You are on page 1of 47

BAB I Pendahuluan

A.

Latar Belakang Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak,

baik

pemerintah,

perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai motor berkepanjangan.

penggerak perekonomian nasional setelah mengalami krisis ekonomi yang Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan

perluasan pengertian usaha kecil dan

menengah (UKM). Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (Product Domestic Regional Bruto /PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja. Peran UMKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah

krisis 1997. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk mencari debitur yang tidak bermasalah, UMKM menjadi alternatif penyaluran kredit perbankan.

Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, UMKM (kurang lebih 52 juta unit) mendominasi lebih dari 90% total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan prosentase yang hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 55,6% Product Domestic Bruto (PDB) bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 17% dari ekspor barang Indonesia. Ditinjau dari reputasi dengan kreditnya, UMKM juga mempunyai prestasi yang cukup

membanggakan

tingkat kemacetan kredit yang relatif kecil. Pada akhir 2009, kredit

bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross sebesar 3,8%, penyumbang NPL terbesar adalah sector UMKM. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pemberian kredit ke UMKM merupakan salah satu upaya dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UMKM sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang cukup. Sektor ini mempunyai ketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena kurangnya

ketergantungan pada bahan baku impor dan potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang dihasilkan relatif rendah sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Namun demikian, UMKM juga mempunyai karakteristik pembiayaan yang unik, yakni diperlukannya ketersediaan dana pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana, adanya kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan (technical assistance). Salah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat untuk melaksanakan sistem

perbankan yang berdasatkan syariat Islam, yaitu sistem Perbankan syariah. Sistem perbankan syariah merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini. Ummat Islam merupakan umat mayoritas yang ada di Indonesia. Sistem perbankan yang
2

ada selama ini dianggap kurang islami karena masih mengandung unsur riba bagi sebagian umat Islam. Sementara riba dianggap hal yang haram dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam memenuhi kebutuhannya, seseorang kadangkala tidak memiliki uang atau dana yang cukup. Untuk itu salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan kredit. Namun secara konvensional, bank telah menetapkan sejumlah tertentu yang harus dibayar oleh kreditur secara berkala, misalnya 5% perbulan. Hal ini telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk

melakukan kegiatan perbankan dengan sistem syariah. BPR syariah adalah salah satu jenis bank yang diizinkan beroperasi dengan sistem syariah di Indonesia. Dalam sistem perbankan nasional, BPR (Bank Perkreditan Rakyat) Syariah adalah bank yang didirikan untuk melayani usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sektor UMKM ini yang menjadikan BPR syariah berbeda pangsa pasarnya dengan Bank Umum atau Bank Umum Syariah. Perkembangan industry BPRS dari tahun ke tahun menunjukkan hal yang cukup baik. Hampir seluruh indikator keuangan menunjukan pertumbuhan positif walaupun petumbuhan di tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang lekat dengan perbankan syariah tetap menjadi prioritas penyaluran dana perbankan syariah, hal ini tercermin pada alokasi pembiayaan baik modal kerja maupun investasi ke sektor tersebut yang mencapai Rp.47,17 triliun dengan porsi 77,37% dari total PYD bank umum dan unit usaha syariah. Dominasi pembiayaan kepada sektor UMKM ini tidak mengherankan mengingat nature bank syariah yang dekat ke UMKM dan potensi pasar sektor tersebut terbesar dan tersebar diseluruh pelosok tanah air.

Gambar 1.1. Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah


3

Sumber: Bank Indonesia

Sejalan dengan pertumbuhan PYD yang meningkat, laju pertumbuhan pembiayaan (modal kerja dan investasi) sektor UMKM juga meningkat pesat dari 19,86% (yoy) pada September 2009 menjadi 44,81% per September 2010. Peningkatan laju pertumbuhanpembiayaan sektor UMKM sejalan dengan program pemerintah yang semakin memberikan kemudahan pada sektor UMKM untuk semakin berkembang. Penyaluran pembiayaan kepada nasabah UMKM dapat dilakukan secara langsung maupun dengan cara bermitra (linkage program) dengan lembaga keuangan lain seperti BPRS dan koperasi. Linkage program ini bisa dilakukan melalui skema channeling, executing, atau joint financing. Disamping itu bank syariah juga menjadi agen pemerintah untuk kredit program bagi nasabah UMKM seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan demikian diharapkan potensi nasabah UMKM dapat tergarap merata.

Selain itu, dukungan BPRS dalam menyalurkan pembiayaan UMKM semakin kuat seiring dengan peningkatan jumlah BPRS yang beroperasi di sebagian wilayah nusantara. Per September 2010 jumlah BPRS telah mencapai 146 BPRS, dimana 8 BPRS diantaranya baru beroperasi tahun ini yaitu BPRS Gunung Slamet, BPRS Amanah Insan Cita, BPRS Artha Pamenang, BPRS Mitra Harmoni Yogyakarta, BPRS Rahmania Dana Sejahtera, BPRS Rahma Syariah, BPRS Mitra Harmoni Kota Semarang, BPRS AR Raihan. Total pembiayaan yang disalurkan BPRS bertumbuh 24,76% dengan nilai nominal sebesar Rp.1,98 trilyun dimana 56% diantaranya merupakan pembiayaan kepada UMKM. Sedangkan perkembangan lain yang cukup menggembirakan adalah meningkatnya volume usaha BPRS sebesar 18,84% sehingga total assetnya per September 2010 mencapai Rp.2,52 trilyun dengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari rasio Financing to Deposit (FDR) sampai dengan September 2010 telah mencapai 135,82%. Selain itu kualitas pembiayaan BPRS pada periode yang sama cenderung membaik dimana rasio NPF net sebesar 6,12%, atau lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar 6,65%. Tabel 1.1 Profil Keuangan BPRS

S umber: Bank Indonesia

Dengan adanya produk-produk perbankan syariah ini maka dapat memberikan


5

kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan perekonomian serta menjalankan sistem perekonomian Islam yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah rasul. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul: Peran Pembiayaan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Dalam Mengembangkan UMKM.

B.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana peran BPRS dalam mengembangkan UMKM? 2. Bagaimana peran BPRS dalam pengaturan pembiayaan UMKM?

C.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran BPRS dalam mengembangkan UMKM 2. Untuk mengetahui peran BPRS dalam pengaturan pembiayaan UMKM

D.

Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: a) Secara teoritis

Penulisan ini sebagai bentuk penambahan literatur terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan pemberian kredit perbankan berdasarkan prinsip syariah.

b) Secara praktis Secara praktis hendaknya hasil dari penelitian ini dapat memberikan jalan keluar bagi

seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemberian kredit perbankan dengan system syariah.

BAB II Tinjauan Pustaka

A.

Landasan Teori

A.1. Bank Perkreditan Rakyat Syariah

A.1.1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsipprinsip syariah ataupun muamalah islam. BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.

A.1.2. Sejarah Perkembangan Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya. Status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan itu. Sejak dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan. Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec. Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991. Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.

10

Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank). UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI. Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat 81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang beradadi Indonesia.

A.1.3. Pendirian BPRS Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :

11

Persyaratan Umum

Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II

Wilayah pelayanan mencakup desa desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS

Permohonan Izin Arsip

Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan : Rencana akte pendirian dan AD BPRS Rencana kerja BPRS pada tahun pertama Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah

12

Permohonan Izin Usaha

Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :

Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah

Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI Photocopy NPWP BPRS Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan

Mengirimkan data pengurus BPRS Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS

Persiapan Pra Operasional BPRS

BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat lambatnya tiga bulan sejak

13

dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.

Laporan Pembukuan

Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal. A.1.4. Tujuan Pendirian BPRS Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111) 1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan. Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada masyarakat golongan ekonomi lemah. 2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di
14

kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi. 3. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai taawun (saling membantu) antara pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai taawun inilah akan tumbuh kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional. Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu (Djazuli, 2002: 108) 1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan. 2. Meningkatkan pendapatan per kapita 3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan. 4. Mengurangi urbanisasi. 5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)

15

tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. Terakhir, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan. A.1.5. Kegiatan Usaha Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

16

A.1.6. Produk-Produk BPR Syariah Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah : a. Mobilisasi Dana Masyarakat Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti menerima simpanan wadiah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas ini dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji (ONH), dll.

Simpanan amanah Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan

penerimaan titipan ini adalah wadiah yakni titipan yang tidak menanggung resiko. Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui pembiayaan kepada nasabah.

Tabungan wadiah Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan

bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadiah. Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan.

17

Deposito wadiah / deposito mudharabah Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad

penerimaannya wadiah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadiah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan.

b. Penyaluran Dana

Pembiayaan mudharabah Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang

keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.

Pembiayaan musyarakah

18

Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.

Pembiayaan bai bitsaman ajil Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu

pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama.

Pembiayaan murabahah Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk

pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo).

Pembiayaan qardhul hasan Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan,

dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS.
19

Pembiayaan Istishna Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang

kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan

kemampuan/keuangan nasabah.

Pembiayaan Al-Hiwalah Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh

BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

c. Jasa Perbankan Lainnya

20

Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran KPR, dll. Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan pembiayaan bai salam.

A.1.7. Badan-Badan Pengembang BPRS Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang ada dalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh. Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam pengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain : 1. IESD (institute for syariah economic development) Dalam hal ini secara bebrkesinambungan IESD akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah

21

dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia. 2. Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan dan pengembangan bank syariah (YPBS) Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air. Kegiatan kegiatan YPBS antara lain : Pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan

tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman di sector perbankan. Membantu proses pendirian. Memberikan technical assistance.

Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakan untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan dengan pendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS).

22

A.1.8. Laporan yang Wajib Dilaporkan BPRS a) Dalam Ketentuan Umum BPRSpelapor bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan isi Laporan Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia. BPRS wajib menyampaikanlaporan BMPK kepadaBank Indonesia yang berisi: o Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK o Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah berakhirnya laporan yang bersangkutan. b) Laporan Berkala

Laporan Bulanan Adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud. Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan Bulanan Gabungan

23

bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Laporan Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandisandi dan angka. Laporan Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS antara lain : a. b. c. d. Neraca Daftar Rincian Laba Rugi Rekening Administratif Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari

rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.

Rencana Kerja Tahun Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu) tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh dewan komisaris. Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya memuat:
24

a. Rencana penghimpunan dana b. Rencana penyaluran dana c. Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua) semester d. Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia e. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS. Dalam laporan berkala ini masih ada hal lain yang harus di parhatikan antara lain : BPRS pelapor wajib memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di tuangkan dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk, menyusun dan menyampaikan laporan bulanan. BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan bulanan apabila malampaui batas waktu yang ditetapkan sampai dengan tanggal 21 bulan berikutnya. Dalam hal BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi dengan BPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS pelapor, BPRS tetap wajib menyampaikan laporan bulanan untuk data akhir bulan sebelum merger atau konsolidasi. Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan sudah tidak beroperasi lagi, BPRS pelapor tetap wajib melaporkan laporan bulanan ke Bank Indonesia.
25

A.2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah A.2.1 Pengertian UMKM Menurut Soejoedono (2004), pengertian tentang usaha kecil menengah tidak selalu sama di setiap negara, tergantung konsep yang digunakan oleh negara tersebut. Seperti halnya pengertian UKM jika dilihat dari kriteria jumlah pekerja yang dimiliki, akan berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Usaha yang termasuk kriteria UKM di Amerika adalah yang memiliki jumlah karyawan kurang dari 500 orang. Sementara di Negara Prancis, yang termasuk kategori usaha menengah adalah yang memiliki jumlah karyawan 10-40 orang, dan yang termasuk kriteria usaha kecil yaitu usaha yang jumlah karyawannya kurang dari 10 orang. Definisi atau kriteria yang digunakan untuk usaha kecil dan menengah di Indonesia sudah tidak sesuai dengan kondisi dunia usaha dan kurang dapat digunakan sebagai acuan oleh instansi atau institusi lain, sehingga setiap institusi menggunakan definisi yang berbeda. Institusi yang menggunakan kriteria berbeda antara lain, BPS, Deperindag, dan Bank Indonesia. Sebagai contoh BPS menggunakan kriteria jumlah pekerja untuk mendefinisikan UKM. Menurut BPS yang termasuk kategori usaha mikro adalah jika jumlah karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil jika jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah adalah jika jumlah karyawan yang dimiliki terdiri atas 20-99 karyawan.
26

Menurut UndangUndang kriteria UMKM adalah sebagai berikut:

Usaha Mikro Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK. 06/ 2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil yang penjualan mencapai angka Rp. 100.000.000,00 per tahun, dengan pengajuan kredit ke bank maksimal sebesar Rp 50.000.000.

Usaha Kecil Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha produktif yang bersekala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000 per tahun serta dapat menerima kredit bank maksimal di atas Rp 50.000.000 500.000.000. Usaha Menengah Menurut Inpres No. 10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 sampai dengan Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

27

usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000.

A.2.2 Karakteristik UMKM Gadeke dan Tootelian dalam Soejoedono (2004), suatu komite untuk pengembangan ekonomi (Committe of Economic Development) yang bertempat di Amerika Serikat mengajukan konsep tentang usaha skala kecil/menengah dengan lebih menekankan pada kualitas atau mutu daripada kriteria kuantitatif untuk membedakan perusahaan, usaha kecil menengah dan besar, ada empat aspek yang dapat digunakan dalam konsep UMK tersebut, yaitu: Kepemilikan, usaha kecil dan menengah dimiliki oleh individu atau keluarga. Selain sebagai pemilik usaha, mereka juga bertindak sebagai pengelola usaha tersebut. Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal. Hal ini dikarenakan karakter UKM bergantung pada pemasok dan pelanggan di lingkungan sekitarnya. Wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitarnya, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya. Ukuran dari perusahaan yang bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam bidang yang sama. Yang dimaksud bisa jumlah pekerja/karyawan atau satuan lainnya yang signifikan. Menurut Soejoedono (2004), kriteria umum UKM dilihat dari ciricirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut: Struktur organisasi yang sangat sederhana, hanya terdiri dari pemilik dan pekerja. Tanpa staf yang berlebihan (jumlah tenaga kerja yang sedikit).
28

Pembagian kerja yang kendur, setiap pekerja dapat mengerjakan disemua bagian produksi. Memiliki hirarki manajerial yang pendek, perintah dari pemilik secara langsung disampaikan secara lisan, tidak melalui hierarki yang panjang. Aktivitas sedikit formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan. Kurang membedakan asset pribadi dan asset perusahaan.

Penelitian Terdahulu Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang penelitian Perbankan Syariah yang sudah diteliti oleh peneliti lain. Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat dipastikan ruang yang didapat oleh peneliti ini. Beberapa penelitian terdahulu, antara lain:
1. Luh Gede Meydianawathi (2007), melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal

dengan judul Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh beberapa variable terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara parsial kepada sektor UMKM di Indonesia dan menguji pengaruh beberapa variabel terhadap

penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara serempak kepada sektor UMKM di Indonesia. Model yang digunakan untuk menganalisis data adalah model ekonometrika dengan teknik analisis data regresi berganda. Teori regresi berganda digunakan untuk terhadap perilaku

menguji adanya pengaruh variabel DPK, ROA, NPLs, dan CAR penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja yang

dikeluarkan bank umum


29

kepada sektor UMKM di Indonesia dengan menggunakan model persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan: KINV = Jumlah kredit investasi sektor UMKM pada Bank Umum (Januari 2002-Februari 2006). KMK = Jumlah kredit modal kerja sektor UMKM pada Bank Umum (Januari

2002- Februari 2006). DPKt = Dana Pihak Ketiga pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006). CARt = Capital Adequecy Ratio pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006). ROAt = Return on Asset pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006). NPLINVt, MKt = Non Performing Loans untuk kredit investasi, kredit modal kerja pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006). Ui = Tingkat kesalahan atau tingkat gangguan

Hasil penelitian ini adalah:


1. Secara umum jumlah kredit investasi dan modal kerja yang disalurkan bank umum

kepada UMKM selama periode penelitian menunjukkan angka yang terus meningkat meskipun dengan nilai yang cukup berfluktuatif.
2. Kebutuhan sektor UMKM akan permodalan yang bersumber dari kredit perbankan 30

lebih banyak diperuntukkan bagi pengembangan modal usaha produksi daripada perluasan usaha dengan investasi baru.
3. Hasil uji signifikansi juga menunjukkan bahwa

DPK, CAR, ROA, dan NPLs

berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran kredit bank umum, baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia.

2. Lailiatul Masturoh (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi dengan

judul Anlisis Hubungan Total Aset dan Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di Indonesia Pada Periode (2004-2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kausalitas antara total asset dengan pembiayaan pada perbankan syariah, untuk mengetahui hubungan impulse response function dari variable total asset dengan pembiayan pada perbankan syariah, dan untuk mengetahui hubungan variance decomposition variable total asset dengan pembiayaan pada bank syariah. Penelitian ini menggunakan model ekonometrik yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model Vector Autoregression (VAR). VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variable sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variable itu sendiri dan nilai lag dari variable lain yang ada dalam sistem. VAR dengan ordo p dan n buah variable tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut:

Dimana : Y : Vektor variable tak bebas ( Y. ,Y. , Y. )

31

A A

: vector intersep berukuran n x 1 : matriks parameter berukuran n x 1 : Vektor Residual (. , ., . ) berukuran n x 1

Hasil penelitian, yaitu:


1. Dari hasil penelitian, didapat kesimpulan bahwa ada hubungan timbal balik antara variable

total asset dengan variable pembiayaan.


2. Secara umum, Hasil impulse response adanya shock variable pembiayaan selalu menunjukan

respon yang positif, begitu juga sebaliknya.

B.

Kerangka Pemikiran Majunya perekonomian Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha di

bidang perekonomian atau bisnis, baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar, menengah dan kecil. Setiap kegiatan tersebut sebagian besar membutuhkan bantuan pemerintah melalui jasa-jasa Bank dan Lembaga Keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, kerjasama dagang, simpanan dan sebagainya. Permasalahan yang dihadapi dalam sektor perekonomian adalah upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha dan perekonomian masyarakat terutama usaha skala kecil dan menengah sehingga bantuan permodalan dan kredit dirasakan sangat membantu masyarakat dalam hal pengembangan perekonomian di Indonesia. Dalam hal ini berarti adanya lembaga keuangan yang

32

dibuat pemerintah seperti BPRS dirasakan dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan usaha mereka baik usaha skala mikro, kecil dan menengah. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang akan diteliti yaitu pembiayaan yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang diduga mempunyai pengaruh terhadap pengembangan sektor UMKM. Sehingga dalam penelitian ini diperlukan suatu uji statistik untuk menguji dan menganalisis apakah benar-benar variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan. Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran:

Pembiayaan: 1.Mudharabah 2. Musyarakah 3. Murabahah

Pengembangan UMKM

C.

Hipotesis Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang disusun

berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk
33

pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Setelah adanya kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Besarnya jumlah Pembiayaan Mudharabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perkembangan UMKM H0: ,yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Mudharabah

terhadap variabel perkembangan UMKM H1: , yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan Mudharabah

terhadap variabel perkembangan UMKM

2. Besarnya jumlah Pembiayaan Murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perkembangan UMKM. H0: , yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Murabahah

terhadap variabel perkembangan UMKM

H1:

, yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan Murabahah

terhadap variabel perkembangan UMKM

3. Besarnya jumlah Pembiayaan Musyarakah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

perkembangan UMKM.

34

H0:

, yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Musyarakah

terhadap variabel perkembangan UMKM

H1:

, yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan

Musyarakah terhadap variabel perkembangan UMKM

4. Secara bersama-sama besarnya jumlah Pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan

Musyarakah berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan UMKM.

H0:

, yaitu tidak ada pengaruh signifikansi secara bersama-sama

variabel Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah terhadap variabel perkembangan UMKM

H1:

, yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi secara bersama-sama

variabel Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah terhadap variabel perkembangan UMKM.

35

BAB III Metodelogi Penelitian

A.

Ruang Lingkup Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel independen

(bebas). Variabel dependen yang digunakan yaitu Perkembangan UMKM. Sementara tiga variabel independen yang digunakan antara lain yaitu : Pembiayaan pada BPRS, antara lain: Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah.

36

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu. Dalam penelitian ini data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia. Penelitian ini bersifat kuantitatif serta menggunakan data time series yaitu data tahun 2008 sampai 2009. B. Jenis dan Deskripsi Data 1. Data Pembiayaan Mudharabah 2. Data Pembiayaan Murabahah 3. Data Pembiayaan Musyarakah 4. Data-data lain yang mendukung penelitian ini

C.

Sumber Data Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia, serta sumber-sumber

lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

D.

Metode Analisis 1. Metode Analisis Data


37

Berdasarkan tujuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan, akan digunakan model analisis deskriptif, analisis regresi, bentuk model penelitian melalui pendekatan ekonometrika, serta uji linieritas. a. Analisis Deskriptif Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data runtun waktu yang merupakan data tahunan, dimulai pada tahun 2008 hingga tahun 2009. Penyajian data mengenai perkembangan UMKM menggunakan data pembiayaan/penyaluran dana oleh BPRS yang berupa mudharabah, murabahah dan musyarakah karena data ini merupakan indikator tingkat perkembangan UMKM. Metode yang didasarkan pada analisa ini adalah dengan pendeskripsian faktor-faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang dimaksud sebagai pendukung hasil dari analisis metode kuantitatif.

b.Analisis Regresi Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh antara variabel terikat (untuk selanjutnya disebut dependen variabel) dengan satu atau lebih variabel bebas (untuk selanjutnya disebut independen variabel). Sebagai variabel dependen adalah perkembangan UMKM. Sedangkan variabel independennya adalah pembiayaan Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah.

c.

Model yang diusulkan Model analisis yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
38

Y = F (M, M, M) Keterangan :

d.

Uji Linieritas Uji linieritas ini sangat penting, karena untuk melihat apakah spesifiksi model yang

digunakan dalam penelitian ini sudah benar atau tidak. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji Ramsey, untuk menerapkan uji Ramsey peneliti harus membuat suatu asumsi atau keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linear.

2. Alat Uji yang Digunakan

39

Parameter-paremeter yang diestimasi dapat dilihat melalui dua kriteria. Pertama adalah statistik, yang meliputi uji signifikansi parameter secara individual (Uji - t), uji signifikansi parameter secara serempak (Uji F) dan uji kebaikan sesuai (Goodness of Fit) atau R2. Pengujian ini disebut dengan uji orde pertama. Kedua adalah kriteria ekonometrika, yakni untuk menguji tidak adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap asumsi klasik, yaitu autokolerasi, hetroskedastisitas dan multikolinearitas. Penguji terhadap kriteria kedua ini disebut dengan uji orde kedua. Uji orde kedua digunakan untuk membuktikan bahwa model yang dijelaskan sudah tidak mengalami gangguan asumsi klasik, yaitu : (Algifari, 1997 : 73-74) a) Non Multikolinearitas, artinya antara variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna. b) Non Autokorelasi, yaitu tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui tenggang waktu (time lag). Misalnya nilai suatu variabel saat ini akan berpengaruh terhadap nilai variabel lain pada masa yang akan datang. Menurut model klasik, hal ini tidak mungkin terjadi. c) Homoskedasitas, artinya varians variabel independen adalah konstan (sama) untuk setiap nilai tertentu variabel independen

3. Kriteria Statistik a) Koefisien Determinasi (R2)

40

Koefisien determinasi (R2) nilainya berkisar antara 0 dan 1. semakin besar R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabelvariabel independen. Formula untuk mencari nilai R2 adalah sebagai berikut : (Catur Sugianto, 1995 : 54-55) R2 = SSR/SST atau: R 2 = 1 - SSE/SST Keterangan: R2 = Koefisien determinansi berganda. SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi, yaitu merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan total variasi Y. SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.

b) Pengujian Secara Bersama-sama (Uji F) Untuk mengetahui apakah variabel-variebel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen digunakan uji-F. formulamya adalah sebagai berikut :

(Catur Sugianto, 1995 : 77-78)

F = R2/(k-1)

41

1-R2)/(n-k)

Keterangan: F = nilai F-hitung R2 = koefisien determinasi berganda k = jumlah variabel independen n = jumlah sampel Perumusan hipotesis : Ho = b1 = b2 = b3 = b4 = 0, artinya variabel independen secara bersama- sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha b1 b2 b3 b4 0, artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. c) Pengujian Secara Parsial / Individu (Uji t) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel indipenden terhadap variabel dependen secara individu dengan menganggap variabel dependen lainnya tetap (ceteris pasribus) dapat diestimasi dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan t-tabel. Nilai t-hitung dapat dicari dengan menggunakan formula : t= (b1-b) Sb1 keterangan: t = nilai t-hitung b1 = koefisien variabel independen ke-1 b = nilai hiposis nol Sb1 = simpangan baku dari variabel independen ke-1

42

Perumusan hipotesis: Ho = b1 = 0, artinya variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha = b1 0, artinya variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. Kriteria Pengujian : Dimana b1 merupakan koefisien dari variabel independen Ke-1 a) H0 diterima apabila memenuhi syarat -ttabel thitung ttabel, artinya variabel dependen tidak dipengaruhi oleh variabel independen. b) H0 ditolak apabila memenuhi syarat thitung > ttabel atau thitung < -ttabel, artinya variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen.

4. Asumsi Klasik 1. Pengujian Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi ( hubungan ) yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkain waktu (time series). Autokorelasi ini menunjukan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabelvariabel yang sama. (Gunawan Sumodiningrat, 2001: 231) Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi dan atau tidaknya adalah Durbin Watson tes (D-W test).

43

Untuk menguji asumsi klasik ini, maka terlebih dulu harus menentukan besarnya nilai kritis dari du dan dl berdasarkan jumlah observasi dan variabel independen, jika hipotesis nol menyatakan tidak adanya autokotrelasi, maka : (Gunawan Sumodiningrat, 2001 :248)
1) Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 dL), maka hipotesis nol

ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat autokorelasi.


2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak

ada autokorelasi.
3) Namun jika nilai d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 dL) dan (4 dL), maka

uji Durbin Watson tidak menimbulkan kesimpulan yang pasti (inconclusive). Untuk nilai nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi tertentu) disimpulkan ada tidaknya autokorelasi diantara faktor faktor gangguan.

2. Pengujian Multikolinieritas Tujuannya untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat ciri-ciri yaitu adanya R2 yang tinggi. Klein mengatakan bahwa multikolineritas dapat menjadi masalah bila derajat multikolinieritasnya tinggi. Jika derajatnya rendah maka multikolinieritas yang terjadi tidak terlalu serius dan tidak membahayakan bagi interprestasi hasil regresi. Dengan metode yang dikemukakan oleh Klein, derajat kolinieritas dapat dilihat melalui koefisien determinasi parsial dari regresi antara variabel independen dengan variabel
44

independen yang lain dipergunakan dalam metode penelitian. Jika r2 R2, maka tingkat multikolinieritas yang terjadi rendah dan tidak membahayakan bagi interprestasi hasil regresi. Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah dengan langkah pengujian terhadap masing masing variabel independen untuk mengetahui seberapa jauh korelasinya (r2 ) Produksi padi didapat kemudian dibandingkan dengan R2 yang didapat dari hasil regresi secara bersama variabel independen dengan variabel dependen, jika ditemukan nilai melebihi nilai R2 pada model penelitian, maka dari model persamaan tersebut terdapat multikoinieritas, dan sebaliknya jika R2 lebih besar dari semua r2 maka ini menunjukan tidak terdapatnya multikolinier pada model persamaan yang diuji.

3. Pengujian Heterokedastisitas Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain. Jika varians dari residual pengamatan satu ke residual ke pengamatan yang lain tetap, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi bila variabel gangguan mempunyai variabel yang sama untuk observasi, untuk mendeteksi ada/tidaknya heteroskedestisitas digunakan uji White. Selanjutnya menentukan hipotesis yang menyatakan jika dari perhitungan menghasilkan nilai t- hitung yang signifikan/ t- hitung > t- tabel, maka dapat dikatakan
45

terdapat heteroskedestisitas, jika t- hitung < t- tabel dapat dikatakan dalam regresi tidak terdapat heteroskedestisitas.

Daftar Pustaka

www.bi.go.id
46

www.bps.go.id

47

You might also like