You are on page 1of 4

ANAK JALANAN SEBAGAI ICON NEGATIF MASYARAKAT

Realitas keadaan anak dimuka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai penting, penerus masa depan bangsa dan sejumlah simbolik lainnya. Hak-hak anak sebagaimana dimaksud dalam dokumen hukum mengenai perlindungan hak-hak anak masih belum cukup ampuh bisa menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku kehidupan masyarakat masih menyimpan masalah anak. Bahkan keadaan seperti itu bukan saja melanda Indonesia, namun juga hampir pada seluruh muka jagat bumi ini.1

Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari ke hari semakin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal.2

Sebenarnya telah disebutkan pada pasal 55 ayat 1 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Yang dimaksud dengan lembaga adalah melalui sistem panti pemerintah dan panti swasta, sedangkan yang dimaksud dengan di luar lembaga adalah sistem asuhan

keluarga/perseorangan.

Saat ini implementasi pasal diatas dirasa belum sepenuhnya terlaksana, khususnya pemerintah sendiri. Khusus di kota Malang, dapat kita lihat dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah anak jalanan. Walaupun tidak dihitung secara langsung tapi kita dapat melihat di jalan-jalan banyak anak jalanan yang berada disana pada jam sekolah. Dan diyakini mereka semua tidak ada yang meneruskan sekolahnya dan lebih memilih berada di jalanan.

Muhammad Joni dan Zulchaina Z Tanamas, 1999, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 1 2 Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 4

Salah satunya dapat kita lihat di perempatan ITN ( Intitut Teknologi Nasioal ) Kecamatan Lowokwaru kabupaten Malang, kerapkali kita jumpai banyak anak jalanan berada dijalan raya yang sangat ramai penuh kendaraan lalu lalang dan mereka semua melakukan pekerjaan seperti mengamen, mengemis, dan ada yang hanya duduk serta ada yang mondarmandir di pinggir jalan. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang masih berumur belasan tahun bahkan ada yang masih sangat kecil harus menemani ibunya dijalanan, ada juga sampai tidur d pinggir jalan maupun di trotoar. Melihat realita diatas yang jelas-jelas terjadi disekitar kita, disekitar perempatan ITN terlihat sangat kumuh dan sangat-sangat diperlukan usaha yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi masalah sosial diatas atau paling tidak mengurangi anak jalanan dari tahun ke tahun yang sepertinya semakin meningkat.

Hendaknya

para

pihak

yang

menangani

masalah

sosial

mempelajari

meningkatnya anak jalanan dan Pemerintah Kota Malang melakukan upaya untuk mengurangi dan menanggulangi anak-anak jalanan yang ada di perempatan ITN.

ANALISIS KASUS

Peningkatan jumlah anak jalanan di perempatan ITN ( Intitut Teknologi Nasioal ) Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dikarenakan faktor dari keluarga, baik itu karena keturunan maupun sosial ekonomi mereka. Selain itu dapat pula disebabkan karena anak jalanan itu sendiri yang tidak punya keinginan untuk berubah dan bangkit dari kehidupan mereka itu.

Lalu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota adalah dengan penanganan melalui lembaga dan non lembaga. Melalui lembaga yaitu dilakukan operasi atau razia dan anak jalanan di masukkan ke panti atau penampungan dan dilakukan pembinaan. Untuk yang non lembaga adalah dengan dikembalikan ke keluarga mereka atau ke daerah asalnya.

Karena para anak jalanan sudah melanggar Norma-norma yang berada dalam masyarakat, contohnya: 1. Norma agama yang di langgar adalah kebersihan itu merupakan sebagian daripada iman, dan anak jalanan yang selalu identik kotor dan tidak menjaga kebersihan maupun kesucian badan. 2. Norma kesusilaan yang di langgar adalah orang tua yang berkesan untuk membiarkan anaknya tidak bersekolah dan hidup di jalanan. 3. Norma hukum yang di langgar adalah terkadang tidur di jalanan dan melanggar peraturan daerah.

Dari sekian banyak peraturan bagi perlindungan anak, maka dalam membahas implementasi hak anak dalam hukum nasional akan dibahas secara khusus tentang UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002, yang telah diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2002 Lembaran Negara Nomor 109 Tahun 2002 mengatur tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan perlindungan anak (pasal 1 ayat 2) adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak diberikan definisi Anak yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Pada pasal 34 UUD 1945, dikatakan bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian apabila ketentuan pasal 34 UUD 1945 ini diberlakukan secara konsekuen, maka kehidupan fakir miskin dan anak terlantar akan terjamin. Dalam UU No. 23 Tahun 2002, disebutkan bahwa anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.

Tetapi semua hukum yang diatur dalam undang-undang tentang masalah kesejahteraan anak semuanya masih terlihat kurang terlaksana dan anak jalanan kurang diperhatikan oleh pemerintah kota, sehingga banyak masyarakat yang beranggapan anak jalanan itu seperti orang yang tanpa manfaat dan sering dianggap rendah oleh masyarakat, ada pula yang bilang seperti sampah masyarakat.

Sebenarnya anak jalanan masih bisa dibina dan diarahkan oleh pemerintah supaya para pihak yang bertanggung jawab membina anak jalan lebih bermanfaat sehingga anak jalanan tidak harus di pinggir jalan dan membuat kumuh tata kota malang, maka masyarakat tidak menganggap anak jalanan sebagai icon negatif.

You might also like