You are on page 1of 11

PARADIGMA PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN PENGEMBANGANYA Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata

Kuliah SOSIOLOGI PENDIDIKAN Dosen Pengampu:

Ahmad Taufiq,S.Ag.M.Pd

Disusun Oleh: Nama : Muhamad Akcin Nim : 932117810

JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT,karena dengan rahmat dan karunia Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyekesaikan makalah ini.Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman teman yang telah nenberikan dukungan dakam menyekesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bemanfaat bagi pembaca dan teman teman.Amin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah BAB 2 PEMBAHASAN A. Pengertian Paradigma B. Paradigma Pendidikan C. Paradigma Pendidikan Indonesia D. Mengembangkan Pendidikan E. Perkembangan Pendidkan Dalam Masyarat

BAB 3 PENUTUP Kesimpulan Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir ahir ini sebagian besar satuan pendidikan sibuk dengan pekerjaan besar, yaitu menyusun kurikulumnya sendiri yang sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . Dengan semangat otonomi dan desentralisasi, KTSP memberi keleluasaan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri.. Selama ini mereka diperintah untuk melaksanakan kewajiban yang sudah baku, yakni kurikulum yang dibuat dari "pusat". Penerapan KTSP tersebut berimplikasi pada bertambahnya beban bagi guru. Penerapan KTSP mengandaikan guru bisa membuat kurikulum untuk tiap mata pelajaran, padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan perencanaan penyampaian materinya.

Dari sekian macam kegiatan yang dilakukan, guru masih meragukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP antara lain tentang waktu yang diperlukan peserta didik untuk "tuntas" pada kompetensi dasar tertentu. Apalagi dengan bertambahnya tugas guru dalam melakukan penilaian terhadap peserta didiknya, karena peserta didik harus dinilai tidak hanya aspek kognitifnya tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya Padahal, dengan cara-cara seperti yang dilakukannya bertahun-tahun, hasil atau mutu pendidikan kita sekarang dianggap masih rendah dan peserta didik kita masih belum dapat bersaing dengan negara lain.

Rumusan Masalah A. Pengertian Paradigma..? B. Paradigma Pendidikan...? C. Paradigma Pendidikan Indonesia..? D. Mengembangkan Pendidikan...? E. Perkembangan Pendidkan Dalam Masyarat..?

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Paradigma Paradigma adalah cara seseorang memandang kenyataan dalam kehidupan. Ritzer (1983) memberi pengertian paradigma sebagai cara bertanya, cara menjawab, menentukan masalah, dan memcahkan. Didalam ilmu social, menurut Ritzer ada tiga paradigma, yaitu;

a.

Pertama, paradigma fakta social yang berakar pada pemikiran Emiel Durkhiem sehingga juga populer disebut dengan perspektif Durkheimian. Paradigma ini mendasarkan serba terukukur dan berkembang mengikuti hukum sebab akibat.

b.

Kedua paradiakan devinisi sosial. Dalam pparadigma yang beragam dari gagasan Max Weber ini berangkat dari asumsi dasar yang mengatakan bahwa tindakan seseorang bukan tindakan dari luar, melainkan dari akan seseorang diri itu sendiri. Tradisi atau budaya yang berkembang di lingkungannya bukan sebagai pendorong seseorang melakukan tindakan. Tindakan seseorang merupakan hasil dari keinginan, motivasi, harapan, nilai nilai besreta berbagai bentuk dan tafsiran manusia sebagai individu terhadap dunia dmana ia hidup. Pemikiran seprti inilah yang disebut Ritzer sebagai paradigma definisi sosial.

c.

Ketiga, paradigma petukaran sosial. Paradigma ini muncul dari gagasan Skiner. Dalam hal ini seperti paradigma fakta sosial, individu bertindak berdasarkan faktor eksternal. Menurut penganut paradigma prilaku sosial, manusia bertindak berdasar stimulus dari luar.

B. Paradigma Pendidikan Yang juga amat penting adalah perubahan paradigma pendidikan. Kultur pilihan ganda haruslah dihapus, dan diganti dengan kultur ujian untuk mencipta, misalnya menjalankan proyek tertentu untuk menghasilkan karya cipta sesuai dengan bidanganya. Ini perlu dilakukan mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. `Kultur menghafal juga harus diganti dengan kultur menyelesaikan suatu permasalahan

terkait dengan bidang ilmunya. Jika difokuskan untuk menyelesaikan masalah dan berkarya, maka materi pendidikan akan menjadi bagian dari penghayatan pribadi yang melekat seumur hidup, dan bukan sekedar hafalan yang akan segera lenyap, setelah ujian selesai. Kultur guru otoriter, dan guru sebagai sumber kebenaran utama, juga harus diganti dengan kultur pendidikan demokratis, di mana siswa bisa berpendapat secara rasional dan berdiskusi secara sehat dengan segala pihak. Kultur bertanya juga harus dikembangkan, karena dari pertanyaan-pertanyaanlah pikiran kita berkembang, dan wawasan kita sebagai manusia bertambah luas. Bahkan, menurut saya, yang terpenting bukanlah menjawab secara benar, tetapi mengajukan pertanyaan yang benar. Karena seringkali jawaban yang benar atas pertanyaan yang salah justru membawa kita pada kesesatan.

C. Paradigma Pendidikan Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.(UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, bab I,pasal I ayat I) Sedang lembaga pendidikan sendiri merupakan suatu institusi, media, forum, atau situasi, dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggaranya proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang diciptakn sebelumnya. Pengertian tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa seluruh proses kehidupan manusia pada dasranya merupakan kegiatan belajarmengajar atau pendidikan. Manusia tidak bisa lepas dari belajar-mengajar ini. Sebenarnya dengan uraian diatas, seharusnya pendidikan adalah hal yang mementingkan pada kualitas bukan hanya pada simbol pendidikan itu sendiri. Tapi kenyataannya berbeda dengan hakikat pendidikan itu sendiri. Di era ini masyarakat terlalu mengagungkan sekolah. Seakan lembaga ini sebagai hal potensial untuk mengubah status sosial. Hal ini pun diperkuat dengan berkembangannya pengakuan di luar lembaga sekolah. Berbagai perkembangan negatif yang muncul pada masyarakat ditimbulkan oleh teknologi dan industrialisasi. Dengan mengagungkan sekolahan berarti bukan hanya menganggap pendidikan sebagai formalitas saja, tapi juga menyempitkan makna pendidikan iru sendiri. Padahal pendidikan seharusnya tidak terkekang oleh waktu dan institusi.

Kadang pendidikan lebih lebih banyak dilihat sebagai wahana untuk memperoleh status sosial tinggi, dan sebagai alat guna menambah harta kekayaan; khususnya dianggap sebagai wahana untuk meraih kedudukan sebagai pegawai negeri. Atau dipakai sebagai alat untuk memasuki kelompok elite di pusat pemerintahan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa bangsa Indonesia mempunyai filsafat hidup pancasila, dan NKRI pun disusun atas dasar pancasila. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pendidikan di Indonesia juga berdasarkan pada pancasila. Yang mana nilai-nilai pancasila ini dituangkan dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan adalah agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Memang betul seharusnya pendidikan harus membentuk manusia, bukan malah membentuk robot. UU Sisdiknas ini agaknya sudah mendekati kesesuaian dengan hakekat manusia itu sendiri. Tapi sayang, dalam UU Sisdiknas ini masih cenderung terkekang oleh waktu dan tempat. Agaknya, pemerintah belum bisa melihat manusia secara menyeluruh. Umpamanya anak SD yang sudah mahir pelajaran SMA, ternyata tidak bisa masuk langsung ke SMA dan harus melewati jenjang SMP atau sederajat dulu. Umpamanya lagi, ketika ada mahasiswa yang ingin bisa menguasai pelajaran agama dan sains, ternyata tidak bisa dilaksanakan, karena terbentur oleh perbedaan Institusi atau pun jurusan. Kalau pun bisa, pasti nya harus menunggu tamat di jurusan pertama dan baru bisa masuk ke jurusan lain. Hal ini bagaikan buang-buang umur (pinjam perkataan Gus Dur). Jika kita lihat pendidikan masa keemasan Islam sekitar abad delapan sampai tiga belas masehi, ternyata pendidikan tidak terbatasi dengan waktu atau pun tempat. Akibatnya banya ilmuan yang tidak hanya bisa satu bidang ilmu. Umpamanya dalah Ibn Sina antara lain meninggalkan buku AlQanun fi Al-Thibb dalam ilmu kedokteran, Al-Najah dalam bidang filsafat dan Al-Risalah Al-Arsyiah dalam bidang teologi, begitu pun ulama lain pada abad itu. Dengan melihat kejayaan ilmu pengetahuan pada zaman keemasan Islam, sungguh paradigma yang selama ini melekat pada pendidikan Indonesia yaitu pendidikan terkekang oleh waktu dan institusi harus dirubah menjadi pendidikan yang memanusiankan manusia, karena manusia itu mempunyai tujuan berbeda-beda, kemampuan beda, juga umur yang begitu singkat, maka tidak adil jika pendidikan harus terkekang oleh institusi dan lamanya waktu yang ditempuh. D. Mengembangkan Pendidikan Guru adalah profesi yang amat luhur, karena langsung terkait dengan pembentukan cara

berpikir yang menentukan semua perilaku manusia. Apalagi guru adalah pendidik calon-calon pemimpin masa depan. Posisi guru amat penting untuk menggulirkan perubahan cara berpikir yang lebih rasional, kritis, dan anti korupsi di masa depan. Mengingat semua ini, maka profesi guru haruslah diisi oleh orang-orang yang sungguh kompeten dan peduli pada pembangunan karakter serta cara berpikir bangsa. Pemerintah dan rakyat harus menunjang kehidupan para guru, sehingga mereka bisa hidup secara manusiawi, dan bangga dengan profesinya. Otoritas pendidikan, baik pada level nasional maupun lokal, harus bisa dikontrol secara demokratis. Proses pembuatan kebijakan, sampai dengan jumlah anggaran yang tersedia, haruslah dibuat seterbuka mungkin, sehingga bisa dikontrol secara demokratis oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Orang-orang yang duduk di dalamnya juga harus teruji sebagai tokoh pendidikan yang visioner, dan bukan hanya sekedar administrator yang miskin visi. Seleksi guru dan dosen juga diperketat. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik. Hanya orang-orang yang sungguh mencintai pendidikan, mencintai peserta didik mereka, dan sungguh kompeten dalam bidang ilmunyalah yang layak menjadi guru dan dosen. Otoritas pendidikan di Indonesia, baik level nasional maupun lokal, harus berani tegas dalam hal ini. Jangan mengangkat orang sebagai guru, hanya karena kedekatan pribadi, kesamaan latar belakang (politik, ras, ataupun agama), ataupun tujuan-tujuan lainnya di luar peningkatan kualitas pendidikan. E. Perkembangan Pendidkan Dalam Masyarat Masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi selanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat di artikan sebagai sosialisasi, seperti bayi yang menyusiakan diri dengan saat saat minum asi, kemudian anak mnyesuiakan diri dengan progam progam belajar di sekolah, menyesuaikan diri dengan norma serta nilai nilai dalam masyarakat, sebagainya. Untuk mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dan perkembangan zaman. Kiranya disepakati bahwa pendidikan dengan cara cara yang kurang /tidak manuisawi (seperti pendidikan bentak dan pukul) kurang atau tidak dapat diterima masyarakat dewasa ini, karena akan menghasilkan manusia manusia yang begis/kejam atau manusia penakut dan kurang aktif/efektif. Lebih lanjut proses pemanusiaan yang manusiawi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman, dimaksudkan sebagai penjabaran dari kurikulum pendidikan formal yang dinamis, seperti tujuan pendidikan nasional Indonesia yang terdapat dalam GBHN, yang tiap lima tahun senantiasa di revisi sesuai tuntutan era pembangunannya.

Bila mengacu pada pendidikan sepanjang hayat maka bahwa lebih jelas bahwa pendidikan dapat terjadi kapan pun dimanapun, dan kepada siapapun, dan kepda siapa pun. Orang tua atau dewasa /bijaksana tidak akan marah dan tetap menghargai bila di ingatkan olah cucu atau anaknya agar tidak berdecak mulutnya sewaktu makan, misalnya. Atau , orang tua yang bijaksana tidak akan meremehkan pendapat anak /cucunya agar memperhatikan emansipasi wanita, melaksanakan progam nasional keluarga berencana dan sebagainya. Berdasarkan undang undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional, di tetapkan dalam Bab I, Pasal I, Ayat , bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, prngajaran, dan/atau perannya dimasa yang akan datang. Sedangkan Ayat 2 mengatakan, bahwa pendidikan nasiaonal adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan Bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada pancasila dan undang undang dasar 1945. Setiap anak harus belajar dari pengalaman di lingkungan sosialnya, dengan menguasai sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya. Dengan demikian dalam masyarakat yang telah maju, banyak kebiasaan dan pola kelakuan masyarakat dipelajari melalui pendidikan, seperti bahasa, ilmu pengetahuan, seni, dan budaya, nilai nilai sosial, dan sebagainya. Maka konotasi pendidikan sering dimaksudkan sebagai pendidikan formal di sekolah, dan orang yang berpendidikan adalah orang yang telah bersekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang bermakna bagi masyarakatnya. Melaluipendidikan terbentuklah kpribadian seseorang, dan perkembangan masyarakat di pengaruhi oleh sikap pribadi pribadi didalamnya. Jadi pendidikan di masyarakat harusberkembang secara timbal balik, seirama, terpadu.

BAB III PENUTUP

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua KESIMPULAN Paradigma adalah cara seseorang memandang kenyataan dalam kehidupan. Ritzer (1983) memberi pengertian paradigma sebagai cara bertanya, cara menjawab, menentukan masalah, dan memcahkan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.(UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, bab I,pasal I ayat I). Guru adalah profesi yang amat luhur, karena langsung terkait dengan pembentukan cara berpikir yang menentukan semua perilaku manusia. Apalagi guru adalah pendidik calon-calon pemimpin masa depan. Posisi guru amat penting untuk menggulirkan perubahan cara berpikir yang lebih rasional, kritis, dan anti korupsi di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA Ritzer, Geogre. SOSIOLOGI ILMU PERPARADIGMA GANDA. Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2003.

Maliki, Zainuddin. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2008.

http//. Sosiologi Pendidikan.co.id

Gunawan, Ary. Sosiologi Pendidikan. Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2010

You might also like