You are on page 1of 9

DIFERENSIASI SEKS

Jenis Kelamin Individu Ditentukan oleh Kombinasi Kromosom Seks Sperma dan ovum memiliki jumlah kromosom yang haploid. Sewaktu terjadi pembuahan, sperma dan ovum menyatu untuk memulai individu baru dengan empat puluh enam kromosom , satu anggota dari setiap pasangan kromosom berasal dari ibu dan anggota yang lain dari ayah. (Gbr. 1)

Gambar 1. Distribusi kromosom pada reproduksi seksual

Apakah individu ditakdirkan menjadi pria atau wanita adalah fenomena genetik yang ditentukan oleh kromosom-kromosom seks. Sewaktu 23 pasang kromosom memisah selama meiosis, setiap sperma atau ovum menerima hanya satu anggota dari tiap-tiap pasangan kromosom. 22 pasangan kromosom adalah kromosom otosom yang mengkode karakteristik manusia umum serta sifat-sifat spesifik, misalnya warna mata. Pasangan kromosom yang tersisa adalah kromosom seks, yang terdiri dari dua jenis yang berbeda secara genetis kromosom X yang lebih besar dan kromosom Y yang lebih kecil. Penentuan jenis kelamin (sex determination) bergantung pada kombinasi kromosom-kromosom seks. Pria genetik memiliki satu kromosom X dan satu Y; wanita genetik memiliki dua kromosom X. Dengan demikian perbedaan genetik yang bertanggung jawab untuk semua perbedaan anatomis dan fungsional antara pria dan wanita adalah kromosom Y. Pria memilikinya; wanita tidak. Akibat meiosis selama gametosis, semua pasangan kromosom terpisah sehingga setiap sel anak hanya memiliki satu anggota dari setiap pasangan, termasuk pasangan kromosom seks. Apabila pasangan kromosom seks XY berpisah selama pembentukan sperma akan menerima kromosom X dan separuh lainnya kromosom Y. Sebaliknya, selama oogenesis, setiap ovum menerima sebuah kromosom X karena pemisahan kromosom XX hanya menghasilkan kromosom X. Selama pembuahan, kombinasi sperma yang

mengandung X dengan ovum yang mengandung X yang menghasilkan wanita genetik, XX, sementara penyatuan sperma yang membawa kromosom Y dengan ovum pembawa kromosom X menghasilkan pria genetik, XY. Dengan demikian jenis kelamin genetik ditentukan pada saat konsepsi dan bergantung pada jenis kromosom seks apa yang terkandung di dalam sperma yang membuahi.

Differensiasi seks pada garis pria dan wanita bergantung pada ada tidaknya determinan maskulinisasi selama periode kritis perkembangan embrio. Perbedaan antara pria dan wanita terdapat dalam tiga tingkatan: jenis kelamin genetik, gonad, dan fenotipe (anatomis) (Gbr 2).

Gambar 2. Diferensiasi Jenis Kelamin

Jenis kelamin genetik, yang bergantung pada kombinasi kromosom seks pada saat konsepsi, pada gilirannya menentukan jenis kelamin gonad, yaitu apakah yang berkembang adalah testis atau ovarium. Ada tidaknya kromosom Y menen tukan differensiasi gonad. Pada bulan pertama dan separuh dari masa gestasi, semua embrio memiliki potensi untuk berdifferensiasi mengikuti jalur pria atau wanita, karena jaringan reproduktif kedua jenis kelamin yang sedang berkembang identik dan tidak dibeda-bedakan (indifferen). Spesisifisitas gonad muncul selama minggu ketujuh masa kehidupan intrauterus sewaktu jaringan gonad indiferen pada pria genetik mulai berdifferensiansi menjadi testis di bawah pengaruh regio penentu jenis kelamin di kromosom Y (sex determining region of the Chromosome, SRY), sebuah gen penentu jenis kelamin. Gen ini memicu serangkaian reaksi yang menimbulkan perkembangan fisik pria. Regio penentu jenis kelamin di kromosom Y memaskulinisasikan gonad (menginduksi perkembangan gonad tersebut menjadi testis) dengan merangsang pembentukan antigen H-Y oleh sel-sel gonad primitif. Antigen H-Y, yaitu protein membran plasma spesifik yang hanya dijumpai pada pria, mengarahkan

diferensiasi gonad menjadi testis. Karena wanita genetik tidak memiliki gen SRY sehingga tidak menghasilkan antigen H-Y, jaringan gonad yang belum berdiferensiasi mulai berkembang menjadi ovarium pada minggu kesembilan. Jenis kelamin fenotipe, jenis kelamin anatomik yang tampak pada seseorang, bergantung pada jenis kelamin gonad yang ditentukan secara genetis. Diferensiasi seks mengacu pada perkembangan genetalia eksterna dan saluran reproduksi pada masa embrio yang mengikuti jalur pria atau wanita. Seperti gonad yang belum berdiferensiasi, embrio dari kedua jenis kelamin memiliki potensi untuk memiliki saluran reproduksi dan genetalia eksterna pria atau wanita. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi pria di pengaruhi hormon maskulinisasi yang disekresikan oleh testis yang sedang berkembang. Testosteron adalah androgen yang paling kuat. Tidak adanya hormon-hormon testis ini pada janin wanita menyebabkan berkembangnya sistem reproduksi tipe wanita. Pada usia kehamilan sepuluh sampai dua belas minggu, kedua jenis kelamin dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan gambaran anatomis genetalia eksterna. Genetalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan embrionik yang sama. Pada kedua jenis kelamin, genetalia eksterna yang belum berdiferensiasi terdiri dari sebuah tuberkel genital, sepasang lipatan urera yang mengelilingi sebuah alur uretra, dan lebih ke lateral, pembengkakan genital (labioskrotum) (Gbr.3).

Gambar 3. Diferensiasi Seks Genetalia Eksterna. (a) Stadium belum berdiferensiasi (7 Minggu). (b)Perkembangan pria. (c) Perkembangan wanita

Tuberkel genital menghasilkan jaringan erotik yang sangat pekapada pria glans penis (tutup di ujung distal penis) dan pada wanita klitoris. Perbedaan utama antara glans penis dan klitoris adalah ukuran klitoris yang lebih kecil dan ditembusnya glas penis oleh muara uretra. Uretra adalah saluran (tabung) tempat keluarnya urin dari kandung kemih dan pada pria juga berfungsi untuk penyaluran keluar semen melalui penis. Pada pria, lipatan uretra yang mengelilingi uretra. Pembengkakan genital juga berfusi untuk membentuk skrotum dan prepusium, lipatan kulit yang melebihi ujung penis dan sedikit banyak menutupi glans penis. Pada wanita, lipatan uretra dan pembengkakan genital tidak menyatu di garis tengah tetapi masing-masing berkembang menjadi labia minora dan mayora. Alur uretra tetap terbuka, menjadi akses ke inferior melalui muara uretra dan orifisium (mulut ) vagina.

Walaupun genetalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan embriotik tidak berdiferensiasi yang sama, hal ini tidak berlaku untuk saluran reproduksi. Dua sistem duktus primitif duktus Wolfii dan duktus Mulleri- berkembang di kedua embrio. Pada pria, saluran reproduksi berkembang dari duktus Wolfii dan duktus Mulleri berdegenerasi, sedangkan pada wanita, duktus Mulleri berkembang menjadi saluran reproduksi dan duktus Wolfii mengalami regresi. Karena kedua sistem duktus sudah ada sebelum diferensiasi jenis kelamin terjadi, embrio muda memiliki potensi untuk berkembang mengikuti baik jalur saluran reproduksi pria dan wanita. Perkembangan saluran reproduksi mengikuti jalur pria atau wanita ditentukan oleh ada tidaknya dua hormon yang disekresikan oleh testis janintestosteron dan Mullerian inhibiting factor (Gbr. 2). Suatu hormon yang dikeluarkan oleh plasenta, human chorionic gonadotropin, tampaknya merupakan stimulus bagi sekresi testis awal ini. Testesteron memicu perkembangan duktus Wolfii menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis). Hormon ini, setelah diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT), juga bertanggung jawab dalam diferensiasi genetalia eksterna menjadi penis dan skrotum. Sementara itu, Mullerian inhibiting factor menyebabkan regersi duktus Mulleri. Tanpa adanya testosteron dan Mullerian inhibiting factor pada wanita, duktus mengalami regresi, sedangkan duktus Mulleri berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduktus dan uterus), dan genetalia eksterna berdiferensiasi menjadi klitoris dan labia. Perhatikan bahwa jaringan reproduksi embrionik yang belum berdiferensiasi secara pasif berkembang menjadi struktur wanita, kecuali jika mendapat pengaruh aktif dari faktorfaktor maskulinisasi. Tanpa adanya hormon pria testesteron, akan berkembang saluran reproduksi dan genetalia eksterna wanita apapun jenis kelamin individu yang bersangkutan. Bahkan ovarium tidak diperlukan untuk feminimisasi jaringan genetalia wanita. Pola kontrol untuk menentukan diferensiasi jenis kelamin seperti ini memang merupakan hal yang sesuai mengingat bahwa janin dari kedua jenis kelamin terpajan ke hormon-hormon seks wanita dalam konsentrasi tinggi selama masa gestasi. Apabila hormon-hormon seks wanita memiliki pengaruh pada perkembangan saluran reproduksi dan genetalia eksterna, semua janin akan mengalami feminisasi. Pada kasus yang lazim, jenis kelamin genetik dan diferensiasi jenis kelamin cocok satu sama lain; yaitu pria genetik tampak sebagai pria secara anatomis dan berfungsi sebagai pria, dan kesesuaian yang sama juga berlaku bagi wanita. Namun, kadang-kadang terjadi

ketidakcocokan antara jenis kelamin genetik dan anatomik karena kesalahan pada diferensiasi jenis kelamin, seperti yang digambarkan oleh contoh berikut: Apabila testis pada pria genetik gagal berdiferensiasi dengan benar dan tidak mengeluarkan hormon, hasilnya adalah berkembangnya individu dengan anatomi wanita tetapi gen pria yang tentu saja, akan steril. Karena testosteron bekerja pada duktus wolfii untuk mengubahnya menjadi saluran reproduksi pria, sedangkan DHT (turunan testosteron) bertanggung jawab untuk maskulinisasi genitalis eksterna, defisiensi genetik enzim mengubah testosteron menjadi DHT akan menghasilkan pria genetik dengan testis dan saluran reproduksi pria tetapi genetalia eksternya wanita. Kelenjar adrenal dalam keadaan normal mengeluarkan suatu androgen lemah, dehidroepiandrosteron, dalam jumlah yang tidak mencukupi untuk menyebabkan maskulinisasi wanita. Namun, sekresi berlebihan dan patologis hormon ini pada janin yang secara genetis wanita selama tahap-tahap kritis berkembangan menyebabkan saluran reproduksi dan genetalia eksterna berkembang mengikuti jalur pria Kadang-kadang ketidaksesuaian antara jenis kelamin genetik dan jenis kelamin yang tampak ini belum diketahui sampai masa pubertas, saat temuan tersebut menyebabkan krisis identitas gender yang menimbulkan trauma psikologis. Sebagai contoh; individu dengan gen wanita yang mengalami maskulinisasi memiliki ovarium tetapi dengan genetalia eksterna jenis pria, sehingga dibesarkan sebagai anak laki-laki. Ketika terjadi pembesaran payudara (disebabkan oleh ovarium yang mulai aktif mensekresikan estrogen) dan tidak timbul

janggut (karena tidak ada testoseron yang disebabkan oleh tidak adanya testis), akan timbul masalah. Dengan demikian setiap masalah diferensiasi jenis kelamin harus didiagnosis sejak masa bayi. Jika jenis kelamin sudah ditentukan; hal tersebut dapat diperkuat, jika diperlukan,dengan terapi bedah atau hormon sehingga perkembangan psikoseksual dapat berlangsung senormal mungkin. Kasus-kasus ketidaksesuain diferensiasi jenis kelamin yang lebih ringan sering muncul sebagai masalah sterilitas.

Bahan bacaan: 1. Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem, Ed:2. Jakarta: EGC 2. Tortora, Graboswki. (1996). Principles of anatomy and physiology. Philadelpia : Harper Collins Pub. Inc

Tugas Diskusi

DIFERENSIASI SEKS

Oleh : Nama: Muhammad Bahori NIM: 20112508044

Dosen Pembimbing: dr. Swany, M. Biomed

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

You might also like