Professional Documents
Culture Documents
Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam
yang ia sebut sebagai “film non-fiksi” Daftar ini secara efektif
menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter
dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter
yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:
• film faktual
• film etnografik
• film eksplorasi
• film propaganda
• cinéma-vérité
• direct cinema
• dokumenter
Unsur Visual:
1. Observasionalisme reaktif: pembuatan film dokumenter
dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari
subyek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dnegan ketepatan
observasi oleh operator kamera/sutradara.
Perkembangan Dokumenter
Tahun 1904, pada Pameran St Louis, Tours and Scenes of the World
yang dibuat oleh George C. Hale cukup berhasil, tapi tidak mencapai
taraf yang sama dengan film perjalanan safari Presiden Teddy
Roosevelt ke Afrika atau pengalaman Robert Scott ke Kutub Selatan.
Film-film perjalanan (travelog) tersebut menarik minat publik
Amerika karena film tersebut menunjukkan jiwa petualangan dan
keberanian orang Amerika; mendukung adanya pandangan bahwa
kesadaran orang Amerika yang tinggi ini terlihat dari jiwa perintis
dan kemampuan bertahan dari ‘daerah perbatasan’.
Film-film seperti Squadron 992 (1939), Dover Front Line (1940), dan
Target for Tonight (1941) menjadikan Harry Watt sebagai salah satu
pembuat film yang paling penting pada periode tersebut, tapi karya
Humphrey Jennings-lah yang menunjukkan beberapa aspek yang
paling indah dan paling berpengaruh dalam pembuatan film
dokumenter Inggris.
Ketika perang pecah, Jennings membuat dua film; The First Days
(1939) dan Spring Offensive (1939). Namun karya terbesarnya
adalah London Can Take It yang dibuat bersama Harry Watt. Film
tersebut menceritakan tentang bagaimana orang Inggris selamat
dalam menghadapi serangan udara mendadak, dan juga
menunjukkan semangat, kegigihan dan ketahanan mereka. Film itu
sengaja dibuat untuk menarik minat pasar di Inggris sendiri dan
juga di Amerika. Film berikutnya adalah Heart of Britain (1940).
Namun, film Words for Battle (1941) lah yang mengukuhkan posisi
Jenning sebagai seorang pembuat film yang tak takut untuk
mengembangkan berbagai aspek yang ia garap. Termasuk
pendekatan yang lebih puitis dan ekspresif dari realisme emosionil.
Words for Battle terdiri dari tujuh bagian. Tiap bagian berisi
komentar Laurence Olivier. Bagian-bagian tersebut menampilkan
gambaran pendekatan dengan cuplikan-cuplikan puisi atau orasi
publik – termasuk potongan puisi William Blake yang berjudul
‘Jerusalem’, ‘The Beginnings’ karya Rudyard Kipling, pidato Winston
Churchill pada 4 Juni 1940 serta Pidato Abraham Lincoln di
Gettysburg (19 November 1863).
Tahun 1936-37, Pare Lorentz satu lagi tokoh dalam pembuatan film
non-fiksi Amerika, membuat dua film penting,The Plow that Broke
the Plains (1936) dan The River (1937). Kedua-duanya disponsori
oleh pemerintah dan berusaha mendukung ‘impian Amerika’.
The River adalah dokumenter berdurasi 30 menit yang dibuat
dengan film 16 mm, berisi pengalaman sebuah keluarga yang
dilanda kemiskinan. Dalam film itu, diberi kesan bahwa mereka
‘berpakaian tidak layak’, ‘tinggal di tempat yang tidak layak’, ‘tidak
cukup makan’ dan ‘menggantungkan diri pada hasil panen’. Film itu
berusaha membuktikan bahwa campur tangan pemerintah telah
memperbaiki daerah tersebut, melalui Kebijakan “New Deal-nya“
Roosevelt (Proyek The Tennesse Valley Authority dan The Farm
Security Administration pada tahun 1933). Tujuannya adalah agar
mendapat dukungan penonton kelas menengah Barat dalam
meneruskan pendanaan reformasi negara di Mississippi Valley.
Judul film ini berasal dari sandiwara tahunan yang ditampilkan oleh
para pegawai dan pasien, yang menceritakan perilaku tidak
berperikemanusiaan, langkah-langkah yang diambil pihak berwajib,
dan kurangnya perawatan yang baik bagi pasien-pasien dengan
gangguan serius. Hal ini merupakan contoh pertama dari salah satu
tema utama Wiseman, yaitu usaha oleh individual manapun untuk
mempertahankan sisi kemanusiaan mereka, sementara hal
tersebut jelas-jelas bertentangan dengan peraturan-peraturan
kelembagaan yang mempunyai akibat-akibat tidak manusiawi.
Serupa dengan itu, para pembuat film lesbian dan gay menemukan
alat bicara di dalam dokumenter, contohnya dalam Before
Stonewall: The Making of a Gay and Lesbian Community (1984) oleh
Greta Schiller, John Scagliotti dan Robert Rosenberg, dan yang
paling menyentuh adalah The Times of Harvey Milk (1984) karya
Robert Epstein, mengenai pembunuhan Harvey Milk, seorang
pejabat dan aktivis hak-hak kaum gay dan lesbian di San Fransisco.
Lebih lanjut, pembuat film dari kalangan orang kulit hitam telah
menggunakan dokumenter untuk mengambil kembali sejarah dan
identitas, khususnya mungkin ada di film Eyes on the Prize (1989)
karya Henry Hampton, dan dalam konteks Inggris, Handsworth
Songs (1986) karya John Akomfrah. Kelompok-kelompok yang
ditekan atau tidak terwakilkan telah dapat membicarakan
‘kebenaran’ mereka, menunjukkan ‘fakta’ mereka dan
menggambarkan ‘keaslian’ mereka, dan dalam hal ini fleksibilitas
dokumenter telah membantu mereka dengan baik.
Daftar Pustaka