You are on page 1of 20

Tugas Makalah Mitigasi dan Pengelolaan Bencana Gunungapi

Mata kuliah : geologi lingkungan

Di susun oleh NPM Kelas

: Arif Kurniawan : 140710080131 :D

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJDJARAN OKTOBER,2011

Bab I Pendahuluan

1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah sebuah negeri yang rawan bencana. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunungapi terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meletus dan mengeluarkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material vulkanik. Sebagian dari material vulkanik ini membentuk lapisan di atmosfir yang memantulkan balik sinar matahari ke atmosfir. Karena sinar matahari yang memasuki atmosfir berkurang banyak, bumi tidak menerima cukup panas dan terjadi gelombang hawa dingin. Gelombang hawa dingin membuat tahun 1816 menjadi tahun yang tidak memiliki musim panas dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan yang meluas. Dalam abad yang sama, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Erupsi Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dalam Perang Dunia II. Bencana yang paling mematikan pada awal abad XXI juga bermula dari Indonesia. Pada tanggal 26 Desember 2004, sebuah gempabumi besar terjadi di dalam laut sebelah barat Pulau Sumatra di dekat Pulau Simeuleu. Gempabumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di negara-negara yang terkena. Sepanjang abad XX hanya sedikit bencana yang menimbulkan korban jiwa masif seperti itu. Di Indonesia sendiri gempabumi dan tsunami mengakibatkan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Dan baru baru ini Hasil diskusi dan penelitian Tim Surono dkk.( PVMKG ) 1.G Bromo tetap dalam pemantauan. serius, karena aktifitas tidak berhenti - hentinya, ini sudah di luar kebiasaan GunungBromo, Gunung Semeru sedang di amati juga. 2.G Kelud (Kediri Jatim, 2007) yang biasa meletus secara explosif, besar n dengan lahar letusan, menjadi efusif, membentuk kubah lava.

3.Gamkonola (Halmahera, 2008) biasa letusan preatik menjadi preato magmatik, 9000 orang mengungsi. 4. Sinabung ( Karo, Sumut, 2010)tidak pernah meletus sejak 1600 tiba-tiba meletus dengan suara gemuruh, getaran hebat, tapi material letusan tidak banyak. 5.Merapi (yogya-Jateng, 2010) dlm 100 tahun tidak meletus sebesar itu. Bromo (Probolinggo, 2010) meletus besar dan lama.

1.2 TUJUAN 1. Mengidentifikasikan daerah berisiko tinggi dari berbagai bencana yang ada di Indonesia dan menyusun pilihan tindakan yang perlu mendapat perhatian utama, berikut program kegiatan, fokus prioritas dan anggaran indikatif yang diperlukan. 2. upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang efektif, penanganan kondisi tanggap darurat yang efisien dan upaya pemulihan yang tepat sasaran.

Bab II Gambaran Umum Kebencanaan GunungApi


2.1 Lokasi lokasi GunungApi di Indonesia

Gambar 2.1 lokasi GunungApi di Indonesia pada citra google

Gambar 2.2 Peta ancaman Bencana GunungApi Di Indonesia

Semua hal diatas bisa dicegah atau diminimalisasi jika kita semua, pemerintah dan masyarakat telah disiapkan, menyadari dan sigap dalam mitigasi bencana. Kepulauan Indonesia yang terletak dalam pertemuan 3 lempeng tektonik yaitu lempeng IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasific yang saling bertubrukan, serta Wilayah Indonesia yang dilewati 2 jalur pegunungan yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana seperti gempa tektonik (tabrakan lempeng bumi), gempa vulkanik (letusan gunung berapi), tsunami (gempa dangkal ataupun letusan gunung di dalam laut), dan letusan gunung berapi di atas permukaan. Sirkum Medetarian berawal dari Pegunungan Alpen di Eropa kemudian menyambung ke pegunungan Himalaya di Asia lalu memasuki Indonesia melalui Pulau Sumatra. Jalur Sirkum Medetarian di Indonesia membentang dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku. Sirkum Pasifik berawal dari dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, lalu bersambung ke pegunugan Rocky di Amerika Utara, lalu ke Jepang, Filipina, sampai akhirnya sampai ke Indonesia melalui Sulawesi. Sirkum Pasifik juga bercabang ke Pulau Halmahera dan akhirnya sampai di Papua. Dari kedua sirkum jalur pegunungan ini kemudian membentuk rangkaian Cincin Gunung Api menyatu di Indonesia sebagai titik akumulasi dan menghasilkan gunung-gunung api terdasyat sepanjang masa yaitu Super Volcano Toba, Super Volcano Tambora dan Super Volcano Krakatau.

Gunung Api Krakatau Gunung Krakatau terletak di Selat Sunda meletus Agustus 1883 mencatatkan nilai 6 Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan kekuatan 13,000 kali lebih besar dari bom Hiroshima. Ledakannya terdengar hingga ke Perth, Australia. Dasyatnya letusan melemparkan 3/4 badan gunung hingga kalderanya tenggelam ke dalam lautan. Muntahan lebih dari 21 kilometer kubik batu dan debu membumbung hingga setinggi 70 mil. Secara resmi, lebih dari 37,000 orang tewas. Gunung Api Tambora Gunung Tambora terletak di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat, meletus April 1815 dengan nilai 8 Volcanic Explosivity Index (VEI), Tambora melontarkan materi vulkanik sebanyak 160 km kubik dan kehilangan hampir separuh dari tinggi dan volumenya dari tinggi 4.200 M menjadi ketinggiaan hanya mencapai 2.730 M, menghasilkan kardera/kawah diameter 8 KM dan kedalaman kawah mencapai 1,3 KM, menewaskan lebih dari 79.000 jiwa dan menyebabkan tahun tanpa musim panas di Eropa dan menyebabakan gagal panen dan kelaparan di dunia. Super Volcano Toba Gunung Toba terletak di sumatera Utara, meletus pada jaman purba 74.000 tahun yang lalu, Karderanya membentuk Danau Toba sekarang dengan luas 100 KM x 30 KM. Tak ada

catatan dari letusan ini karena belum ada peradaban, tetapi diperkirakan bertanggungjawab terhadap pendinginan suhu global dan menghancurkan populasi nenek moyang manusia

2.2. Ancaman Letusan Gunungapi Terkait dengan zona penunjaman lempeng-lempeng besar yang telah diuraikan, Indonesia memiliki lebih dari 500 gunungapi dengan 129 di antaranya aktif. Gunung-gunungapi aktif yang tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Kepulauan Maluku merupakan sekitar 13% dari sebaran gunungapi aktif dunia. Selain letusan-letusan besar seperti letusan gunung Tambora yang menewaskan lebih dari 92 ribu jiwa dan Krakatau lebih dari 36 ribu orang pada abad XIX, berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG, 2006) ada beberapa kejadian letusan lain yang menimbulkan korban jiwa besar, antara lain letusan Gunung Kie Besi di Maluku Utara pada tahun 1760 yang menewaskan 2.000 korban jiwa, letusan Gunung Galunggung tahun 1822 yang menewaskan 4.011 korban jiwa dan letusan Gunung Papandayan tahun 1772 yang menewaskan 2.951 korban jiwa di Jawa Barat. Di Jawa Timur letusan Gunung Kelud pada tahun 1919 mengakibatkan 5.190 korban jiwa dan letusan tahun 1966 dengan 210 korban jiwa. Di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah pada tahun 1983 terjadi letusan dahsyat Gunung Colo yang mengakibatkan hancurnya sumbat lava serta membumihanguskan sekitar 2/3 wilayah Pulau Una-Una tempat lokasi Gunung Colo. Sedangkan di wilayah Yogyakarta letusan Gunung Merapi tahun 928 mengakibatkan Kerajaan Mataram hancur, letusan tahun 1930 mengakibatkan 1.369 orang korban jiwa dan letusan tahun 1972 menewaskan lebih dari 3.000 orang. Gambar 2.3. memperlihatkan sebaran gunungapi di Indonesia. Dalam beberapa tahun ke depan potensi risiko bencana gunungapi yang perlu mendapat perhatian ada 70 gunungapi diantaranya adalah Gunung Merapi, Soputan dan Lokon. Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi di Yogyakarta mempunyai perulangan letusan cukup pendek. Letusan tersebut memiliki pola yang sama yaitu pertumbuhan kubah lava, kubah lava runtuh dan menghasilkan awan panas yang melanda daerah sekitar Gunung Merapi. Sedangkan kawah gunungapi yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kawah Gunung Ijen dan Dempo.

Gambar 2.3. Sebaran gunungapi di Indonesia (PVMBG, 2007)

Bab III Mitigasi dan Pengelolaan Bencana Gunungapi


3.1 BAHAYA GUNUNGAPI Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan tidak langsung(sekunder) yang menjadi bencana bagi kehidupan manusia. Bahaya yang langsung oleh letusangunungapi adalah : 1. Leleran lava leleran lava merupakan cairan lava yang pekat dan panas dapat merusaksegala infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava tergantung darikekentalan magmanya, makin rendah kekentalannya, maka makin jauhjangkauan alirannya. Suhu lava pada saat dierupsikan berkisar antara 800o 1200o C. Pada umumnya di Indonesia, leleran lava yang dierupsikangunungapi, komposisi magmanya menengah sehingga pergerakannya cukuplamban sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari terjangannya.

2. Aliran piroklastik (awan panas) aliran piroklastik dapat terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi plinian,letusan langsung ke satu arah, guguran kubah lava atau lidah lava dan aliran pada permukaan tanah (surge). Aliran piroklastik sangat dikontrol oleh gravitasi dan cenderung mengalir melalui daerah rendah atau lembah.Mobilitas tinggi aliran piroklastik dipengaruhi oleh pelepasan gas darimagma atau lava atau dari udara yang terpanaskan pada saat mengalir. Kecepatan aliran dapat mencapai 150 250 km/jam dan jangkauan alirandapat mencapai puluhan kilometer walaupun bergerak di atas air/laut.

3. Jatuhan piroklastik Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap cukuptinggi, pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah anginkemudian jatuh lagi ke muka bumi. Hujan abu ini bukan merupakan bahaya langsung bagi manusia, tetapi endapan abunya akan merontokkan daun-daun dan pepohonan kecil sehingga merusak agro dan pada ketebalantertentu dapat merobohkan atap rumah. Sebaran abu di udara dapatmenggelapkan bumi beberapa saat serta mengancam bahaya bagi jalur penerbangan.

4. Lahar letusan Lahar letusan terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Apabila volume air alam kawah cukup besar akan menjadi ancamanlangsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas. 5. Gas vulkanikberacun Gas beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO, CO2,HCN, H2S, SO2 dll, pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh.

Bahaya sekunder, terjadi setelah atau saat gunungapi aktif:

1. Lahar Hujan lahar hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi gunungapi yang diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut olehhujan atau air permukaan. Aliran lahar ini berupa aliran lumpur yangsangat pekat sehingga dapat mengangkut material berbagai ukuran.Bongkahan batu besar berdiameter lebih dari 5 m dapat mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat merubah topografi sungaiyang dilaluinya dan merusak infrastruktur. 2. Banjir bandang banjir bandang terjadi akibat longsoran material vulkanik lama padalereng gunungapi karena jenuh air atau curah hujan cukup tinggi. Aliran Lumpur disini tidak begitu pekat seperti lahar, tapi cukupmembahayakan bagi penduduk yang bekerja di sungai dengan tiba-tiba terjadi aliran lumpur. 3. Longsoran vulkanik longsoran vulkanik dapat terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi uap air, alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadirapuh, atau terkena gempabumi berintensitas kuat. Longsoranvulkanik ini jarang terjadi di gunungapi secara umum sehingga dalampeta kawasan rawan bencana tidak mencantumkan bahaya akibat Longsoran vulkanik. 3.2 Risiko Letusan Gunungapi Berdasarkan sebaran zona risiko tinggi yang dispasialkan dalam indeksrisiko bencana letusan gunungapi di Indonesia (Lampiran 2), rencanapenanggulangan bencana letusan gunungapi dalam lima tahunmendatang diarahkan pada wilayah seperti yang disajikan. Tabel 3.1 Sebaran Zona Risiko Tinggi GunungApi

3.3 PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNGAPI


Dalam penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persiapansebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan sesudah terjadi letusan. 1. Sebelum terjadi letusan dilakukan : Pemantaun dan pengamatan kegiatan pada semua gunungapi aktif, 1. Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona ResikoBahaya Gunungapi yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunungapi, 2. Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunungapi, 3. Melakukan pembimbingan dan pemeberian informasi gunungapi, 4. Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia digunungapi, 5. Melakukan peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya sepertipeningkatan sarana dan prasarananya.

2. Setelah terjadi letusan : 1. Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan, 2. Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya, 3. Memberikan saran penanggulangan bahaya, 4. Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang, 4. Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak, 5. Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun, 6. Melanjutkan memantauan rutin.

3.4 Contoh Kasus Kejadian Bencana Meletusnya GunungMerapi di DIY Adapun sebab-sebab penduduk menempati kawasan merapi yang merupakan kawasan rawan bencana jelas dikarenakan akibat pertambahan jumlah penduduk yang telah meningkat berlipat ganda sehingga membutuhkan ruang sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha, sedangkan ruang yang terdistribusikan bersifat tetap, kalaupun terdapat penambahan luas daratan dapat dikatakan tidak berarti dibandingkan peningkatan jumlah penduduk. Akibatnya penduduk terpaksa menempati lokasi yang rawan bencana. Hal ini tidak berhenti sampai disini, selain menempati lokasi rawan bencana penduduk juga melakukan kegiatan yang merusak lingkungan, seperti: penggundulan hutan sehingga menyebabkan longsor dan banjir, pembuangan sampah pada sungai yang akan menyebabkan banjir dan wabah penyakit. Alasan lain yang cukup mendasar adalah bahwa kawasan sekitar Merapi memiliki potensi wisata yang unik dengan segala aspek vulkanik yang dimilikinya. Potensi wisata ini semakin menarik dengan telah difungsikannya Museum Gunung Merapi (MGM) dengan segala kelengkapannya yang berlokasi di Kaliurang sehingga sangat mendukung wisata berbasis ilmu pengetahuan. Selain pariwisata, potensi pertanian yang didukung kesuburan tanah dilereng Merapi sangat baik untuk pengembangan sektor pertanian. Potensi penambangan batu, pasir dan abu yang sangat besar kuantitasnya untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur fisik yang mudah dieksplorasi penduduk. Disamping potensipotensi tersebut adanya pengaruh ikatan budaya bagi penduduk berkaitan erat dengan pengaruh kraton Yogyakarta yakni hidup berdampingan secara harmonis dengan alam. Alasan alasan diatas apabila dikembangkan dengan optimal dengan mengedepankan aspek lingkungan dan memperhatikan kemungkinan yang terjadi dari aspek bahaya erupsi, tentu akan sangat mendukung untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Menarik untuk di simak pandangan Sri Sultan Hamangkubuwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada saat peresmian MGM yang menyatakan bahwa saat ini Provinsi DIY telah memiliki MGM, Museum Gumuk Pasir di Parangtritis dan lebih baik lagi jika dilengkapi dengan Museum Karst dengan bermacam type dan jenisnya. Disamping tersedianya Sabo Centre yang dimaksudkan selain penelitian dalam penanganan konstruksi sabo dam juga untuk meningkatkan taraf hidup dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Ini bermakna bahwa untuk dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan alam diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang karakter dan sifat alam. Untuk itulah maka DIY siap untuk menjadi pusat riset/ penelitian dan tempat pembelajaran yang utama (Centre of Excellence) bagi semua orang dalam memahami alam dengan segala tindak tanduknya. Arahan pengembangan yang dilakukan pada kawasan rawan bencana adalah dengan menciptakan kesempatan yang sama bagi penduduk untuk dapat merasa aman didaerah tempat tinggalnya. Pengembangan ini berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam menangani masalah bencana di daerahnya.
Pentingnya Pengelolaan Bersama Kawasan Gunung Merapi

Setiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secarautuh dan menyeluruh melibatkan setiapa spekekologi , mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan, di setiap wilayah, dalam

setiap tahapan kegiatan pengelolaan. Cara hidup masyarakat Gunung Merapi sangat khas dan memiliki hubungan saling keterkaitan yang telah menjadi identitas sosial-budaya. Tak dapat disangkal bahwa identitas sosial-budaya adalah kekuatan masyarakat dalam memper tahankan keberadaannya. Sebaran ancaman letusan Gunung Merapi tidak mengenal batas wilayah administratif. Perubahan tingkat aktifitas Gunung Merapi dapat dikaji gejalanya namun sulit diprediksikan waktu terjadinya letusan, intensitas dan sebaran material letusannya. Gejala yang teramati di satu kabupaten akan menjadi informasi penting bagi proses pengambilan keputusan bertindak di kabupaten lainnya. Urusan kemanusiaan melampaui batas-batas administratif. Di kawasan perbatasan Kabupaten Klaten-Boyolali- Magelang-Sleman, masyarakat dari satu kabupaten secara nyata hanya dapat menghindari bahaya letusan Merapi dengan evakuasi ke wilayah kabupaten lainnya.Menyadari kenyataan ini, diperlukan kerjasama lebihbaik antar pemerintah kabupaten dalam penanganankedaruratan lintas batas. Di tingkat masyarakat, kerjasama antar kabupaten telah terjalin dan menjadi kebutuhan sertakesadaran bersama.Peran Pemerintah baik pusat dan daerah dalam penanganan kawasan merapi baik dalam pra bencana, tanggap darurat maupun paska bencana sangat signifikan.Dari aspek fisik antara lain Pembangunan infrastruktur bangunan pengendali banjir lahar (sabo dam) dibanyak tempat disepanjang kali yang berada di kaki Merapi (kali Gendol, Boyong, Bebeng, dan Opak) yang semula cukup berfungsi sebagai bangunan penahan kini juga dapat memberikan nilai tambah untuk mendukung pertanian dan perikanan rakyat disamping sebagai jalan penghubung antar desa pada saat aman. Penyediaan Barak Pengungsianyang layak huni sehingga pengungsi dan keluarganya dapat untuk sementara hidup dengan wajar sebagai keluarga dan masyarakat. Jalur evakuasi menuju barak pengungsian yang dibangun dengan lebar dan permukaan jalan aspal yang cukup dan baik serta menjamin untuk pergerakan orang dan barang dengan cepat dengan menggunakan kendaraan roda dua atau beroda empat. Begitu juga dalam penjaminan kesehatan, sosial dan budaya yang kesemuanya bermuara pada jaminan kehidupan masyarakat. Namun yang dipastikan dan diharapkan lebih berperan adalah masyarakat yang siap dalam melihat kawasan Merapi yang rawan bencana sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri. P

Untuk penanganan bencana kawasan Gunung Merapi membutuhkan koordinasi lintas wilayah. Salah satu upaya yang sudah dilaksanakan adalah dengan membentuk sebuah Forum yang kita kenal dengan nama Forum Merapi. Wadah kebersamaan ini menjadi penting mengingat setiap sisi Gunung Merapi adalah bagian dari suatu kesatuan ekosistem unik dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekelilingnya. Karenanya untuk menjaga kelestarian ekosistem Gunung Merapi dibutuhkan model pengelolaan secara utuh dan menyeluruh. Pengelolaan terpadu dapat melibatkan setiap aspek ekologi, kebencanaan termasuk menyangkut kepatuhan untuk mengikuti ketetapan kawasan rawan bencana untuk boleh atau tidak dibolehkannya kawasan untuk ditempati atau sebatas menjadi lahan usaha, dengan mempertimbangkan setiap pemangku kepentingan di setiap wilayah. Forum Merapi mulai digagas pada awal krisis letusan Gunung Merapi Posko Aju Pemerintah Propinsi Jawa Tengah di Kota Magelang, 26 Mei 2006 oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang, Sleman, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta.

Dalam perjalanannya Forum Merapi telah menghasilkan kesepakatankesepakatan tentang keorganisasian, mekanisme kerja, dan program kegiatan. Nota Kesepakatan Bersama antar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dan Badan Geologi, dalam rangka penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi telah ditanda tangani pada tanggal 17 Desember 2007. Selanjutnya, pada tanggal 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang telah dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama Forum Merapi sebagai pernyataan sepakat untuk kerjasama membentuk dan mengikatkan diri dalam kegiatan Forum Merapi dengan obyek perjanjian kerjasama penanggulangan dan pengurangan risiko bencana Gunung Merapi. Forum Merapi diharapkan dapat menjadi wadah kebersamaan untuk menyatukan kekuatankekuatan dan menjembatani komunikasi antarpelaku dalam melaksanakan kegiatankegiatan bersama pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi. Forum Merapi mencakup upaya-upaya pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi secara bersama-sama antar kabupaten dan pemangku kepentingan lain tanpa menambah atau mengurangi kewenangan dan tanggungjawab dari masing-masing pemerintah daerah. Visi dari Forum Merapi adalah Terciptanya masyarakat yang memiliki ketangguhan dalam rangka menghadapi dan mengurangi risiko bencana Merapi melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan misinya adalah: Melakukan koordinasi antar Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Mengelola aktivitas Penanggulangan Bencana antar daerah baik dalam situasi/pada saat tidak terjadi bencana, kesiapsiagaan, maupun pada saat tanggap darurat

Menyebarluaskan informasi tentang aktivitas Gunung Merapi kepada masyarakat Meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana untuk penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, masyarakat dan pemangku kepentingan lain dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Tujuan dalam forum ini adalah untuk menjembatani komunikasi dan pelaksanaan kegiatan bersama guna mewujudkan pengelolaan Gunung Merapi secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakatnya. Untuk pertama kali pelaku yang terlibat adalah Pemerintah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang, dan Sleman sebagai pengemban tanggungjawab utama pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi, serta Masyarakat di kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi. Selain itu dalam pembentukannya forum ini didukung sepenuhnya oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan para pelaku kemanusiaan lainnya. Manfaat yang diharapkan dari terbentuknya forum adalahterwujudnya penguatan kapasitas dan kinerja pemerintah kabupaten sebagai penanggungjawab utama pengurangan risiko bencana dan terjalinnya kerjasama secara sinergi di lintas kabupaten dan pelaku dalam pengelolaan ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat lereng Gunung Merapi. Sumberdaya dalam menggerakkan forum yang meliputi sarana, pendanaan, sumberdaya manusia untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan Forum Merapi dipenuhi bersama oleh masing-masing kabupaten dan dukungan tidak mengikat dari lembaga-lembaga yang terlibat. Dari identifkasi para pelaku kita temu kenali lembaga yang melibatkan diri adalah: Pemerintah kabupaten Klaten, Pemerintah kabupaten Boyolali, Pemerintah kabupaten Magelang, Pemerintah kabupaten Sleman, Pasag Merapi PMI (Klaten, Boyolali, Magelang, Sleman) Balai Penelitian dan Pengembangan Teknik Kegunungapian (BPPTK) GLG-GTZ Oxfam Great Britain PSMBLPPM UPN Veteran Yogyakarta UNDP dan UNICEF Lembaga lain yang berkomitmen

Museum Gunung Merapi

Museum Gunung Merapi yang menunjang Wisata pendidikan kegunungapian terletak di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Museum ini diresmikan penggunaannya pada 1 Oktober 2009. MGMberlokasi pada jarak 600 meter arah selatan dari pintu gerbang obyek wisata Kaliurang. Museum ini terbangun karena hasil kerjasama lintas wilayah dan lintas sektor yang memiliki keterikatan dengan Gunung Merapi. Setelah diresmikan, operasional MGM akan dilakukan dibawah koordinasi Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Sleman hingga tahun 2009 ini. Selanjutnya pada tahun 2010 mendatang MGM akan berpindah pengelolaan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Di dalam MGM ini, banyak tersedia fasilitas serta koleksi museum sebagai tempat mendapatkan pengetahuan kegunungapian. Fasilitas untuk wisatawan antara lain film show tentang terjadinya letusan gunung Merapi, peralatan survey, diorama, On The Merapi Volcano Trail, serta area lobby. Sementara koleksikoleksiyang disimpan antara lain, Volcano World berisi bahanbahan pengetahuan tentang gunung merapi di dunia koleksi manusia dan gunung merapi berisi perlengkapan upacara ritual penghormatan gunung Merapi, koleksi bencana gempa bumi dan Tsunami, bencana gerakan tanah,extra- terestrial volcano. Adanya fasilitas dan koleksi yang berada di MGM ini disesuaikan dengan fungsi-fungsi museum tersebutyaitu sebagai preservasi dan konservasi (memelihara dan melindungi suaka alam dan budaya), informasi (memberikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai obyek pengetahuan yang ditampilkan), koleksi (mengumpulkan dan mengarsipkan benda bernilai sebagai pusat dokumentasi masyarakat), edukasi (memberikan ilmu pengetahuan untuk masyarakat umum dan pusat apresiasi budaya) serta wahana rekreasi (obyek wisata pendidikan). Semua fasilitas dan koleksi tersebut masih berada di lantai satu museum. Sementara untuk lantai dua museum ini, akan diisi dengan fasillitas dan koleksi ilmu pengetahuan kegunungapian dan kebencanaan geologi direncanakan akan dikerjakan tahun 2010.

Rekomendasi Untuk menunjang tujuan yang ada tersebut maka upaya yang dilakukan antara lain :

Memperkuat koordinasi dan sinkronisasi kerjasama antar wilayah dan antar sektor terkait dengan penanganan kawasan rawan bencana Gunung Merapi. Menciptakan infrastruktur yang khusus didaerah rawan bencana sehingga nilai investasi yang ditanamkan tidak terlalu sia-sia dan daerah tersebut dapat berkembang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki. Menciptakan peraturan bangunan yang membatasi keleluasaan membangun pada daerah-daerah yang dianggap rawan bencana secara optimal sebagaimana dilakukan pada daerah-daerah lainnya. Mempertimbangkan kestabilan lereng dalam perencanaan, perancangan, dan pengembangan lokasi bangunan. Pengendalian atas garapan lahan pada daerah perbukitan dan pegunungan Tidak mencetak sawah lahan basah pada kawasan terjal. Pemberian dan penerapan sanksi yang jelas dan tegas pada pelanggaranatas ketentuan yang telah ditetapkanyang apabila dibiarkan akan berakibat fatal pada masyarakat termasuk pembatasan ijin menetap pada kawasan rawan bencana.

Bab IV Kesimpulan & Saran

1. 2. 3. 4.

Menaati peraturan pemerintah pada daerah rawan bencana Pada saat Bencana terjadi ikuti petunjuk dari tim tanggap bencana Perhatikan peta Rawan bencana Salinglah bekerja sama untung menanggulangi atau mengelola daerah yang terkena bencana 5. Sikapilah bencana adalah suatu berkah bukan musibah jika kita menyikapinya dengan bijak tanpa ada korban dan kerugian

Daftar Pustaka
http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=223 http://dppm.uii.ac.id/dokumen/prosiding/1_Artikel_sarwidi.pdf.dppm.uii.ac.id.pdf http://eduprisma.blog.uns.ac.id/2010/10/31/menilik-bencana-alam-di-indonesia-letusangunung-merapi-dan-gempa-tsunami-di-mentawai/ http://geospasial.bnpb.go.id/2011/02/23/peta-zonasi-ancaman-bencana-gunungapi-diindonesia/ http://green.kompasiana.com/iklim/2011/09/20/edukasi-potensi-dan-bencana-negeriseribu-gunung-api-di-peluncuran-ekspedisi-cincin-api/ http://mediaanakindonesia.wordpress.com/2011/06/01/tingkat-isyarat-kewaspadaanbencana-gunung-berapi-di-indonesia/ http://nasional.kompas.com/read/2010/12/20/09543340/Mendorong.Mitigasi.Berbasis.Risi ko http://piba.tdmrc.org/content/klasifikasi-gunungapi-di-indonesia http://taganapusdalops.wordpress.com/2011/02/23/letusan-gunung-api-indonesia-kini-diluar-kebiasaan/ http://www.antaranews.com/berita/1288920071/ringkasan-situasi-dan-penanggulanganbencana-merapi http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/respon-cepat-menghadapi-bencana-gunungberapi

You might also like