You are on page 1of 3

Cerita si Mirah dari Marunda

Setiap daerah mempunyai cerita daerah masing-masing. Cerita daerah itu ada yang berupa legenda da nada juga cerita yang dapat dibuktikan kebenarannya. Cerita berbentuk legenda, misalnya cerita Malin Kundang, Sabai Nan Alui dari Sumatera Barat, Situ Bagendit, dan Tangkuban Perahu dari Jawa Barat. Jakarta juga memiliki cerita rakyat. Misalnya si Jampang, si Pitung, si Manis Jembatan Ancol, si Mirah dari Marunda, dan sebagainya. Cerita-cerita menarik untuk diketahui. Bahkan sebagian cerita-cerita daerah tersebut telah difilmkan, baik dalam bentuk layar lebar maupun sinetron. Masih ingatkah kalian bagaimana ceritanya? Atau kalian mungkin belum sempat menonton dan mendengarnya? Mari kita simak salah satu cerita rakyat di wilayah kota Jakarta, letaknya di bagian pantai. Dahulu kehidupan pantai sangat ramai. Marunda menjadi tempat persinggahan orangorang, baik yang berasal dari dalam maupun luar daerah. Mereka yang singgah di Marunda ada yang berniat baik ada juga yang berniat tidak baik, misalnya para perampok. Perampok sering membuat rakyat hidup ketakutan. Bagaimana tidak, selain merampas harta benda milik rakyat, perampok pun tidak segan-segan membunuh. Orang Belanda yang berkuasa ketika itu tidak memperhatikan keadaan tersebut. Mereka hanya mementingkan keuntungannya sendiri. Tuhan memang Maha Adil, dimana ada kejahatan di situ ada kebaikan. Di Marunda ada seorang jagoan, Bang Bodong namanya. Bang Bodong ditakuti para perampok karena memiliki ilmu silat yang tinggi dan pemberani. Rakyat pun segan dan hormat pada Bang Bodong karena ia ramah, tidak sombong, dan suka menolong. Bang Bodong mempunyai seorang anak perempuan bernama Mirah. Bang Bodong sayang pada putri tunggalnya itu. Selain cantik, Mirah juga berbudi pekerti baik. Bang Bodong merasa semakin tua. Tenaganya semakin berkurang. Ketangkasan gerakan silatnya pun tidk selincah dulu. Ia ingin mewariskan ilmu silatnya pada Mirah. Walau pun Mirah seorang wanita, Bang Bodong tidak ragu melatih Mirah bermain silat. Pepatah mengatakan Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu juga dengan Mirah. Darah pesilat ayahnya turun pada Mirah. Apa yang diajarkan Bang Bodong dengan mudah dapat dikuasai Mirah. Tidak membutuhkan waktu lama, Mirah sudah menguasai seluruh ilmu silat Bang Bodong. Sekarang Bang Bodong menjadi legenda. Hal ini Karena ada yang akan melanjutkan tanggung jawab moralnya, yaitu melindungi rakyat Marunda dari kesewenang-wenangan para perampok. Bang Bodong, Mirah, dan anak buah Bang Bodong dengan dukungan rakyat siap mengusir para perampok dari Marunda. Peristiwa perampokan sudah jarang terdengar. Hanya perampok yang bernyali besar saja yang berani mencoba mengacau di Marunda. Akan tetapi, kenyataannya mereka tidak dapat apaapa. Bahkan tidak sedikit yang tewas. Mirah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan tinggi ilmu silatnya, tapi Bang Bodong sedih, Mirah belum mau bersuami. Ia masih ingin merawat ayahnya yang sudah tua, ia ingin membantu rakyat Marunda,

Begitu serius dan seringnya Bang Bodong meminta Mirah menikah, luluhlah hati Mirah. Akhirnya ia bersedia menikah dengan satu syarat Calon suaminya dapat mengalahkannya dalam pertarungan silat. Bang Bodong setuju syarat yang diajukan putrinya itu. Diberitakan ke khalayak ramai bahwa Bang Bodong ingin mencarikan suami untuk putrinya melalui sayembara. barang siapa yang dapat mengalahkan putriku dalam pertarungan silat akan kuangkat menjadi menantu. Mirah gadis cantik berilmu slat tinggi dan berbudi pekerti baik siapa yang tidak ingin menjadi suaminya? Banyak pemuda yang ingin mengadu nasib dengan mengikuti sayembara tersebut. Bagi pemuda yang tidak mempunyai ilmu silat hal itu hanya menjadi impian saja. Sudah banyak pemuda yang mengikuti sayembara untuk mengadu kebolehan ilmu silat dengan Mirah, tetapi sampai saat ini, belum juga ada seorang pun yang dapat mengalahkan Mirah. Mirah bertarung seperti singa betina, tidak ada yang berani meremehkan kemampuannya. Ada seorang pemuda dari Karawang yang berilmu tinggi ingin mengadu nasib ikut sayembara yang diadakan Bang Bodong. Tirta demikian nama pemuda tersebut. Ia adalah perampok yang sering meresahkan rakyat. Tirta menganggap enteng Mirah karena Mirah seorang wanita. Akan tetapi, dalam pertarungan itu pun ia dikalahkan Mirah. Pada suatu waktu terjadi perampokan di rumah seorang cina di daerah Kemayoran. Menurut masyarakat, wajah perampok itu mirip Asni. Suarany pun persis Asni. Orang heran mengapa Asni melakukan hal yang tidak terpuji. Padahal ia dikenal sebagai jagoan yang membela rakyat. Untuk mendapat kejelasan, Asni pun ditangkap. Setelah diperiksa ternyata Asni bebas dari tuduhan. Karena bukan Asni pelakunya. Asni berjanji akan membantu rakyat Kemayoran untuk menangkap pelaku perampokan tersebut. Dalam pencariannya, sampailah Asni di Marunda. Anak buah Bang Bodong mencurigai tindak tanduk Asni, terjadilah keributan antara anak buah Bang Bodong dengan Asni. Perkelahian tidak dapat dihindarkan. Asni bukanlah tandingan anak buah Bang Bodong. Dengan mudah Asni dapat mengalahkannya. Kejadian itu dilaporkan ke Bang Bodong oleh seorang anak buahnya. Mendengar laporan itu Bang Bodong marah, ia akan membalas kekalahnya anak buahnya. Berangkatlah ia menuju tempat kejadian. Terjadilah perkelahian antara Asni dan Bang Bodong. Karena Bang Bodong sudah tua, Asni dapat mengalahkannya. Bang Bodong jatuh pingsan kena pukulan Asni, Asni membantu Bang Bodong siuman dari pingsannya. Seorang anak buah Bang Bodong melaporkan kekalahan pimpinannya kepada Mirah. Mirah marah, ia menyusul ke tempat kejadian. Mirah menantang Asni bertarung silat. Asni tidak melayani tantangan Mirah. Ia malu bertarung dengan wanita, tetapi karena Mirah mendesak Asni tidak dapat mengelak. Pertarungan berlangsung sangat seru, semua yang menyaksikan kagum pada kemahiran Asni dan Mirah bersilat. Akan tetapi, akhirnya Mirah dapat dikalahkan Asni. Selain berilmu tinggi, Asni juga lebih berpengalaman. Melihat Mirah kalah, anak buah Bang Bodong hendak mengeroyok Asni. Bang Bodong yang telah siuman turut menyaksikan pertarungan Asni dan Mirah. Bang Bodong yakin Asni adalah pemuda yang baik. Kalau tidak mana mungkin pemuda itu membantunya hingga sadar dari pingsan. Maka Bang Bodong mencegah anak buahnya untuk menangkap Asni. Ia yakin pantas menjadi suami Mirah. Setelah Asni menyampaikan tujuannya hingga sampai di Marunda, yaitu mencari perampok yang mirip dengan dirinya. Akhirnya bang Bodong meminta Asni menjadi suami Mirah. Mulanya Asni menolak, tetapi Bang Bodong mendesak, sesuai sayembara, pemuda yang dapat mengalahkan putrinya akan dijadikan menantu. Akhirnya Asni menerima permintaan Bang Bodong untuk menikah dengan Mirah gadis cantik dan pandai bersilat.

Pesta perkawinan pun berlangsung. Banyak tamu yang dating. Tirta dating dari Karawang. Ia menyangka tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Tapi dugaannya meleset. Bek Serayan dari Kemayoran mengenali Tirta. Ia mendekati Tirta, perkelahian pun terjadi. Bek Serayan bukan tandingan Tirta. Ia kalah dan tewas dalam perkelahian. Melihat kejadian itu, Mirah menanggalkan baju pengantinnya. Mirah menyerang Tirta yang pernah dikalahkannya. Tirta lari terbirit-birit. Mirah mengejar Tirta dan berhasil mengalahkannya. Sebelum menghembuskan nafasa terakhir, Tirta meminta maaf kepada Mirah. Ia menjelaskan maksud kedatangannya bukan ingin membuat kekacauan, tetapi menghadiri pernikahan Mirah. Ia menyerahkan pending emas sebagai hadiah pernikahan. Asni percaya istrinya dapat mengalahkan Tirta. Ia tidak membantu Mirah ketika bertarung dengan Tirta. Setelah pertarungan selesai, Asni menghampiri Mirah. Saat itulah terkejut karena ia mengenali Asni. Asni adalah adik satu bapak lain ibu. Ibu Tirta berasal dari Karawang, sedangkan Ibu Asni dari Cakung. Kedua kakak beradik itu berpisah ketika bapaknya meninggal. Kemudian keduanya berpelukan. Tirta menghembuskan nafas terakhir di pangkuan Asni.

Nama : Maulana Hazim Al-Magribi. Kelas : VI-A SD Negeri Lenteng Agung 05 Pagi.

You might also like