari sampai bebas demam atau kurang lebih 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. 2. Diet Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, mineral, serta disesuaikan makanan yang rendah/bebas selulosa, dan menghindarai makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita dengan gangguan Rampengan (2007) adalah

kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan. 3. Obat obatan Demam typoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian tertinggi sebelum ada obat-obatan anti mikroba (10-15%) sejak adanya obat anti mikroba terutama klorafhenycol angka kematian menurun drastis sampai (1-%). Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan antaralain;

klorafhenycol, tiamphenycol, kotrimosasol, amphisilin, amoxilin, ceftriakson, sefotaksim, siprofloksasin (usia > 10 tahun).

E. Konsep Tumbuh Kembang Menurut Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhdn sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan

menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Jadi, pertumbuhan berhubungan dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi perubahan pada jumlah dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh. Perkembangan berhubungan dengan perubahan secara kualitas, di antaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran. Proses pematangan berhubungan dengan peningkatan kematangan dan adaptasi. Proses tersebut terjadi secara terus-menerus dan saling berhubungan serta ada keterkaitan antara satu komponen dan komponen lain. Jadi, jika tubuh anak semakin besar dan tinggi, kepribadiannya secara simultan juga semakin matang. Perkiraan berat badan anak dalam kilohgram menurut Adriana (2011) pada anak usia 6-12 tahun yaitu sebagai berikut: 6 12 tahun umur (tahun) x 7 5 2

Oleh karena itu untuk anak umur 12 tahun dapat menggunakan rumus tersebut diatas.

Konsep tumbuh kembang anak menurut Supartini (2004) dan Wong (2008) yaitu:
1. Perkembangan Psikoseksual (Freud) Anak 12 tahun masuk pada fase laten dan fase genital, Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan anak lakilaki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak, mengarah pada sistem reprodulcsi. Dalam hal ini, orang tua harus bijaksana dalam merespons, yaitu menjawabnya dengan jujur dan hangat. Luas jawaban disesuaikan dengan maturitas anak. Sering kali karena begitu penasaran dengan seks, anak mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan. Oleh karena itu, apabila anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya orang tua waspada. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa yang sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks. Pada fase genital merupakan tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud adalah tahapan genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan adanya proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks. 2. Perkembangan psikososial (Erikson) Anak umur 12 tahun masuk pada fase industry versus inferiority dan identitas dan kerancuan peran. Fase industry versus inferiority. Anak akan belajar untuk bekerja sama dan bersaing dengan anak lainnya mclalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui pcrmainan yang dilakukannya bersama. Otonomi mulai betkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6 tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dari teman atau lingkungannya, mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan

dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang mempunyai tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman di lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of industry) tersebut. Identitas dan kerancuan peran. Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai anak yang sedang berada pada fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Mereka menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang sangat dekat dengan kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai kelompok dan lingkiingannya, untuk dapat mengambil keputusannya sendiri. Kejelasan identitas diperolch apabila ada kcpuasan yang diperolch dari orang tua atau lingkungan tempat ia berada, yang membantunya melalui proses pcncarian identitas diri sebagai anak remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan menimbulkan kerancuan peran yang narus djalankannya. 3. Perkembangan kognitif (piaget) Anak usia 12 tahun masuk pada fase formal operation. Cara berpikir operational formal dicirikan dengan adaptabiliias dan fleksibiliias. Remaja dapat berpikir menggunakan istilah-istilah absttak, menggunakan simbol absttak. Dan menarik kesimpulan logis dari serangkaian observasi. Jika A lebih besar dari B, dan B lebih besar dari C. Simbol mana yang paling besar? (Jawabannya adalah A.) Mereka dapai membuat hipotesis dan mengujinya; mereka dapat mempertimbangkan hal-hal yang bersifal abstrak, teori, dan filosofi. Meskipun mereka mungkin bingung antara sesuaiu yang ideal dengan yang praktis, sebagian besar kontradiksi di dunia dapai diatasi dan diselesaikan. 4. Perkembangan moral (Kahlberg) Anak usia 12 tahun pada Tingkat konvensional dan Tingkat

pascakonvensional. Tingkat konvensional, pada tahap ini anak-anak terfokus pada kepatuhan dan loyalitas. Mereka menghargai pemeliharaan harapan keluarga. kelompok, atau negara tanpa memedulikan konsekuensinya. Perilaku yang disetujui dan disukai atau membanlu orang lain dianggap sebagai porilaku yang baik. Seseorang mendapat persetujuan dengan bersikap "baik". Mematuhi aturan. melakukan tugas seseorang, menunjukan rasa hormat terhadap wewenang. dan menjaga aturan sosial merupakan peprilaku yang tepat. Tngkat ini berkaitan dengan tahap operational konkrel dalam perkembangan kognitif.

Tingkat pascakonvensional, pada tahap ini individu telah mencapai tahap kognitif operasional formal. Perilaku yang tepat cenderung didefinisikan dari segi hak-hak dan standar umum individu yang telah diuji dan disetujui masyarakat. Meskipun aturan prosedural untuk mencapai konsensus menjadi Renting dengan penekanan pada sudut pandang hukum, terdapat juga kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan kebutuhan masyarakat dan pertimbangan raslonal

F. Konsep Hospitalisasi Pada anak Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak yaitu marah, cemas, sedih, takut dan bersalah (Wong, 2008). Menurut Supartini (2004), perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan nienimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dan keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau nyeri akan ditunjukan dengan ekspresi, baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu inengkomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat. G. Pengkajian Keperawatan Pengkajian anak dengan Typhoid menurut Nursalam (2008) adalah sebagai berikut: 1. Identitas. Dalam identitas meliputi nama, umur jenis kelamin, alamat, pendidikan. 2. Keluhan utama Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan yang kurang (terutama pada masa inkubasi).

3. Suhu tubuh. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan kembali normal (Rampengan, 2007) 4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejalagejala tersebut mungkin terdapat gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik- bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama saat demam. Kadang kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis. 5. Pemeriksaan fisik. a. Mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecahpecah (raggaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor. b. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (metarismus). Bisa terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal. c. Hati dan limpa membesar dan disertai nyeri pada perabaan 6. Pemeriksaan laboratorium. a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit. b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal. c. Biakan empedu basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan feses. d. Pemeriksaan widal. Unutk membuat dignosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.

H. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006) adalah: 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung. 2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh. 3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran. 4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total. 5. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi

I. Perencanaan Keperawatan Intervensi keperawatan pada pasien dengan Typhoid menurut Suriadi & Yulianni (2006) adalah: 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung. Tujuan : Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan. Intervensi: a. Nilai status nutrisi anak b. Izinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk

meningkatkan kualitas intake nutrisi d. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering e. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama f. Pertahankan kebersihan mulut anak g. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit. h. Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral. Jika pemberian makan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh. Tujuan : Mencegah kurangnya volume cairan. Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh ) paling sedikit setiap empat jam b. Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah c. Observasi dan catat intake dan output dan mempertahankan intake dan output yang adekuat d. Monitor dan catat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama e. Monitor pemberian cairan intravena melalui intravena setiap jam f. Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge g. Berikan antibiotik sesuai program 3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran Tujuan : Mempertahankan fungsi persepsi sensori Intervensi : a. Kaji status neurologis b. Istirahkan anak hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil c. Hindari aktivitas yang berlebihan. d. Pantau tanda-tanda vital 4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total Tujuan : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi Intervensi : a. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan tugas perkembangan anak b. Jelaskan kepada klien dan keluarga aktivitas yang dapat dan tidak dapat dilakukan hingga demam berangsur-angsur turun c. Bantu memenuhi kebutuhan dasar anak d. Libatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak

5. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Mempertahankan suhu dalam batas normal Intervensi : a. Kaji pengetahuan anak dan keluarga tentang hipertermia b. Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan c. Beri minum yang cukup d. Lakukan tepid sponge (seka) e. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat f. Pemberian obat antipireksia g. Pemberian cairan parenteral (IV yang adekuat)

J. Pelaksanaan Keperawatan Implementasi keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara langsung kepada klien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi. 1. Fase Persiapan a. Melihat kembali intruksi perawat yang sudah mengidentifikasi difase perencanaan. b. Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. c. Menyadari adanya potensial komplikasi yang dihubungkan dengan aktivitas perawatan. d. Penentuan dan penyediaan sumber penting (waktu, personil, dan peralatan) e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif untuk setiap tipe aktifitas yang dibutuhkan (kenyamanan dan keamanan) f. Mengidentifikasi aspek legal dan etik. 2. Fase Tindakan Pendekatan yang digunakan adalah meliputi: tindakan independen, dependen dan interdependen, yang merupakan untuk mencapai: kriteria hasil dari suatu masalah keperawatan, sehingga dengan tercapainya kriteria hasil tersebut maka

masalah teratasi atau tujuan tercapai. a. Independent yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan keperawatan independent, antara lain: 1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien. 2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuai respon klien yang

memerlukan intervensi keperawatan. 3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien. 4) Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dn medis. b. Interdependen yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dari tenaga kesehatan lain, misalnya: ahli gizi, fisioterapi, dan dokter. c. Dependen yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/intruksi dari tenaga medis. 3. Fase Dokumentasi Pendokumentasian harus jelas, berisi tanggal, jam, diagnosa keperawatan, implementasi dan hasil serta tanda tangan dan nama jelas.

K. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan Planning (perencanaan). 2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan. Sedangkan evaluasi pada teori Suriadi & Yulianni (2006) yaitu: a. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi. b. Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan cairan. c. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut. d. Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan klien. e. Anak akan menunjukkan tanda tanda vital dalam batas normal.

You might also like