Professional Documents
Culture Documents
Analisis Kualitatif Gugus Fungsi Pada Baja Karbon Rendah Yang Mendapat Perlakuan Nitridasi, Karbonasi dan Quenching NaCl (NiKaNa) Menggunakan Spektroskopi FTIR
Susanto1, M. Nur2,4, K. Sofjan Firdausi2,4, Priyono3,4, Rasito4
1. Laboratorium Riset Jurusan Fisika Universitas Diponegoro 2. Laboratorium Fisika Atom dan Inti Jurusan Fisika Universitas Diponegoro 3. Laboratorium Fisika Zat Padat Jurusan Fisika Universitas Diponegoro 4. Pusat Studi Aplikasi Radisi dan Rekayasa Bahan Universitas Diponegoro ABSTRACT The implemented NiKaNa method on analysis functional group of low carbon steel has been studied using Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. The hardness degree of the steel by NiKaNa method is tested using Rockwell method. The result shows that the NiKaNa method is possible to increase the hardness value of low carbon steel until about 552 % for heating 9000 C and duration time 15 minutes. The result of FTIR spectroscopy shows that on NiKaNa steel is seen more addition of N-H functional group. This fact support for a past result of X-ray diffraction was got the existence of Fe-N bonding in Fe2N compounds. So that the existence of addition in functional group to being NiKaNa steel harder than nontreatment steel because atomic structures more dence and solid. Keywords: NiKaNa, Microhardness, functional group, Rockwell method, Fourier Transform Infrared Spectroscopy. INTISARI Telah dilakukan analisis gugus fungsi baja karbon rendah yang mengalami proses Nitridasi, Karbonasi, dan quenching NaCl (NiKaNa) menggunakan spektroskopi FTIR. Baja karbon rendah yang mengalami proses NiKaNa diuji tingkat kekerasan mikro dengan metode Rockwell. Hasil pengujian tingkat kekerasan mikro menunjukkan bahwa metode NiKaNa mampu meningkatkan kekerasan baja karbon rendah hingga sekitar 552 % pada suhu 9000 C dengan lama pemanasan 15 menit. Hasil uji spektroskopi FTIR menunjukkan bahwa pada baja terNiKaNa terlihat adanya pengayaan gugus fungsi N-H. Hal ini mendukung hasil uji difraksi sinar-X sebelumnya yang didapatkan adanya ikatan Fe-N dalam bentuk senyawa Fe2N. Sehingga dengan adanya penambahan gugus fungsi tersebut menjadikan baja terNiKaNa lebih keras dari baja tanpa perlakuan NiKaNa karena struktur atom-atomnya lebih rapat dan padat. Kata kunci: NikaNa, kekerasan mikro, gugus fungsi, metode Rockwell, Spektroskopi FTIR.
PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat dengan didukung oleh perkembangan sektor industri. Industri memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan teknologi. Dengan adanya industri-industri baru akan memungkinkan terciptanya barang-barang baru yang lebih inovatif sehingga dapat mendorong munculnya penemuan baru baik di bidang ilmu pengetahuan (sains) maupun teknologi. Industri-industri yang ada tidak akan lepas dari pemanfaatan logam terutama baja sebagai bahan baku penunjang dalam pembuatan alat-alat produksi. Alat produksi tersebut haruslah kuat dan awet sehingga dapat menunjang kelancaran proses produksi. Oleh karena itu agar alat produksi kuat diperlukan
bahan baku baja yang kuat pula (tingkat kekerasannya tinggi). Untuk membuat baja yang kuat maka diperlukan metode khusus. Sejak tahun 2001 di Undip telah ditemukan metode baru untuk mengeraskan baja yakni NiKaNa. Metode ini terdiri atas gabungan tiga proses yaitu Nitridasi, Karbonasi, dan Quenching NaCl (Nur dkk, 2001). Metode NiKaNa ini merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yakni merupakan gabungan tiga proses yang semula dilakukan secara terpisah. Dengan metode gabungan ini didapatkan baja dengan tingkat kekerasan yang lebih besar daripada metode sebelumnya. Proses pengerasan ini terjadi karena adanya perubahan fasa atau struktur penyusun atom dari besi baja tersebut.
105
Susanto dkk Perubahan fase dilakukan dengan cara memanaskan baja dengan suhu tertentu dan pendinginan dengan kecepatan tertentu pula dengan menambahkan material baru ke dalam baja tersebut biasanya Nitridasi dan Karbonasi. Nitridasi yaitu pendeposisian atom-atom nitrogen pada permukaan baja. Sedangkan Karbonasi sama dengan nitridasi hanya ditambah dengan karbon. Teknik nitridasi dilakukan dengan menggunakan gas nitrogen yang disemprotkan langsung pada baja yang sedang membara (Bintoro, 2001). Dengan metode tersebut kekosongan pada material akan terisi oleh atom-atom yang bergeser karena penumbukan oleh atom nitrogen maupun oleh atom nitrogen yang menempati letak interstisi. Proses tersebut akan membentuk struktur baru yang mempunyai kekerasan yang lebih baik dibanding material aslinya. Material yang dipakai dalam penelitian ini adalah baja, mengingat material tersebut banyak digunakan dalam dunia industri. Pengerasan baja dengan metode NiKaNa pertama kali dilakukan pada tahun 2001 dengan suhu kurang dari 900 0C (Nur dkk.,2001; Syaefudin, 2001). Pada tahapan nitridasi, teknik ini dilakukan dengan menembakkan atom nitrogen melalui penyemprotan gas nitrogen secara langsung pada baja yang sedang membara dengan suhu kurang dari sama dengan 900 0C (Nur, 2001; Syaefudin, 2001). Dengan menembakkan atom nitrogen pada material, maka kekosongan yang terdapat pada material akan terisi oleh atomatom yang bergeser karena penumbukan oleh ion nitrogen maupun oleh ion nitrogen yang menempati letak interstisi. Sehingga akan terbentuk struktur baja baru yang mempunyai kekerasan lebih baik dibandingkan material aslinya (Nur, 2001). Sebelumnya teknik ini telah dilakukan dengan kenaikan kekerasan mencapai 300 % dan struktur baja berubah sampai kedalaman 0,1 mm (Nur , 2001; Syaefudin 2001). Nitridasi Proses ini dapat menyebabkan permukaan logam menjadi lebih keras dan juga menyebabkan lebih tahan aus dan lebih tahan lelah. Pada penelitian ini menggunakan gas N2 yang disemprotkan langsung pada material yang dipanaskan pada suhu 300 0C, 600 0C, dan 900 0C dengan tekanan tinggi > 10 bar.
Analisis Kualitatif Gugus Fungsi Jumlah molekul nitrogen yang disemprotkan pada teknik tersebut dapat diketahui dengan mengetahui debit gas yang disemprotkan dengan asumsi bahwa gas N2 mengikuti persamaan gas ideal. Dengan menembakkan atom nitrogen pada material, maka kekosongan yang terdapat pada material akan terisi oleh atom-atom yang bergeser karena penumbukkan oleh ion nitrogen maupun oleh ion nitrogen yang menempati letak interstisi. Proses tersebut akan membentuk struktur baru yang mempunyai kekerasan lebih baik dibandingkan material aslinya. Bila ion-ion nitrogen ditembakkan pada besi (Fe) pada kondisi tertentu ion-ion nitrogen tersebut akan membentuk fase baru yaitu fase Fe-N (Leslie, 1982). Karbonasi Karbonasi adalah proses pendeposisian unsur karbon ke dalam permukaan logam. Pada pendeposisian ini dimaksudkan agar terjadi peningkatkan kekerasan lebih besar dibandingkan sebelum dilakukan proses karbonasi. Pada karbonasi baja karbon rendah ( < 0,3 % C ) akan terjadi peningkatan kekerasan lebih besar dibandingkan dengan karbon medium ( 0,3 %C 0,7 %C ) atau tinggi ( 0,7 %C 1,7 %C ) (Amanto, 1999). Quenching Kekerasan maksimum dapat terjadi dengan mendinginkan secara mendadak material yang telah dipanaskan sehingga mengakibatkan perubahan struktur mikro. Kenaikan kekerasan berbeda-beda pada beberapa kandungan karbon. Medium quenching yang digunakan secara umum adalah hidrokarbon (oli bekas). Laju quenching tergantung pada beberapa faktor di antaranya : pertama temperatur medium, kedua panas spesifik, selanjutnya panas pada penguapan, kemudian konduktivitas termal medium, dan viskositas, serta agitasi (pergolakan) adalah laju pergerakan atau aliran media pendingin. Kecepatan pendinginan dengan air lebih besar dibandingkan pendinginan dengan oli. Dan pendinginan oleh udara mempunyai kecepatan yang paling kecil (Syaefudin, 2001). METODE PENELITIAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Furnace Chamber Oven sebagai pemanas, alat uji kekerasan Rockwell, dan alat
106
Tabel 1. Tabel hasil uji kekerasan mikro sampel baja karbon rendah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hasil kekerasan mikro(HRC) 8,7 0,6 10,3 0,9 12,3 0,3 48,0 1,5 44,3 1,2 22,3 2,0
Hasil warna setelah perlakuan Putih mengkilap Coklat kebiruan tidak membara Coklat kehitaman tidak membara Hitam pekat membara Hitam pekat membara Hitam pekat membara
Berdasar tabel 1 dapat dibuat grafik hubungan antara tingkat kekerasan mikro baja karbon rendah (HRC) dan suhu (0C) serta grafik hubungan antara tingkat kekerasan mikro baja karbon rendah (HRC) dengan waktu (menit), seperti terlihat pada gambar 1 dan 2 berikut ini. Dengan demikian dapat dianalisis bagaimana pengaruh besaran satu dengan besaran lainnya, yang menunjukkan kaitan peristiwa fisis pada baja yang terNiKaNa.
105
Susanto dkk Pada gambar 1 diperlihatkan hubungan antara nilai kekerasan dengan waktu pemanasan. Dari grafik terlihat bahwa kekerasan baja pada 15 menit pertama mengalami peningkatan yang signifikan sedangkan jika waktu pemanasan ditambah maka kekerasan baja akan mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk suhu 900 0C memiliki waktu optimum 15 menit.
50 45 Kekerasan Rockwell (HRC) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 200 400 600 800 1000 Suhu Pemanasan (der. Celcius)
Analisis Kualitatif Gugus Fungsi subtitusi. Dengan masuknya atom nitrogen dalam substrat mengakibatkan terjadinya perubahan struktur mikro atom target yaitu atom-atom penyusun baja menjadi lebih rapat dan padat. Pada proses karbonasi atom-atom karbon mampu berdifusi dalam material baja, atom karbon sangat mudah menyusup dalam substrat karena ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan atom Fe. Dengan kadar karbon bertambah maka kekerasannya meningkat. Selanjutnya pada proses quenching adalah sangat baik pada pengerasan bahan. Pada celup cepat suatu bahan tidak sempat mengalami difusi dengan atom tetangga sehingga seluruh kekosongan langsung akan terisi oleh media quenching tersebut secara mendadak, sehingga kerapatan atom menjadi lebih besar hingga menyebabkan bahan menjadi lebih keras. Hal ini karena pada proses quenching akan membuat batas butir menjadi kecil hingga menjadi lebih halus dan padat. Argumentasi tersebut sesuai dengan pendapat Vlack (1992), bahwa logam yang struktur butirnya halus cenderung akan lebih kuat dan keras. Pada material logam yang dipanaskan pada suhu tertentu atom-atom ataupun partikelnya akan mengalami peregangan atau pergeseran dan kekosongan atom. Dengan adanya celup cepat atau pendinginan mendadak maka atom-atom nitrogen ataupun karbon akan secara cepat mengisi kekosongan material tersebut dan menempati letak interstisi dan subtitusi. Dengan adanya peningkatan suhu, maka atom-atom akan bergetar lebih cepat dengan energi yang lebih besar pula. Maka ikatannyapun menjadi lemah, dengan ikatan atom material yang lemah maka akan mudah untuk diisi atau ditempati oleh atomatom lain dari luar. Proses pendeposisian atomatom nitrogen dan karbon didasarkan pada proses penyusupan atom. Adanya peningkatan nilai kekerasan logam baja karbon rendah dibanding awalnya, berarti proses pendeposisian atom-atom tersebut berhasil dan mampu membentuk permukaan logam menjadi semakin keras dan padat akibat penghalusan struktur butirnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Vlack (1992), bahwa logam dengan struktur butir lebih halus akan cenderung lebih kuat dan keras.
Gambar 2. Grafik hubungan kekerasan dengan suhu pada waktu pemanasan 30 menit
Pada gambar 2 menunjukkan tingkat kekerasan mikro baja meningkat sebanding dengan peningkatan suhu pemanasan. Dengan mengambil empat titik suhu pemanasan yaitu 30 0C, 300 0C, 600 0C, dan 900 0C, terlihat jelas perbedaan tingkat kekerasan terutama ketika suhu pemanasan 900 0C terjadi peningkatan nilai kekerasan yang sangat signifikan. Dari kedua grafik membuktikan bahwa metode NiKaNa dapat meningkatkan nilai kekerasan baja. Untuk waktu pemanasan 15 menit pada suhu 900 0C, nilai kekerasan baja meningkat hingga 552 %. Tingkat kekerasan mikro meningkat diakibatkan proses nitridasi, karbonasi, dan quenching NaCl. Pada proses nitridasi dilakukan pendeposisian atom-atom nitrogen pada baja perlakuan panas yang mengakibatkan peregangan atom-atom material dan mengalami kekosongan hingga diisi oleh atom nitrogen tersebut sehingga memunculkan ikatan atom baru yaitu Fe-N, sesuai dengan hasil uji difraksi sinar-X sebelumnya ikatan Fe-N ditemukan dalam bentuk senyawa Fe2N (Susilo D, 2005). Atom nitrogen yang menyusup menempati letak interstisi maupun secara
106
(a) (b)
(c)
Gambar 3. Grafik gabungan spektrum dari baja karbon rendah. (a) Baja terNiKaNa pada suhu pemanasan 9000 C (b) Baja terNiKaNa pada suhu pemanasan 3000 C (c) Baja nontreatment.
105
Susanto dkk Dengan memperhatikan ketiga spektrum tersebut, maka dapat diketahui bahwa untuk baja yang dikeraskan pada suhu 9000 C memiliki % transmisi yang paling tinggi dibandingkan % transmisi pada baja yang dikeraskan dengan suhu 3000 C dan baja nontreatment. Hal ini menunjukkan bahwa pada baja yang dikeraskan pada suhu 9000 C memiliki susunan atom yang lebih padat sehingga semakin banyak (padat) atom yang menyusun baja maka semakin banyak pula sinar inframerah yang diloloskan oleh atomatom tersebut. Sinar inframerah yang diloloskan itu ditunjukkan oleh % Transmisi dari spektrum tersebut. Dari analisis tersebut jika dikaitkan dengan kekerasan baja maka terlihat bahwa baja dengan suhu pemanasan 9000 C memiliki kekerasan yang lebih besar dibandingkan dengan baja pada suhu pemanasan 3000 C dan baja nontreatment. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan sebelumnya yang menunjukkan angka kekerasan pada baja 9000 C adalah paling tinggi dibandingkan dengan baja 3000 C dan nontreatment yaitu sebesar 48,0 HRC. Sedangkan pada baja 3000 C memiliki kekerasan 10,3 HRC dan baja nontreatment memiliki kekerasan 8,7 HRC. Sampel baja dengan suhu pemanasan 9000 C dengan kekerasan 48,0 HRC adalah sampel baja dengan waktu pemanasan 15 menit. Sedangkan untuk waktu 30 menit dan 45 menit tidak diujikan karena ternyata angka kekerasannya masih dibawah baja dengan waktu pemanasan 15 menit. Analisis Gugus Fungsi dari Baja TerNiKaNa 1. Baja nontreatment Dari spektrum baja nontreatment di atas ditemukan gugus C-H dimana terdapat pada bilangan gelombang 3079,1 cm-1 dan 3001,2 cm-1 sesuai dengan referensi (tabel standar bilangan gelombang) bahwa gugus C-H dengan ikatan spesifik C 2 -H pada bilangan gelombang 3000-3100 cm-1. Dan diperoleh juga bilangan gelombang 2922,2 cm-1 yang juga menunjukkan gugus C-H dengan ikatan spesifik C 3 -H. Selain itu didapatkan pula gugus fungsi C-C pada bilangan gelombang 1239,9 cm-1 dan 1183,3 cm-1 (sesuai dengan tabel standar bahwa gugus C-C terdapat pada bilangan gelombang 1150-1250 cm-1). Dari
Analisis Kualitatif Gugus Fungsi bilangan gelombang tersebut dapat dilihat adanya unsur karbon pada baja nontreatment dimana unsur karbon ditunjukkan oleh gugus fungsi C-H dan C-C. 2.Baja terNiKaNa pada suhu pemanasan 300 0C Pada spektrum ini terdapat gugus fungsi C-N ikatan tunggal yang ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1047,3 cm-1 ; dan 1127,0 cm-1 dimana sesuai dengan tabel standar gugus C-N dengan ikatan C-N tunggal terdapat pada bilangan gelombang antara 1030-1230 cm-1 . Selain itu didapatkan pula gugus C-C pada bilangan gelombang 1183,0 cm-1. Selanjutnya didapatkan pula gugus N-H pada bilangan gelombang 2368,8 cm-1 (sesuai tabel standar bahwa gugus N-H terdapat pada bilangan gelombang 2250-3000 cm-1). Hal ini menunjukkan bahwa pada baja yang dikeraskan dengan suhu pemanasan 3000 C terjadi penambahan gugus fungsi C-N dan NH yang merupakan hasil dari penyusupan atom nitrogen dari proses nitridasi dan penambahan gugus fungsi C-C yang merupakan hasil penyusupan karbon pada proses karbonasi. 3.Baja terNiKaNa pada suhu pemanasan 900 0C Pada spektrum ini terdapat ikatan C=N ikatan rangkap dua yang ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1678,3 cm-1 dimana sesuai dengan tabel standar bahwa gugus C-N dengan ikatan spesifik C=N rangkap dua terdapat pada bilangan gelombang 1640-1690 cm-1. Selain itu didapatkan pula gugus fungsi C=C (ikatan rangkap dua) pada bilangan gelombang 1604,7 cm-1 (sesuai dengan tabel standar gugus C=C terdapat pada bilangan gelombang 1600-1670 cm-1). Selanjutnya didapatkan pula gugus fungsi N-H pada bilangan gelombang 2361,7 cm-1. Hal ini sesuai dengan pendapat Fressenden (1999), bahwa ikatan yang menimbulkan absorbsi inframerah yang karakteristik amina adalah ikatan C-N dan N-H, dimana N-H adalah termasuk gugus amina dengan rumus kimia umum R2NH dengan R adalah gugus alkil. Apabila spektrum baja terNiKaNa suhu 9000 C dibandingkan dengan spektrum baja suhu 3000 C dan spektrum baja nontreatment maka dapat di katakan bahwa baja terNiKaNa suhu 9000 C
106
105
Susanto dkk 3. Sebaiknya dilakukan pengukuran terhadap tekanan gas nitrogen, serta konsentrasi oli bekas dan larutan NaCl untuk mengetahui pengaruhnya terhadap proses pengerasan NiKaNa. 4. Data diperhalus dengan membuat hipotesa terlebih dahulu bagaimana kekerasan sebagai fungsi dari waktu dan suhu pemanasan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada DIKTI yang telah mendanai penelitian saya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh staf laboratorium Teknik Mesin Polines, staf laboratorium spektroskopi fisika UI yang telah membantu dalam pengujian sampel, laboratorium Riset fisika UNDIP atas fasilitasnya dalam penelitian, serta Dr. M. Nur DEA dan Drs. K. Sofjan Firdausi selaku pembimbing penulis. DAFTAR PUSTAKA [1] Amanto dan Daryanto. 1999. Ilmu Bahan. Jakarta: Bumi Aksara. [2] Fressenden. 1999. Kimia Organik. Edisi ketiga, jilid 2. Jakarta: Erlangga. [3] Infrared Spectroscopy. http:// www. wpi. edu/ Academics/ Dept/ Chemistry/ courses/ CH 2670/ infrared.html. Senin, 21 Februari 2005, pk. 21.49.
Analisis Kualitatif Gugus Fungsi [4] Leslie, W. O. 1982. The Physical Methallurgy of Steel. New York: Mc Graw Hill. [5] Nur, M, M. Munir, Priyono, syaefudin, dan Eko Hidayanto. 2001. Pengerasan Produk-produk Kerajinan Logam (cangkul), Kecamatan Jatinom, Klaten dengan Teknik Nitridasi dan Karbonasi. Jurnal PPT Dikti, Vol. II, No. 5.
[6] Smallman, R. E. 1999. Metalurgi Fisik Modern. Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[7] Susilo, Djoko. 2005. Kajian Struktur Kristal Baja Karbon Rendah yang Mengalami Proses Nitridasi, Karbonasi, dan Quenching NaCl (NiKaNa) dengan Metode Difraksi Sinar-X (skripsi). Semarang : F MIPA Universitas Diponegoro. [8] Syaefudin. 2001. Pengerasan Baja Karbon Rendah dengan Metode Nitridasi dan Quenching (skripsi). Semarang: F MIPA Universitas Diponegoro. [9] Vlack, Van. 1992. Ilmu dan Teknologi Bahan. (terjemahan Sriati Djaprie). Jakarta: Erlangga.
106