You are on page 1of 4

PERILAKU KAWIN A.

Latar Belakang Sebagaian besar hewan kemungkinan tidak memiliki perasaan sadar akan reproduksi sebagai suatu fungsi penting dalam kehidupan mereka. Hewan juga tidak memiliki r asa ketertarikan yang terus-menerus terhadap anggota hewan lain yang merupakan l awan jenisnya. Ada beberapa hewan melakukan kompetisi antar individu yang sejenis dengan jenis kelamin yang sama (umumnya jantan) hampir secara keseluruhan, dalam menentukan h ewan mana dari jenis kelamin itu yang akan kawin dengan si betina yang diperebut kan. Akan tetapi pada individu spesies yang lain, umumnya betina yang secara akt if memilih pasangan kawin yang potensial berdasarkan pada cirri spesifik jantan atau sumber daya yang ada di bawah pengawasannya. Hewan dalam melestarikan atau mempertahankan jenisnya, mau tidak mau maka hewan tersebut harus melalui suatu proses yaitu perilaku kawin. Dalam dunia vertebrata , beberrapa peneliti telah mempelajarinya mulai dari ikan sampai mamalia, tetapi yang paling banyak diselidiki adalah aves dan mamalia. Setiap hewan memiliki cirri perilaku kawin yang berbeda-beda dengan jenis hewan lainnya, baik dari cara percumbuannya maupun dari system perkawinannya

B. Rumusan Masalah Bardasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan mas alah dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan perilaku kawin? 2. Bagaimana hubungan perilaku kawin dengan kelestarian hidup hewan ? C. Manfaat dan Tujuan Pada dasarnya makalah ini sebagai bahan materi kuliah Perilaku Hewan yang akan d ipresentasikan dalam bentuk metode diskusi yang bertujuan untuk memperluas penge tahuan mahasiswa mengenai Perilaku Kawin. Adapun tujuan makalah yang dimaksud se bagai berikut: 1. Mengetahui pengertian dari perilaku kawin. 2. Mengetahui bagaimana hubungan perilaku kawin dengan kelestarian h idup hewan. A. Pengertian Perilaku Kawin Perilaku kawin pada hewan-hewan merupakan hal yang paling kompleks, tapi paling banyak menarik perhatian para ahli. Bagi hewannya sendiri harus dianggap paling penting karena tanpa perkawinan, jenisnya tidak mungkin bertahan. Pada hewan tin gkat rendah, perilaku kawin hampir seluruhnya dipengaruhi oleh rangsang-rangsang hormonal. Tetapi tidak demikian halnya pada hewan-hewan yang tingkat tinggi. Pe ngaruh luar, seperti belajar dan pengalaman, banyak ikut menentukan. Banyak hewan yang fertile sepanjang tahun, tetapi banyak pula yang memiliki musi m-musim kawin tertentu. Kebersamaan atau sinkronisasi antara hewan jantan dan be tina sangat diperlukan untuk terjadinya perkawinan. Musim kawin beberapa hewan yang tergolong mamalia, ternyata dipengaruhi oleh perubahan panjang jam siang se tiap hari. Hal ini terjadi misalnya pada domba, kambing, kucing, yang dapat beru bah musim kawinnya dengan memanipulasi kondisi sinar. Dijelaskan dalam migrasi, bahwa cahaya mempunyai pengaruh pada permulaan timbuln ya kegiatan kelamin, melalui kegiatan hipofisa terlebih dahulu. Pada tikus-tiku s betina yang sedang estrus, keinginan berkelamin mencapai maksimum pada malam h ari. Kenyataan ini menyebabkan orang berpikir, bahwa peerubahan gelap dan terang mungkin memegang peranan. Siklus kehidupan sesudah perkawinan adalah parental, mungkin telur atau anak. Ko ndisi perilaku parental secara teoritis harus berbeda dengan kegiatan kawin. Dap at dikatakan, bahwa seharusnya perilaku parental menghentikan perilaku kawin, se kurang-kurangnya pada hewan tingkat rendah. Masalah berikut yang merupakan ranta i kegiatan perilaku kawin sesudah sinkronisasi adalah komunikasi. Sebelum kawin

mereka harus bertemu. Alat komunikasi atau signal karenanya menjadi penting. Komponen utama dalam system komunikasi adalah pengirim, penerima, dan media untu k transmisi signal. Signal kimia yang merupakan alat komunikasi sesame angota je nis hewan yang sama,dikenal sebagai feromon. Meskipun sejumlah ahli masih ada ya ng menganggap bahwa feromon bukan hormone, namun secra fungsional tampaknya pene mpatanferomon sebagai hormon akhirnya akan dapat diterima. Feromon dalam perilak u kawin dikenal sebagai sex feromon. Beberapa pengamat menemukan bahwa sex ferom on dapat mempertemukan hewan jantan dan betina yang berada dalam jarak relative jauh. Kadang-kadang sampai dua km dalam kondisi factor luar yangmengntungkan (J acobson, Beroza., 1963).Signal sex feremon ternyata bukan saja berfungsi sebagai alat komukasi pada serangga, seperti dugaan semula saat feremon ditemukan, namu n juga berlaku pada Crustacea, Pieces, Amphibi, Reptil bahkan Mamalia. Kalau kita memperhatikan dua anak ekor hewan, misalnya yang paling mudah dilihat anak ayam, maka bukan saja kedua hewan itu tidak menunjukkan perbedaan satu sam a lain, tetapi untuk membedakan mana yang jantan dan betina pun sudah sukar. Tet api keadaan ini akan berubah dengan segera, setelah bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin dan adanya hormone kelamin. Bukan saja tingkah lakunya yang berbeda, te tapi ciri-ciri luarnyapun telah menunjukkan perbedaan yang nyata pada kebanyakan hewan. Hormone kelamin betina akan memberikan cirri-ciri kebetinaan, sedang hor mone kelamin jantan akan memberikan cirri-ciri kejantanan. Pada umumnya semua hewan jantan, memiliki sekuen kawin yang sama. Hewan-hewan it u agresif mendekati hewan betina, mengelus leher dengan kepala dan mulutnya, men cium kepala, daerah leher dan mulutnya kemudian menaikinya dan kopulasi terjadi. Tetapi tingkah laku ini hilang sama sekali, bila hewan-hewan itu dikebiri.sedan gkan hewan-hewan betina akan berlaku seperti itu pada hewan-hewan lain, bila kep ada hewan betina itu diberikan testosterone. Tingkah laku menggandeng dan mengel ilingi betina dari burung merpati dan penguin jantan, seluruhnya dipengaruhi ole h testosterone. Bila hewan betina yang diam ketika dikelilingi hewan jantan, dib eri testosterone, maka hewan betipa tersebut akan melakukan perikalu yang sama t erhadap hewan lain seperti apa yang dilakukan hewan jantan. B. Hubungan Perilaku Kawin dengan Kelestarian Hidup Hewan Seluruh aspek perilaku reproduksi mendapat perhatian yang sangat luas dari para ahli ekologi perilaku. Alasannya adalah bahwa para peneliti sering kali dapat me nentukan jumlah anak yang dihasilkan oleh seekor individu, yang bagi banyak spes ies sangat dekat dengan penentuan kelestarian hidup seekor hewan. Hubungan antar a perilaku yang dapat diukur dengan kelestarian hidup kemungkinan tidak sekuat a spek lain dalam ekologi perilaku, seperti pencarian makan yang optimum. 1. Pertumbuhan Sebagian besar hewan kemungkinan tidak memiliki perasaan sadar akan reprosuksi s ebagai suatu fungsi penting dalam kehidupan mereka, dan juga mereka tidka memili ki ketertarikan yang terus-menerus terhadap anggota lawan jenis, yang ditemukan pada sebagian besar manusia. Sering kali terdapat suatu kecenderungan kuat bagi seekor hewan untuk memandang setiap organsime dari spesies yang sama sebagai sua tu pesaing yang mengancam yang dienyahkan. Bahkan di dalam banyak spesies yang b ersosialisasi, individu umumnya menghindari kontak satu sama lain. Pada banyak s pesies hewan, pasangan potensial harus melalui suatu interaksi percumbuan yang kompleks, yang unik bagi spesies tersebut sebelum terjadi perkawinan. Pada beberapa spesies, percumbuan memainkan peranan penting dalam memperbolehkan satu atau kedua jenis kelamin untuk memilih seekor pasangan kawin dari beberapa calon. Ketika individu memilih pasangan kawinnya hewan betina hampir selalu men unjukkan pembedaan yang jauh lebih besar dibanding dengan hewan jantan. Sebagian besar hewan betina memiliki lebih banyak investasi parental pada setiap keturun an. Pada sebagian spesies, hewan betina sangat cerewet memilih pejantan dengan k ualitas yang buruk bias merupakan kesalahan yang sangat fatal. Sebagai pembandin g, jantan dari sebagian spesies hewan cenderung mengawinin betina sebanyak mungk in. Hewan jantan umumnya berkompetisi dengan penjantan lain untuk mendapatkan be tina sebagai pasangan kawin, kadang-kadang dengan cara mencoba membuat hewan be tina terkesan. Dengan demikian, hewan jantan pada sebagian spesies melakukan per cumbuan yang lebih sering dibandingkan hewan betina. Pada individu-individu spesies lain, pada umumnya betina secara aktif memilih pa

sangan kawin yang potensial berdasrkan pada cirri spesifik jantan atau sumber da ya yang ada dibawah pengawasannya. Proses ini disebut penilaian (Assessment). Te rdapat dua dasar ultimat untuk pilihan tersebut. Pertama, jika jenis kelamin yan g lain memberikan pengasuhan anak oleh orang tua, adalah menguntungkan memilih p asangan kawin setangkas mungkin. Kedua, untuk pemilihan pasangan kawin adalah ku alitas genetic. Hal ini kemungkinan menjadi yang paling penting ketika hewan itu tidak memberikan pengasuhan pada anak-anaknya dan sperma hanya satu-satunya sum bangnya terhadap keturunannya. Sering kali sangat sulit untuk menentukan dasar-dasar bagi penilaian bagi hewan betina, dan dalam beberapa kasus bahkan sulit untuk menentukan apakah keberhasil an perkawinan yang berbeda diantara hewan jantan disebabkan oleh kompetisi antar a hewan jantan dengan hewan jantan, penilaian betina, atau kedua-duanya. Salah s atu percumbuan yang menjadi ritual yang terkenal adalah percumbuan ikan stickleb ack bersirip tiga. Meskipun sebagian adalah bawaan, urutan percumbuan itu tidak selalu berlangsung dengan mulus dan secara tepat dan cepat. Sering kali seekor b etina akan memulai mengikuti hewan jantan dan kemudian menjadi enggan. Hewan bet ina bisa memutuskan urutan itu pada titik-titik tertentu, kadang-kadang karena h ewan betina tersebut secara bersamaan juga sedang dicumbu oleh jantan lain yang berdekatan. Hasil akhirnya adalah beberapa perkawinan yang berhasil tetapi haru s dengan seluruh jantan tersebut. 2. Sistem Perkawinan Hubungan perkawinan diantara hewan jantan dan hewan betina sangat bervariasi pad a spesies. Pada banyak spesies, perkawinan adalah bersifat promiscuous, tidak ad a ikatan pasangan yang kuat atau hubungan yang bertahan lama. Pada spesies diman a pasangan kawin masih tetap bersama-sama selama periode waktu yang lama, hubung an itu bisa bersifat monogamy atau poligami. Hubungan poligami yang paling serin g melibatkan seekor jantan tunggal dengan banyak hewan betina disebut poligini. Namun demikian pada beberapa spesies hewan betina kawin dengan beberapa jantan, suatu hubungan yang disebut poliandri. Kebutuhan akan keturunan merupakan suatu factor ultimat penting dalam ekolusi sy stem perkawinan. Burung yang abru menetas tidak dapat menjaga dan merawat diriny a sendiri dan memerlukan persediaan makan sangat banyak dan terus-menerus yang t idak dapat disediakan oleh satu induk saja. Dalam system seperti itu, hewan jant an akhirnya dapat menghasilkan lebih banyak keturunan yang lebih kuat dan sehat dengna membantu satu pasanga kawin saja, dibandingkan dengan mencari lebih banya k pasangan kawin lagi. Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa sebagian besar burung sendiri segera setelah menetas, kebutuhan akan induk yang selalu tinggal bersama anaknya menjadi lebih kecil. Hewan jantan pada spesies ini dapat memaks imalkan keberhasilan reproduksinya dengan cara mencari kawan ataua pasangan kawi n lain, dan poligami relaitf umum burung seperti ini. Pada kasus mamalia, betina yang sedang menyusui sering kali merupakan satu-satunya sumber makanan bagi ana knya. Hewan jantan umumnya tidak memegang peranan, atau jika mereka melindungi h ewan betina dan anaknya, mereka secara khusus menjaga betina dan anak dalam juml ah besar sekaligus dalam suatu harem (tempat kumpulan pasangan kawin). Factor lain yang mempengaruhi system perkawinan dan pengasuhan oleh orang tua ad alah kepatian akan bapak (paternitas). Anak yang abru lahir atau yang baru menet as, sudah pasti mengandung gen hewan betina induknya. Bahkan dalam hubungan mono gani yang normal, anak-anak tersebut kemungkinan menganggap ayah kepada seekor h ewan jantan yang bukan pasangan kawin induk betinanya. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu hubungan yang erat antara perilaku kawin yang diamati deng an jumlah keturunan, yang seringkali menjadi penentu utama kelestarian hidup see okor hewan. Banyak hewan yang terlibat dalam percumbuan, yang mengumumkan bahwa hewan yang terlibat tidak dirasa mengancam, merupakan pasangan kawin yang potens ial. Pada sebagian besar spesies, hewan betina memiliki lebih banyak investasi p arental dibandingkan dengan hewan jantan dan kawin secara lebih selektif. Hewan jantan pada sebagian besar spesies berkompetisi untuk mendapatkan pasangan kawin , hewan betina pada banyak spesies terlibat dalam penilaian atau penyeleksian he

wan jantan dengan ciri-ciri yang lebih disukai. System perkawinan sangat bervari asi pada spesies yang berbeda. Mereka bisa tidak promiscuous, monogamy, atau pol igami, yang sebagian bergantung pada investasi parental masing-masing orangtua. B. Saran Dengan segala kerendahan hati kami dari pemakalah mengaharapkan kepada para pem baca yang budiman jika dalam makalah ini terdapat kesalahan-kesalahan, maka kam i mohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Karena kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sebab referensi-refere nsi yang kami pakai masih sangat terbatas DAFTAR PUSTAKA Campbell, 2004. Biologi Jilid III. Erlangga

You might also like