You are on page 1of 9

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILU 2009

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan Dosen: Mawardi MPd.

Disusun oleh: Desiana P :202007003 Tutik Handayani :29200700 Atika Dewi :292007024 Hasan Triyakfi :292007025 Restia Kartika :292007027

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA S1 PGSD 2008

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara yang berkedaulatan rakyat. Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (hasil amandemen ketiga) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar, yang oleh Pasal 22E ayat (6) ditegaskan bahwa perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui

lembaga perwakilan rakyat, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan lembaga perwakilan daerah, yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum, yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Perwujudan kedaulatan rakyat, dengan demikian, memerlukan suatu undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) anggota lembaga perwakilan rakyat dan daerah, guna terbentuknya lembaga permusyawaratan rakyat dan lembaga perwakilan rakyat dan daerah. Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimaksudkan untuk terpilihnya anggota, dan terbentuknya, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk kepentingan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pemilu yang bersifat langsung, rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Semua warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemililih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan. Sementara itu, pemilu perlu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih berkualitas, sistematis, legitimate dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan dan/atau perlakuan yang tidak adil dari pihak manapun. Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas, yang menjamin derajat kompetisi yang tinggi, sehat, partisipatif, serta mempunyai derajat keterwakiilan yang tinggi dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, dipandang perlu untuk membentuk undang-undang (UU) tentang pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, sebagai penyempurnaan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menjadi UndangUndang yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 2008. B. Pembatasan Masalah Pada makalah ini,kami tidak membahas semua masalah yang berhubungan dengan pemilu 2009,kami membatasi hanya pada masalah-masalah tertentu saja.hal tersebut dilakukan agar makalah ini tidak menjadi terlalu luas cakupannya,dan bisa fokus pada pembahasan masalah etrtentu saja.Adapun masalah yang akan dibahas adalah tentang polemic yang berkaitan dengan pemilu 2009 dan perbandingan antara UU No. 12 tahun 2003 dan UU No. 10 tahun 2008 yang berkaitan tentang pelaksanaan pemilu 2009. C. Rumusan Masalah Makalah ini berisi tentang apa sajakah polemic yang mewarnai pembuatan UU untuk pemilu 2009? Apa perbandingan diantara kedua UU yang digunakan dalam pemilu 2004 dengan UU pemilu tahun 2009 tersebut? Kemudian apa saja perubahan dalam UU Pemilu 2009? D. Tujuan Makalah ini disusun untuk mengetahui perbandingan dan polemic antara UU tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Nomor 12 Tahun 2003 dan UU No. 10 Tahun 2008, khususnya penyempurnaan atas berbagai materi pengaturan yang terkait dengan penetapan alokasi kursi dan daerah pemilihan, peserta pemilu, pendaftaran pemilih dan penyusunan daftar pemilih, pencalonan, kampanye, prinsip umum pemungutan suara, penghitungan suara, pemantauan pemilu, dan penyelesaian sengketa pemilu.

BAB II UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILU 2009


1. POLEMIK DALAM PROSES PEMBENTUKAN UU PEMILU 2009 Persiapan pemilihan umum (pemilu) tahun 2009 bisa jadi tidak sebaik Pemilu 2004. Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) membuat perbandingan persiapan kedua pemilu itu. Misalnya saja, ketentuan mengenai pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen disahkan 3 tahun 10 bulan menjelang Pemilu 2004. Sementara untuk Pemilu 2009, baru sebatas draf RUU Penyelenggara Pemilu. Itu pun belum dibahas oleh pemerintah dan DPR. Diperkirakan aturan yang akan dipakai untuk menyusun anggota KPU yang baru itu akan selesai akhir tahun 2006 atau 2 tahun 4 bulan menjelang Pemilu

2009. Ujungnya, KPU baru diperkirakan terbentuk April 2007 atau dua tahun sebelum pemilu. Bandingkan dengan Pemilu 2004, di mana KPU terbentuk pada 24 April 2001 atau tiga tahun sebelum Pemilu 2004. Saat itu banyak masalah yang dihadapi KPU terutama dalam pengadaan logistik pemilu. Masalah itu berujung pada dibuinya empat anggota KPU. Dalam pemilu 2009 ini juga diwarnai oleh beberapa polemik antara lain:

Polemik tentang calon independent

Bergulirnya wacana calon independent, meskipun bukan hal yang sama sekali baru seolah menemukan momentumnya saat pelaksanaan tahap pencalonan pasangan cagubcawagub Pilkada DKI Jakarta belum lama berselang. Dibandingkan dengan pemilihan presiden, secara implisit UUD 1945 memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk menjadi calon kepala daerah. Kesempatan itu dapat dibaca dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 yang tidak mengharuskan calon kepala daerah berasal dari partai politik. Dalam konstitusi, memang disebutkan calon presiden masih harus berasal dari partai politik atau gabungan partai politik. Tetapi untuk kepala daerah tidak ada pembatasan. Tidak adanya aturan dukungan partai bagi calon kepala daerah ini, sebenarnya dapat membuka jalan bagi munculnya pasangan calon independen di Pilkada. Yang dimaksud dengan calon independen bukanlah soal latar belakang seorang calon (yang non-afiliasi parpol), melainkan jalur yang dipergunakannya untuk mengikuti kompetisi politik memperebutkan jabatan publik. Artinya, calon (baik kepala daerah maupun presiden) yang maju secara perorangan untuk mengikuti pemilihan tanpa melalui pencalonan oleh partai politik. Jadi calon yang melaju melalui parpol, dengan sendirinya bukanlah calon independen. Akhirnya, semua wacana tentang calon independen dalam Pemilu 2009 mendatang dengan segala kemungkinannya, akan bergantung pada bagaimana mendorong wacana calon independen ini sebagai visi yang melandasi nilai-nilai kehidupan demokrasi bangsa Indonesia, dapat menjadi sebuah kebutuhan bersama bagi masyarakat Indonesia.

Polemik tentang syarat calon presiden dan wakil presiden Jenjang pendidikan presiden harus S1 Seperti diprediksi sebelumnya, usulan pemerintah melalui menteri dalam negeri bahwa calon presiden dalam Pemilu 2009 minimal berijazah S1 dan pasangan capres dan cawapres hanya bisa diajukan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh 15% kursi legislatif atau 20% suara dalam pemilu legislatif. Usulan yang pertama kontan menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari kalangan politikus, tapi juga akademisi.

Pencalonan presiden bagi mantan narapidana. Pemerintah tetap menolak usul mantan narapidana (napi) bisa menjadi calon presiden. Alasannya, mereka ingin mendapatkan orangorang yang bersih dan bukan orang residivis. Tapi dari beberapa pihak pencalonan presiden tidak ada pembedaan perlakuan pada pejabat Negara. Seperti halnya usulam dari Fraksi Partai Golkar mengusulkan orang yang pernah terkait kasus pidana boleh menjadi calon legislatif pada Pemilu 2009.Sebab, orang yang telah menjalani pidana telah pulih pula hak politiknya.

Polemik tentang hak pilih TNI


Polemik seputar boleh atau tidaknya TNI menggunakan hak pilihnya pada pemilu tahun 2009 terus bergerak liar. Para pengamat politik maupun pejabat negara baik sipil maupun militer masing-masing memberikan argumentasinya untuk mendukung maupun menentang gagasan yang digulirkan mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto yang menyatakan TNI sudah dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu tahun 2009.

Polemik tentang anggaran Pemilu

Polemik di masyarakat yang sempat mencuat seputar membengkaknya anggaran Pemilu 2009 yang diajukan KPU sebesar Rp 49 trilyun memaksa pemerintah merevisi dengan memangkas sejumlah pos pengeluaran. Jika dibanding dengan anggaran Pemilu 2004 yang menelan biaya mencapai sekitar Rp 7 trilyun, jumlah tersebut terasa amat jomplang. Untuk itu, pemerintah bersama KPU sedang menyiapkan aturan pemilu menyangkut penggunaan KTP sebagai pengganti kartu pemilih. Langkah ini untuk menekan pembengkakan anggaran pemilu yang dinilai selangit. Namun, pemerintah diminta berhati-hati agar pemangkasan pos anggaran pemilu jangan membuat kualitas pemilu menjadi buruk. 2. PERBANDINGAN UU NO. 12 TAHUN 2004 DAN UU NO. 10 TAHUN 2008 Seperti yang sudah-sudah, tindak pidana pada Pemilu 2009 bisa saja terjadi. Malahan Saldi Isra yakin jumlahnya bisa meningkat. Ini karena jumlah delik pidana dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu semakin banyak dan beragam. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), misalnya, bisa saja dikriminalisasikan bila mengacuhkan laporan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Aturan ini tidak ada dalam UU Pemilu sebelumnya, yakni UU No. 12 Tahun 2003. Sesuai pasal 255 UU Pemilu yang baru, dalam penyelesaian pidana Pemilu, pengadilan dituntut menggelar sidang ekspres. Disebut demikian karena Pengadilan Negeri (PN) harus memeriksa, mengadili dan memutuskan tindak pidana pemilu setidaknya tujuh hari sejak menerima berkas dari penuntut umum. Pihak yang tidak puas atas putusan itu bisa mengajukan upaya banding. Pengadilan Tinggi (PT) juga diberi waktu tujuh hari untuk memutuskan perkara. Putusan itu bersifat final and binding.

Jika mempengaruhi hasil perhitungan suara, merujuk kepada Pasal 257, putusan pengadilan itu harus selesai lima hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu nasional. Karena itu, agar bisa berjalan cepat, hakim yang menangani pidana Pemilu ini harus hakim khusus. Hukum acaranya tetap mengacu kepada KUHP. Nah, soal teknisnya, MA harus mengatur lebih lanjut ke dalam Perma. Perbandingan pemeriksaan tindak pidana pemilu di pengadilan UU No. 10 Tahun 2008 +Kewenangan UU No. 12 Tahun 2003

Peradilan Umum (PN dan - PN untuk pelanggaran PT) dengan hakim khusus. dengan ancaman pidana Jika ada banding, putusan PT kurang dari 18 bulan. adalah final and binding Putusan PN final and binding - Banding di PT dimungkinkan untuk pelanggaran dengan ancaman pidana 18 bulan atau lebih. Putusannya final and binding Paling lama tujuh hari Paling lama tujuh hari Paling lama 21 hari Paling lama 14 hari

Penyelesaian di PN Penyelesaian di PT Tahapan Pemilu 2004

1. Pendaftaran Pemilih (P4-B) Tgl. 11 -30 April 2003 2. Pendaftaran Peserta Pemilu 3. Penetapan Peserta Pemilu 4. Penetapan jumlah Kursi 5. Pencalonan Anggota DPR,DPRD Propinsi, DPRD Kab. / Kota 6. Kampanye 7. Pemungutan dan Penghitungan Suara 8. Penetapan Hasil Pemilu 9. Pengucapan Sumpah/ Janji Anggota DPR,DPRDPropinsi,DPRD Kab. / Kota

Pentahapan Pemilu 2004


Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
Tahap pertama (atau "Pemilu legislatif") adalah Pemilu

untuk memilih partai politik (untuk persyaratan Pemilu presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap pertama ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. putaran pertama") adalah untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004. presiden putaran kedua") adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen (Bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu presiden putaran kedua. Akan tetapi, bila pada Pemilu presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi presiden dan wakil presiden). Tahap ketiga ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004.

Tahap kedua (atau "Pemilu presiden

Tahap ketiga (atau "Pemilu

Adapun tahap-tahap penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota legislatif ( DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2004.) adalah sbb: 1. ( April- Nopember 2003) Pendaftaran pemilih, Panitia Pendaftaran Pemilih tingkat kelurahan/desa mencatat semua warga yang telah memenuhi syarat dengan menunjukkan Ketetapan, dan sekaligus diberikan formulir yang bersifat sementara. Sekurang-kurangnya 3 hari sebelum tanggal pelksanaan, KPPS menyampaikan Surat Pemberitahuan/Panggilan untuk memberikan suara kepada pemilih. Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan ( P4B ). Istilah "Berkelanjutan", menunjukkan mekanisme Pemilu tahun 2004 tidak hanya memilih anggota DPR, DPD, DPRD I, DPRD II, tetapi sekaligus memilih Presiden dan Wakil Presidennya. 2. ( Juni - Nopember 2003 ) Pendaftaran, Verifikasi, penetapan parpol peserta pemilu DPR dan DPRD, syarat-syarat peserta pemilu antara lain: a. Diakui keberadaannya sesuai dengan UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik b. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dariseluruh jumlah propinsi c. Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari jumlah Kab./Kota di propinsi. 3. (Des 2003 - Februari 2004) Pendaftaran, Verifikasi, penetapan calon anggota DPD, pengajuan calon anggota DPD dilakukan dengan ketentuan:

a. Mendaftarakan diri ke KPU propinsi dengan menyebut propinsi yang diwakilinya. b. Menyerahkan persyaratan calon c. Urutan calon DPD akan ditentukan oleh KPU
4. (Januari - Pebruari 2004 )

Pencalonan anggota DPR, DPRD, dengan ketentuan: 1. Setiap Parpol dapat mengajukan calon untuk setiap daerah pemilihan dngan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % 2. Setiap Parpol dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120 % jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap daerah pemilihan 3. Seorang calon hanya dapat dicalonkan dalam satu lembaga perwakilan pada satu daerah pemilhan 4. Seorang calon harus terdaftar sebagai anggota parpol peserta pemilu dibuktikan dengan kartu anggota 5. ( Pebruari 2004 ) Pengumuman, Penetapan oleh KPU dan KPU daerah mengenai calon anggota DPR, DPRD dan DPD 6. (Maret 2004) Kampanye Pemilihan Umum, kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPRD dan DPD untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan program-programnya dilakukan dengan cara yang sopan, tertib dan bersifat edukatif, baik dengan pertemuan terbatas, tatap muka, melalui media elektronik, media cetak, rapat umum dan lain sebagainya. 7. ( April 2005 ) Pemungutan suara Pemilu untuk memilih anggta DPR, DPRD dan DPD, yang membedakan pelaksanaan pemilu pada masa reformasi antara lain adalah untuk menjunjung asas pemilu Langsung, umum, bebas, rahasia dan jujur serta adil maka pelaksanaan pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau diliburkan. 8. Pengumuman, Penetapan hasil pemilu DPR, DPRD dan DPD Tahapan Pemilu 2009 1. pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; 2. pendaftaran peserta pemilu; 3. penetapan peserta pemilu; 4. penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 5. pencalonan anggota DPR/DPD/DPRD;

6. masa kampanye; 7. masa tenang; 8. pemungutan dan penghitungan suara; 9. penetapan hasil pemilu; dan 10. pengucapan sumpah/janji anggota DPR/DPD/DPRD. 3. PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM UU PEMILU 2009

Perubahan mengenai syarat calon Presiden

Perubahan jumlah daerah pemilihan dan jumlah kursi DPR(Bab V,pasal 21 dan
22)
DPR sepakat untuk menambah total dapil, dari 69 pada Pemilu 2004 menjadi 77 dapil pada Pemilu 2009. Jika dulu masing-masing dapil diperebutkan oleh 3-12 calon legislatif (caleg), kini hanya boleh diisi 3-10 caleg terpilih atau kursi. Penggabungan dapil dilakukan dengan menggabungkan dapil terdekat dan penambahannya hanya satu dapil, ujar Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan. Tak cuma dapil yang bertambah. Jumlah kursi DPR juga turut naik. Jika pada Pemilu 2004 total kursinya 550, untuk hajatan lima tahunan mendatang bertambah 10 kursi alias menjadi 560. Yang bermakna jumlah tersebut tidak boleh kurang dari 560. Jumlah Anggota DPR Berdasarkan Provinsi pada Pemilu 2009 Provinsi NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatra Selatan Jml Provinsi kursi 13 30 14 11 3 7 17 Jawa Barat Banten Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Jml Provinsi kursi 91 22 77 8 87 9 10 Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Jml kursi 8 6 3 6 24 5 3

Perubahan tentang hak pilih TNI

You might also like