Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Kata persaingan menjadi kata kunci di era globalisasi Banyak negara menganut sistem ekonomi terbuka Hukum Persaingan usaha salah satu sarana untuk mendorong persaingan usaha yang sehat Indonesia memiliki UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Salah satu ketentuannya adalah di dalam BAB II mengatur Perjanjian Yang dilarang Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Yang dilarang?
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Bentuk Perjanjian
Ada tiga bentuk perjanjian: Perjanjian secara horizontal, vertikal dan diagonal (konglomerat) Kartel adalah bentuk pembatasan persaingan yang tertua Alasan untuk memerangi kartel adalah tidak saja merugikan konsumen tetapi dalam tahap-tahap tertentu merugikan negara Ada tiga kartel, yaitu kartel harga (price fixing), penetapan jumlah produksi dan penetapan wilayah pemasaran Ketiga kartel ini yang disebut dengan kartel yang klasik (hard core cartels)
Bentuk Perjanjian
Kartel adalah suatu perilaku yang terus diperangi melalui hukum persaingan usaha Pada tahun 1970an pelaku usaha senang menggunakan istilah kerjasama untuk menghindari kesan negatif tersebut Dan sejak itu pelaku usaha lebih senang menggunakan istilah aliansi strategis Tetapi kadangkala pelaku usaha melakukan kartel dibalik nama aliansi strategis tersebut.
Perjanjian Horizontal
Pasal 4: Oligopoli (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Perjanjian Horizontal
Penetapan Harga Pasal 5 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Perjanjian Horizontal
Pasal 7: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pembagian Wilayah Pasal 9 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
PRICE FIXING
Yang dimaksud price fixing adalah kontrak/persetujuan/perjanjian mengenai penentuan harga. Ada yang menggunakan istilah penetapan. Mengacu Sherman Act, dilatar belakangi sistem ekonomi liberalkapitalis: peran pemerintah minimal dan konsep perdagangan bebas. Siapa yang menentukan harga ?. Tergantung demand - supply. Kebijakan price fixing adalah hal yang salah, karena melanggar prinsip perdagangan bebas
12
13
14
PRICE DISCRIMINATION
Price discrimination atau pembedaan harga. Dapat terjadi dalam jalur produsen ke wholesaler atau wholesaler ke retailer. Contoh: Indofood mempunyai tiga distrubutor di Bandung, A, B dan C. Untuk A diberi harga Rp. 20.000,-, B sebesar Rp. 17.000,- dan C sebesar Rp. 25.000, Persyaratan dagang sama: pembayaran cash, domisili di Bandung, barang diambil sendiri (loco). Dengan perbedaan perlakuan B dapat menjual lebih murah dari A dan C. Merupakan price discrimination.
15
PRICE DISCRIMINATION
PRODUSEN
WS A 100
WS B 100
WS C 90
Secara faktual, distributor A dan B tidak terima, karena C diberikan harga lebih murah. Lihat berikutnya...
16
PRICE DISCRIMINATION
PRODUSEN I PRODUSEN II
1 100
2 100
3 90
4 90
2 sumber produsen I dan II
5 90
6 90
Perbedaan harga diantara produsen adalah wajar Produsen II menekan marjin keuntungan
17
BAGAIMANA PERMASALAHANNYA ?
Supreme Court USA Tindakan produsen I membedakan harga boleh dilakukan (inforceable) berdasarkan doktrin rule of reason. Argumen: produsen I melakukan tindakan membedakan harga untuk dapat melakukan persaingan dengan produsen II, karena WS 3 mendapatkan sumber barang dari produsen II juga. Istilahnya adalah meet to competition, price discrimination jatuh dalam kelompok doktrin rule of reason, yaitu terdapat unsur pemaaf, dengan pembuktian yang dilakukan produsen I untuk menyaingi produsen II
18
19
20
21
Perjanjian Horizontal
Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri Pasal 16 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian Vertikal
Pasal 6: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Pasal 8: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian Vertikal
Pasal 14: Integrasi Vertikal Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Perjanjian Vertikal
Perjanjian Tertutup Pasal 15 (1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. (2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
Perjanjian Vertikal
Perjanjian Tertutup Pasal 15 (3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok: a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
Unsur-unsur Perjanjian
Yang pertama, ada minimal dua pelaku usaha yang saling bersaing (horizontal) dan dua pelaku usaha yang mempunyai keterkaitan usaha (vertikal) Yang kedua, ada akibat perjanjian tersebut yaitu terjadi praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat Akibat perjanjian tersebut ada yang bersifat per se illegal dan rule of reason Jadi kedua unsur tersebut harus ada di dalam perjanjian supaya ketentuan UU Antimonopoli dapat diterapkan Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian adalah perjanjian yang tertulis dan tidak tertulis (Pasal 1 Angka 7) Gentlemens agreement yang mengakibatkan antipersaingan dapat dikenakan UU Antimonopoli Ciri adanya gentlemens agreement adalah ada suatu tindakan atau perilaku yang paralel yang dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup lama yang mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Oligopoli
Mengapa? Karena pada pasar yang homogen tidak ada persaingan kualitas Disinilah terjadi apa yang disebut dengan perilaku yang saling menyesuaikan diantara pelaku usaha Oleh karena itu pada pasar yang oligopolistik sebenarnya tidak dilakukan melalui suatu perjanjian Jadi berbeda dengan oligopoli yang diatur di dalam pasal 4 UU Antimonopoli Tetapi di pasar heterogenpun dapat timbul oligopoli paling tidak dari struktur murni -, namun tidak terjadi kesepakatan untuk saling menyesuaikan, justru berpeluang terjadi persaingan harga dan kualitas
Oligopoli
Pada prinsipnya pada barang yang homogen tidak terjadi suatu perjanjian melain melalui penyesuaian perilaku Ada kemungkinan melalui penyesuaian perilaku terjadi tindakan kartel Untuk membuktikannya butuh waktu yang lama Misalnya di Eropa terjadi kartel semen, butuh waktu lima tahun baru dapat dibuktikan di Eropa terjadi kartel semen.
Diskriminasi Harga
Ketentuan pasal 6 melarang pembuatan perjanjian antara pelaku usaha yang menetapkan harga yang berbeda-beda kepada pembeli lain untuk barang atau jasa yang sama Ketentuan pasal 6 tidak menjelaskan dengan siapa pelaku usaha membuat perjanjian sehingga pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda-beda dari yang harus dibayar oleh pembeli yang lain. Secara horizontal tidaklah masuk akal pelaku usaha yang saling bersaing membuat perjanjian untuk menetapkan harga jual yang berbeda-beda kepada pembeli yang berbeda-beda untuk barang atau jasa yang sama. Pasal 6 tersebut hanya dimungkinkan oleh satu pelaku usaha menetapkan harga yang berbeda-beda kepada pembeli yang berbeda-beda untuk barang atau jasa yang sama. Jadi adanya hubungan vertikal antara produsen dengan pembelinya. Larangan ini agak berbeda dengan UU Negara lain, yang memungkinkan penjualan suatu barang atau jasa dengan harga yang berbeda-beda, khususnya terhadap pembeli dalam jumlah yang berbeda-beda (bukan konsumen akhir)
Tidak Menjual Barang atau Jasa Lebih Rendah dari yang Disepakati (Pasal 8)
Larangan Pasal 8 adalah terhadap perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, yang menetapkan persyaratan bahwa penerima barang atau jasa atau memasok kembali barang atau jasa yang diterimanya, dengan harga lebih rendah dengan harga yang diperjanjikan (resale price maintenance) sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, pelaku usaha lain di dalam UU Antimonopoli tidak ditetapkan secara tegas, apakah dengan pesaingnya (secara horizontal) atau dengan distributor atau agen (secara vertikal). Kalau pelaku usaha lain dimaksudkan pesaingnya, maka ketentuan Pasal 8 tersebut tidak mempunyai arti alias mubajir. Jika pelaku usaha lain dimaksudkan secara vertikal (distributor, agen, retailer), maka Pasal 8 dapat diterapkan kepada pelaku usaha yang melakukan perjanjian tersebut, itupun jika mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat pada pasar yang bersangkutan.
Pemboikotan
Biasanya boikot dilakukan jika suatu pelaku usaha menghentikan memasok barang atau jasa kepada pelaku usaha ketiga atas permintaan pelaku usaha yang lain. Dalam boikot terdapat tiga pihak, pihak yang memboikot/pemboikot, pihak yang meminta supaya dilakukan boikot (party inducing boycott) dan pihak yang diboikot (addressee) Ketiga pelaku usaha tersebut adalah masingmasing berdiri sendiri baik secara hukum maupun kegiatan usahanya.
Pemboikotan
Pihak Yang meminta Dilakukan Boikot
Pemboikot
Pemboikotan
Boikot dapat diterima (dilakukan) jika pihak yang diboikot kesiapannya untuk diboikot sudah diberitahukan sebelumnya. Larangan terhadap boikot memerlukan syarat subyektif yaitu untuk merugikan pihak yang diboikot.
Pelaku Usaha C Diboikot Tidak bisa Melakukan Kegiatan Usaha yang sama Dengan A dan B
Usaha Patungan
P. Bahan Baku
Produsen
Distributor/Agen
Bahan Baku
Distributor
Retailer
Produsen
Agen
Konsumen Akhir
Pelaku usaha A
Penutup
Perjanjian yang dilarang diatur di dalam Pasal 4 Pasal 16 yang memuat perjanjian horizontal dan perjanjian vertikal. Perjanjian yang dilarang secara horizontal adalah Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9 Pasal 13 dan Pasal 16. Perjanjian yang dilarang secara vertikal adalah Pasal 6, Pasal 8, Pasal 14 dan Pasal 15.