You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II

DIAGRAM TERNER SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN

Oleh :
Nama : Ni Made Susita Pratiwi Nim : 1008105005 Kelompok : II Tanggal Praktikum : 9 April 2012

LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2012 DIAGRAM TERNER SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN

I.

TUJUAN
a. Menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut. b. Mengetahui dan memahami pinsip kerja dalam diagram terner c. Mengetahui jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen d. Menentukan zat mana yang memiliki sifat sebagai komponen A, B dan C e. Menggambarkan fase diagram tiga komponen dan menggambarkan tie line pada diagram tiga komponen.

II.

DASAR TEORI Kelarutan suatu zat adalah suatu konsentrasi maksimum yang dicapai suatu zat dalam suatu larutan. Partikel-partikel zat terlarut baik berupa molekul maupun berupa ion selalu berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk menghindari partikel zat terlarut itu. Setiap pelarut memiliki batas maksimum dalam melarutkan zat. Untuk larutan yang terdiri dari dua jenis larutan elektrolit maka dapat membentuk endapan (dalam keadaan jenuh). Pemisahan suatu larutan dalam campuran dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan ekstraksi. Ektraksi merupakan suatu metoda yang didasarkan pada perbedaan kelarutan komponen campuran pada pelarut tertentu dimana kedua pelarut tidak saling melarutkan. Bila suatu campuran cair,misalnya komponen A&B dicampurkan tidak saling melarutkan sehingga membentuk dua fasa. Maka untuk memisahkannya digunakan pelarut yang kelarutannya sama dengan salah satu komponen dalam campuran tersebut. Sehingga ketiganya membentuk satu fasa. Jika kedalam sejumlah air kita tambahkan terus menerus zat terlarut lama kelamaan tercapai suatu keadaan dimana semua molekul air akan terpakai untuk menghidrasi partikel yang dilarutkan sehingga larutan itu tidak mampu lagi menerima zat yang akan dtambahkan. Dapat dikatakan larutan tersebut mencapai keadaan jenuh.Zat cair yang hanya sebagian larut dalam cairan lainya, dapat dinaikan kelarutannya dengan menambahkan suatu zat cair yang berlainan dengan kedua zat cair yang lebih dahulu dicairkan. Bila zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam suatu zat cair yang terdahulu, maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan menjadi lebih kecil. Tetapi bila zat cair yang ketiga itu larut dalam kedua zat cair yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua zat

cair yang terdahulu akan menjadi besar. Gejala ini dapat terlihat pada sistem kloroform- asam asetat- air. Bila asam asetat ditambahkan kedalam suatu campuran heterogen kloroform dan air pada suhu tertentu, kelarutan kloroform dalam air akan bertambah, sehingga pada suatu ketika akan menjadi homogen. Jumlah asam asetat yang harus ditambahkan untuk mencapai titik homogen (pada suhu tertentu tadi), tergantung dari komposisi campuran kloroform dalam air. Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif yang harus dipilih agar keberadaan variabel intensif dapat ditetapkan. Jumlah minimum variabel intensif dapat berupa temperatur, tekanan, konsentrasi. Simbol untuk derajat kebebasan dan invarian bila = 0, univarian bila = 1, biarian bila = 2 dan seterusnya. Rumus derajat kebebasan diturunkan melalui hukum fasa Gibbs. Persamaannya dapat dituliskan menjadi: = C + 2 .................................... .. Dimana, = derajat kebebasan C = jumlah komponen P = jumlah fasa Hubungan antara diagram fasa dengan derajat kebebasan dapat dinyatakan untuk kesetimbangan apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas disebut derajat kebebasan yang sama dengan jumlah komponen C ditambah 2 dikurangi jumlah fasa P. Jadi, dalam titik tertentu di diagram fasa, jumlah derajat kebebasan adalah 2 yakni suhu dan tekanan, bila dua fasa dalam kesetimbangan, sebagaimana ditunjukkan dengan garis yang membatasi daerah dua fasa hanya ada satu derajat kebebasan, bisa suhu atau tekanan. Pada titik tripel, ketika terdapat tiga fase tidak ada derajat kebebasan lagi. Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai : V = C P + 2 (2.2) dimana, F = jumlah derajat kebebasan C = jumlah komponen (2.1)

P = jumlah fasa Dalam ungkapan diatas, kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai : F = 3 P ....(2.3)

Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga kompoen pada suhu dan tekanan tetap mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi yang bebas, contohnya X2 dan X3. Jadi komposisi suatu sistem tiga komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah satu sumbunya, dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis X2+X3=1. karena X itu tidak simetris terhadap ketiga komponen, biasanya, komposisi dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap sudutnya menggambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama sisi, jumlah jarak dari seberang titik didalam segitiga ketiga sisinya sama dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setiap sudut ke tengah-tengah sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak terdekat ketiga sisi segitiga. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut dan suhu percobaan. Misalnya ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B saling larut sebagian. Penambahan zat C kedalam campuran A dan B akan memperbesar atau memperkecil daya saling larut A dan B. Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner. Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar (1) dan (2) di bawah ini Untuk campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi (perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam

suatu diagram segitiga sama sisi yang disebut dengan Diagram Terner. Komposisi dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi mol (untuk gas). Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk segitiga sama sisi dimana setiap sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masingmasing komponen dilakukan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Titik A, B dan C menyatakan kompoenen murni. Titik-titik pada sisi Ab, BC dan Ac menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga menyatakan fraksi dari tiga komponen. Titik P menyatakan suatu campuran dengan fraksi dari A, B dan C masing-masing sebanyak x, y dan z

Gambar 2 .2 Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25%, dan C = 50%. Titik-titik pada garis BP dan BQ menyatakan campuran dengan perbandingan dengan jumlah A dan C yang tetap, tetapi dengan jumlah B yang berubah. Hal yang sama berlaku bagi garis-garis yang ditarik dari salah satu sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal atau kurva kelarutan ini ialah dengan cara

menambah zat B ke dalam berbagai komposisi campuran A dan C. Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner. III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat-alat a. Labu erlenmeyer bertutup 250 mL 5 buah b. Buret 50 mL c. Neraca Westphal d. Pipet ukur 10 mL e. Statif f. Klem 3.2 Bahan-bahan a. Aquades b. Kloroform (CCl4) c. Asam asetat glasial 2 buah 1 buah 1 buah 2 buah 2 buah

IV. CARA KERJA 1. Dalam labu erlenmeyer bertutup yang bersih dan kering, dibuat lima macam campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai berikut : Labu 1 2 3 4 5

ml A 1 3 5 7 9 ml B 9 7 5 3 1 2. Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Untuk tiap labu, labu kosong ditimbang terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan cairan A dan ditimbang lagi, kemudian ditambahkan cairan C dan ditimbang sekali lagi. Dengan demikian massa cairan A dan C diketahui umtuk setiap labu. 3. Tiap campuran dalam labu 1 sampai dengan 5 dititrasi dengan zat B sampai tepat timbul kekeruhan kemudian dicatat jumlah volume za B yang digunakan. Titrasi dilakukan dengan perlahan-lahan. Kemudian setiap labu ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan B dalam setiap labu. 4. Tahap 1 dan 2 diulangi lagi dengan penggunaan cairan B dan C dan dititrasi dengan cairan A. 5. Suhu kamar sebelum dan sesudah percobaan dicatat.

Keterangan: A = CCl4, B = Aquades, C = Asam asetat

V.

DATA PENGAMATAN 5.1 Percobaan 1 Larutan pada erlemeyer Larutan pada buret = CCl4 (A) + Asam Asetat (C) = Aquadest (B)

Pada percobaan ini, digunakan 1 erlemeyer kosong seberat = 126,40 gram Keterangan : Zat A : CCl4 Zat B : Aquadest Zat C : Asam Asetat perbandingan A : C (mL) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 5.2 Percobaan 2 Larutan pada erlemeyer Larutan pada buret = Aquadest (B) + Asam Asetat (C) = CCl4 (A) Massa Erlemeyer + A (gram) 127,47 136,71 139,76 143,32 146,01 Massa Erlemeyer + A + C (gram) 142,03 143,69 144,85 146,39 146,99 Massa Erlemeyer + A + B + C (gram) 147,13 144,65 144,95 146,59 147,30 Volume B (saat titrasi) (mL) 5,00 0,80 0,10 0,20 0,30

Pada percobaan ini, digunakan 1 erlemeyer seberat = 126,40 gram Keterangan : Zat A : CCl4 Zat B : Aquadest Zat C : Asam Asetat Glasial perbandingan B : C (mL) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 Massa Erlemeyer + B (gram) 127,12 134,90 137,11 138,70 147,35 Massa Erlemeyer + B + C (gram) 136,34 142,07 142,23 141,77 148,28 Massa Erlemeyer + A + B + C (gram) 144,21 143,30 142,97 143,25 152,59 Volume A (saat titrasi) (mL) 6,40 1,00 0,60 1,20 3,50

VI.

PERHITUNGAN Ditanya : nA, MA, XA untuk CCl4 (A) nB, MB, XB untuk Aquadest (B) nC, MC, XC untuk Asam Asetat Glasial (C) Percobaan 1 (campuran A dan C sebagai pelarut) Untuk Pelarut A : C = 1 : 9 MA = (Massa Erlemeyer + A) - erlemeyer kosong = 127,47 gram 126,40 gram = 1,07 gram Jadi massa CCl4 = 1,07 gram MB = (Massa Erlemeyer + A + B + C) (Massa Erlemeyer + A + C) = 147,13 gram 142,03 gram = 5,10 gram Jadi massa Aquadest = 5,10 gram MC = (Massa Erlemeyer + A + C) (Massa Erlemeyer + A) = 142,03 gram 127,47 gram = 14,56 gram Jadi massa Asam Asetat Glasial = 14,56 gram Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada : perbandingan A : C (mL) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 Perhitungan mol nA nB nC = = =

MA (gram) MB (gram) MC (gram) 1,07 10,31 13,36 16,92 19,61 5,10 0,96 0,10 0,20 0,31 14,56 6,98 5,09 3,07 0,98

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan A:C 1:9 3:7 5:5 7:3 nA (mol ) 0,0069 0,0669 0,0868 0,1099 nB ( mol ) 0,2833 0,0533 0,0055 0,0111 nC nA + nB + nC ( mol ) 0,2427 0,5329 0,1163 0,2365 0,0848 0,1771 0,0512 0,1722

9:1 Fraksi mol XA XB XC = = =

0,1273 0,0167 0,0163

0,1603

0.0129 mol 0.5316 mol 0.4554 mol

= 1,29 % = 53,16 % = 45,54 %

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan A : C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 XA ( % ) 1,29 28,29 49,01 63,82 79,41 XB ( % ) 53,16 22,54 3,11 6,45 10,42 XC ( %) 45,54 49,18 47,88 29,73 10,17

Percobaan 2 (campuran B dab C sebagai pelarut) Untuk Pelarut B : C = 1 : 9 MA = (Massa Erlemeyer + A + B + C) (Massa Erlemeyer + B + C) = 144,21 gram 136,34 gram = 7,87 gram Jadi massa CCl4 = 7,87 gram MB = (Massa Erlemeyer + B) - erlemeyer kosong = 127,12 gram 126,40 gram = 0,72 gram Jadi massa Aquadest = 0,72 gram MC = (Massa Erlemeyer + B + C) (Massa Erlemeyer + B) = 136,34 gram 127,12 gram = 9,22 gram Jadi massa Asam Asetat Glasial = 9,22 gram Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada : perbandingan MA (gram) MB (gram) MC (gram) B : C (mL) 1:9 7,87 0,72 9,22 3:7 1,23 8,5 7,17 5:5 0,74 10,71 5,12 7:3 1,48 12,3 3,07 9:1 4,31 20,95 0,93 Perhitungan mol
nA

0,0511mol

nB nC

= =

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan B:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 Fraksi mol XA XB XC = = = 0,2087 mol 0,1634 mol 0,6279 mol = 20,87 % = 16,34 % = 62,79 % nA (mol ) 0,0511 0,0080 0,0048 0,0096 0,0280 nB ( mol ) 0,0400 0,4722 0,5950 0,6833 1,1639 nC nA + nB + nC ( mol ) 0,1537 0,2448 0,1195 0,5997 0,0853 0,6851 0,0512 0,7441 0,0155 1,2074

Dengan cara yang sama maka di dapatkan fraksi mol masing masing zat yaitu Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 VII. PEMBAHASAN Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi. Praktikum kelarutan zat ini bertujuan untuk mengetahui berapa perbandingan pelarut yang harus ditambahkan sehingga dapat melarutkan suatu zat, sehingga didapatkan suatu perbandingan komponen yang mempunyai efisiensi yang besar, baik dari segi banyaknya zat yang dibutuhkan ataupun dari segi sifat zatnya sendiri. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Adapun metode yang digunakan adalah metode titrasi. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu komponen dalam campuran tersebut. Pada praktikum kali ini, dicampurkan tiga komponen 20,87 1,33 0,70 1,29 2,32 16,34 78,74 86,84 91,83 96,40 62,79 19,93 12,45 6,88 1,28

berfasa cair yaitu aquades, kloroform dan asam asetat glasial. Air dan asam asetat dapat larut sempurna, demikian pula halnya dengan CCl4 dan asam asetat . Namun berbeda halnya dengan air dan CCl4, dimana CCl4 tidak larut dalam air , karena CCl4 bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam campuran air yang bersifat polar. Oleh karena itu ditambahkan asam asetat glasial yang berfungsi sebagai emulgator karena asam asetat glasial larut dalam kloroform maupun air. Percobaan ini dibagi menjadi 2 yaitu percobaan titrasi 1 dimana titran yang digunakan adalah CCl4 dan asam asetat glasial, serta air sebagai titran. Untuk percobaan titrasi 2 titrat yang digunakan yaitu akuades dan asam asetat glasial, sedangkan titran yang digunakan yaitu CCl4 . Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan terbentuknya larutan keruh yang menandakan telah terpisahnya komponen-komponen campuran dari larutan tiga komponen menjadi dua komponen larutan terner terkonjugasi. Pada titrasi 1 Pada titrasi I dilakukan lima perlakuan pada masing-masing erlenmeyer, yakni mencampurkan CCl4 dengan asam asetat dengan perbandingan yang berbeda-beda di tiap labunya. Kecepatan kekeruhan yang timbul pada labu tidak bertahap sesuai dengan kadar air yang terkandung pada masing-masing labu. Berdasarkan data perngamatan dan perhitungan, semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform dalam air. Pada titrasi 2 Metode titrasi ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang terdiri dari dua cairan yang saling melarut sempurna yaitu air dan asam asetat glasial dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu CCl4. Pada percobaan ini dilakukan seperti percobaan sebelumnya. Seperti halnya pada saat titrasi, kecepatan kekeruhan yang terjadi pada labu tidak bertahap sesuai dengan kadar asam asetat yang terkandung pada masing-masing labu. Dengan kata lain, volume CCl4 yang digunakan untuk mencapai titik kekeruhan mengalami kenaikan dan penurunan yang acak seperti yang tercantum pada data pengamatan. Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan yang telah diperoleh semakin banyak CCl4 yang digunakan dan volume asam asetat glasial yang diperlukan semakin sedikit, maka aquades yang digunakan semakin sedikit. Asam asetat glasial yang digunakan dapat menaikkan kelarutan kloroform dalam air. Saat penambahan larutan dengan komposisi kloroform terbanyak dan air terbanyak terjadi dua lapisan pada larutan. Lapisan atas merupakan campuran dari air

dan asam asetat glasial dan lapisan bawah adalah kloroform. Berat jenis kloroform adalah 1,3752 gr/mL, air 1 gr/mL dan asam asetat glasial 1,05 gr/mL. Berdasarkan berat jenis tersebut dapat dilihat bahwa kloroform memiliki berat jenis yang lebih besar, sehingga kloroform berada pada lapisan bawah larutan. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, untuk membuat suatu kurva kelarutan tiga komponen zat cair tersebut dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi digunakan faraksi mol. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya saling larut antar zat cair tersebut. Larutan yang mengandung dua komponen yang saling larut sempurna akan membentuk daerah berfase tunggal, misalnya pada campuran CCl4 dan asam asetat maupun campuran aquades dan asam asetat, sedangkan untuk komponen yang tidak saling larut sempurna atau larut sebagian membentuk daerah dua fase yakni antara aquades dengan CCl4. VIII. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna. 2. Dua komponen larutan yang saling melarutkan akan membentuk fase tunggal dan yang tak saling melarutkan akan membentuk daerah berfase dua. 3. Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat dinaikan atau diturunkan dengan cara melihat perbandingannya dari diagram terner. 4. Pencampuran zat akan homogen (saling melarutkan) jika komposisinya sesuai perbandingan, dan apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan terjadi pencampuran heterogen. 5. Pencampuran homogen terjadi pada asam asetat glasial dengan kloroform dan pencampuran heterogen pada kloroform dengan air. 6. Semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform dalam air.

7. Kloroform merupakan zat untuk anestesi sehingga berbahaya untuk dihirup, selain itu kloroform merupakan zat yang cepat menguap, sehingga jika

banyak kloroform yang menguap akan menyebabkan kesalahan dalam data dan perhitungan yang dapat menyebabkan kesalahan pada hasil percobaan yang dilakukan. 8. Aquades dan CCl4 memiliki daya saling larut sebagian, sedangkan baik aquades dengan asam asetat maupun CCl4 dengan asam asetat memiliki daya saling larut sempurna. 9. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya kekeruhan pada campuran larutan yang menandakan kelarutan dari cairan tersebut berkurang dan menunjukkan bahwa telah terpisahnya komponen-komponen campuran dari larutan tiga komponen menjadi dua komponen larutan terner terkonjugasi.

DAFTAR PUSTAKA Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal, Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Purba, Michael. 2000. Kimia Kelas 2 SMU. Jakarta : Erlangga R. A. Alberty dan F. Daniels. 1983. Kimia Fisika. Erlangga: Jakarta Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II. Jurusan Kimia. FMIPA. Universitas Udayana: Bukit Jimbaran.

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Komponen A = CCl4 B = aquades C = asam asetat 2. Konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran ketika terjadi perubahan fase adalah sebagai berikut: Percobaan 1 (campuran A dan C sebagai pelarut) Untuk Pelarut A : C = 1 : 9 MA = (Massa Erlemeyer + A) - erlemeyer kosong = 127,47 gram 126,40 gram = 1,07 gram Jadi massa CCl4 = 1,07 gram MB = (Massa Erlemeyer + A + B + C) (Massa Erlemeyer + A + C) = 147,13 gram 142,03 gram = 5,10 gram Jadi massa Aquadest = 5,10 gram MC = (Massa Erlemeyer + A + C) (Massa Erlemeyer + A) = 142,03 gram 127,47 gram = 14,56 gram Jadi massa Asam Asetat Glasial = 14,56 gram Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada : perbandingan A : C (mL) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 Perhitungan mol nA nB nC = = =

MA (gram) MB (gram) MC (gram) 1,07 10,31 13,36 16,92 19,61 5,10 0,96 0,10 0,20 0,31 14,56 6,98 5,09 3,07 0,98

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan nA nB nC nA + nB + nC A:C (mol ) ( mol ) ( mol ) 1:9 0,0069 0,2833 0,2427 0,5329 3:7 0,0669 0,0533 0,1163 0,2365 5:5 0,0868 0,0055 0,0848 0,1771

7:3 9:1 Fraksi mol XA XB XC = = =

0,1099 0,0111 0,0512 0,1273 0,0167 0,0163

0,1722 0,1603

0.0129 mol 0.5316 mol 0.4554 mol

= 1,29 % = 53,16 % = 45,54 %

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan A : C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 XA ( % ) 1,29 28,29 49,01 63,82 79,41 XB ( % ) 53,16 22,54 3,11 6,45 10,42 XC ( %) 45,54 49,18 47,88 29,73 10,17

Percobaan 2 (campuran B dab C sebagai pelarut) Untuk Pelarut B : C = 1 : 9 MA = (Massa Erlemeyer + A + B + C) (Massa Erlemeyer + B + C) = 144,21 gram 136,34 gram = 7,87 gram Jadi massa CCl4 = 7,87 gram MB = (Massa Erlemeyer + B) - erlemeyer kosong = 127,12 gram 126,40 gram = 0,72 gram Jadi massa Aquadest = 0,72 gram MC = (Massa Erlemeyer + B + C) (Massa Erlemeyer + B) = 136,34 gram 127,12 gram = 9,22 gram Jadi massa Asam Asetat Glasial = 9,22 gram Dengan cara yang sama maka didapatkan massa masing-masing zat pada : perbandingan MA (gram) MB (gram) MC (gram) B : C (mL) 1:9 7,87 0,72 9,22 3:7 1,23 8,5 7,17 5:5 0,74 10,71 5,12 7:3 1,48 12,3 3,07 9:1 4,31 20,95 0,93 Perhitungan mol
nA

0,0511mol

nB nC

= =

Dengan cara yang sama maka di dapatkan mol masing masing zat yaitu Perbandingan B:C 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 Fraksi mol XA XB XC = = = 0,2087 mol 0,1634 mol 0,6279 mol = 20,87 % = 16,34 % = 62,79 % nA (mol ) 0,0511 0,0080 0,0048 0,0096 0,0280 nB ( mol ) 0,0400 0,4722 0,5950 0,6833 1,1639 nC nA + nB + nC ( mol ) 0,1537 0,2448 0,1195 0,5997 0,0853 0,6851 0,0512 0,7441 0,0155 1,2074

Dengan cara yang sama maka di dapatkan fraksi mol masing masing zat yaitu Perbandingan A : C XA ( % ) XB ( % ) XC ( %) 1:9 3:7 5:5 7:3 9:1 20,87 1,33 0,70 1,29 2,32 16,34 78,74 86,84 91,83 96,40 62,79 19,93 12,45 6,88 1,28

3. Gambar kesepuluh titik dan kurva binodal yaitu : Gambar diagram fase untuk percobaan I

Gambar Diagram Terner untuk percobaan II

3. Gambar diagram fase untuk Percobaan I dan II

You might also like