SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas TarbiyahUniversitas Islam Negeri Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Dodit Widanarko 05110142
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April, 2009 PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA
SKRIPSI
Oleh: DODIT WIDANARKO 05110142
Telah disetujui Pada Tanggal: 03 April 2009 Oleh: Dosen Pembimbing
Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag NIP. 150 267 254
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP. 150 267 235
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA
SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh Dodit Widanarko (05110142) Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 14 April 2009 dengan nilai B+ Dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan Untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada tanggal 14 April 2009
Ketua Sidang,
Dr. Samsul Hady, M. Ag. NIP. 150 267 254
Pembimbing,
Dr. Samsul Hady, M. Ag. NIP. 150 267 254 Panitia Ujian Sekretaris Sidang,
M. Asrori Alfa, M.Ag NIP. 150 302 235
Penguji Utama,
Dra. Siti Annijat Maimunah, M.Pd NIP. 131 121 923
Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah
Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031
Halaman Persembahan
Syukur Alhamdulillah teruntai dari sanubari atas karunia rahmad-Nya sehingga hamba dapat menyelesaikan skripsi dan memberikan ucapan terima kasih untuk insan yang memberikan kisah kasih tentang makna hidup serta langkah bijak dalam meniti liku-liku kehidupan
Karya ini Kupersembahkan kepada: Ayahanda Nyarko dan Ibunda tercinta Farida yang telah mengayomi dan mengasihiku dengan kasih sayang yang sesuci doa, setulus hati dan segenap pengorbanan. Yang selalu menjadi api semangat dan pelita dalam hidupku sehingga aku dapat menapaki kehidupan yang penuh dengan misteri ini.
Untuk kakanda Bustoni yang selalu menjadi penasehat dan motivator dalam hidupku.
Guru dan ustadz-ku yang selama ini mendidikku, penghargaan yang setinggi-tinggi bagi engkau
Kawan-kawanku yang ada di bangku kuliah terimakasih, telah sudi menjadi teman berbagi untukku dalam melewati hari-hari di bangku kuliah.
Kawan-kawan di green community (HMI) Koms. Tarbiyah (hay, ayik,Anif, Irul, Agus) dan seluruh Kader HMI, Yakin Usaha Sampai. Lanjutkan perjuangan kalian.
MOTTO
.1l l >l _ _. < :`. . .> _.l l `>, < ,l > : < ,: _ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S al-Ahzab: 21)
Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang
NOTA DINAS PEMBIMBING Hal : Skripsi Dodit Widanarko Tanggal 02 April 2009 Lampiran : 4 (empat) eksemplar
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang di Malang
Assalamualaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:
Nama : Dodit Widanarko NIM : 05110142 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara
maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diuji. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamualaikum Wr. Wb. Pembimbing,
Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag NIP. 150 267 254
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 02 April 2009
Dodit Widanarko
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kecerdasan serta ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Konsep Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, semoga amal baik tersebut dibalas oleh Allah SWT. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Ibu tercinta, serta segenap keluarga yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi di UIN Malang. 2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Malang. 3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. 4. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd.I, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Malang. 5. Bapak Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingannya sampai skripsi ini selesai. 6. Semua kawan-kawanku di HMI yang telah memberikan motivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, motivasi, bantuan serta perhatianya yang tulus ikhlas. Semoga Allah SWT membalasnya dengan balasan yang setimpal. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sehingga dapat membuka cakrawala berpikir serta memberikan setitik khazanah pengetahuan untuk terus memajukan dunia pendidikan. Semoga Allah SWT. Senantiasa mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita. Amin. Alhamdulillahi rabbil alamin Malang, 02 April 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii HALAMANPENGESAHAN........................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv HALAMAN MOTTO...................................................................................... v HALAMAN NOTA DINAS............................................................................. vi HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................... vii KATA PENGANTAR..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x ABSTRAK...................................................................................................... xiii BAB I: PENDAHULUAN................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 10 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 10 E. Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................ 11 F. Penegasan Istilah ............................................................................. 11 G. Sistematika Pembahasan................................................................... 12 BAB II: KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI ..................................... 14 A. Teori Moral .................................................................................... 14 1. Budi Pekerti, Akhlak, Moral dan Etika...................................... 14 2. Perkembangan Moral ................................................................ 17 3. Konvensi Moralitas................................................................... 20 4. Moralitas Agama ...................................................................... 23 B. Pendidikan Budi Pekerti ................................................................ 25 1. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti .......................................... 25 2. Tujuan dan Landasan Pendidikan Budi Pekerti ......................... 32 3. Materi Pendidikan Budi Pekerti ............................................... 36 4. Metode Pendidikan Budi Pekerti ............................................. 45 5. Lingkungan Pendidikan ........................................................... 51 BAB III: METODE PENELITIAN ................................................................ 56 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................... 56 B. Instrumen Penelitian .................................................................... 57 C. Sumber Data ................................................................................ 58 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 59 E. Teknik Analisis Data ................................................................... 59 BAB IV: PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA................................................................................. 62 A. Biografi Ki Hadjar Dewantara ...................................................... 63 1. Riwayat Hidup Ki Hadjar Dewantara .......................................... 63 2. Setting Sosial-Politik dan Pengaruhnya bagi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara ....................................................................... 67 3. Karya-karya Ki Hadjar Dewantara .............................................. 78 B. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti .............................................. 81 C. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti.................................................... 93 D. Landasan atau Dasar Pendidikan Budi Pekerti .............................. 96 E. Materi Pendidikan Budi Pekerti ................................................. 115 F. Metode Pendidikan Budi Pekerti ................................................ 124 G. Linkungan Pendidikan ............................................................... 131 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. 137 B. Saran ........................................................................................... 138 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ABSTRAK Widanarko, Dodit. Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag
Dewasa ini manusia dibawa dalam suatu jaman yaitu jaman kemajuan teknologi dan informasi. Hal ini ditandai oleh beberapa hal yang dapat mejadi tolak ukur kemajuan semua negara. Seperti halnya kemajuan teknologi dan informasi serta adanya sebuah Era yang menuntut pada persaingan bebas yaitu era globalisasi. Telah kita lihat gelombang globalisasi yang melanda seluruh dunia. Melihat realita yang ada dalam kehidupan mansyarakat, globalisasi selain membawa dampak positif bagi kehidupan juga membawa dampak negatif, dari fenomena yang berkembang dalam masyarakat dapat diambil contoh bahwa dampak positif dari globalisasi adalah munculnnya daya saing yang kuat yang menuntut manusia untuk terbuka dan manusia mempunyai peluang yang besar dalam persaingan tersebut sehingga terwujudlah kompetisi. Adapun dampak negatif dari globalisasi ialah Globalisasi memunculkan satu kebiasaan baru dalam masyarakat dan konsumerisme Dan globalisasi akan dapat mengancam moral (akhlak) bangsa. Budaya global akan muncul dan dapat mematikan budaya lokal. Hal ini sangat berbahaya oleh sebab hancurnya budaya lokal berarti lunturnya identitas dan moral bangsa. Dengan demikian manusia dengan mudah terjerumus keberbagai penyelewengan dan kerusakan akhlak dengan melakukan perampasan hak orang lain, pelecehan seksual, pembunuhan dan timbulah persaingan tidak sehat demi untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam rangmka mengantisipasi hal tersebut seorang tokoh pendidikan Nasional yaitu Ki Hadjar Dewantara yang mempunyai gagasan tentang konsep pendidikan budi-pekerti Berpijak dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara. Penelitian yang penulis lakukan ini adalah termasuk dalam penelitian library research dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif analisis kritis. Dan agar hasil penelitian berjalan dengan baik, maka dalam pengumpulan datanya, penulis menggunakan metode dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisisnya, penulis menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat disampaikan di sini bahwa konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara dalam menanamkan moral pada anak didik terdiri dari beberapa komponen, yaitu: Maksud dan tujuan pendidikan budi pekerti adalah berusaha memberikan nasehat- nasehat, materi-materi, anjuran-anjuran yang dapat mengarahkan anak pada keinsyafan dan kesadaran akan perbuatan baik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, mulai dari masa kecilnya sampai pada masa dewasanya agar terbentuk watak dan kepribadian yang baik untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.Dalam proses pendidikan tersebut harus ada pendidik dan anak didik. berdasarkan pada asas pancadharma, yang terdiri dari kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. menggunakan metode yang disesuaikan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat, yaitu metode ngerti, ngrasa dan nglakoni. Materi pendidikan budi pekerti dapat diambil dari cerita rakyat, lakon, babad dan sejarah, buku karangan pada pujangga, kitab suci agama dan adat istiadat. Lingkungan pendidikan budi pekerti yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. Bertolak dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, perlu kiranya penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa saran-saran antara lain, Pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara memiliki maksud dan tujuan yang bagus, serta tetap relevan hingga saat ini, di tengah dekadensi moral yang melanda bangsa ini. konsep pendidikan budi pekerti tersebut perlu diterapkan dalam usaha penanaman moral negerasi muda saat ini. Sebagai seorang guru hendaknya dapat menjadi tauladan yang baik bagi anak didiknya, sehingga seorang guru harus dapat digugu dan ditiru oleh anak didiknya
Kata Kunci: Pendidikan, Budi Pekerti, Ki Hadjar Dewantara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini manusia dibawa dalam suatu jaman yaitu jaman kemajuan teknologi dan informasi. Hal ini ditandai oleh beberapa hal yang dapat mejadi tolak ukur kemajuan semua negara. Seperti halnya kemajuan teknologi dan informasi serta adanya sebuah Era yang menuntut pada persaingan bebas yaitu era globalisasi. Telah kita lihat gelombang globalisasi yang melanda seluruh dunia. Pada era ini manusia dituntut untuk dapat memenuhi segala macam kebutuhan, baik kebutuhan pokok (primer) ataupun kebutuhan yang memang tidak dianggap perlu dalam rangka untuk persaingan global. Sehingga melahirkan sebuah gaya hidup yang baru (a new life style). Tanpa harus memikirkan prioritas dari kebutuhan yang mendasar (basic need). Seperti telah dikatakan oleh Firedman maupun Kenich Ohmae, globalisasi telah merubah cara hidup individu demikian pula negara dan masyarakat, tidak ada seorangpun lagi yang dapat keluar dari arus globalisasi dewasa ini. Setiap orang hanya ada dua pilihan yaitu dia memilih dan menempatkan dirinya di dalam arus perubahan globalisasi, atau dia hanyut dibawa arus gelombang globalisasi yang anonim. 1 Gelombang tersebut mempunyai aspek-aspeknya, baik yang positif, maupun yang negatif. Nilai-nilai yang positif dari globalisasi antara lain adalah terbentuknya satu dunia yang baru. Kini setiap orang mulai merasakan perlunya tanggungjawab setiap anggota masyarakat dunia didalam menjaga kelestarian planet bumi ini. Proses pemanasan global (global warming), pengerusakan lingkunagan (illegalloging) dengan menghilangnya hutan tropis
1 H.A.R.Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional; Suatu Tinjaun Kritis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta.2006), hlm.143 1 yang ada di Indonesia, polusi udara, laut dan di daratan sedang menghantui kelanjutan hidup umat manusia. Seluruh penghuni bumi menginginkan untuk bersatu dalam rangka mengatasi masalah-masalah global ini. Hal ini dapat dilihat misalnya terdapat peringatan hari se-dunia, hari lingkungan hidup. Hal ini telah telah membangkitkan rasa kesatuan umat manusia. Nilai-nilai positif rasa persatuan umat manusia dapat kita lihat ketika terjadi bencana Tsunami di Aceh berbagai negara datang dan membawa misi kemanusiaan dan mengumpulkan dana untuk membantu masyarakat Aceh. HM. Arifin berpendapat bahwa dampak-dampak negatif dari teknologi modern telah menampakkan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mental-spiritual yang sedang tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk dan penampilannya. Kondisi inilah salah satunya yang mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan para remaja. 2
Adapun dampak negatif yang lain dari globalisasi adalah globalisasi dapat mengancam budaya dan moral bangsa. Budaya global akan muncul dan dapat mematikan moral budaya lokal. Hal ini sangat berbahaya oleh sebab hancurnya budaya lokal berarti lunturnya identitas bangsa. Budaya globalisasi bukanlah suatu budaya yang homogen tetapi justru budaya hitrogen yang memunculkan identitas dari bangsa-bangsa yang bermoral. Akan tetapi identitas moral dari bangsa ini sedikit demi sedikit mulai luntur karena berbagai peristiwa asusila yang terjadi di dalam dunia pendidikan kita. Hal ini diungkapkan oleh Risnawaty Sinulingga, tidak terlihat indikasi terjadinya perubahan yang signifikan antara
2 HM. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan(Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara,1995), hlm. 8 pengetahuan yang tinggi, tingkat kedewasaan menurut usianya dan pengaruhnya pada perkembangan moralnya. Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka gandrung teknologi, asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang IPTEK yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Bahkan, kenyataan secara faktual banyak mahasiswa memiliki masalah- masalah moral, antara lain terjerumus dalam VCD porno mahasiswa di Bandung dan aksi tawuran. Selain itu, tindak kriminalitas yang tinggi (seperti pembunuhan yang dilakukan mahasiswa terhadap pacarnya yang sedang hamil). Dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obatan berbahaya, 90 persen adalah generasi muda, termasuk di antaranya 25.000 mahasiswa. 3 Dengan demikian manusia dengan mudah terjerumus keberbagai penyelewengan dan kerusakan akhlak dengan melakukan perampasan hak orang lain, pelecehan seksual, pembunuhan dan timbulah persaingan tidak sehat demi untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Secara historis kita mengenal Nabi Muhammad SAW memiliki sebutan al-Amin yang berarti dapat dipercaya. Orang pertama kali mengenal Nabi bukan karena ibadahnya semata, tetapi karena kepribadiannya, perilakunya, akhlaknya, tabiatnya yang baik dan jujur. Karena itu adalah sangat tepat, bahwa terutusnya nabi Muhammad SAW. Juga membawa missi moral untuk membawa umat manusia kepada akhlakul
3 Era Global Sarat Dengan Masalah Moral dalam Berita Sore Medan 17 Nopember 2008. http://beritasore.com/2008/11/17/era-global-sarat-dengan-masalah-moral. karimah atau budi pekerti yang mulia. Beliau bersabda dalam haditsnya Bahwasanya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak (budi pekerti). Dari hadist tersebut dapatlah diketahui bahwa terutusnya nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Tuhan ke muka bumi ini, dengan seluruh jihad dan perjuangan yang dilakukannya, tujuan dan sasarannya dapat disimpulkan dalam perkataan yang pendek yaitu: menyempurnakan akhlak yang mulia. Penduduk Arab yang waktu itu terkenal Jahiliyah. Mereka dikenal jahiliyah bukan hanya karena bodoh tetapi mereka juga mempunyai tabiat atau kebiasaan yang tidak baik. Akhir-akhir ini jika di lihat lebih jeli lagi dalam kehidupan sehari-hari, terutama setelah adanya istilah reformasi, maka akan terasa sekali adanya gejala- gejala kemerosotan moral dengan mulai mengaburkan nilai-nilai budi pekerti di dalam masyarakat kota terutama, dan kini telah nyata merambah ke desa. Misalnya kejahatan ekonomi seperti penipuan, korupsi yang tidak hanya dilakukan oleh pejabat tinggi tetapi sudah membudaya ke tingkat bawah, pergaulan bebas, pelecehan seksual, perkosaan, kenakalan remaja, tawuran dan sebagainya. Peristiwa di atas dapat kita pahami bahwa pendidikan agama selama ini dapat dianggap gagal karena pendidikan agama hanya dapat di pahami hanya sebatas ritual seperti sholat, puasa dan ibadah-ibadah lainnya tetapi belum memahami nilai-nilai yang ada dalam pendidikan agama seperti pendidikan akhak yang secara luas telah di bahas dalam pendidikan agama. Sebenarnya pendidikan agama itu harus mencakup keseluruhan hidup yang menjadi pengendali bagi tindakan. Orang yang tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, tidak akan mengetahui nilai moral yang perlu dipatuhi dengan sukarela dan mungkin tidak akan merasakan apa pentingnya mematuhi nilai moral yang pasti dan dipatuhi dengan ikhlas. Apabila agama masuk dalam pembinaan pribadi seseorang maka dengan sendirinya segala sikap, tindakan, perbuatan dan perkataannya akan dikendalikan oleh pribadi, yang terbina didalamnya nilai agama, yang akan menjadi pengendali bagi moralnya. 4 Ungkapan-ungkapan di atas betapa urgensinya pendidikan agama bagi pengendali pribadi. Sepaham dengan pendidikan agama, maka kepentingan pendidikan budi pekerti yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional, juga mempunyai andil yang selaras. Dalam membentuk kepribadian manusia. Hal ini masih tetap abadi untuk disimak kembali sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa pengajaran budi pekerti tidak lain adalah: Menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Pengajaran ini berlangsung sejak anak-anak hingga dewasa dengan memperhatikan tingkatan perkembangan jiwanya. 5
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab I pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
4 Zakiah Drajat, Membina Nilai-Nilai Moral Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hlm. 49 5 KI Hadjar Dewantara,Karya Bagian I Pendidikan, (yogyakarta:MLPTS, 1962), hlm. 485 kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 6
Rumusan di atas dapat dipahami bahwa salah-satu dari tujuan pendidikan adalah membina akhlak mulia (budi pekerti luhur), sehingga dapat dipahami bahwa pendidikan tidak hanya mencetak intelektual peserta didik saja melainkan juga membina budi pekerti luhur (Akhlakul Karimah). Dalam Islam budi pekerti sering disebut dengan akhlak. Karena secara etimologi arti kata budi pekerti 7 dan akhlak 8 itu sama, keduanya hanya berbeda sumber bahasanya saja. Kata akhlak berasal dari bahasa arab, sedangkan budi pekerti berasal dari bahasa Indonesia. Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khulk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 9 Dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap kholiknya dan sesama manusia. 10
Menurut A. Tafsir, Ada tiga kata yang dapat berarti akhlak. Pertama budi pekerti. Ini yang netral. Kedua etika, yaitu budi pekerti berdasarkan akal. Ketiga akhlak, yaitu budi pekerti berdasarkan agama. Yang cocok untuk orang Indonesia ialah budi pekerti dalam arti akhlak. 11
6 Undang-Undang Republik Indonesia NO.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), Hlm. 4 7 Budi pekerti artinya tingkah laku, perangai,akhlak,. Tim penyusun kamus pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet I,Jakarta:Balai Pustaka,2001),hlm.170 8 Akhlak artinya budi pekerti, kelakuan. Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,edisi2,(Jakarta:Balai Pustaka,t.th),Hlm.17 9 Asmaran,As, Pengantar Studi Akhlak, (jakarata:PT Grafindo Persada, 2002, cet III), hlm. 1 10 Ibid. Hlm. 2 11 www.aatafsir.blogspot.com diakses pada tanggal 11 Februari 2009 pukul 22.00 WIB Jadi pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. 12 Apabila dari kondisi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya. Menurut ajaran Islam, kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia itu mencapai tempat yang sangat penting, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya sejahtera rusaknya bangsa atau masyarakat tergantung bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik akan sejahteralah lahir batinnya. Akan tetapi apabila akhlaknya buruk, rusaklah lahir dan batinnya. Di dalam pembangunan yang dipentingkan adalah keikhlasan, kejujuran, jiwa kemanusiaan yang tinggi, sesuainya kata dengan perbuatan, prestasi kerja, kedisplinan, jiwa dedikasi dan selalu berorientasi kepada hari depan dan pembaharuan. 13 Pembinaan akhlak mulia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Dari lapisan atas itulah yang pertama wajib memberikan tauladan yang baik pada masyarakat dan rakyatnya. Tetapi manakala para pemimpin memberikan contoh yang buruk, maka akan berlaku pepatah : kalau guru kencing berdiri, murid akan kencing berlari. Andaikata guru kencing berdiri, niscaya
12 Ibid. 13 Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT.Almaarif, 1973), Hlm. 48 murid akan kencing menari-nari. 14 Orang pintar yang tak berakhlak (budi pekerti yang luhur) akan berbahaya namun orang yang berbudi pekerti luhur tetapi tidak pintar juga kurang berguna. Itulah manusia yang akan menyelamatkan dirinya, keluarga, bangsa, dan negaranya. Namun untuk mencapai yang demikian, tidak bisa dibiarkan tumbuh sesukanya. Ia perlu tuntunan yang disebut sebagai pendidikan. Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan pendidikan itu sebagai pemeliharaan bagi tumbuh berkembangnya tanaman. 15 Apa yang diuraikan Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan itu tampaknya tetap relevan hingga sekarang. Di tengah dekadensi moral yang melanda bangsa ini. Banyaknya orang pintar yang menyalahgunakan kepintarannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Di tengah orang yang mementingkan material daripada moral. Dalam hal ini pendidikan Islam sangat berperan dalam membangun manusia seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, dengan memperbaiki budi pekerti yang rusak serta meningkatkan derajat kemanusiaan. Banyak para ahli memberikan pengertian tentang pendidikan Islam, mulai dari leteratur yang berbahasa arab sampai yang berbahasa indonesia. Mereka berbicara berdasarkan disiplin ilmu yang digelutinya. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal di mana ilmu yang diajarkan mengandung kelezatan-kelezatan rohani untuk dapat sampai kepada hakekat ilmiah dan akhlak terpuji. Mencapai suatu akhlak yang sempurna bukan berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani, tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi akhlak seperti segi-segi lainnya. Anak-anak
14 Ibid. 15 Ki Hadjar Dewantara, Op. Cit., Hlm. 21 membutuhkan kekuatan jasmani, akal, ilmu dan anak-anak juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa dan kepribadian. 16
Menurut konsepsi ilmu pendidikan Islam, manusia dengan aspek-aspek kepribadiannya yang berkembang sejak dini dapat dipengaruhi oleh para pendidik (formal atau non-formal dan informal) dengan corak dan bentuk idealitas yang diinginkan mereka dalam batas-batas fitrahnya. 17 Sesuai dengan pembahasan budi pekerti menurut ki Hadjar Dewantara, maka pendidikan Islampun ditekankan pada aspek akhlaknya tanpa meninggalkan aspek lainnya. Menurut Athiyah al-Abrasyi dalam mengomentari tentang pendidikan akhlak, bahwa pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam. Dan tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. 18
Dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Ibnu Sina juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan secara universal di arahkan kepada pendidikan secara universal diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna, yaitu terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan
16 M.Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 5, 2000), hlm. 147 17 H.M.Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 5, 2000), hlm. 147 18 Ibid. hlm. 104 menyeluruh. 19 Berdasarkan latar belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan kedudukan budi pekerti (akhlak) dan untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara dan kaitannya dalam pendidikan Islam, yang meliputi tujuan, materi pendidikan dan metode pendidikannya, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan penulisan skripsi yang berjudul Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat ditarik permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana konsep pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hajar Dewantara? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk Mendeskripsikan Konsep pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hadjar Dewantara. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk memberikan pemahaman tentang pendidikan budi pekerti pada masyarakat terutama bagi kalangan muda sebagaimana yang diharapkan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun agama, khususnya agama Islam. 2. Dapat memberikan kontribusi pemikiran dan memperkaya hasanah keilmuan di bidang pendidikan budi pekerti dan pendidikan Islam. 3. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat luas, berupa informasi secara teoritik-historis tentang perkembangan pendidikan dan
19 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarata: PT Grafindo Persada, cet2, 2001), hlm. 67-68 pembaharuannya dalam upaya menjawab tantangan masa depan umat manusia. E. Ruang Lingkup Peneltian Berdasarkan judul yang penulis angkat, maka penelitian ini difokuskan pada obyek kajian tentang pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hadjar Dewantara. F. Penegasan Istilah Untuk memperjelas dan mempertegas istilah serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul yang penulis bahas maka perlu adanya penegasan istilah dengan arti atau pengertian masing-masing kata agar mudah dipahami. Masing-masing istilah dalam judul skripsi di atas adalah: 1. Pendidikan, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 2. Budi Pekerti, Istilah budi pekerti berasal dari kata budi dan pekerti, Budi berarti paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Adapun kata pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. 20
3. Perspektif, Penggunaan istilah perspektif yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sebagai berikut, perspektif Ki Hajar Dewantara yaitu menurut sudut pandang Ki Hajar Dewantara. Jadi dalam skripsi ini akan membahas tentang pendidikan Budi Pekerti menurut sudut pandang Ki Hajar Dewantara, dan
20 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahsa Indonesia, Cet.I (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 170 maksud dari judul skripsi Pendidikan Budi Pekerti yaitu sebuah konsep pendidikan etika atau akhlak dalam sudut bpandang Ki Hdjar Dewantara. G. Sistematika Pembahasan Skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu : 1. Bagian Muka (Preliminaris) Pada bagian ini terdapat halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi. 2. Bagian Isi (batang tubuh) Agar diperoleh pemahaman yang komprehensif skripsi ini disusun dalam lima Bab. Adapun isinya sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Merupakan pendahuluan skripsi ini, di mana bab ini memuat landasan umum yang diperlukan dalam proses penelitian, pembahasan, dan penelitian. Landasan tersebut dituangkan dalam latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, metodologi penyusunan skripsi kajian pustaka dan sistematika penulisan skripsi. Bab II : Kajian pustaka, dalam bab ini penulis akan membahas tentang konsep pendidikan secara umum, yang meliputi defenisi, fungsi dan tujuan pendidikan. Kemudian penulis membahas tentang pendidikan budi pekerti secara umum dan terakhir biografi Ki Hajar Dewantara, riwayat hidup Ki Hajar Dewantara, seting sosial politik pada masa hidup Ki Hajar Dewantara.
Bab III : Methodologi Penelitian, dalam bab ini penulis akan membahas membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari: pendekatan dan jenis penelitian, instrumen penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data. Bab IV : Dalam bab ini penulis akan memaparkan konsep pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hajar Dewantara. Yang berisikan: Pengertian pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hajar Dewantara, dasar pendidikan budi pekerti Ki Hjar Dewantara, dan tujuan pendidikan budi pekerti perspektif Ki Hajar Dewantara. Bab V : Merupakan bab terakhir atau penutup yang membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran.
BAB II KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
A. Teori Moral 1. Budi Pekerti, Akhlak, Moral dan Etika Definisi mengenai budi pekerti memang cukup beragam sesuai dengan versi dan sudut pandang keilmuan tertentu. Budi pekerti merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan, kedua kata tersebut adalah bagian integral yang saling terkait. Budi pekerti berasal dari kata budi dan pekerti. Budi berarti paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Pekerti berarti perangai, tingkah laku, akhlak. 21 Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata akhlak biasanya diterjemahkan dengan budi pekerti atau sopan santun atau kesusilaan. Dalam bahasa Inggris, kata akhlak disamakan dengan moral atau ethic, yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti adat kebiasaan. 22 Akhlak berasal dari bahasa Arab yakni bentuk jamak dari kata khulk yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. 23
Menurut Rachmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dilihat dari segi etimilogi berasal dari bahasa Arab yaitu jamak dari mufradnya khuluk yang berarti budi pekerti yang mempunyai sinonim dengan akhlak (etika). Akhlak (etika) berasal dari bahasa latin, etos yang berarti kebiasaan. Sedangkan dari teminologi, budi pekerti berarti merupakan perpaduan dari dan rasa yang
21 Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 170 22 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 2001,Cet. I), hlm. 39 23 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. 2, 1997), hlm.3 14 bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia. 24 Akhlak identik dengan moral karena memiliki makna yang sama dan hanya sumber bahasanya yang berbeda. Keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Jadi istilah budi pekerti, akhlak, moral dan etika memiliki makna etimologis yang sama, yakni adat kebiasaan, perangai dan watak. Hanya saja keempat istilah tersebut berasal dari bahasa yang berbeda. Budi pekerti berasal dari bahasa Indonesia. Akhlak berasal dari bahasa Arab. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin, dan etika berasal dari bahasa Yunani. Akhlak adalah istilah yang tepat dalam bahasa Arab untuk arti moral dan etika. 25 Seperti halnya akhlak, secara etimologis etika juga memiliki makna yang sama dengan moral. Menurut Hadi Wardoyo menyatakan bahwa moral menyangkut kebaikan. 26 Orang yang tidak baik juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana moral disamakan dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Hal senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin Salam mengatakan bahwa moral berasal dari bahasa Latin mores, berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Dari beberapa keterangan tersebut dapat dipahami bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau
24 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam(Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hlm. 26 25 Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur'an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama Media Offset, Cet. I, 2002), hlm. 11 26 Hadiwardoyo, P., Moral dan Masalahnya, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 35. perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. 27 Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan buruk. 28
Dilihat dari sumber, baik nilai ataupun moral dapat diambil dari wahyu Illahi ataupun budaya, sementara etika lebih merupakan kesepakatan masyarakat pada watku dan tempat tertentu. Anak-anak membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal, ilmu dan anak- anak juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa dan kepribadian. 29 Para ahli dan praktisi pendidikan tampaknya sepakat bahwa pendidikan budi pekerti atau moralitas sangat penting dan mesti segera terwujud. Praktek etika atau budi pekerti tidak akan cukup hanya diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus dalam ujian tertulis. Tetapi alangkah baiknya mata pelajaran ini diorientasikan pada pemberian waktu untuk
27 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Maruf, Judul Asli Al-Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. 8, hlm. 3 28 Abuddin Nata, Op. Cit., hlm.3 29 Moh. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), hlm. 1 mengajak anak didik mendiskusikan topik-topik atau bagian-bagian dari apa yang disebut moral. 30
Moralitas, etika, budi pekerti adalah wujud dalam perilaku kehidupan bukan hanya dalam ucapan atau tulisan. Oleh karena itu, penilaiannya pun tidak cukup hanya dengan hafalan atau ujian tertulis di kelas, tetapi penilaiannya menggunakan pengukuran yang khusus untuk menilai moralitas. Salah satu contohnya dengan melakukan penilaian setiap hari/waktu oleh semua guru bidang studi. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa pendidikan budi pekerti adalah bimbingan, pengajaran secara sadar dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik agar memiliki budi pekerti yang luhur. 2. Perkembangan Moral Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat dalam sekolompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah memandang bagaimana manusia harus hidup agar menjadi baik sebagai manusia. 31 Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adalah segala hal yang berhubungan dengan sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket. Moralitas bisa berasal dari
30 A. Qadri A. Azizy, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 107- 108 31 Ibid, hlm. 34 sumber tradisi ataupun adat, agama ataupun ideology, atau gabungan dari beberapa sumber. Perkembangan moral sebenarnya melibatkan tiga komponen dasar. Kohlberg 32 menyebutkan ketiga komponen itu ialah moral behavior (yaitu bagaimana seseorang bertingkah laku), moral emotion (yaitu apa yang dirasakan oleh seseorang setelah melakukan sesuatu), moral judgement (alasan yang dipakai orang dalam mengambil keputusan). Kohlberg membagi perkembangan moral seseorang dalam tiga tingkat, yaitu tingkat prakonvesional, tingkat konvesional, dan tingkat pasca konvesional. Dari ketiga tingkat tersebut Kohlberg membagi menjadi enam tahap yaitu sebagai berikut 33 : a. Orientasi pada hukuman dan ketaatan (Punishment-obedience orientation) Tahap ini penekananya pada akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik dan buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak menghindari hukuman lebih dikarenakan rasa takut, bukan karena rasa hormat. b. Tahap orientasi hedonis (Instrumental-relativist orientation) Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang memuaskan kebutuhan individu sendiri, tetapi juga kadang mulai memperhatikan kebutuhan orang lain. Hubungan lebih menekankan unsur timbal balik dan kewajaran. c. Orientas anak manis (Interpersonal concordance orientation)
32 Hadiwardoyo, Op Cit. hlm. 39.. 33 Nurul Zuriah,Pendidikan Moral dan Budi Pkerti dalam Perspektif Perubahan(Jakarta: PT.Bumi Aksara,cet.I, 2007),hlm. 35 Pada tahap ini anak memenuhi harapan keluarga dan lingkungan sosialnya yang dianggap bernilai pada dirinya sendiri, sudah ada loyalitas. Unsur pujian menjadi penting dalam tahap ini karena yang ditangkap anak adalah orang dipuji karena berlaku baik. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. d. Orientasi terhadap hukum dan ketertiban (Law and Order orientation/ Social-order Maintaining). Menjalankan tugas dan rasa hormat terhadap otoritas adalah tindakan yang benar. Orang mendapatkan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajiban. e. Orientasi kontrak sosial legalitas (Social contract orientation) Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung di tafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Dengan demikian, orang ini menyadari relativitas nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat pribadi. f. Orientasi suara hati (Universal ethical principle orientation) Pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subyek hukum, tetapi juga sebagai pribadi yang harus dihormat. Respect for person adalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar adalah tindakan yang berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal. Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg berkaitan dengan penalaran (moral thinking) bukan tindakan (moral action). Orang yang mempunyai penalaran moral tingkat tinggi belum tentu berperilaku demikian pula, sehingga korelasi yang sempurna dari penalaran moral dan tingkah laku moral tidak dapat diharapkan. Hasil penelitian Kohlberg menemukan bahwa faktor intelegensi, status sosial ekonomi, kelompok sosial dan faktor pribadi dianggap sebagai hal-hal yang mempengaruhi perkembangan moral. Di samping itu faktor situasi, motivasi, dan emosi juga dianggap mempengaruhi perilaku individu, sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara moral judgement dan moral behavior. Kohlberg kemudian menyimpulkan bahwa hubungan antara moral judgement dengan moral behavior tidak dapat dipastikan. Moral judgement hanya merupakan salah satu syarat moral behavior (necessary but not sufficient). Moral judgement bukan satu-satunya faktor pembentuk perilaku. 34
3. Konvensi Moralitas Moralitas dapat obyektif atau subyektif. 35 Moralitas obyektif memandang perbuatan semata sebagai suatu perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh-pengaruh sukarela pihak pelaku. Moralitas subyektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi, dikondisikan oleh latar belakangnya, pendidikannya, kemantapan emosinya, dan sifat-sifat pribadi lain. Moralitas juga dapat intrinsik dan ekstrinsik. Moralitas intrinsik memandang suatu perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas dari setiap bentuk hukum positif. Yang dipandang adalah apakah perbuatan baik atau buruk pada hakikatnya, bukan apakah seseorang telah memerintahkannya atau telah melarangnya. Moral ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan
34 Ibid, hlm. 77. 35 Poespoprodjo, Op. Cit., hlm. 119. sebagai sesuatu yang diperintahkan atau dilarang oleh seseorang yang berkuasa atau oleh hukum positif, baik dari manusia asalnya maupun dari Tuhan. Ada tiga sumber konvensi tentang moralitas. Teori ini mengatakan bahwa semua bentuk moralitas itu ditentukan oleh konvensi. Menurut teori ini, perbuatan dianggap benar atau salah berdasarkan: 1). Kebiasaan manusia, 2). Hukum-hukum negara, 3). Pemilihan bebas Tuhan. 36
1) Kebiasaan manusia Teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu sekadar kebiasaan saja, sudah lama tersebar, yakni sejak zaman Yunani purba, dimana moralitas adalah sesuatu yang dipaksakan oleh orang-orang pandai dan berpengaruh untuk menundukkan rakyat biasa. Terhadap tekanan, pendapat umum, dan tradisi, orang biasa menerima hukum moral dan mau memakai rantai belenggu yang telah dibuatkan untuknya. Hanya beberapa pemberani yang berani berjuang dan dapat merdeka. Pendapat tersebut dipegang oleh para filsuf seperti Friedrich Nietszche yang berpendapat bahwa pada awalnya tidak ada hal yang baik dan hal yang buruk. Yang ada hanya yang kuat dan yang lemah. Yang lemah takut kepada yang kuat. Masing-masing golongan memuja sifatnya masing-masing dan menghukum golongan lain. Muncullah perbedaan antara moralitas bendoro dan moralitas budak. Auguste Comte, memandang etika sebagai bagian sosiologi yang dianggap sebagai ilmu tertinggi. Kebiasaan moral itu muncul dari kebiasaan sosial dan terus
36 Ibid, hlm. 130. berubah bersama perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam masyarakat. Freiderich Paulsen menegaskan bahwa pada konkretnya tidak terdapat moralitas yang universal sifatnya. Hukum moral (moral code) ini berbeda bagi setiap orang. Setiap filsafat moral itu hanya sah bagi suasana peradaban di mana filsafat moral tadi muncul. 2) Moralitas bersumber pada hukum-hukum negara atau masyarakat politik. Teori ini menyatakan bahwa moralitas bersumber pada negara atau masyarakat politik. Orang-orang yang mengajarkan teori tersebut adalah Thomas Hobbes dan Jean Jacques Rousseau. Kedua tokoh ini mengemukakan bahwa sebelum manusia mengorganisasi ke dalam masyarakat politik, tidak ada hal yang baik dan buruk. Negara merupakan hasil dari social contract, persetujuan yang sama sekali konvensional, yang dengan itu manusia mengorbankan sebagian hak-hak kodratnya untuk menyelamatkan hak-hak kodrat lainnya. Pada saat masyarakat sipil terbentuk, masyarakat ini memerintahkan dan melarang perbuatan- perbuatan tertentu guna tercapainya common good. Dan inilah saat munculnya hal yang baik dan hal yang buruk. Jadi, tidak ada perbuatan yang baik dan buruk menurut hakikatnya, tetapi hanya karena diperintahkan atau dilarang oleh negara. Sehingga teori ini menyamakan moralitas dengan civil legality. 3) Pemilihan bebas Tuhan Bila moralitas itu bukan hasil konvensi manusia, sumbernya harus terdapat pada Tuhan. John Duns Scotus berpendapat bahwa semua keharusan (obligation) datangnya dari kehendak Tuhan yang mutlak merdeka, dan bahwa perbuatan seseorang dan pembunuhan pada hakikatnya buruk bagi manusia sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kodratnya. Ia percaya akan adanya kebaikan atau keburukan intrinsik, tetapi tidak percaya kepada kebenaran atau kesalahan intrinsik (intrinsic rightness or wrongness). Samuel Pufendorf, menyatakan bahwa semua bentuk moralitas itu bergantung pada kehendak bebas Tuhan. Tuhan bisa menciptakan sembarang makhluk yang Dia kehendaki. Tetapi Dia kemudian menuntut ciptaan-Nya menyesuaikan perbuatannya dengan hakikatnya. Benar bahwa moralitas itu bergantung kepada Tuhan dan bahwa kehendak Tuhan adalah bebas tetapi Tuhan adalah ada yang berada menurut hakikatNya. Maka Tuhan tidak dapat memerintahkan perbuatan- perbuatan tercela, kepada manusia. Perbuatan-perbuatan tersebut tidaklah buruk karena Tuhan telah melarangnya. Tetapi Tuhan wajib melarangnya karena perbuatan-perbuatan tersebut buruk pada hakikatnya. 4. Moralitas Agama Hadi Wardoyo mengatakan bahwa moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniyah dan segi lahiriah. 37 Orang yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Sikap batin itu seringkali juga disebut hati. Orang yang baik
37 Hadi Wardoyo, (1990), hlm. 98. mempunyai hati yang baik. Akan tetapi sikap batin yang baik baru dapat dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriyah yang baik pula. Abdullah, A., 38 mengatakan bahwa Al-Quran adalah pedoman untuk Hablun min al-Allah dan Hablun min an-Nas, tidak lain tidak bukan adalah kode etik tata pergaulan antara manusia sebagai makhluk dengan sang pencipta (al- Khaliq) serta etika pergaulan antara sesama manusia, termasuk etika hubungan antar umat beragama. Begitu juga Fazlur Rahman dan M. Iqbal mengingatkan bahwa al-Quran sendari semula adalah kitab suci yang dipenuhi dengan wawasan acuan dasar- dasar etika. 39 Al-Quran sendiri semula tidak hanya didominasi oleh ajaran-ajaran teologis maupun legal-formal (hukum) sebagaimana yang selama ini dihayati oleh banyak orang. Boisard, A. M mengatakan bahwa Islam di samping iman dan aturan (hukum), Islam juga mengandung segi moral yang jelas. 40 Bukankah Muhammad sendiri telah berkata: Aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur. Moral Islam merupakan bagian yang tak terpisah dari agama. Menurut tradisi, moral adalah cara untuk bertindak terhadap orang lain. Dalam kehidupan moral, orang mukmin harus mematuhi ajaran-ajaran hukum Tuhan. Dasar kehidupan moral terdapat dalam iman dan taqwa yang merupakan rasa transenden dan dinamis. Akan tetapi orang tidak dapat memahami moral Islam tanpa menyadari bahwa al-Quran itu tidak hanya merupakan hukum, akan tetapi
38 A. Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisasi, (Yogyakarta: Puataka Pelajar, 1999), hlm. 70. 39 Fazlur Rahman dan M. Iqbal dalam Abdullah, A, (1999), hlm. 23. 40 Boisard, A. M., (1980), hlm. 41. merupakan daya penjabar dari fikiran-fikiran yang mengarahkan kelakuan mukmin dalam rangka tujuan manusia yaitu: tunduk kepada kemauan Tuhan. Dalam ibadat, iman kepada Tuhan diungkapkan dan dinyatakan. Dalam hidup moral, hubungan dengan Tuhan diwujudkan dalam bentuk nyata. Dalam ibadat, hubungan dengan Tuhan dikenang dan dihidupkan. Dalam hidup moral, hubungan dengan Tuhan dihayati sebagai keterlibatan dan ketaatan. Hidup moral membuat ibadat dihayati secara mendalam dan makin menjadi berarti dan dibutuhkan. Bagi orang beragama, agar kebaikan yang dilakukan bernilai moral, religius haruslah berdasarkan iman dan kebaikan itu haruslah dilakukan berdasarkan dorongan iman sendiri. 41
Perbuatan moral dilakukan sebaiknya bukan pertama-tama untuk mendapatkan pahala di dunia ataupun di surga. Kita perlu yakin bahwa Tuhan itu Maha baik. Bila kita melaksanakan perbuatan moral, perintah agama, hanya demi pahalanya, hidup moral kita akan bersifat moralistis dan menjadi moralisme. Moralisme adalah paham yang berpendapat bahwa dengan melaksanakan kebaikan manusia mendapat keselamatan abadi di surga, lepas dari rahmat Tuhan. Kehidupan moral adalah jawaban manusia terhadap panggilan Tuhan untuk berbuat baik dalam hidup nyata. Kehidupan moral merupakan cara manusia beragama ikut serta dengan Tuhan dalam melanjutkan karya ciptaan dan karya perbuatan baik Tuhan. Dalam rangka ini, kita perlu menghindari sikap konformistis, konformisme dan sikap melaksanakan hukum atau perintah moral hanya sebatas yang nampak, lahiriyah, atau identifikasi kulit saja.
41 Hardjana, A.M. Penghayatan Agama: yang Otentik dan Tidak Otentik, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 99 B. Pendidikan Budi Pekerti 1. Pengertian Untuk dapat memahami hakikat pendidikan terlebih dahulu kita memahami makna pendidikan, secara etimologi pendidikan berasal dari bahasa yunani pedagogiek yang dalam bahasa inggris diterjemahkan education yang mempunyai arti ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingna kepada anak. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut pendidikan yang berarti proses mendidik. 42 Menurut Muhammad Ali dalam kamusnya, pendidikan bearti pemeliharaan, latihan , ajaran, bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 43 Pendapat tersebut seirama dengan pengertian pendidikan yang terdapat dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran itu sendiri. 44
Sedangkan dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal I, menyebutkan bahwa. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
42 Madyo Ekosusilo, Kasihadi. R. B, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: effhar offset, 1988), hlm. 12 43 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani), hlm. 82 44 Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi kedua, 1991), hlm. 232 mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 45
Berikut ini beberapa definisi pendidikan menurut beberapa tokoh pendidikan, diantaranya : a. S. A. Brata, dkk, pendidikan ialah usaha yang sengaja yang diadakan baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewsaannya. b. J. J. Rousseau, pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa. 46
c. Pengertian pendidikan sebagaimana dikemukakan Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan, umumnja berarti daja upaja untuk mewudjudkan bertumbuhnja budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tumbuh anak; dalam taman siswa tidak boleh dipisah- pisahkan bagian-bagian itu, agar supaja kita dapat memadjukan kesempurnaan hidup, jakni kehidupan dan penghidupan anak-anak jang kita didik selaras dengan dunianja 47
d. Selanjutnya, menurut Poerbakawatja dan Harahap pendidikan adalah; Usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke-kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggungjawab moril dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas
45 Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan pelaksanaanya, (Yogyakarta: CV. Tamima Utama, 2004), hlm. 4 46 Zahara Idris, Dasar-Dasar Pendidikan, (Angkasa Raya, 1981), hlm. 9 47 Ki Hajar Dewantara, Karya Bagian pertama; Pendidikan, (Yogyakrta: MLTM, 1962), hlm. 14 dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala- kepala asrama, dan sebagainya. 48
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang berupa bimbingan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran itu sendiri. Sehingga yang menjadi kesimpulan utamanya adalah pendidikan menyangkut persoalan yang luas serta komplek. Pendidikan bukan hanya sifat pengajaran yang hanya mewariskan kemampuan kognitif saja akan tetapi adalah usaha pengerahan seluruh potensi manusia -yang fitrah- dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga pendidikan nantinya berfungsi sangat erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan sekaligus sebagai proses penyadaran sosial yang signifikan. Mengenai pengertian pendidikan budi pekerti seperti yang dirumuskan oleh badan Pertimbangan Pendidikan Nasional diartikan sebagai sikap dan perilaku sehari-hari baik individu, keluarga, maupun masyarakat, bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku yang dianut dalam bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas, dan kesinambungan masa depan dalam suatu sistem moral, dan yang menjadi pedoman perilaku manusia Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan bersumber pada falsafah pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya Indonesia. 49
Menurut Nurul Zuriah, pendidikan budi pekerti merupakan progam pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa
48 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 11 49 Tim Dosen Fakultas Tarbiyah, Op. Cit.,hlm.41 dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama yang menekankan rana afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan rana Skill/ psikomotorik (ketrampilan, terampil mengelola data, mengungkapkan pendapat, dan kerjasama). 50
Sementara itu, pengertian pendidikan budi prekerti menurut draft kurikulum berbasis kompetensi dapat ditinjau secara konsepsional dan operasional. 51
1. Pengertian pendidikan budi pekerti secara Konsepsional mencangkup hal-hal sebagai berikut: a. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. b. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perilaku peserta didik agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi seimbang (lahir batin, material spiritual, dan individual sosial). c. Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan serta keteladanan. 2. Pengertian pendidikan budi pekerti secara Operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama
50 Nurul Zuriah, Op. Cit., hlm. 19-20 51 Ibid. hlm. 20 pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depanya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk. Dengan demikian, terbentuklah pribadi seutuhnya yang tercermin padea perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Dalam konteks agama Islam, budi pekerti digunakan untuk menyatakan akhlak, tabiat, tingkah laku seseorang. 52 Secara umum gabungan dari beberapa pengertian diatas, seperti yang dirumuskan dalam Ensiklopedia Pendidikan: budi pekerti diartikan sebagai kesusilaan yang mencangkup segi-segi kejiwaan dan perbuatan manusia; sedangkan manusia susila adalah manusia yang sikap lahiriyah dan bathiniyah-nya sesuai dengan norma etik dan moral. 53
Pengertian yang telah diungkapkan diatas, menandakan bahwa pendidikan budi pekerti mengacu pada sikap dan perilaku seseorang maupun masyarakat yang mengedepankan norma dan etika. Menurut Pusbangkirandik, Badan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan pendidikan budi pekerti dikategorikan menjadi tiga komponen yaitu: 1. Keberagamaan, terdiri dari nila-nilai;(a) kekhusukan hubungan dengan Tuhan,(b) kepatuhan kepada agama, (c) niat baik dan keikhlasan, (d) perbuatan baik (e) pembalasan atas perbuatan baik dan buruk.
52 H.A. Mustofa, Akhlak Taswuf, (Bandung: CV. Pustaka setia, 1999), hlm. 11 53 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm. 9 2. Kemandirian, terdiri dari nilai-nilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c) etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa tanggung jawab, (e) keberanian dan semangat,(f) keterbukaan,(g) pengendalian diri. 3. Kesusilaan, terdiri dari nilai-nilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b)kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolong-menolong,(e) tenggang rasa, (f) hormat menghormati, (g) kelayakan (kepatuhan), (h) rasa malu, (i) kejujuran, dan (j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf, (rasa tahu diri). 54
Pada dasarnya ada tiga ranah nyang populer dikalangan dunia pendidikan yang menjadi lapangan garapan pembentukan kepribadian peserta didik yaitu: 1. Kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat berfungsi akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. 2. Afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap didalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. 3. Psikomotorik, dalah berkenaan dengan action, perbuatan, perilaku, dan seterusnya. 55
54 Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Pedoman Pengajaran Budi Pekerti ,(Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, departemen pendidikan dan kebudayaan, 1997). 55 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, cet.I, 2004), hlm. 222 Dari beberapa aspek di atas dapat di pahami bahwa ketiga ranah tersebut dapat disimulkan bahwa dari memiliki pengetahuan tentang sesuatu, kemudian memiliki sikap tentang hal tersebut kemudian berperilaku sesuai dengan apa yang diketahuinya dan apa yang disikapinya. Sepaham dengan hal di atas pendidikan budi pekerti juga meliputi ketiga aspek tersebut. Seseorang mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk. Selanjutnya bagaimana kemudian seseorang memiliki sikap terhadap yang baik dan yang buruk, dimana seseorang sampai ketingkat mencintai kebaikan dan memberi keburukan. Pada tingkat berikutnya bertindak, berperilaku sersuai dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga muncullah akhlak dan budi pekerti mulia. 2. Tujuan dan Landasan a. Tujuan Tujuan merupakan suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir ( ultimate aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim, 56 kematangan dan integritas pribadi. 57 Tujuan adalah sesuatu yang dituju atau sesuatu yang akan dicapai, ia merupakan dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. 58 Suatu kegiatan harus memiliki tujuan agar yang akan dicapai dari kegiatan itu dapat diketahui. Karena, kegiatan tanpa tujuan akan berjalan tanpa arah.
56 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Maarif, 1989), hlm. 49 57 Muhaimin , dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, (Cirebon, Pustaka Dinamika, 1999), hlm. 9-10 58 Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, cet-V, 1995), hlm. 159 Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional menggunakan klasifikasi belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar di bagi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif berkenaan dengan sikap dan ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan dan kemapuan untuk bertindak. 59
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti yang terintregasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim kehidupan sosia-kultural dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai konteks sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat. 60
Kemudian menurut Cahyoto, tujuan pendidikan budi pekerti dapat dikembalikan kepada harapan masyarakat terhadap sekolah yang menghendaki siswa memiliki kemampuan dan kecakapan berpikir, menjadi anggota masyarakat yang bermafaat, dan memiliki kemampuan yang terpuji sebagai anggota masyarakat. 61 Menurut Jarolimek dan Foster seperti yang dikutip Nurul Zuriah bahwa ada beberapa cara untuk merumuskan tujuan, antara lain adalah pencapaian yang umum dan yang khusus. Cara ini kemudian melahirkan tujuan pembelajaran
59 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengaja , (Bandung: Rosda Karya, 1993), hlm. 22 60 Nurul Zuriah, Op. Cit., hlm. 64-65 61 Cahyoto, Budi Pekerti dalam Perspektif Pendidikan, (Malang: Depdiknas-Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah-Pusat Penataran Guru IPS dan PMP Malang), hlm.9-13 umum dan tujuan pembelajaran khusus yang keduanya menekankan pada tujuan perilaku. 62 Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran khusus bersifat spesifik, nyata, dan dapat diukur pencapaiannya untuk mengetahui kualitas belajar dan pembelajaran. Penggunaan istilah tujuan pembelajaran perilaku menimbulkan kesan seakan-akan didasarkan paham behaviorism (paham atau aliran perilaku) yang menekankan aspek perilaku yang dapat diamati, sementara banyak aspek pembelajaran perilaku siswa yang tidak dapat diamati. 63
Melihat dari permasalahan diatas kemudian munculah paham humanisme yang lebih kongkrit yang menggunakan istilah pembelajaran afektif atau nonbehavioral sehingga pembelajaran juga mencangkup aspek perasaan atau sikap yang tidak dapat diamati. Rumusan tujuan pembelajaran afektif yang di anut aliran non-behavioral isinya bersifat umum dan mengutamakan rumusan yang menekankan harapan yang dipelajari oleh siswa. 64 Dari kondisi di atas, maka tampaklah bahwa proses berpikir tidak dapat berlansung tanpa proses Feelings (perasaan). Sedangkan menurut haidar Putra Daulay, mengatakan bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur. 65 Dengan kata lain dalam pendidikan budi pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia. Yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia kedalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
62 Nurul Zuriah, Op.Cit.hlm.65 63 Ibid. 64 Ibid.hlm.65-66 65 Haidar Putra Daulay,Op.Cit., hlm.220 Berdasakan dari kerangka pemikiran di atas, maka tujuan pendidikan budi pekerti dapat dipahami, bahwa pendidikan budi pekerti hendak menjadikan peserta didik menjadi manusia yang berbudi luhur atau ber-akhlaqul karimah, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan maupun sesama manusia dan alam lingkungan. b. Landasan Landasan merupakan dasar dalam melaksanakan sebuah tidakan tindakan tanpa dasar akan mengalami ketidakjelasan. Dalam artian arah serta target tidak akan terpenuhi. Dan pada akhirnya tujuan dari tindakan tersebut tidak terlaksana juga. Singkat kata landasan atau dasar memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Ada beberapa hal yang menjadi dasar dari pendidikan akhlak (etika), yaitu: 1) Dasar Segi Hukum Dasar dari sisi ini berasal dari peraturan-peraturan perundang- undangan, baik secara langsung maupun tidak lansung dapat dijadikan pedoman/dasar dalam pelaksanaan pendidikan dan pembinaan akhlak. Adapun dasar yuridhis pendidikan akhlak (etika) ini adalah dasar yang bersifat operasional, yaitu dasar yang secara langsung mengatur tentang pelaksanaan pendidikan termasuk pendidikan akhlak adalah UUSPN bab II pasal 4 dinyatakan bahwa : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 66
2) Dasar Segi Religius Keberhasilan dalam proses belajar dan pembelajaran tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektual saja melainkan juga siswa juga diharapkan memiliki tingkah laku yang baik. Hal itu akan tercapai ketika dalam proses tersebut di lengkapi transfer nilai (transfer of value). Nilai yang mencangkup tentang norma tersebut terdapat dalam agama, sehingga agama mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti. Hal tersebut dikarenakan budi pekerti atau akhlak merupakan etika yang mengatur interaksi suatu individu dengan Tuhan, manusia, lingkungan dan dengan dirinya sendiri. 3) Dasar Segi Psikologis Semua manusia normal akan merasakan dirinya pada perasaan percaya dan mengakui adanya kekuatan dari luar dirinya. Ia adalah zat yang Maha Kuasa, tempat berlindung dan memohon pertolongan . Hal ini nampak terlihat di dalam sikap dan tingkah laku seseorang maupun mekanisme yang bekerja pada diri seseorang. Ini disebabkan karena cara berpikir, bersikap, berkreasi serta tingkah laku seseorang tidak dapat dipisahkan dengan keyakinan yang dimiliki. Di sinilah letaknya keberadaan moral, bahwasanya kehidupan moral tidak dapat dipisahkan dari keyakinan agama. 67
3. Materi Pendidikan
66 Nursalim, dkk., Metodologi Pendidikan Agama Islam , Buku Kedua, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), hlm.5 67 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm.155 Materi pelajaran merupakan bagian kurikulum yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan karena di dalamnya terkandung nilai-nilai yang dianggap perlu untuk dimiliki anak didik. Bahan-bahan tersebut harus dikuasai, dipahami, dan dimengerti dengan sungguh-sungguh oleh pendidik. Sebab jika bahan tersebut tidak dikuasainya akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar mengajar. 68
Menurut Milan Rianto sperti yang dikutip oleh Nurul Zuriah dalam bukunya, ruang lingkup materi budi pekerti secara garis besar dapat di kelompokkan dalam tiga hal nilai akhlak yaitu sebagai berikut. 69
1. Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa a. Mengenal Tuhan 1) Tuhan sebagai Pencipta Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan semua benda yang ada di sekeliling kita adalah makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa. Kita harus percaya kepada Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini, artinya kita wajib mengakui dan meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa itu memang ada. Kita harus beriman kita harus beriman dan bertaqwa kepada-Nya dengan yakin dan patuh serta taat dalam menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semua agama mempunyai pengertian tentang ketaqwaan, secara umum taqwa berarti taat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, kita harus ingat dan waspada serta hati-hati jangan sampai melanggar perintah-Nya.
68 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, cet. 1,2003),hlm.173 69 Nurul Zuriah, Op.Cit.hlm.27-30 2) Tuhan Sebagai Pemberi (pengasih, penyayang) Tuhan yang Maha Esa adalah maha pemberi, pengasih, dan penyayang. Asalkan kita meyakini akan keberadaan-Nya dan akan kekuasaan dan kebesarannya maka Tuhan akan memberikan apapun yang kita minta. Dalam ajaran agama disebutkan mintahlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Oleh karena itu, janganlah kita merasa bosan untuk berdoa dan memohon, jangan pula menyerah, tetapi harus tetap berusaha dengan sekuat tenaga. Setiap akan melakukan sesuatu pekerjaan jangan lupa membaca kalimat Tuhan Bismillahirahmanirahhim agar mendapat hasil yang baik dan memuaskan serta selamat. Setelah selesai sampaikan rasa syukur kita, misalnya dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil alamiin. 3) Tuhan sebagai pemberi balasan (baik dan buruk) Selain Tuhan maha pemberi, juga akan memberi balasan terhadap apa yang kita kerjakan di manapun dan kapanpun. Jika kita berbuat baik, pasti Tuhan akan membalas dengan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda; tetapi sebaliknya jika kita berbuat buruk/jahat, Tuhan pun akan membalasnya dengan siksa dan dosa. Menurut norma agama, jika kita melanggar perintah Tuhan maka kita akan mendapatkan hukuman dari Tuhan karena kita berdosa. Oleh karena itu, marilah kita berbuat baik dan beribadah sesuai dengan ajaran kita masing- masing. Sikap ini sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keadaan kehidupan bermasyarakat akan lebih baik apabila semua umat beragama melaksanakan ajaran agamanya dengan penuh kesadaran, ketakwaan dan keikhlasan. b. Hubungan akhlak kepada Tuhan Yang Maha Esa 1) Ibadah/Menyembah a. Umum Kita mengenal pencipta dan yang diciptakan (al-Khalik dan makhluk). Manusia sebagai ciptaan Tuhan mempunyai kewajiban terhadap sang pencipta dan kewajiban terhadap manusia. Kewajiban terhadap Tuhan ialah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Perbuatan yang dilakukan karena perintah-Nya disebut ibadah. Semua perbuatan baik yang kita lakukan merupakan ibadah, tentu saja yang berada dalam bingkai perintah-Nya. Perintah dan larangan-Nya ada dalam kitab suci yang diturunkan-Nya, selain itu juga contoh perbuatan yang diberikan oleh para nabi dan rasul. Banyak perbuatan baik yang merupakan ibadah yang bersifat umum yang diajarkan oleh agama yang ada di dunia ini, seperti tolong-menolong dalam kebaikan, kasih sayang, bersikap ramah dan sopan, bekerja keras dalam mencari nafkah, dan tolong-menolong dalam kebaikan. b. Khusus Selain dari ibadah umum, ada juga ibadah yang bersifat khusus. Ibadah yang bersifat khusus adalah ibadah yang pelaksanaanya mempunyai tata cara tertentu. Dalam ajaran Islam, misalnya ajaran yang bersifat khusus antara lain: 2) Meminta Tolong kepada Tuhan a. Usaha atau upaya Tuhan tidak akan menurunkan sesuatu kepada manusia, seperti ibu yang memberikan makanan kepada anaknya. Tuhan tidak akan menjatuhkan uang berkarung-karung dari langit karena kita dituntut berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Ajaran agama menyebutkan Tuhan tidak merubah nasib sebuah kaum kalau kaum itu tidak mengubahnya. Ini menunjukkan bahwa kita harus berusaha untuk memperbaiki keadaan kita. Jika bangsa Indonesia ingin sejahtera, adil dan makmur maka bangsa Indonesia sendirilah yang harus mengubahnya. Melaksanakan perubahan harus sesuai dengan cara-cara yang benar, tidak korup, jujur, ikhlas dalam bekerja, serta berdoa dengan keras. b. Doa Dalam kitab suci al-Quran, Tuhan mengajarkan Mintalah pada-Ku, maka Aku akan kabulkan. Ingatlah pada-Ku maka Aku ingat padamu. Jadi, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah ibadah sehingga dikatakan bahwa orang yang tidak pernah berdoa kepada Tuhan adalah orang sombong. Oleh karena itu jangan malas berdoa. Segala yang kita lakukan tidak ada jaminan akan terlaksana dengan baik. Karena itu, maka memohon kepada Tuhan agar kita diberi kekuatan untuk biasa melakukan sesuatu perbuatan yang baik.
2. Akhlak terhadap Sesama Manusia a. Terhadap diri sendiri Setiap manusia harus mempunyai jati diri. Dengan jati diri, seseorang mampu mengghargai dirinya sendiri; mengetahui kemampuanya, kelebihan dan kekurangannya; serta dapat menjawab beberapa pertanyaan: siapakah saya ini? Apakah saya berguna atau tidak bagi orang lain? Mengapa saya harus berbuat lebih baik? Bagaimana caranya dapat berguna bagi diri sendiri atau orang lain dan masyarakat serta bangsa dan negara? Dimana saya berbuat baik, dan sebagainya. Jika dapat menjawab berbagai pertanyaan tersebut dengan baik dan benar, kita akan mempunyai konsep diri yang positif. Kita harus berkelakuan dan berbuat baik setiap hari di mana saja. Kita pun harus berkarya demi keguanaan kita sendiri, keluarga dan masyarakat bahkan bangsa dan negara. Jangan kita bertanya, Apa yang telah bangsa kita berikan kepada kita? Akan tetapi, kita justru harus bertanya: Seberapa jauh pengorbanan dan pengabdian yang sudah kita berikan dan sumbangkan kepada Negara?. Jika sampai saat ini kita masih banyak kekurangannya maka mulailah dari sekarang mencoba memperbaiki kekurangan itu, berbuatlah yang terbaik bagi kita sendiri, masyarakat, bangsa dan negara, serta agama. b. Terhadap orang tua Orang tua adalah pribadi yang di tugasi Tuhan untuk melahirkan, membesarkan, memeliharara dan mendidik kita, maka sudah sepatutnya seseorang anak menghormati dan mencintai orang tua serta taat dan patuh kepadanya. Beberapa sikap yang perlu kita perhatikan dan lakukan kepada orang tua adalah sebagai berikut: 1) Memohon izin, memberi salam pada waktu mau pergi dan pulang dari sekolah, lebih baik lagi jika mencium tangannya. 2) Memberitahukan jika kita mau pergi kemana dan berapa lamanya. 3) Gunakan dan peliharalah perabot atau barang-barang yang ada di rumah kita yang menjadi milik orang tua kita. 4) Tidak meminta uang yang berlebihan dan jangan bersifat boros. 5) Harus membantu pekerjaan yang ada di rumah, misalnya membersihkan rumah, memasak dan mengurus tanaman. 6) Kalau ada pembantu di rumah, kita harus memperlakukanya sebagai sesama manusia yang sederajat dengan kita. Dari segi martabat kemanusiaan pembantu perlu diperlakukan dan di pandang sebagai bagian anggota keluarga yang perlu di jamin hak asasi manusianya. Dalam ajaran agama dikatakan bahwa, surga itu di telapak kaki ibu. Oleh karena itu, berbaktilah, hormatlah, taat, dan setialah kepada ibu, begitupun kepada ayah demikian pula. c. Terhadap orang yang lebih tua Bersikaplah hormat, menghargai, dan mintalah saran, pendapat, petunjuk, dan bimbingannya. Karena orang yang lebih tua dari kita, pengetahuannya, pengalamannya, dan kemampuanya lebih dari kita. Dimanapun kita berjumpa berikan salam dan datanglah ke tempat orang yang lebih tua dari kita. Jika kita mempunyai saran atau pendapat maka sampaikanlah dengan tenang, tertib, dan tidak menyinggung perasaanya. Lebih baik kita merendah daripada sombong. d. Terhadap sesama Melakukan tatakrama dengan teman sebaya memang agak sulit karena mereka merupakan teman sederajat dan sehari-hari berjumpa dengan kita sering lupa memperlakukan mereka menurut tata cara dan sopan santun yang baik. Sikap yang perlu di- perhatikan antara lain sebagai berikut: menyapa jika bertemu, tidak mengolok-ngolok sampai melewati batas, tidak berprasangka buruk, tidak menyinggung perasaanya, Tidak menfitnah tanpa bukti, selalu menjaga nama baiknya, menolongnya jika mendapat kesulitan. Selain itu, kita harus bergaul dengan semua teman tanpa memandang asal-usul keturunan, suku bangsa, agama maupun status sosial. Janganlah membentuk kelompok the beauties yang terdiri dari orang-orang yang merasa dirinya cantik atau kelompok the handsome yang terdiri atas orang-orang yang merasa dirinya tampan atau ganteng atau kelompok anak-anak pejabat. e. Terhadap orang yang lebih muda Janganlah karena lebih tua kemudian kita seenaknya saja memperlakukan teman kita yang lebih muda. Justru kita yang lebih tua seharusnya melindungi, menjaga, dan membimbingnya. Berilah mereka petunjuk, nasihat atau saran/pendapat yang lebih baik sehingga akan berguna bagi kehidupanya yang akan datang. Perangai kita buruk atau jelek janganlah diperlihatkan kepada orang yang lebih muda dari kita sebab khawatir mereka mencontoh dan mengikutinya. 3. Akhlak terhadap Lingkungan a. Alam 1) Flora Manusia tidak mungkin tidak mungkin bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan alam yang sesuai, serasi seperti yang dibutuhkan. Untuk itulah kita harus mematuhi aturan dan norma demi menjaga kelestarian dan keserasian hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Tumbuh- tumbuhan (flora) sangat berguna bagi kehidupan manusia, misalnya sayuran, buah-buahan, dan padi. Bahkan tidak sedikit tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat. Hutan harus dapat dilestarikan sebab dari hutan pun banyak hasil yang didapatkan misalnya kayu, rotan dan lain-lain. Tidak sedikit pula perkebunan menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan penduduk, misalnya perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, cokelat dan lain-lain. Oleh karena itu, jagalah dan peliharalah lingkungan kita dengan baik. 2) Fauna Bumi Indonesia dikaruniai Tuhan berbagai fauna. Hal ini memperkaya keindahan dan kemakmuran penduduk. Hewan-hewan ada yang dipelihara, diternakkan, ada juga yang masih liar. Peternakan yang banyak menghasilkan dan menguntungkan misalnya sapi, kerbau, kambing, sedangkan yang dipelihara untuk kunjungan wisata misalnya harimau, banteng, buaya, gajah dan sebagainya. Flora dan fauna adalah ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, wajib kita lestarikan. Bersyukurlah karena Indonesia diberi kekayaan flora dan fauna yang berlimpah ruah sehingga dapat memakmurkan rakyatnya. b. Sosial-Masyarakat-Kelompok Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Bagaimanapun keadaanya atau kemampuanya pasti memerlukan bantuan, misalnya peristiwa melahirkan, khitanan, perkawinan dan kematian. Hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat ataupun kelompok harus selaras, serasi, dan seimbang. Kita harus saling menghormati, menghargai, dan tolong menolong untuk mencapai kebaikan. Jika mampu bantulah orang miskin dan yatim piatu sesuai dengan ajaran agama kita. Jika masyarakat membangun rumah ibadah atau saran umum yang lainya, kita perlu membantu dengan gotong-royong dan rasa ikhlas. 4. Metode Pendidikan Pendidikan akhlak (budi pekerti) hakikatnya menjadi sebuah komitmen mengenai langkah-langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengarahkan generasi muda kepada pemahaman dan internalisasi nilai-nilai (values) dan kebajikan (virtues) yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik. Secara teoritis pendidikan akhlak (budi pekerti) yang dilaksanakan secara intens di lembaga pendidikan akan menjadikan peserta didik memiliki kapasitas intelektual (in-tellectual resources) yang memungkinkan dirinya membuat keputusan secara bertanggung jawab (informed and responsible judgement) terhadap berbagai permasalahan atau kejadian rumit yang dihadapinya dalam kehidupan. Pendek kata, mereka akan memiliki kematangan moral (morally mature). Kematangan moral ini di asumsikan akan menghantarkannya menjadi manusia yang mampu menentukan sikap terhadap subtansi nilai dan norma baru yang muncul dalam proses perubahan. Sebelum masuk pada pembahasan metode pendidikan budi pekerti, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian metode. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa metode adalah cara kerja yang besistem untuk memudahkan pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. 70
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Metode merupakan suatu cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Demikian pula halnya dalam pendidikan akhlakpun harus ada metode-metode spesifik untuk diaplikasikan. Dalam tugas pendidikan, diperlukan pengetahuan untuk mensukseskan tugas kewajibannya. Pengetahuan tersebut adalah masalah metodologi pengajaran dengan segala rangkaiannya. Kaitannya dengan pendidikan Islam, metode adalah jalan untuk menanamkan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami. 71
Metode menyangkut cara pendekatan dan penyampaian nilai-nilai hidup yang akan ditawarkan dan ditanamkann dalam diri anak. Menurut Paul Suparno seperti yang kutip oleh Nurul Zuriah menyebutkan, ada beberapa metode yang
70 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet.IV, 1995), hlm. 652 71 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 91-92 dapat ditawarkan atau digunakan untuk pendidikan budi pekerti ini, antara lain sebagai berikut: a. Metode Demokratis Metode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan lansung melibatkan anak untuk menemukan nila-nilai tersebut dalam pendampingan dan pengarahan guru. Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat, penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. 72 Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya dalam menemukan nilai-nilai hidup yang dihayatinya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantanya keterbukaan, kejujuran, penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Melalui pendekatan ini anak diajak untuk mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat, maupun perasaanya. Tahap demi tahap anak diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar dan jujur. 73
b. Metode Pencarian Bersama Metode ini menekankan pada pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama ini lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, di mana proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sitematis, argumentatif untuk dapat mengambil nilai-
72 Nurul Zuriah, Op.Cit., hlm. 91 73 Ibid.,hlm.92 nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang berkembang dan menjadi perhatian bersama. Dengan menemukan permasalahan, mengkritisi dan mengelolanya, anak diharapkan dapat mengambil nilai-nilai yang ada dan menerapkanya dalam kehidupannya mereka. Dengan demikian, anak aktif sejak dalam proses pencarian tema atau permasalahan yang muncul dalam pendampingan guru. Selain menemukan nilai-nilai dari permaslahan yang diolah, anak juga diajak untuk secara kritis dan analitis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut. Anak diajak untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pengambilan sikap. Anak diajak untuk melihat realita tidak hanya hitam-putih, tetapi lebih luas lagi yaitu adanya kemungkinan realita abu-abu. c. Metode Siswa Aktif Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak membuat pengamatan, pembahasan analisis sampai pada proses penyimpulan atas kegiatan mereka. Metode ini ingin mendorong anak untuk mempunyai kreativitas, ketelitian, kecintaan, terhadap ilmu pengetahuan, kerjasama, kejujuran, dan daya juang.
d. Metode Keteladan Ada pepatah yang mengatakan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Apa yang dilakukan oleh guru atau orang tua akan ditiru oleh anak-anak. Tingkah laku orang muda dimulai dengan meniru (imitation), dan ini berlaku sejak anak masih kecil. Apa yang dikatakan orang yang lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak. Anak belajar dari lingkungan terdekat dan mempunyai intensitas rasional yang tinggi. Demikian juga dalam dunia pendidikan. Apa yang terjadi dan tertangkap oleh anak, bisa jadi tanpa disaring akan lansung dilakukan. Proses pembentukan pekerti pada anak akan dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani. Guru dapat menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh. Keselarasan antara kata dan tindakan dari guru akan amat berarti bagi seorang anak, demikian pula apabila tidak terjadi ketidakcocokan antara kata tindakan guru maka perilaku anak juga akan tidak benar. Oleh karena itu, dituntut ketulusan, keteguhan, kekonsistenan hidup seorang guru. Budi pekerti adalah sikap hidup yang disadari, diyakini, dan dihayati, dalam tingkah laku kehidupan. Kesatuan antara pikiran, perkataan dan perbuatan. e. Metode Live In Ada ungkapan yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Ungkapan ini kiranya tepat, terlebih apabila pengalaman ini sungguh menyentuh hati dapat mengubah sikap dan pandangan hidup secara mendalam. Pengalaman yang mendalam lebih sulit terlupakan dalam hidup manusia. Metode Live In, dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live In tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan. Kegiatan ini dapat juga dilaksanakan. Kegiatan ini dapat juga dilaksanakan secra periodik. Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu di suatu panti asuhan anak-anak cacat. Anak diajak terlibat untuk melaksanakan tugas-tugas harian yang mungkin dijalankannya, tidak membutuhkan keahlihan khusus, dan tidak berbahaya bagi kedua pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan yang tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman yang tidak hanya sekedar lewat. Dengan cara ini anak diajak untuk mensyukuri hidupnya yang lebih baik dari orang yang dilayani. Lebih baik dari segi fisik maupun kemampuan sehingga tumbuh sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan bersama. Anak perlu mendapatkan bimbingan untuk merefleksikkan pengalaman tersebut, baik secara rasional intelektual maupun dari segi batin rohaninya. Hal ini perlu dijaga jangan sampai anak menanggapi pengalaman ini berlebihan, tetapi haruslah secara wajar dan seimbang. f. Metode Penjernian Nilai Latar belakang sosial kehidupan, pendidikan, pengalaman dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat membuat bingung seorang anak. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik, ia akan mengalami pembelokan nilai hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan proses penjernihan nilai dengan dialog afektif dalam bentuk bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif. 5. Lingkungan pendidikan Jika kita menginginkan anak-anak dan generasi yang akan datang tumbuh ke arah hidup yang bahagia dan membahagiakan, tolong-menolong, jujur, adil dan benar, maka mau tidak mau kita harus menanamkan pendidikan agama sejak dini. Karena kepribadian yang terdiri dari unsur-unsur agama akan dapat mengendalikan kelakuan, tindakan dan sikap hidup, karena hasil dari pendidikan agama itulah yang akan menjadi pengawas dalam segala sikap dan tingkah laku manusia. Tugas penyelamatan dan pembangunan generasi yang sekarang dan yang akan datang itu tidak ringan, semua kalangan harus ikut memperhatikan, terutama keluarga, sekolah (lembaga-lembaga pendidikan), pimpinan dan orang yang berwenang dalam masyarakat, khususnya pemerintah. 74
Lingkungan pendidikan disini merupakan lingkungan yang yang mempunyai tanggung jawab dalam proses pelaksanaan pendidikan budi pekerti. Pelaksanaan pendidikan budi pekerti memiliki kesamaan dengan pelaksanaan pendidikan agama karena yang menjadi landasan adalah nilai-nilai kehidupan. Oleh karena itu, lingkungan pendidikan budi pekerti terpusat pada tiga komponen utama yaitu yang dikenal dengan istilah tri pusat pendidikan, yaitu:
74 Zakiah Darajat, Membangun Mental dengan Pendidikan Agama, cet. IV,(Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 44-45 a. Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu keprihatinan kita semua, kemerosotan akhlak (budi pekerti) itu agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat. Sebagai akibatnya banyak keluarga yang kehilangaan kebahagiaan dan ketentraman, bahkan banyak para pejabat yang tak berakhlak dan berhati nurani. Untuk itu dalam Islam dianjurkan bahwa sebuah keluaraga itu haruslah dijaga dengan sebaik-baiknya karena anak adalah titipan dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6; !!., _.] `.. , _>.. _>,l> ! . ! >: '_!.l :!>>' !,l. >.l. 1s :.: .-, < !. >. l-, !. '.`, _ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka danselalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Globalisasi kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan akhlak (budi pekerti). Memang globalisasi membawa kemajuan dalam filsafat, sains, dan teknologi namun dalam proses itu berdampak pada aspek moral bangsa dan negara. Sementara itu, kita tidak dapat menghindari atau meniadakan globalisasi kebudayaan tersebut. Mau tidak mau kita harus menjalani kehidupan kita di zaman globalisasi kebudayaan ini, namun kita harus mempunyai sensor kebudayaan agar moral tetap terjaga. Sensor tersebut berupa keimanan kita yang itu harus ditanamkan sejak dini dan keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling fundamental. Namun masih banyak pula keluarga yang mempercayakan pendidikan anaknya secara seratus persen kepada sekolah, karena di sekolah juga ada pendidikan agama. Para orang tua percaya bahwa usaha yang dilakukannya sudah mencukupi. Namun secara substantif, inti dari pendidikan agama adalah iman dan inti dari keberagamaan adalah keberimanan. Keberimanan itu tidak dapat diajarkan di sekolah, di pesantren, ataupun dengan cara mengundang guru agama di rumah. Di sekolah dan di pesantren diajarkan pengetahuan tentang iman, keimanan, keberimanan. Pengajaran itu bersifat kognitif saja, hanya berupa penyampaian pengetahuan. Karena iman itu di dalam hati, bukan dikepala, maka iman itu tidak dapat diajarkan. 75
Meskipun begitu penyampaian materi keimanan tetap harus dilakukan. Pendidikan budi pekerti di keluarga misalnya, dilakukan sejak anak usia dini, pendidikan ini dilakukan lewat tingkah laku keluarganya. Dan di saat anak sudah mulai bisa meniru maka budi pekerti dilakukan dengan memberi contoh atau keteladanan. Pendidikan agama yang nantinya akan menjadi pengendali dalam kehidupan si anak, maka penanamannya hendaklah sesuai dengan perkembangan dan cita-cita khas usia anak. 76 Orang tua harus memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya, karena pendidikan yang
75 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PR.Remaja Rosdakarya, cet.III, 2000), hlm. 4-5 76 Zakiah Darajat, Op. Cit., hlm. 47 diberikan oleh orang tua-lah yang nantinya akan menjadi dasar dari pembinaan kepribadian anak dimasa yang akan datang. b. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Sekolah di samping menjadi tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan juga tempat mendapatkan pendidikan agama bagi anak didik. Dengan kata lain, sekolah sebagai tempat bersosialisasi anak dimana pertumbuhan kepribadian, moral, dan sosial dan segala aspek kepribadian dapat berkembang. Sebaiknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah dapat membawa anak-anak didik kepada moral yang baik dan jiwa serta pengembangan bakat yang ada pada diri anak didik. Sekolah sebaiknya mempunyai tenaga pendidik atau semua yang terlibat dalam sekolah orang yang baik moralnya dan mempunyai keyakinan terhadapan agama. Karena para pendidiklah yang nantinya akan ditiru oleh anak didiknya. Pergaulan anak-anak didik, hendaklah mendapat perhatian dan bimbingan dari guru-guru supaya pendidikan agama yang telah diberikan tidaklah sia-sia. Sekolah harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian waktu luang anak-anak, dan pengisian waktu luang tersebut haruslah berupa aktivitas-aktivitas yang menyenangkan dan dapat menarik minat anak-anak namun tidak bertentangan dengan norma-norma agama. 77
c. Pendidikan Budi Pekerti di Masyarakat Pendidikan agama yang diperoleh anak dari keluarga dan sekolah, selanjutnya akan dibawa dan dikembangkan dalam masyarakat. Namun anak juga
77 Ibid., hlm. 49 akan terpengaruh oleh keadaan masyarakat yang ada di sekitarnya atau tempat dia bersosialisasi dan berinteraksi. Masyarakat yang telah rusak moralnya bisa berpengaruh dalam pembinaan moral pada anak-anak. Namun pengaruh negatif dari masyarakat bisa netralisir dengan memberikan pendidikan agama atau penanaman agama yang kuat dalam keluarga dan orang terdekat kita. Memberi pendampingan dalam pertumbuhan anak dan dalam pergaulan ataupun bahan bacaan anak. Dan hendaklah dalam masyarakat itu ada lembaga- lembaga kajian keagamaan, dan memberikan bimbingan dan penyuluhan keagamaan. Sehingga usaha yang telah dilakukan sejak lama tidak akan sia-sia, yang dikarenakan pengaruh dari lingkungan yang yang memiliki nilai moral yang negatif itu.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang penulis guanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif analisis kritis. Bogdan dan Taylor, sebagaimana dikutip oleh Moleong, mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 78
Menurut Imron Arifin, penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. 79
Adapun pengertian penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. 80 Jadi, penelitian diskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. 81
78 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitiaan Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989), hlm. 3. 79 Imron Arifin (ed.), Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasahada, 1996), hlm. 22. 80 Mudji Santoso, Hakekat, Peranan, dan Jemis-jenis Penelitian pada Pembangunan Lima Tahun Ke VI, dalam Imron Arifin (ed.), Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasahada, 1996), hlm. 13. 81 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), hlm. 310. 56 Setelah gejala, keadaan, variabel, gagasan, dideskripsikan, kemudian penulis menganalisis secara kritis dengan upaya melakukan studi perbandingan atau hubungan yang relevan dengan permasalahan yang penulis kaji. Pendekatan ini digunakan oleh penulis karena pengumpulan data dalam skripsi ini bersifat kualitatif dan juga dalam penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis, dalam arti hanya menggambarkan dan menganalisis secara kritis terhadap suatu permasalahan yang dikaji oleh penulis yaitu tentang Pendidikan Budi Pekerti perspektif Ki Hajar Dewantara dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini library research atau penelitian kepustakaan. Dengan demikian, pembahasan dalam skripsi ini dilakukan berdasarkan telaah pustaka. yang mengkaji secara khusus tentang pendidikan Budi Pekerti serta beberapa tulisan yang ada relevansinya dengan objek kajian. B. Instrumen Penelitian Salah satu dari sekian banyak karakteristik penelitian kualitatif adalah manusia sebagai instrumen atau alat. Moleong mengatakan bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. 82
Imron Arifin mengatakan bahwa manusia sebagai instrumen berarti peneliti merupakan instrumen kunci (key instrument) guna menangkap makna,
82 Lexi J. Moleong, Op. Cit. hlm. 121. interaksi nilai, dan nilai lokal yang berbeda, di mana hal ini tidak mungkin diungkapkan lewat kuesioner. 83 Namun demikian, instrumen penelitian kualitatif selain manusia dapat pula digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti instrumen. 84
Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, yang terdapat dalam Buku Bagian Pertama Pendidikan, dan pada akhirnya, menjadi pelapor hasil penelitian ini. C. Sumber Data Dalam setiap penelitian, sumber data merupakan komponen yang sangat penting. Sebab tanpa adanya sumber data maka penelitian tidak akan berjalan. Sumber data adalah subjek dari mana data itu bisa diperoleh. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan personal document sebagai sumber data dalam penelitian kualitatif ini. Personal document adalah dokumen pribadi di sini adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis mengenai tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. 85
Personal bacaan sebagai sumber dasar utama atau data primer dalam penelitian ini adalah buku Karja Ki Hadjar Dewantara Bagian pertama Pendidikan. yang terkait dengan pendidika Budi Pekerti, dan juga buku masalah Budi Pekerti yang terkait dengan permasalahan yang penulis bahas.
83 Imron Arifin (ed.), Op. Cit., hlm. 5. 84 Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Pedoman Penulisan Skripsi (tk: t.p., 2006), hlm. 59. 85 Ahmad Sonhaji, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif, dalam Imron Arifin (ed.), Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang: Kalimasahada, 1996), hlm. 82. Sedangkan bahan pustaka yang berupa karya-karya para tokoh yang ada relevansinya dengan objek kajian, pendidikan kebudayaan dalam buku Karja Ki Hadjar Dewantara bagian pertama Pendidikan, menjadi sumber data skunder. Seperti, Pendidikan Moral dan Budi Pekert dalam Perspektif Perubahan karya Dra. Nurul Zuriah, MSi, Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern karya Abdurachman Surjomihardjo. D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library research adalah dengan mengumpulkan buku-buku, makalah, artikel, majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Langkah ini biasanya dikenal dengan metode dokumentasi. Suharsimi berpendapat bahwa metode dokumentasi adalah mencari data menganai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya. 86
Teknik ini digunakan oleh penulis dalam rangka mengumpulkan data yang terdapat dalam buku Karja Ki Hadjar Dewantara bagian pertama Pendidikan dan sumber lain yang ada relevansinya dengan objek kajian. E. Teknik Analisa Data Sesuai dengan jenis dan sifat data yang diperoleh dari penelitian ini, maka teknik analisa yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Weber, sebagaimana dikutip oleh Soejono dan Abdurrahman, mengatakan bahwa analisis isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan
86 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), hlm.206. seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. 87
Mengutip Barelson, M Zainuddin mengatakan bahwa teknik analisis isi adalah teknik analisis untuk mendiskripsikan data secara obyektif, sistematis dan isi komunikasi yang tampak. 88 Artinya, data kualitatif tekstual yang yang diperoleh dikategorikan dengan memilih data sejenis kemudian data tersebut dianalisa secara kritis untuk mendapatkan suatu informasi. Analisis isi (content analysis) dipergunakan dalam rangka untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku Karja Ki Hadjar Dewantara bagian pertama Pendidikan. Adapun langkah-langkahnya adalah dengan menseleksi teks yang akan diselidiki, menyusun item-item yang spesifik, melaksanakan penelitian, dan mengetengahkan kesimpulan. 89
Selain itu, untuk mempermudah penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode yang dianggap perlu yaitu: 1. Metode Deduksi Metode ini merupakan akar pembahasan yang berangkat dari realitas yang bersifat umum kepada sebuah pemaknaan yang bersifat khusus. 90 Metode ini digunakan untuk menguraikan data dari suatu pendapat yang bersifat umum kemudian diuraikan manjadi hal-hal yang bersifat khusus.
87 Sojono dan Abdurrahman, Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan penerapan (PT. Rineka Cipta, 1999), hlm. 13. 88 M. Zainuddin, Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004), hlm. 11-12. 89 Sujono dan Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 16-17. 90 Sutrisno Hadi, Metode Research I (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), hlm. 42. 2. Metode Induksi Metode ini merupakan alur pembahasan yang berangkat dari realita-realita yang bersifat khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkret kemudian dari realita-realita yang konkret itu ditarik secara general yang bersifat umum. 91
3. Metode Komparasi Dengan metode ini dimaksudkan untuk menarik sebuah konklusi dengan cara membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui persamaan dari beberapa ide dan sekaligus mengetahui lainnya kemudian dapat ditarik konklusi.
91 Ibid. BAB IV PENDIDIKAN BUDI PEKERTI PERSPEKTIF KI HADJAR DEWANTARA
Bangsa Indonesia pastinya tidak asing terhadap penokohan dari Ki Hajar dewantara yaitu sosok yang selalu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, sebagai tokoh yang mempunyai jiwa pejuang yang tidak kenal kata menyerah, sebagai seorang pemimpin yang dapat menuntun anak buahnya, sebagai seorang yang kritis terhadap dunia pendidikan, yang telah menghasillkan berbagai gagasan yang meliputi masalah politik dan budaya, sehingga beliau dikenal sebagai seorang pejuang, pendidik sejati dan sekaligus menjadi budayawan Indonesia. Sebagaimana yang diwasiatkan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan budiu pekerti sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Perkembangan yang tidak hanya dilihat dari jasmaninya, karena perkembangan jasmani tanpa diimbangi dengan budi pekerti dapat berdampak buruk terhadap perkembangan manusia, yang pada akhirnya akan melahirkan manusia yang sombong dan durjana. Secara mendalam Ki Hadjar Dewantara tidak sepakat dengan sistem pendidikan yang diwariskan oleh kolonial belanda, orientasi pada pendidikan warisan tersebut hanya pada segi kognitf (penalaran) tanpa melihat dari segi yang lain, yaitu pendidikan budi pekerti (akhlak) sehingga produk yang di hasilkan oleh sistem pendidikan tersebut adalah lahirnya manusia yang sombong, tidak 62 mempunyai perangai yang baik dan pembentukan moral yang baik merupakan tugas dari pendidikan budi pekerti. Dengan pendidikan budi pekerti, anak didik diharapkan mampu menjadi manusia yang luhur dan berguna bagi masyarakat luas. Kecerdasan otak bukanlah hal yang utama dalam pendidikan akan tetapi bagaimana peserta didik memilki budi pekerti yang mulia merupakan tujuan utama dalam pendidikan.Sehingga peserta didik yang nantinya menjadi orang yang cerdas dan tidak akan menyalahgunakan kecerdasanya untuk menipu orang lain. Untuk menumbuhkan perasaan dan kehalusan budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara mempunyai konsep tentang pendidikan budi pekerti yang kemudian di kembangkan dalam Perguruan Taman Siswa. Konsep tersebut adalah sebagai berikut,
A. Biografi Ki Hadjar Dewantara 6. Riwayat Hidup Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. 92
Beliau adalah putra kelima dari Soeryaningrat putra dari Paku Alam III. Pada waktu dilahirkan diberi nama Soewardi Soeryaningrat, karena beliau masih keturunan bangsawan maka mendapat gelar Raden Mas (RM) yang kemudian nama lengkapnya menjadi Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. 93 Alasan utama pergantian nama itu adalah keinginan Ki Hadjar Dewantara untuk lebih merakyat atau mendekati rakyat. Dengan pergantian nama tersebut, akhirnya dapat leluasa
92 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 4 (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, cet. I, 1989), hlm. 330 93 Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983/1984), hlm. 8-9 bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh rakyat pada masa itu. Menurut silsilah susunan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara masih mempunyai alur keturunan dengan Sunan Kalijaga. 94 Jadi Ki Hadjar Dewantara adalah keturunan bangsawan dan juga keturunan ulama, karena merupakan keturunan dari Sunan Kalijaga. Sebagaimana seorang keturunan bangsawan dan ulama, Ki Hadjar Dewantara dididik dan dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural dan religius yang tinggi serta kondusif. Pendidikan yang diperoleh Ki Hadjar Dewantara dilingkungan keluarga sudah mengarah dan terarah ke penghayatan nilai-nilai kultural sesuai dengan lingkungannya. Pendidikan keluarga yang tersalur melalui pendidikan kesenian, adat sopan santun, dan pendidikan agama turut mengukir jiwa kepribadiannya. Pada tanggal 4 November 1907 dilangsungkan Nikah Gantung antara R.M. Soewardi Soeryaningrat dengan R.A. Soetartinah. Keduanya adalah cucu dari Sri Paku Alam III. Pada akhir Agustus 1913 beberapa hari sebelum berangkat ke tempat pengasingan di negeri Belanda. Pernikahannya diresmikan secara adat dan sederhana di Puri Suryaningratan Yogyakarta. 95 Jadi Ki Hadjar Dewantara dan Nyi Hadjar Dewantara adalah sama-sama cucu dari Paku Alam III atau satu garis keturunan. Sebagai tokoh Nasional yang disegani dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan, Ki Hadjar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten, konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti
94 Ibid, hlm. 171 95 Hah. Harahap dan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara dan Kawan- kawan, Ditangkap, Dipenjara, dan Diasingkan, (Jakarta: Gunung Aguna, 1980), hlm. 12 berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat. Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantar bangsanya ke alam merdeka. 96
Karena pengabdiannya terhadap bangsa dan negara, pada tanggal 28 November 1959, Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Dan pada tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor: 316 tahun 1959. 97
Tanggal 26 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di rumahnya Mujamuju Yogyakarta. 98 Dan pada tanggal 29 April, jenazah Ki Hadjar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa. Dari pendopo Taman Siswa, kemudian diserahkan kepada Majlis Luhur Taman Siswa.Dari pendopo Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makam Wijaya Brata Yogyakarta. Dalam upacara pemakaman Ki Hadjar Dewantara dipimpin oleh Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto. Dalam lingkungan budaya dan religius yang kondusif demikianlah Ki Hadjar Dewantara dibesarkan dan dididik menjadi seorang muslim khas jawa yang lebih menekankan aspek hakikat daripada syariat. Dalam hal ini Pangeran
96 Ki Hariyadi, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya, (Yogyakarta: MLTS, 1989), hlm. 39 97 Ki Hadjar Dewantara, Karya Bagian I: Pendidikan, (Yogyakarta: MLPTS, cet. II,1962), hlm. XIII 98 Ibid, hlm. 137 Soeryaningrat pernah mendapat pesan dari ayahnya: syariat tanpa hakikat adalah kosong, hakikat tanpa syariat batal. 99
Selain mendapat pendidikan formal di lingkungan Istana Paku Alam tersebut. Ki Hadjar Dewantara juga mendapat pendidikan formal antara lain: 1. ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III. 2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta. 3. STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Artsen) yaitu sekolah kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tak dapat diselesaikannya, karena Ki Hadjar Dewantara sakit. 100
4. Europeesche Akte, Belanda 1914. Selain itu Ki Hajar Dewantara memiliki karir dalam dunia jurnalistik, politik dan juga sebagai pendidik sebagai berikut, diantaranya: a. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara 101
b. Pendiri National Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 102
c. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. d. Boedi Oetomo 1908 e. Syarekat Islam cabang Bandung 1912
99 Darsini Soeratman, op.cit. hlm. 16 100 Gunawan, Berjuang Tanpa Henti dan Tak Kenal Lelah Dalam Buku Peringatan 70 Tahun Taman Siswa, (yogyakarta; MLPTS, 1992), hlm. 302-303 101 Bambang Sokawati Dewantara, Mereka yang Selalu Hidup Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara, (Jakarta; Roda Pengetahuan, 1981), hlm. 48 102 Ibid, Op. Cit, hlm. 66 f. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912 Penghargaan: a. Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959) b. Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957 7. Setting SosialPolitik dan Pengaruhnya bagi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Memahami pemikiran seorang tokoh sekaliber Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soeryaningrat) tanpa terlebih dahulu memahami dan mempertimbangkan kondisi sosio-kultural dan politik masa hidupnya yang melingkari pertumbuhan ataupun mobilitas pemikirannya, boleh jadi akan memberikan citra kurang baik, sebab pada dasarnya ia merupakan produk sejarah masanya. Oleh karena itu situasi dan kondisi yang berkembang ikut menentukan perkembangan dan corak pemikiran Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara terlahir dari keluarga kerajaan Paku Alaman merupakan keturunan bangsawan, lahir di Yogyakarta pada hari kamis legi tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889 dengan nama R.M. Suwardi Surjaningrat. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat, putra dari Kanjeng Gustipangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam III. Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan dari Paku Alam III. Beliau mendapat pendidikan agama dari ayahnya dengan berpegang pada ajaran yang berbunyi syariat tanpa hakikat adalah kosong, hakikat tanpa syariat adalah batal. 103 Beliau juga mendapat pelajaran falsafah Hindu yang tersirat dari ceritra wayang dan juga satra jawa, gending. Di lingkungan keluarga sendiri, Ki Hajar Dewantara banyak bersentuhan dengan iklim keluarga yang penuh dengan nuansa kerajaan yang feodal. Walaupun ayahnya seorang keturunan dari peku alam III, namun demikian, ia seorang yang sangat dekat dengan rakyat, karena pada masa kecilnya ia suka bergaul dengan anak-anak kebanyakan di kampung-kampung, sekitar puri tempat tinggalnya. Ia menolak adat foedal yang berkembang di lingkungan kerajaan. Hal ini dirasakan olehnya bahwa adat yang demikian menganggu kebebasan pergaulannya. 104 Ia juga cinta terhadap ilmu pengetahuan dan agama. Pada masa itu pendidikan sangatlah langka, hanya orang-orang dari kalangan Belanda, Tiong Hoa, dan para pembesar daerah saja yang dapat mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan Belanda. Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan formal pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena teman sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang anak dari rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan kesan yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan perjuangannya baik dalam dunia politik sampai dengan pendidikan. Ia juga menentang kolonialisme dan foedalisme yang menurutnya sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan,
103 Darsini Soeratman, Ki Hajar Dewantara, (Jakarta; Departemen Pendidkan Indonesia, 1985), hlm. 9 104 Bambang S Dewantara, Op. Cit., hlm. 15-16 kemerdekaan dan tidak memajukan hidup dan penghidupan manusia secara adil dan merata. 105
a. Ki Hadjar Dewantara sebagai Pejuang Bangsa Kekurang berhasilannya dalam menempuh pendidikan tidaklah menjadi hambatan untuk berkarya dan berjuang. Akhirnya perhatiannya dalam bidang jurnalistik inilah yang menyebabkan Soewardi Soeryaningrat diberhentikan oleh Rathkamp, kemudian pindah ke Bandung untuk membantu Douwes Dekker dalam mengelola harian De Expres. Melalui De Expres inilah Soewardi Soeryaningrat mengasah ketajaman penanya mengalirkan pemikirannya yang progesif dan mencerminkan kekentalan semangat kebangsaannya. Tulisan demi tulisan terus mengalir dari pena Soewardi Soeryaningrat dan puncaknya adalah Sirkuler yang mengemparkan pemerintah Belanda yaitu Als Ik Eens Nederlander Was ! Andaikan aku seorang Belanda ! tulisan ini pula yang mengantar Soewardi Soeryaningrat ke pintu penjara pemerintah Kolonial Belanda, untuk kemudian bersama-sama dengan Cipto Mangun Kusumo dan Douwes Dekker di asingkan ke negeri Belanda. 106 Tulisan tersebut sebagai reaksi terhadap rencana pemerintah Belanda untuk mengadakan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penindasan Perancis yang akan dirayakan pada tanggal 15 November 1913, dengan memungut biaya secara paksa kepada rakyat Indonesia. Dengan tersebarnya tulisan tersebut, pemerintah Belanda menjadi marah. Kemudian Belanda memanggil panitia De Expres untuk diperiksa. Dalam suasana seperti itu, Cipto Mangun Kusumo menulis dalam harian De Expres 26 Juli 1913
105 Ibit, hlm. 19-20 106 Gunawan, Berjuang Tanpa Henti dan Tak Kenal Lelah Peringatan 70 Tahun Taman Siswa, (Yogyakarta: MLPTS, 1992), hlm. 303 untuk menyerang Belanda, yang berjudul Kracht of Vress (Kekuatan atau ketakutan). Selanjutnya Soewardi Soeryaningrat kembali menulis dalam harian De Expres tanggal 28 Juli 1913 yang berjudul Een Voor Allen, Maar Ook Allen Voor Een. (Satu buat semua, tetapi juga semua buat satu). 107
Pada tanggal 30 juli 1913 Soewardi Soeryaningrat dan Cipto Mangunkusumo ditangkap, seakan-akan keduanya orang yang paling berbahaya di wilayah Hindia Belanda. Setelah diadakan pemeriksaan singkat keduanya secara resmi dikenakan tahanan sementara dalam sel yang tepisah dengan seorang pengawal di depan pintu. Douwes Dekker yang baru datang dari Belanda, menulis pembelaannya terhadap kedua temannya melalui harian De Expres, 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Heiden: Tjipto Mangoenkoesoemo En R.M. Soewardi Soeryaningrat (Dia pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan R.M. Soewardi Soeryaningrat). 108 Untuk memuji keberanian dan kepahlawanan mereka berdua. Atas putusan pemerintah Hindia Belanda tanggal 18 Agustus 1913 Nomor: 2, a, ketiga orang tersebut diinternir. Ki Hadjar Dewantara ke Bangka, Cipto Mangunkusuma ke Banda, dan Douwes Dekker ke Timur Kupang. Namun ketiganya menolak dan mengajukan dieksternir ke Belanda meski dengan biaya perjalanan sendiri. Dalam perjalanan menuju pengasingan Ki Hadjar Dewantara menulis pesan untuk saudara dan kawan seperjuangan yang ditinggalkan dengan judul: Vrijheidsherdenking end Vrijheidsberoowing. (Peringatan kemerdekaan
107 Moch. Tauhid, Perjuangan dan ajaran Hidup Ki Hajar Dewantara, (Yogyakarta, MLPTS, 1963), hlm 21 108 Gunawan, Op. Cit., hlm. 299 dan perampasan kemerdekaan). Tulisan tersebut dikirim melalui kapal Bullow tanggal 14 September 1913 dari teluk Benggala. 109
Di Belanda Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusuma, Douwes Dekker langsung aktif dalam kegiatan politik. Di Denhaag Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indonesische Persbureau (IPB), yang merupakan badan pemusatan penerangan dan propaganda pergerakan nasional Indonesia. Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara tetap aktif dalam berjuang. Oleh partainya Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai sekretaris kemudian sebagai pengurus besar NIP (National Indische Partij) di Semarang. Ki Hadjar Dewantara juga menjadi redaktur De Beweging, majalah partainya yang berbahasa Belanda, dan Persatuan Hindia dalam bahasa Indonesia. Kemudian juga memegang pimpinan harian De Expres yang diterbitkan kembali. Karena ketajaman pembicaraan dan tulisannya yang mengecam kekuasaan Belanda selama di Semarang, Ki Hadjar Dewantara dua kali masuk penjara. 110
Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari pengasingan di negeri Belanda. Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Melalui bidang pendidikan inilah Ki Hadjar Dewantara berjuang melawan penjajah kolonial Belanda. Namun pihak kolonial Belanda juga mengadakan usaha bagaimana cara melemahkan perjuangan gerakan politik yang dipelopori oleh Taman Siswa. Tindakan Kolonial tersebut adalah Onderwijs Ordonantie 1932 (Ordinansi Sekolah Liar) yang dicanangkan oleh Gubernur Jendral tanggal 17 September
109 Moh. Tauchid. Op. Cit., hlm. 21 110 Ibid, hlm. 22-23 1932. pada tanggal 15-16 Oktober 1932 MLPTS mengadakan Sidang Istimewa di Tosari Jawa Timur untuk merundingkan Ordinansi tersebut. Hampir seluruh Mass Media Indonesia ikut menentang ordonansi tersebut. Antara lain: Harian Perwata Deli, Harian Suara Surabaya, Harian Suara Umum dan berbagai Organisasi Politik (PBI, Pengurus Besar Muhamadiyyah, Perserikatan Ulama, Perserikatan Himpunan Istri Indonesia, PI, PSII dan sebagainya. Dengan adanya aksi tersebut, maka Gubernur Jendral pada tanggal 13 Februari 1933 mengeluarkan ordonansi baru yaitu membatalkan OO 32 dan berlaku mulai tanggal 21 Februari 1933. 111
Menjelang kemerdekaan RI, yakni pada pendudukan Jepang (1942-1945) Ki Hadjar Dewantara duduk sebagai anggota Empat Serangkai yang terdiri dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan Kyai Mansur. Pada bulan Maret 1943, Empat Serangakai tersebut mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang bertujuan untuk memusatkan tenaga untuk menyiapkan kemerdekaan RI. Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia dapat diproklamasikan oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta. Pada hari minggu pon tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah RI terbentuk dengan Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Disamping itu juga mengangkat Menteri-Menterinya. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 112 Pada tahun 1946 Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai Ketua Panitia Penyelidikan Pendidikan dan Pengajaran RI, ketua
111 Sugiyono, Ki HajarDewantara Berani dan Menentang OO; Dalam Buku Ki Hajar Dewantara dalam pendangan Cantrik dan Mantriknya, (Yogyakarta; MLPTS, 1989). hlm, 112- 113 112 Bambang S Dewantara, Ki hajar Dewantara, Ayahku. (Jakarta; pustaka Harapan, 1989), cet. I, hlm. 111 pembantu pembentukan undang-undang pokok pengajaran dan menjadi Mahaguru di Akademi Kepolisian. Tahun 1947, Ki Hadjar Dewantara menjadi Dosen Akademi Pertanian. Tanggal 23 Maret 1947, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI dan menjadi anggota Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam di Sekolah Rakyat. 113
Pada tahun 1948, Ki Hadjar Dewantara dipilih sebagai ketua peringatan 40 tahun Peringatan Kebangkitan Nasional, pada kesempatan itu Beliau bersama partai-partai mencetuskan pernyataan untuk menghadapi Belanda. Pada peringatan 20 tahun ikrar pemuda (28 Oktober 1948), Ki Hadjar Dewantara ditunjuk sebagai ketua pelaksana peringatan Ikrar Pemuda. Setelah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda Desember 1949 Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai anggota DPR RIS yang selanjutnya berubah menjadi DPR RI. Pada tahun 1950, Ki Hadjar Dewantara mengundurkan diri dari keanggotaan DPR RI dan kembali ke Yogyakarta untuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada Taman Siswa sampai akhir hayatnya. b. Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik Kepeloporan Ki Hadjar Dewantara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang tetap berpijak pada budaya bangsanya diakui oleh bangsa Indonesia. Perannya dalam mendobrak tatanan pendidikan kolonial yang mendasarkan pada budaya asing untuk diganti dengan sistem pendidikan nasional menempatkan Ki Hadjar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
113 Bambang S. Dewantara, 100 Tahun Ki Hajar Dewantara, (Jakarta; Pustaka Kartini, 1989), cet. I, hlm. 119 Sistem pendidikan kolonial yang ada dan berdasarkan pada budaya barat, jelas-jelas tidak sesuai dengan kodrat alam bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Ki Hadjar Dewantara memberikan alternatif lain yaitu kembali ke jalan Nasional. Pendidikan untuk rakyat Indonesia harus berdasarkan pada budaya bangsanya sendiri. Sistem pendidikan kolonial yang menggunakan cara paksaan dan ancaman hukuman harus diganti dengan jalan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada anak didik dengan tetap memperhatikan tertib damainya hidup bersama. 114
Reorientasi perjuangan Ki Hadjar Dewantara dari dunia politik ke dunia pendidikan mulai disadari sejak berada dalam pengasingan di negeri Belanda. Ki Hadjar Dewantara mulai tertarik pada masalah pendidikan, terutama terhadap aliran yang dikembangkan oleh Maria Montessori dan Robindranat Tagore. Kedua tokoh tersebut merupakan pembongkar dunia pendidikan lama dan pembangunan dunia baru. Selain itu juga tertarik pada ahli pendidikan yang bernama Freidrich Frobel. Frobel adalah seorang pendidik dari Jerman. Ia mendirikan perguruan untuk anak-anak yang bernama Kindergarten (Taman Kanak-kanak). Oleh Frobel diajarkan menyanyi, bermain, dan melaksanakan pekerjaan anak-anak. Bagi Frobel anak yang sehat badan dan jiwanya selalu bergerak. Maka ia menyediakan alat-alat dengan maksud untuk menarik anak-anak kecil bermain dan berfantasi. Berfantasi mengandung arti mendidik angan anak atau mempelajari anak-anak berfikir. 115
Ki Hadjar Dewantara juga menaruh perhatian pada metode Montessori. Ia adalah sarjana wanita dari Italia, yang mendirikan taman kanak-kanak dengan
114 Ki Hariyadi, Ki Hajar dewantara Sebagai PendidikOp. Cit., hlm. 42 115 Darsini Soeratman, Log. Cit., hlm. 69 nama Case De Bambini. Dalam pendidikannya ia mementingkan hidup jasmani anak-anak dan mengarahkannya pada kecerdasan budi. Dasar utama dari pendidikan menurut dia adalah adanya kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan hidup yang seluas-luasnya. Ini berarti bahwa anak- anak itu sebenarnya dapat mendidik dirinya sendiri menurut lingkungan masing- masing. Kewajiban pendidik hanya mengarahkan saja. Lain pula dengan pendapat Tagore, seorang ahli ilmu jiwa dari India. Pendidikan menurut Tagore adalah semata-mata hanya merupakan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan dalam arti yang sedalamdalamnya, yaitu menyangkut keagamaan. Kita harus bebas dan merdeka. Bebas dari ikatan apapun kecuali terikat pada alam serta zaman, dan merdeka untuk mewujudkan suatu ciptaan. Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa kemerdekaan nusa dan bangsa untuk mengejar keselamatan dan kesejahteraan rakyat tidak hanya dicapai melalui jalan politik, tetapi juga melalui pendidikan. Oleh karenanya timbullah gagasan untuk mendirikan sekolah sendiri yang akan dibina sesuai dengan cita-citanya. Untuk merealisasikan tujuannya, Ki Hadjar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa. Cita-cita perguruan tersebut adalah Saka (saka adalah singkatan dari Paguyuban Selasa Kliwonan di Yogyakarta, dibawah pimpinan Ki Ageng Sutatmo Suryokusumo. Paguyuban ini merupakan cikal bakal perguruan taman siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta. 116 Yakni: mengayu-ayu sarira (membahagiakan diri), mengayu-ayu bangsa (membahagiakan bangsa) dan mengayu-ayu manungsa (membahagiakan
116 Darsiti Soeratman, Ki Hajar Dewantara, (Jakarta; Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. manusia). Untuk mewujudkan gagasannya tentang pendidikan yang dicitacitakan tersebut. Ki Hadjar Dewantara menggunakan metode Among yaitu Tutwuri Handayani. (Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cita, dengan memberi kebebasan anak asuh bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut kemampuannya. Tutwuri Handayani berarti pemimpin mengikuti dari belakang, memberi kebebasan dan keleluasaan bergerak yang dipimpinnya. Tetapi ia adalah handayani, mempengaruhi dengan daya kekuatannya dengan pengaruh dan wibawanya. 117 Metode Among merupakan metode pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan dilandasi dua dasar, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. 118
Metode among menempatkan anak didik sebagai subyek dan sebagai obyek sekaligus dalam proses pendidikan. Metode among mengandung pengertian bahwa seorang pamong/guru dalam mendidik harus memiliki rasa cinta kasih terhadap anak didiknya dengan memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan anak didik dan menumbuhkan daya inisiatif serta kreatifitas anak didiknya. Pamong tidak dibenarkan bersifat otoriter terhadap anak didiknya dan bersikap Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. 119
c. Ki Hadjar Dewantara sebagai Pemimpin Rakyat Sebagai seorang pemimpin, Ki Hadjar Dewantara tidak diragukan lagi. Dalam memimpin rakyat, Ki Hadjar Dewantara menggunakan teori kepemimpinan yang dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan yang telah berkembang dalam masyarakat. Trilogi kepemimpinan tersebut adalah Ing
117 Ki Priyo Dwiarso, Sistem Among Mendidik Sikap Merdeka Lahir dan Batin, (www.tamansiswa.org, akses 7 Juni 2008, 07.00) 118 I. Djumhur dan H. Danasuparta, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hlm. 89 119 Ki Priyo Dwiarso, Log. Cit., Ngharsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani: Di depan seorang pemimpin harus dapat menjadi teladan dan contoh bagi anak buahnya, ditengah (dalam masyarakatnya) seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat dan tekad anak buah. Dan dibelakang harus mampu memberikan dorongan dan gairah anak buah. Ki Hadjar Dewantara adalah seorang demokrat yang sejati, tidak senang pada kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin yang mengandalkan pada kekuasannya tanpa dilandasi oleh rasa cinta kasih. Dalam hal ini, kita merasakan betapa demokratis dan manusiawinya Ki Hadjar Dewantara memperlakukan orang lain. Ki Hadjar Dewantara selalu bersikap menghargai dan menghormati orang lain sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dengan sikap yang arif beliau menerima segala kekurangan dan kelebihan orang lain, untuk saling mengisi, memberi dan menerima demi sebuah keharmonisan dari lembaga yang dipimpinnya. d. Ki Hadjar Dewantara sebagai Budayawan Teori pendidikan taman siswa yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan dimensi-dimensi kebudayaan serta nilai-nilai yang terkandung dan digali dari masyarakat dilingkungannya. Dengan teori Trikonnya Ki Hadjar Dewantara, berpendapat: Bahwa dalam mengembangkan dan membina kebudayaan nasional, harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri (kontuinitas) menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan tetap terus mempunyai sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusian sedunia (konsentrisitas). Dengan demikian jelas bagi kita bahwa terhadap pengaruh budaya asing, kita harus terbuka, disertai sikap selektif adaptif dengan pancasila sebagai tolak ukurnya. 120
Selektif adaptif berarti dalam mengambil nilai-nilai tersebut harus memilih yang baik dalam rangka usaha memperkaya kebudayaan sendiri, kemudian disesuikan dengan situasi dan kondisi bangsa dengan menggunakan pancasila sebagai tolak ukurnya. Semua nilai budaya asing perlu diamati secara selektif. Manakala ada unsur kebudayaan yang bisa memperindah, memperhalus, dan meningkatkan kualitas kehidupan hendaknya diambil, tetapi jika unsur budaya asing tersebut berpengaruh sebaliknya, sebaiknya ditolak. Nilai kebudayaan yang sudah kita terima kemudian perlu disesuaikan dengan kondisi dan psikologi rakyat kita, agar masuknya unsur kebudayaan asing tersebut dapat menjadi penyambung bagi kebudayaan nasional kita. Demikian luas dan intensnya Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan dan mengembangkan kebudayaan bangsanya, sehingga karena jasanya itu, M Sarjito Rektor Universitas Gajah Mada menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa (DR-Hc) dalam ilmu kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara pada saat Dies Natalis yang ketujuh tanggal 19 Desember 1956. 121
Pengukuhan tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Soekarno. 8. Karya-karya Ki Hadjar Dewantara Karya-karya ki hajar dewantara sangatlah banyak sekali diantaranya : 1) Ki Hadjar Dewantara, buku bagian pertama: tentang Pendidikan Buku ini khusus membicarakan gagasan dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara
120 Ibid, Op. Cit.,hlm. 44 121 Bambang Sokawati Dewantara, Op. Cit.,hlm. 76 dalam bidang pendidikan di antaranya tentang hal ihwal Pendidikan Nasional. Tri Pusat Pendidikan, Pendidikan Kanak-Kanak, Pendidikan Sistem Pondok, Adab dan Etika, Pendidikan dan Kesusilaan. 2) Ki Hadjar Dewantara, buku bagian kedua: tentang Kebudayaan Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai kebudayaan dan kesenian di antaranya: Asosiasi Antara Barat dan Timur, Pembangunan Kebudayaan Nasional, Perkembangan Kebudayaan di Jaman Merdeka, Kebudayaan nasional, Kebudayaan Sifat Pribadi Bangsa, Kesenian Daerah dalam Persatuan Indonesia, Islam dan Kebudayaan, Ajaran Pancasila dan lain-lain. 3) Ki Hadjar Dewantara, buku bagian ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan. Dalam buku ini memuat tulisan-tulisan mengenai politik antara tahun 1913-1922 yang menggegerkan dunia imperialis Belanda, dan tulisan-tulisan mengenai wanita, pemuda dan perjuangannya. 4) Ki Hadjar Dewantara, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hadjar Dewantara Dalam buku ini melukiskan kisah kehidupan dan perjuangan hidup perintis dan pahlawan kemerdekaan Ki Hadjar Dewantara. 5) Tahun 1912 mendirikan Surat Kabar Harian De Ekspres (Bandung), Harian Sedya Tama (Yogyakarta) Midden Java (Yogyakarta), Kaum Muda (Bandung), Utusan Hindia (Surabaya), Cahya Timur (Malang). 122
6) Monumen Nasional Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. 123
7) Pada tahun 1913 mendirikan Komite Bumi Putra bersama Cipto Mangunkusumo, untuk memprotes rencana perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 November 1913 secara besar-besaran di Indonesia. 124
8) Mendirikan IP (Indice Partij)tanggal 16 September 1912 bersama Dauwes Dekker dan Cjipto Mangunkusumo. 125
9) Tahun 1918 mendirikan Kantor Berita Indonesische Persbureau di Nederland. 10) Tahun 1944 diangkat menjadi anggota Naimo Bun Kyiok Yoku Sanyo (Kantor Urusan Pengajaran dan Pendidikan). 126
11) Pada tanggal 8 Maret 1955 ditetapkan pemerintah sebagai perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia. 12) Pada tanggal 19 Desember 1956 mendapat gelar kehormatan Honoris Causa dalam ilmu kebudayaan dari Universitas Negeri Gajah Mada.
122 Ensiklopedi Nasonal Indonesia, op.cit, hlm. 330 123 Ibid, hlm. 331 124 Bambang Dewantara, 100 Tahun Ki Hajar Dewantara,(Jakarta; Pustaka Kartini, Cet. I, 1989), hlm. 118. 125 Ensiklopedi Nasional Indonesia, Op. Cit. hlm. 330 126 Bambang S. Dewantara, Op. Cit. hlm. 76 13) Pada tanggal 17 Agustus dianugerahi oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI bintang maha putera tinggat I 14) Pada tanggal 20 Mei 1961 menerima tanda kehormatan Satya Lantjana Kemerdekaan. 127
B. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti Peranan pendidikan bagi manusia sangatlah penting karena manusia telah menyadari tentang arti sebuah kehidupan sehingga pendidikan menjadi perhatian tersendiri dalam rangka mencari eksistensi dirinya. Sebelum masuk pada pembahasan definisi dari pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara, penulis akan membahas tentang definisi pendidikan secara umum menurut Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara mengemukan beberapa definisi tentang pendidikan. Ki Hadjar Dewantara m enyebutkan bahwa pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 128
Lebih jelas lagi Ki Hadjar dewantara mengjungkapkan pengertian pendidikan adalah pendidikan, umumnja berarti daja upaja untuk mewudjudkan bertumbuhnja budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tumbuh anak; dalam taman siswa tidak boleh dipisah- pisahkan bagian-bagian itu, agar supaja kita dapat memadjukan
127 Irna, H.N. Hadi Soewito, Soewardi Soeryaningrat dalam Pengasingan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), hlm. 132 128 Ki Hajar Dewantara, Bagian pertama; Pendidikan, (Yogyakrta: MLTM, 1962), hlm.20 kesempurnaan hidup, jakni kehidupan dan penghidupan anak-anak jang kita didik selaras dengan dunianja 129
Definisi pendidikan yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki kesamaan dengan konsep pendidikan dalam Islam yaitu yang dikenal dengan tiga Term (istilah) pendidikan dalam islam yaitu; Tarbiyah, Talim dan Tadib. Dari ketiga istilah tersebut dapat dijelaskan; Pertama, Pendidikan menurut menurut Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan merupakan usaha untuk membina budi pekerti (Akhlak), pengertian tersebut memiliki kesamaan dengan definisi Tadib yang lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan-santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. 130 Menurut Al-Naquib al-attas seperti yang dikutip oleh abdulmujib, tadib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-ansur ditanamkan kepada manusia tentang temtpat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan. Pengertian ini didasarkan firman AllahSWT. Dalam surat Al-Azhab ayat 21: .1l l >l _ _. < :`. . .> _.l l `>, < ,l > : < ,: _
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al- Ahzab: 21)
129 Ibid., hlm. 14 130 Abdul Mujib,et al. Ilmu Pendidikan Islam ,(Jakarta: Kencana,2006),hlm. 20 Dalam adab akan tercermin keadilan dan kearifan, yang meliputi material dan spiritual. Karena adab menunjukkan pengenalan dan pengakuan akan kondisi kehidupan, kedudukan dan tempat yang tepat lagi layak, serta disiplin diri ketika berpartisipasi aktif dan sukarela dalam menjalankan peranannya. Penekanan adab mencangkup amal dan ilmu sehingga mengkombinasikan ilmu dan amal serta adab secara harmonis. Pendidikan dalam kenyataannya adalah al-tadib, karena sebagaimana didefinisikan mencakup ilmu dan amal sekaligus. 131
Tadib, sebagai upaya dalam pembentukan adab (tata krama atau budi pekerti), terbagi atas empat macam: 132 (1). tadib adab al-Haqq, pendidikan tata- krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang dengannya segala sesuatu diciptakan. (2). Tadib adab al-Khidmah, pendidikan tatakrama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang raja (malik) dengan menempu tatakrama yang pantas; (3). Tadib adab as-Syariah, pendidikan tatakrama spiritual dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah Tuhan akan berimplikasi pada tata krama yang mulia; (4). Tadib adab as-Suhbah, pendidikan tatakrama spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan berperilaku, mulia diantara sesama. Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa istilah tadib merupakan salah satu konsep yang merujuk kepada hakikat dari inti makna pendidikan yang berasal
131 Khoiron Rosyadi, pendidikan profetik, (Yogyakarta: Pustaka Relajar, 2004)., hlm. 138. 132 Abdul Mujib,et al. Op. Cit.,hlm. 20-21 dari kata adab, yang berarti memberi pendidikan adab, mendidik dengan mengedepankan pembinaan moral. Kedua, pendidikan menurut KI Hadjar Dewantara merupakan proses penumbuhan pikiran (intelek) yang dalam istilah pendidikan Islam di kenal dengan istilah Talim, talim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan, sedangkan talim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahu al-ilm memiliki arti mengajarkan ilmu kepadanya. Pendidikan (tarbiyah) tidak saja tertumpuh pada domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, sementara pengajaran (talim) lebih mengarah pada aspek kognitif. 133
Muhammad Rasyid Ridho mengartikan talim dengan: proses trasnmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT. Dalam surat Al-baqarah ayat 31; l. :, ,!.- !l . .. _ls >.l.l _!1 _.:,. ,! .`.!, ,.> | .. _,... _
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (QS. al-Baqarah ayat: 31)
Pendapat diatas berbeda dengan apa yang diungkapkan Darajat, Abdul Fatah Jalal yang berpendapat, proses talim justeru lebih universal dibandingkan
133 Ibid.,hlm.18-19 dengan proses tarbiyah, karena talim tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriyah, juga tidak sampai pada pengetahuan taklid. Akan tetapi talim mencakup pula pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan dan menyuruh melaksanakan pengetahuan itu. Menurutnya, talim mencakup pula aspek-aspek keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berprilaku. 134
Ketiga, pendidikan, umumnja berarti daja upaja untuk mewudjudkan bertumbuhnja budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tumbuh anak; dalam taman siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu..... 135 Hal ini dapat disamakan dengan term al-tarbiyah. Istilah tarbiyah berakar dari tiga kata, yakni rabba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh, kata rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, dan memimpin, menjaga dan memelihara. Kata al-rabb juga berasal dari kata tarbiyah, sebagaimana pendapatnya Imam al-Baidhawi dan al-Raghib al-Asfahani, yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga mengantarkannya kepada kesempurnaan. 136
Tarbiyah dapat juga diartikan dengan proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik, agar ia memilki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur. 137 Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan yang disampaikan oleh Muhaimin yang menyebutkan pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu
134 QS. al-Baqarah/2: 30-34 dan 151, Yunus/10: 5, lihat Khoiron Rosyadi, op. cit.,hlm. 142-146 135 Ki Hajar Dewantara, Log. Cit., hlm. 14 136 Khoiron Rosyadi, Op. Cit., hlm. 147-148. 137 Abdul Mujib, Op. Cit., hlm12-13 pengetahuan dan nilai-nilai pada anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. 138
Definisi pendidikan yang dikembangkan Ki Hadjar Dewantara, menunjukkan bahwa Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan sebagai suatu yang proses yang dinamis dan berkesinambungan. Disini tersirat pula wawasan kemajuan, karena sebagai proses pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntunan kemajuan zaman. Keseimbangan unsur cipta, rasa dan karsa yang tidak dapat dipisah-pisahkan pun memperlihatkan bahwa Ki Hajar Dewantara tidak memandang pendidikan hanya sebagai proses penulasan atau transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowladge) saja. Hal ini sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan pada masa itu (kolonial Belanda) penuh dengan semangat keduniawian (materialism), penalaran (intellektualism) serta individualism. 139 Jadi secara simultan menurutnya pendidikan juga merupakan proses penularan nilai dan norma serta penularan keahlian dan ketrampilan. Pendapat Ki Hadjar Dewantara di atas dapat diambil kesimpulan sementara yaitu pendidikan merupakan usaha secara sadar dalam rangka menumbuh kembangkan segala potensi yang terdapat pada peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Langeveld seperti yang dikutip Zahara Idris dalam bukunya, bahwa pendidikan merupakan proses mempengaruhi anak dalam usaha
138 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigen Karya, 1993). hlm. 136. 139 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit, hlm. 139 membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing merupakan usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. 140
Selain dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara juga mengembangkan pendidikan budi pekerti sebagai salah satu pendukung utama dalam melaksanakan tujuan pendidikan nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti berarti pikiran, perasaan, kenauan. Sedangkan pekerti berarti tenaga. Budi pekerti itu sifatnya jiwa manusia, mulai angan-angan sampai terjelma sebagai tenaga. Jadi yang dimaksud budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara adalah bersatunya gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan yang akhirnya menimbulkan tenaga. 141 Hal senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin Salam mengatakan bahwa moral berasal dari bahasa Latin mores, berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Menurut Hadi Wardoyo menyatakan bahwa moral menyangkut kebaikan. 142 Orang yang tidak baik juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral, atau sekurang-kurangnya sebagai orang yang kurang bermoral. Maka, secara sederhana moral disamakan dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Beberapa keterangan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, memuat ajaran tentang baik
140 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar pendidikan I,(Jakarta:PT.Gasindo,1992),hlm.3 141 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 25 142 Hadiwardoyo, P., Moral dan Masalahnya, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 35. buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Seperti pada pembahasan pada bab sebelumnya penulis mempunyai pendapat bahwa budi pekerti memiliki kasamaan arti dengan moral atau etika dan dalam Islam dikenal dengan istilah akhlak. Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari mufradnya khuluq yang berarti budi pekerti, sinonimnya etika dan moral. 143
Sedangkan menurut terminologi dapat dikaji sebagaimana pendapat para ahli sebagai berikut : 1) Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab ihya-nya seperti yang dikutip Asmaran menyatakan bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam dalm jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 144
2) Menurut Ahmad Amin, yang dikutip oleh Rachmat Djatmika, mengatakan akhlak adalah membiasakan kehendak. 145 Yang dimaksudkan di sini adalah kehendak itu bila dibiasakan, maka kebiasaan itu disebut akhlak. Pendapat al-Ghozali di atas dapat dijelaskan bahwa hakikat dari khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam
143 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1985), hlm. 26 144 Asmarn As, pengantar studi akhlak,(Jakarta: PT.Raja Gafika,2002),hlm.2 145 Rachmat Djatnika, op. cit., hlm. 27 jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situlah timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. 146 Pandangan al-Ghazali tentang pendidikn akhlak yang pada prinsipnya bahwa pendidikan akhlak adalah untuk membina akhlak menjadi mulia. Hal ini selaras dengan perintah rosulullah untuk menghiasi akhlak manusia dengan akhlak yang mulia. Selaras dengan statmen tersebut, pendidikan akhlak pada anak merupakan suatu tuntunan yang esensial, untuk membina dan membimbing anak mempunyai akhlak yang mulia. Tingkah laku (moral) dikontrol oleh konsep-konsep moral, peraturan- peraturan tindakan (tingkah laku) dan anggota dari kebiasaan dan menentukan pola-pola tingkah laku yang diharapkan dari anggota suatu kelompok. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan, akhlak adalah kehendak yang terlahir dari jiwa seseorang, tanpa dipikirkannya secara panjang dan menjadi suatu kebiasaan. Pada dasarnya, akhlak mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan Tuhan Penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan dengan sesama manusia. Istilah sesama manusia dalam konsep akhlak adalah bersifat universal, bebas dari batas-batas kebangsaan maupun perbedaan yang lainnya. Penataan hubungan sesama manusia itu ditekankan pada bagaimana seharusnya kelompok muda memberikan rasa hormat kepada yang tua, dan bagaimana yang tua memberikan kasih sayang kepada yang muda. Perlakuan hubungan dan interaksi sesama manusia dilakukan dengan mengikuti petunjuk
146 Asmaran, Op.Cit.,hlm.3 dan pedoman yang terdapat pada ajaran agama Islam. Inti pada ajaran akhlak adalah berlandaskan pada niat ataupun Itikad untuk berbuat ataupun tidak berbuat sesuatu sesuai dan mencari ridho Allah, Tuhan semesta alam. 147
Selanjutnya, istilah budi pekerti, yang pada dasarnya tidak berbeda dengan akhlak adalah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki kedekatan dengan istilah tata krama. Inti ajaran tata krama ini sama dengan inti ajaran budi pekerti. 148
Ki Hadjar Dewantara meringkaskan tentang pengertian pendidikan budi pekerti adalah Segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan maksud menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki bertumbuhnya segala kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak karena kodrat irodatnya sendiri. 149
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Ahmad D. Marimba yang menyatakan bahwa pendidikan akhlak (budi pekerti) adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 150 Hal tersebut hal-nya dengan pendapat Machbub Masduqi dalam bukunya bahwa, Pendidikan akhlak (budi pekerti) yakni mendidik anak didik menjadi manusia yang berpikir dan
147 Syarkawi,Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan Social sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006), Hlm. 32 148 Ibid hlm. 32 149 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm.471 150 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Al- Maarif,1989),hlm.19 berkelakuan secara susila. 151 Yang dimaksud di sini adalah pendidikan kesusilaan, pengajaran yang membentuk watak kepribadian dibiasakan. Sedangkan menurut M. Athiyah al-Abrosyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti/akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Dan Islam telah menyimpulkan pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya pendidikan Islam. 152 Hal itu senada Nurul Zuriah, bahwa pendidikan budi pekerti merupakan progam pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama yang menekankan rana afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan rana Skill atau psikomotorik (ketrampilan, terampil mengelola data, mengungkapkan pendapat, dan kerjasama). 153
Boisard, A. M mengatakan bahwa Islam di samping iman dan aturan (hukum), Islam juga mengandung segi moral yang jelas. 154 Bukankah Muhammad sendiri telah berkata: Aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur. Moral Islam merupakan bagian yang tak terpisah dari agama. Menurut tradisi, moral adalah cara untuk bertindak terhadap orang lain. Dalam kehidupan moral, orang mukmin harus mematuhi ajaran-ajaran hukum Tuhan. Dasar
151 Machbub Masduqi, Tahdzibul Akhlaq, Diktat, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo, 1983), hlm. 7 152 Athiyah al-abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.1 153 Nurul Zuriah,Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,cet.I, 2007)19-20 154 Boisard, A. M., (1980), hlm. 41. kehidupan moral terdapat dalam iman dan taqwa yang merupakan rasa transenden dan dinamis. Akan tetapi orang tidak dapat memahami moral Islam tanpa menyadari bahwa al-Quran itu tidak hanya merupakan hukum, akan tetapi merupakan daya penjabar dari fikiran-fikiran yang mengarahkan kelakuan mukmin dalam rangka tujuan manusia yaitu: tunduk kepada kemauan Tuhan. Orang tua (pendidik) sangat mempengaruhi perkembangan baik jasmani ataupun rohani. Dengan sendirinya mendidik anak tidak hanya diberi pengetahuan saja, namun harus pula diperkenalkan nilai-nilai yang ada pada masyarakat maupun agama. Karena pendidikan akhlak lebih utama dibandingkan apapun juga. Sebagaimana hadits Nabi :
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra berkata : Rasulullah saw bersabda; muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik. (HR Imam Ibnu Majah). 155
Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang hendak membentuk pribadi seorang anak agar berakhlak baik, di samping mendapatkan pengetahuan yang diperlukan bagi dirinya. Pembentukan tingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam merupakan pendidikan yang digali dari sumber primordial Islam itu sendiri (Al-Quran dan Hadits). Pendidikan akhlak merupakan upaya dalam membentuk pribadi yang berakhlak mulia, sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan pendidikan budi pekerti adalah usaha sadar penanaman/internalisasi nilai-nilai
155 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 1211 moral/akhlak dalam sikap dan perilaku manusia peserta didik agar memilki sikap dan perilaku yang luhur (akhlaqul karimah) dalam keseharian baik berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan. 156
Berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dalam ruang lingkup pembahasan skripsi ini penulis mengambil kesimpulan awal bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan untuk merubah tingkah laku ( bukan pengetahuan dari belum atau tidak tahu menjadi tahu ) yang di mulai dari rumah hati atau pangkal perasan menjadi suatu kebiasaan. C. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti Pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pengukuran dari proses pendidikan tersebut adalah bagaimana tujuan pendidikan itu tercapai. Tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam diri pribadi manusia. Terbentuknya nilai-nilai tersebnut dapat diaplikasikan dalam perencanaan kurikulum pendidikan sebagai landasan dasar operasionalpelaksanaan itu sendiri. Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnja anak-anak. Adapun maksudnja pendidikan jaitu menuntun segala kekuatan kodrat jang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masjarakat dapatlah mentjapai keselamatan dan kebahagiaan jang setinggi-tingginya. 157
Jika dilihat dari tujuan pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara di atas dapat diketahui bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan
156 Tim Dosen Fakultas Tarbiyah, Laporan Penelitian Pendidikan Budi Pekerti Pada Sekolah Model,(Jakarta: IAIN Syarif Hidayahtullah Jakarta,2000),hlm.41 157 Ibid., Op. Cit, hlm. 20 manusia yang mempunyai fungsi untuk membantu perkembangan manusia untuk mencapai manusia yang seutuhnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Zahara Idris, bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya. Dalam arti, supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap, moral, pengetahuan dan keterampilan semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa. 158
Sedangkan menurut J.Ledesma, tujuan pendidikan adalah untuk membantu seseorang agar dapat menggarap hidupnya sendiri, supaya akal budinya berkembang, supaya dapat terlibat dalam tata kemasyarakatan dan dengan demikian dapat semakin mudah mencapai tujuan hidup, yaitu bersatu dengan Tuhan. 159 Paulo Freire juga menambahkan bahwa, tujuan pendidikan yang humanis adalah untuk mencari ilmu pengetahuan guna memenuhi hasrat dan keinginan peserta didik dan guru dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru. 160
Sejalan dengan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
158 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Op. Cit., hlm.29 159 Martyn Sardy, Pendidikan Manusia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), hlm.18. 160 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas,terjm. Tim redaksi asosiasi pemandu latihan, (Yogyakarta: LP3ES,1972), hlm. 190. Pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara dijelaskan bahwa Tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk menyokong perkembangan hidup anak-anak lahir dan batin dari sifat kodrati menuju keperadapan sifatnya yang lebih umum. 161
Berangkat dari tujuan pendidikan budi pekerti Ki Hadjar Dewantara, dalam pendidikan akhlak mempunyai kesamaan arti yaitu pendapat yang dijelaskan oleh at-Thiyah al-Abrasy, tujuan pendidikan akhlak dalam Islam bukan sekedar memberikan ilmu pengetahuan kepada murid, tetapi bertujuan mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-segi kesehatan fisik dan mental, perasaan dan praktek serta mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat. Sedang tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk orang-orang yang beramal baik, keras kemauan, sopan bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sopan dan beradab, khlas, jujur dan suci. 162
Sedang menurut Al Ghulayani pendidikan akhlak bertujuan membentuk jiwa anak didik menjadi bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras, bercita-cita besar, tahu akan arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak orang lain, tahu membedakan mana yang baik dan buruk, memilih keutamaan karena cinta keutamaan, menghindari suatu perbuatan yang tercela karena memang hal itu tercela dan selalu ingat kepada Allah setiap melakukan pekerjaan. 163 Menurut haidar Putra Daulay, mengatakan bahwa tujuan pendidikan budi pekerti adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak
161 Ki Hadjar Dewantara, Op. Cit., hlm.485 162 M. Athiyah al Abrrosy, Dasar - Dasar Pokok Pendidikan Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1993 ), terj. Bustain Al Ghani, dkk., hlm. 104 163 Abdul Kholiq, dkk., Pemikiran Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 1999 ),hlm. 121 mulia/budi pekerti luhur. 164 Dengan kata lain dalam pendidikan budi pekerti, nilai- nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai akhlak yang mulia. Yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia kedalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya. Berbagai pendapat di atas penulis dapat memberikuan kesimpulan sementara bahwa tujuan pendidikan budi pekerti memiliki kesamaan atau kesesuaian dengan tujuan pendidikan Islam yang sama-sama didasarkan pada tujuan hidup manusia secara umum, yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dapat tercapai dengan mematuhi aturan- aturan yang terdapat dalam ajaran agama Islam. D. Landasan atau Dasar Pendidikan Budi Pekerti Dalam menjalankan pendidikannya Ki Hadjar Dewantara menggunakan azas atau dasar yang dicetuskan beliau pada juli 1922 sebagai berikut : 1. Hak seseorang akan mengatur dirinja sendiri (zelfbeschikkingsrecht) dengan mengikuti tertibnja persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappelijk saamhoorigheid), itulah azas kita jang pertama. Tertib dan damai (tata lan tentrem, orde en vrede) itulah tudjuan kita jang setinggi-tingginja. Tidak adalah ketertiban terdapat, kalau tak bersandar pada perdamaian. Sebaliknja tak akan ada orang hidup damai, djika ia dirintangi dalam segala sjarat kehidupannja. Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groi) itulah perlu sekali untuk segala kemadjuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluasnja. Maka dari itu pendidikan jang beralaskan sjarat paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde, ini perkataan dalam ilmu pendidikan) kita anggap memperkosa hidup kebatinan anak. Jang kita pakai sebagai alat pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnja hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnja sedikit. Inilah kita namakan Among methode; 2. dalam systeem ini maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia merdeka batinnja, merdeka fikirannja dan merdeka tenaganja. Guru djangan hanja memberi
164 Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004,cet.I).,hlm.220 pengetahuan jang perlu dan baik sadja, akan tetapi harus djuga mendidik si murid akan dapat mentjari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Pengetahuan jang baik dan perlu jaitu jang manfaat untuk keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama; 3. tentang zaman jang akan datang, maka rakjat kita ada didalam kebingungan. Seringkali kita tertipu oleh keadaan, jang kita pandang perlu dan harus untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, jang sukar didapatnja dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah atjapkali kita merusak sendiri kedamaian hidup kita; 4. oleh karena pengajdaran jang hanja terdapat oleh sebagian ketjil dari pada rakjat kita itu tidak berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakjat jang terbesar dapat pengadjaran setjukupnja. Kekuatan bangsa dan negeri itu djumlahnya kekuatan orang-orangnja. Maka dari itu lebih baik memadjukan pengajaran untuk rakjat umum dari pada mempertinggi pengadjaran kalau usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengadjaran; 5. untuk dapat berusaha menurut azas dengan bebas dan laluasa, maka kita harus bekerdja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Itulah djalannja orang jang tak mau terikat atau terperintah pada kekuasan, karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri; 6. oleh karena kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belandja dari usaha kita itu di pikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah jang kita namakan zalfbedruipingsysteem, jang djadi alatnja semua perusahaan jang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri; dan 7. dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesutjian hati, berniatlah kita berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta hak, akan tetapi menjerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak. 165
apa yang telah dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang azas pendidikannya pada tahun 1947 166 diadakan perbaikan yang tidak jauh berbeda dari rumusan awal. Azas tersebut yang meliputi : a) Kodrat Alam Dasar pendidikan budi pekerti yang pertama yaitu azaz kodrat alam yaitu azaz yang dimanfaatkan untuk dapt mengembangkan segenap bakat, potensi dan kemungkinan yang terdapat dalam diri manusia secara kodrati. Menurut azas
165 Ibid, hlm. 48-49 166 Abdurrachman Surjomihardjo, Op. Cit., hlm. 125 kodrat alam manusia itu terlahir sama dan merdeka. Jadi Ki Hadjar Dewantara selalu menganggap bahwa semua orang itu sama dan merdeka. Ki Hajar Dewantara tidak setuju dan menentang sikap rasis dan foedalisme walaupun beliau adalah keturunan bangsawan. Sesuai dengan kodrat alam semua orang dilahirkan sama. Tidak ada yang tinngi dan tidak ada yang lebih rendah. Menurut Ki Hadjar Dewantara harga atau nilai seseorang bukan karena bangsawan, bukan pula karena ia seorang yang kaya raya, nilai atau harga sesorang ditentukan oleh jasa dan perbuatannya terhadap masyarakat. Mulia tidaknya sesorang tergantung pada perbuatannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat QS. al-Hujarat/49:13 :
!!., '_!.l !.| _>..1l> _. : _.. >..l-> !,`-: _! , !-.l | _>. ..s < >.1. | < ,ls ,,> _ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Islam mempunyai konsep kodrat alam dapat diartikan dengan fitrah. Pemaknaan fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, dan budi nurani; fitrah berarti mengakui keesaan Allah (al-tauhid); 167 fitrah berarti ikhlas; 168 dan fitrah yang
167 Imaduddin Ibnu Fida Ismail Ibnu Katsir, tt., Tafsir Ibnu Katsir, III, Dar al-Qalam al- Araby, hlm. 53-54. berarti potensi dasar manusia. 169 Hal ini didasarkan pada surat QS. al-Rum/30: 30 : `! ,> _.l !,.> , L < _.l L _!.l !,l. _,., . _l>l < .l: _.] `,1l _>.l . _!.l .l-, _ Artinya: Pemaknaan terhadap istilah fitrah tersebut Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. 170 (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Ayat lain menyebutkan tentang kodrat sebagai potensi manusia yang diberikan sejak lahir dalam Al-Quran QS. Thaahaa/20:50 : _! !., _.] _Ls _ ,`_: .1l> . _.> _ Artinya: Musa berkata: "Tuhan Kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. 171
Sedangkan menurut al-Ghazali, makna fitrah adalah dasar manusia sejak lahir. Fitrah menurutnya mempunyai keistimewaan-keistimewaan, yaitu: (a) beriman kepada Allah; (b) mampu dan bersedia menerima kebaikan dan
168 Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarid al-Thabari, tt., Tafsir al-Thabari, al-Musamma Jami al-Bayan fi Tawil al-Quran, X, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyahlm. hlm. 182-185. 169 Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Anshor al-Qurthubi, tt., Tafsir al-Qurthubi, al- Jami Liahkam al-Quran,VI, Kairo: Daarus Saab, hlm. 5108 170 Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah, manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar, mereka yang tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Lihat Al- Qur'an dan Terjemahannya, Solo: CV. Pustaka Mantiq 171 Petunjuk maksudnya memberikan akal, instink (naluri) dan kodrat alamiyah untuk kelanjutan hidup masing-masing. Lihat Al-Quran dan terjemah. Solo; Pustaka Mantiq keturunan (dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran); (c) dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud daya untuk berfikir; (d) dorongan-dorongan biologis berupa syahwat, ghadlab, dan tabiat (instinct); dan (e) kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat dikembangkan dan dapat disempurnakan. 172
Berkaitan dengan fitrah manusia, Muthahhari menyatakan: fitrah manusia merupakan bawaan alami. Artinya, ia merupakan suatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (muktasabah). Fitri mirip dengan kesadaran. Sebab manusia menyadari bahwa dirinya mengetahuai apa yang dia ketahui. Artinya, dalam diri manusia terdapat sekumpulan hal yang bersifat fitrah dan dia tahu betul tentang hal itu. 173
Muthahhari membedakan antara naluri dan fitrah. Naluri berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisik, sedangkan fitrah berkaitan dengan masalah-masalah yang disebut dangan urusan kemanusiaan. Dalam diri manusia terdapat kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan yang bersifat pilihan dan berdasarkan kesadaran, dan yang disebut perikemanusiaan sesungguhnya tak lain adalah kecenderungan-kecenderungan tersebut. Muthahhari menyusun kecenderungan-kecenderungan tersebut menjadi lima bagian, 174 yaitu: Pertama, mencari kebenaran. Mencari kebenaran adalah sesuatu yang biasa disebut dengan istilah pengetahuan. Dorongan ini terdapat dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk menemukan berbagai hakikat seperti apa adanya.
172 Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey, (Yogyakarta; Safiria Insania Press, 2004) hlm. 23-24. 173 Murtadho Muththahhari, Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992),hlm. 20. 174 Ibid, hlm. 51-66. Artinya, manusia ingin memperoleh pengetahuan-pengetahuan tentang alam dan wujud benda-benda dalam keadaan yang sesungguhnya. Kebenaran adalah sesuatu yang dimaksud dengan istilah hikmah atau falsafah. Manusia tidak cenderung pada filsafat kecuali karena adanya kecenderungan dan dorongan untuk mengetahui dan menalar hakikat berbagai benda, sehingga dapat disebut dengan kesadaran filosofis atau pencarian kebenaran. Kedua, moral (akhlak). Berpegang pada nilai-nilai moral tergolong pada kategori nilai-nilai utama yang disebut dengan akhlak yang baik. Manusia mempunyai kecenderungan terhadap banyak hal, diantaranya adalah yang bisa memberi manfaat secara fisik kepadanya. Lebih luas, manusia mempunyai kecenderungan itu bukan hanya kerena hal-hal itu bermanfaat baginya, tetapi karena hal-hal itu merupakan suatu keutamaan dan kebajikan, dalam arti ia tergolong sebagai kegiatan spiritual. Manfaat adalah kebaikan materil, sedangkan keutamaan adalah kebaikan spiritual. Manusia menyukai kejujuran karena ia baik, dan membenci kebohongan karena ia bertentangan dengan kejujuran. Ketergantungan terhadap kejujuran, amanah, ketaqwaan, dan kesucian termasuk ketergantungan terhadap keutamaan. Ketiga, estetika. Manusia tertarik secara total pada keindahan, baik keindahan dalam ahklak maupun dalam bentuk. Karena itu, manusia selalu berusaha menampilkan keindahan dalam hidupnya Keempat, kreasi dan penciptaan. Manusia selalu terdorong untuk membuat sesuatu yang belum ada dan belum dibuat orang. Kreatifitas dan daya pikirnya diaktualisasikan dalam bentuk yang berbeda, dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau masyarakat. Kelima, kerinduan dan ibadah. Kategori ini memberikan penjelasan bahwa kerinduan mampu memusatkan perhatian seseorang pada titik yang menjadi pusat perasaan yaitu sesuatu yang dirindukan. Dengan kerinduan tersebut, seseorang dapat memperoleh kondisi menyatu dengan orang yang dirindukan. Kerinduan dapat mengantarkan seseorang pada suatu tingkat yang disitu dia ingin menjadikan masyuq (yang dirindukan) sebagai Tuhan (sesuatu yang dipuja) dan dirinya sebagai hamba-Nya. Dengan demikian, dia melihat masyuq-nya dengan al-wujud, yakni al-wujud al-mutlaq (yang mutlak ada). Senada dengan di atas, dalam penjelasan Muhaimin, fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dan berpusat pada potensi dasar untuk berkembang. Potensi dasar itu berkembang secara menyeluruh dan menggerakkan seluruh aspek menuju ke arah tujuan tertentu. Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, responsif terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pendidikan. Adapun komponen- komponen dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: pertama, bakat, yaitu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu pada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesional) dalam berbagai bidang kehidupan Kedua, insting (gharizah), suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar mengajar (dalam psikologi pendidikan disebut kapabilitas). Ketiga, nafsu dan dorongan-dorongannya, yaitu nafsu lawwamah yang mendorong ke arah perbuatan tercela dan merendahkan orang lain, nafsu amarah yang mendorong ke arah perbuatan yang merusak, nafsu birahi yang mendorong perbuatan seksual dan nafsu muthmainnah (religius) yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan. Keempat, karakter atau tabiat. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral, sosial serta etis seseorang yang terbentuk dari dalam diri manusia. Kelima, heriditas atau keturunan, merupakan faktor menerima kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis dan filosofis yang diwariskan orang tuanya, baik dalam garis yang dekat maupun dari garis yang telah jauh. Keenam, intuisi, kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi ini menggerakkan hati manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi khusus di luar kesadaran manusia, namun mengandung makna yang konstruktif. 175 Filosof Perancis Bergson, memandang intuisi sebagai elemen lan vital (kekuatan pokok) yang mendorong manusia berfikir dan berbuat. 176
Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat di dalam fitrah manusia (human nature) berpusat pada kemampuan berpikir sehat (berakal sehat), karena akal sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dari yang salah. Sedangkan seseorang yang mampu menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang yang berpendidikan sehat. Dari konsep yang di atas dan apa yang telah dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara pada azas kodrat alam ini dapat dipahami bahwa secara kodrati semua manusia terlahir sama dan memiliki potensi, tinggal bagaimana manusia itu akan
175 Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit.,hlm. 23-25. 176 Muis Sad Iman, op. cit., hlm. 26. mengembangkan dan melakukan hal-hal yang dapat menaikkan derajatnya dimata orang lain dan Tuhannya. Sebagaimana diketahui bahwa secara eksplisit Ki Hadjar Dewantara adalah alur keturunan bangsawan dan ulama. Ki Hadjar Dewantara dididik dan dibesarkan dalam lingkungan sosiokultural dan religius yang tinggi serta kondusif. Dia dididik dan dibesarkan menjadi seorang muslim yang lebih menekankan aspek hakekat dari pada syariat. Dengan azasnya kodrat alam, penulis dapat memahami bahwa sesungguhnya Ki Hadjar Dewantara juga mengakui adanya kekuasaan Tuhan karena yang dimaksud kodrat alam adalah kekuasaan Tuhan. Meskipun beliau seorang yang agamis, tetapi beliau lebih suka menggunakan bahasa-bahasa budaya untuk mencurahkan pemikiran-pemikirannya dari pada bahasa-bahasa Islami. Tetapi itu semua tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. b) Azas Kemerdekaan Kemerdekaan merupakan sebuah anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya, termasuk juga manusia, setiap manusia mempunyai hak unruk merdeka dan bebas mengatur dirinya. Dalam mencapai kebahagiaan hidupnya, setiap orang mempunyai kebebasan untuk berpikir dan berbuat. Semua orang berhak hidup bahagia. Akan tetapi kebebasan di sini bukan berarti kebebasan berbuat semaunya. Sunguhpun setiap orang bebas berpikir dan berbuat, namun ia harus memperhatikan ketertiban masyarakat. Kebebasan seseorang janagan sampai mengganggu dan merusak ketertiban masyarakat. Ki Hadjar Dewantara menjunjung tinggi kemerdekaan. Ia menolak penjajahan. Bahkan ia juga menolak bantuan subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah Hindia-Belanda kepada Taman Siswa. Dapat dikatakan azas kemerdekaan dapat dimaknai dengan independensi dari seseorang atau organisasi. Tidak adanya keterikatan dengan apapun yang dapat mengurangi rasa kemerdekaan yang ada pada tiap-tiap individu maupun masyarakat, akan tetapi dalam kebebesan ada nilai-nilai yang mengatur. Didalam prinsip sistem among yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, kemerdekaan merupakan syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan golongan apapun. Kemerdekaan ini diinternalisasi dengan sedemikian rupa dalam kehidupan praksis anak didik sehingga mereka merasa sudah berada dalam kehidupannya, bukan kehidupan yang lain yang diupayakan masuk dalam kehidupannya. 177 Hal tersebut merupakan Cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantara lewat Taman Siswanya yaitu denagan cara membina manusia yang merdeka lahir dan batin. Ki Hajar Dewantara, mendidik orang agar berpikir merdeka dan bertenaga merdeka. Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara manusia merdeka ialah manusia yang tidak terikat lahir dan batinnya, orang yang merdeka ialah orang yang tidak tergantung pada orang lain (mandiri). Kemerdekaan manusia dibatasi oleh potensi yang ada pada dirinya. Kemerdekaan manusia ada 3 macam: berdiri sendiri (zelfstanding), tidak
177 Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia; Belajar Dari Paulo Freire Dan Ki Hajar Dewantara, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media,2009),hlm174 tergantung kepada orang lain (anafhankelijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (zelfsbeschikking). 178
Dari uraiaan di atas dapat dipemahami bahwa kemerdekaan yang sejati tidak hanya dalam arti kebebasan, akan tetapi keharusan memelihara tertib damainya diri dan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama, berdasarkan harmonisasi kehidupan secara individuil dan masyarakat. c) Azas Kebudayaan Azas kebudayaan merupakan landasan yang memiliki peran penting dalam kemajuan pendidikan budi pekerti. Azas ini digunakan untuk membimbing anak agar tetap mennghargai serta mengembangkan kebudayaan sendiri. Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslihan budaya lokal, sehingga Ki Hadjar Dewantara mempunyai konsentrasi tersendiri dalam mengembangkan pendidikan nasional yang berlandaskan atas kebudayaan murni indonesia. Azas kebudayaan. Perlunya memlihara, mengembangakan dan melestarikan nilai-nilai dan bentuk kebudayaan nasional. Pada bab terdahulu telah dijelaskan mengenai kebudayaan nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan Indonesia harus berpangkal pada kebudayaan sendiri. Namun Ki Hadjar Dewantara selalu bersikap terbuka dan tidak menolak unsur-unsur kebudayaan dari luar yang dapat mengembangkan khazanah kebudayaan Indonesia. Beliau berpendapat bahwa untuk memajukan kebudayaan Indonesia kita harus berhubungan dengan bangsa-bangsa lain dan mengenal pula kebudayaan asing. 179 Dalam pengembangannya tidak lepas dari teori trikon 180 . Trikon
178 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit.,,, hlm. 4 179 Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan, (Yogyakarta: MLPTS, 1963), hlm. 28 artinya tiga kon yakni: Kontinu, konpergen dan konsentris. Hal ini berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Sutan Takdir Alisyahbana yang menyebutkan bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang tidak terikat oleh kebudayaan warisan nenek moyang atau masa lalu. Kebudayaan nasional haruslah berorientasi kemasa depan ialah kebudayaan yang didukung oleh kemajuan ilmu dan teknologi khususnya yang berasal dari barat 181 . Menurut Ki Hajar Dewantara kebudayan Indonesia merupakan segala puncak dari sari kebudayaan bernilai di seluruh kepulauan Indonesia. Puncak- puncak kebudayaan dari suatu suku bangsa merupakan usur-unsur budaya lokal yang dapat memperkuat solidaritas nasioanl. 182 Jadi, menurut Ki Hajar Dewantara Kebudayaan nasional Indonesia didukung oleh kebudayan-kebudayaan daerah yang tinggi mutunya, baik yang lama maupun yang ciptaan baru. Kebudayaan nasional Indonesia bersumber pada kebudayaan kita sendiri. Kebudayaan Indonseia harus bersambungan (kontuinitas) dengan kebudayaan lama. Kebudayaan nasional Indonesia harus mengumpul menuju ke arah kebudayaan universal ((konvergensi) degan memiliki kepribadian nasional sendiri (konsentrisitas). Tujuan semua ini adalah untuk mengenal budaya dan jati diri tanpa harus meniru dan menjiplak budaya asing yang dapat merusak kebudayaan sendiri. d) Azas Kebangsaan
180 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 67 181 Tilaar, Op. Cit., hlm. 90 182 h.A.R. Tilaar, Mengindonesia Etnitas dan Identiras Bangsa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 90 Azas kebangsaan menurut Ki Hajar Dewatara harus pula menghargai kebangsaan orang lain. Azas kebangsaan yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara kebangsaan yang menghargai dan menghormati kebangsaan oranglain. Hal ini sesuai dengan dalam al-Quran Qs. al-Hujurat/49:13 : !!., '_!.l !.| _>..1l> _. : _.. >..l-> !,`-: _! , !-.l | _>. ..s < >.1. | < ,ls ,,> _ Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. al-Hujurat/49:13).
Ayat diatas dijadikan dasar pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, dengan maksud bahwa pendidikan budi pekerti dapat di berikan dengan cara memberikan pengertian-pengertian dan nasihat-nasihat bagaimana sikap seorang mukmin dengan orang mukmin lainnya dan sikap dengan orang selain Islam. Sehingga harapan beliau dapat tercapai yaitu terciptanya masyarakat yang mempunyai jiwa toleransi yang tinggi, dan memiliki keagungan akhlak. Azas kebangsaan ini, tidak berarti bahwa bangsa Indonesia harus mengasingkan diri dari pergaulan internasional (dengan bangsa-bangsa lain). Ki Hajar Dewantara menganjurkan jika hendak maju bangsa Indonesia tidak boleh mengucilkan diri, bahkan harus bergaul dan menjalin hubungan dengan bangsa lain dan tidak boleh membenci bangsa-bangsa yang lain. 183 Azas kebangsaan ini tidak boleh bertentangan dengan azas kemanusiaan. Azas kebangsaan dan azas kemerdekaan yang dianut oleh Ki Hajar Dewantara memberi nyala api perjuangan rakyat Indonesia. Azas kebangsaan memberi kepercayan pada diri sendiri untuk secara sadar memiliki jiwa kebangsaannya. e) Azas Kemanusiaan Azas kemanusiaan dapat dilihat pada adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap sesama makhluk Tuhan. Azas ini menimbulkan rasa cinta kasih dan menghindarkan orang untuk berbuat kejam terhadap sesamanya dan sesama makhluk Tuhan. Muhaimin membagi manusia ke dalam tiga kategori, 184 yaitu: pertama, manusia sebagai makhluk biologis (al-basyar) pada hakekatnya tidak berbeda dengan makhluk biotik lainnya walaupun struktur organnya berbeda, 185
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, (QS. al-Hijr/15: 28) karena struktur organ manusia memang lebih sempurna dibandingkan makhluk-makhluk lain. 186
183 Sagimun M.D., Mengenal Pahlawan-Pahlawan Nasional Kita, Ki Hajar Dewantara. (Jakarta: Bhratara karya Aksara, Cet. Ke-II, 1983), hlm. 37 184 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigen Karya, 1993), hlm. 11-12. 185 QS. al-Hijr/15: 28 .1l !.1l> _.. _ _.> ,1. _ Artinya: Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .( QS. al-Thin/95: 4)
Kedua, manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) mempunyai potensi rohani seperti fitrah, 187
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. al-Ruum/30:30) qalb, 188
`l ,. _ _ >. > ',l l1-, ! , : , `-.`. !, !.| _.-. `.., _>.l _.-. ,l1l _.l _ ..l __ Artinya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.( QS. al-Hajj/22: 46) dan aql. 189
186 QS. al-Thin/95: 4 187 QS. al-Ruum/30: 30 (fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. 188 QS. al-Hajj/22: 46 _| _ _l> ,...l _ .l.> _,l !.l ., _|` .,l _ _.] `., < !.., :`- _ls ,`.`> `., _ _l> ,.,.l _ !.`, !. 1l> .. > L., ,..>,. !.1 ,.s !.l _ Arinya: (190). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berakal, (191). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. Potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya 190
.1l !.. _., :, ..l.- _ l `> ,l .. _. . ,,Ll `..l. _ls ,: _.. !.1l> ,.. _ Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.( QS. al-Isra/17: 70)
yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya artinya apabila potensi psikis tersebut tidak digunakan manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih hina. 191
189 QS. Ali Imran/3: 190-191 190 QS. al-Isra/17: 70 191 QS. al-Araf/7: 179 dan al-Furqan/25: 44 .1l !.: .>l ,. _. _>' _. > ',l _1, !, > _`,s .,`, !, > :, `-,`. !, ,.l` .-.l _, > _. ,.l` `> _l.-l __ Artinya: Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang- orang yang lalai. (QS. al-Araf/7: 179)
Sedangkan bentuk insaniyahnya (humanism) terletak pada iman dan akalnya. 192
| _.] `.. , l.- .>l..l `l '> ,s `.. _ Artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. al- Thin/95: 6)
Ketiga, manusia sebagai makhluk sosial mempunyai tugas dan tanggung jawab sosial terhadap alam semesta. Karena manusia berfungsi tidak hanya sebagai abdullah tetapi juga sebagi khalifatullah 193
!. 1l> _>' _. | .,-,l __ Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.( QS. al-Dzariyyat/51: 56)
192 QS. al-Thin/95: 6 193 QS. al-Dzariyyat/51: 56 dan al-Baqarah/2: 30 :| _! ., >.l.ll _.| _sl> _ _ ,l> l! `_-> !, _. ..`, !, ,`. ,!..] _> _,.. .. > '_.1. , l _! _.| `ls !. .l-. _ Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. al-Baqarah/2: 30)
untuk mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. 194 , _|| :.. >l> !>l.. _! ,1., .,s < !. _>l _. .l| .:,s > !:. _. _ ` .-.`. !, :`-.`.! . ,. ,l| | _ ', ',>: _ Artinya: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS. Hud/11: 61) _l`.`, >l _>l..s -, >l >,.: _. _L`, < .`]. .1 ! !.,Ls _ Artinya: Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan barangsiapa mentaati Allah dan
194 QS. Hud/11: 61, al-Ahzab/33: 71, dan al-Qashash/28: 77 Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia Telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S. al-Ahzab/33: 71)
_., !., ... , < .] :> _. . ,,,.. _. !,..l _.> !. _.> < .,l| _, . :!.l _ _ | < > _...l __ Artinya: Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. al- Qashash/28: 77)
Manusia diciptakan sebagai makhluk terbaik dan mulia yang ada di muka bumi, 195 disamping itu sekaligus berfungsi untuk mengemban amanat, mengisyaratkan bahwa manusia adalah mahkluk terhormat dan fungsional. Artinya, bukan hanya sebagai barang hiasan di bumi, tetapi memiliki peran dan tanggung jawab untuk melestarikan bumi. Muhammad Naquib al-Attas dengan lebih sederhana merumuskan manusia sebagai makhluk yang mempunyai dua dimensi (has a dual nature), yaitu jasad dan ruh. 196 Unsur jasad dan ruh dapat membentuk seorang manusia yang diciptakan dengan tujuan tertentu. Konsep ini lebih merupakan konsep mono- duality tentang manusia karena sesungguhnya manusia, merupakan satu hakikat atau esensi yang mempunyai dua dimensi tersebut
195 QS. al-Thin/95: 4 dan al-Isra/17: 70 196 Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Pekanbaru: Infinite Press, 2004), hlm.84. Dari uraiaan di atas dapat dipahami bahwa azas kemanusiaan merupakan sebagai satu pengertian dari tugas dan fungsi manusia sebagai makhluk yang memiliki amanah dimata Tuhan bahwa ia adalah makhluk yang harus memberikan kasih sayang kepada sesama dan juga kepada makhluk Tuhan yang lainya serta menjaga seluruh alam dan lingkungannya. Hal ini didasarkan atas firman Allah SWT., dalam al-Quran surat al-Anbiya:107 !. ...l. | .- _,.l.-ll _ Artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.( Q.S. al-Anbiya:107)
E. Materi Pendidikan (Laku dan Isi Pengajaran) Materi pendidikan merupakan perencanaan yang dihubungkan dengan kegiatan pendidikan ( belajar mengajar ) untuk mencapai sejumlah tujuan. 197 Oleh karena itu materi pendidikan budi pekerti harus mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sehingga materi pendidikan budi pekerti tidak boleh berdiri sendiri dan terlepas dari kontrol tujuannya. Di samping itu materi pendidikan budi pekerti harus terorganisir secara rapi dan sistematis, sehingga dapat memudahkan tujuan yang dicitacitakan. Dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara haruslah sesuai dengan tingkatan umur para peserta didik. Hal ini dikarenakan seorang guru harus memahami tentang kondisi psikis dari peserta didik dengan tujuan bahwa ketika materi pendidikan disampaikan harus dapat dipahami dan
197 M. Ahmad, dkk., Pengembangan Kurikulum, ( Bandung : Pustaka Setia, 1998 ), hal. 10 dicerna secara utuh. Sehingga Ki Hadjar membagi empat tingkatan dalam pengajaran pendidikan budi pekerti, adapun materi pendidikan tersebut adalah sebagai berikut: a. Taman Indria dan Taman Anak (5-8 tahun) Pada tingkatan ini materi atau isi pendidikan budi pekerti berupa pengajaran pembiasaan yang bersifat global dan spontan atau occasional. 198 Artinya materi yang disampaikan bukan teori yang berhubungan dengan kebaikan dan keburukan melaikan. Bagaiamana peserta didik dapat mengetahui kebaiakan dan keburukan melalui tingkah- laku dari peserta didik itu sendiri. materi pengajaran budi pekerti bagi anak yang masih di sekolah ini berupa, latihan mengarah pada kebaikan yang memenuhi syarat bebas yaitu sesuai kodrat hidup anak. Materi ini dapat dilaksanakan melaui peran pendidik dalam membimbing, membina dan mengoreksi tingkah-laku dari masing-masing peserta didiknya. Sebagai contoh dalam pengajaran budi pekerti tersebut, yaitu berupa anjuran atau perintah antara lain: ayo, duduk yang baik; jangan ramai- ramai; dengarkan suaraku;bersihkan tempatku; jangan mengganggu temanmu, dan sebagainya, yang terpenting dalam penyampaiannya harus diberikan secara tiba-tiba pada saat-saat yang diperlukan. 199
b. Taman Muda (umur 9-12 tahun) Menurut Ki Hadjar Dewantara pada anak-anak usia 9-12 tahun sudah masuk pada periode hakikat, yakni anak-anak sudah dapat mengetahui
198 Ki Hajar Dewantara, Bagian I Pendidikan,, hlm. 487 199 Ibid. tentang hal baik dan buruk. Sehingga pengajaran budi pekerti dapat di ajarkan melalui pemberian penertian tentang segala tingkah-laku kebaikan dalam hidupnya sehari-hari. 200 Didalam penyampainnya masih menggunakan metode occasional yaitu melalui pembiasaan dan divariasikan dengan metode hakikat dalam artian setiap anjuran atau per4intah perelu di jelaskan mengenai maksud dan tujuan pendidikan budi pekerti, yang pokok tujuannnya adalah mencapai rasa damai dalam hidup batinya, baik yang yang mengenai hidup dirinya sendiri maupun hidup masyarakatnya. Yang perlu diperhatikan dalam pengajaran ini menurut Ki Hadjar Dewantara bahwa anak-anak dalam periode hakikat masih juga perlu melakukan pembiasaan seperti dalam periode syariat. 201
c. Taman Dewasa (umur 14-16 tahun) Periode ini merupakan awal dimulainya materi yang lebih berat karena pada priode inilah anak-anak isamping meneruskan pencarian pengertian, mulai melatih diri terhadap segala laku yang sukar dan berat dengan niat yang disengaja. 202 Pada priode ini juga, anak telah masuk pada periode tarekat 203 yang dapat di wujudkan melalui kegiatan sosial, seperti pemberantasan buta huruf, pengumpulan uang, pakaian, makanan, baca- bacaan dan sebagainya untuk disedekahkan kepada orang-orang miskin atau orang-orang korban bencana alam dan sebagainya. Dan ketika
200 Ibid.hlm488 201 Periode syariat dapat diartikan periode anak kecil yaqng masih menggunakan metode pembiasaan dalam setiap pengajaran(Lihat Ki Hajar Dewantara, Bagian I Pendidikan,, hlm. 485). 202 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 488 203 Tarekat disini merupakan tingkatan ketiga dalam system pemberian pengajaran yang mempunyai arti Laku yakni perbjuatan yang dengan sengaja kita lakukan dengan maksud supaya kita melatih diri pribadi (lihat dalam Ki Hajar Dewantara, Bagian I Pendidikan,, hlm. 486) pendidikan ini dilaksanakan di lingkungan perguruan muda (sekolah menengah atas) maka dapat dilaksanakan melalui pendidikan kesenian dan olah raga. Dan inti dari pengajaran pendidikan pada periode ini adalah semua laku (tidakan) yang disengaja yang memerlukan kekuatan kehendak (usaha) dan kekuatan tenaga (aplikasi). 204
d. Taman Madya dan Taman Guru (umur 17-20) Yaitu tempat pendidikan bagi anak-anak yang sudah benar-benar dewasa, pada periode inilah anank-anak telah memasuki periode marifat yang artinya mereka telah dalam tingatan pemahaman. Yaitu biasa melakukan kebaikan, meninsyafi (menyadari) apa yang menjadi maksud dan tujuan. 205 Pengajaran budi pekerti yang harus diberikan pada periode ini adalah berupa ilmu atau pengetahuan yang agak mendalam dan halus. Yaitu materi yang bekaitan dengan ethik dan hukum kesusilaan. Jadi bukan hanya berkenaan dengan kesusilaan saja melainkan juga tentang dasar-dasar kebangsaan, kemanusiaan, keagamaan, kebudayaan, adat istiadat dan sebagainya.
Melihat dari meteri pendidikan budi pekerti di atas dapat kita dipahami bahwa Ki Hadjar Dewantara menghendaki bahwa dalam penyampaian pendidikan budi pekerti haruslah disesuaikan dengan umur si peserta didik. Tahapan tersebut disesuaikan dengan tingkatan psikologis methodis yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Menurut penulis dari materi pendidikan budi pekerti di atas
204 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 489 205 Ibid., hlm. 489 merupakan materi pendidikan operasional. Dengan kata lain materi tersebut merupakan cara untuk meninternalisasikan nilai-nilai budi pekerti. materi yang sesungguhnya masih membutuhkan materi yang yang bersentuhan lansung dengan peserta didik. Berikut penulis paparkan beberapa pendapat tentang materi pendidikan budi pekerti: Menurut Hamzah Ya'kub dan Barnawi Umary, materi materi pendidikan akhlak (budi pekerti) di bagi dua kategori : pertama, materi akhlak mahmudah, yang meliputi : dapat dipercaya (Al amanah), benar / jujur (Ash sidqah), menepati janji (Al wafa'), adil (Al adalah), memelihara kesucian hati (Al iffah), Al haya' (malu) 206 , Al ihlas (tulus), Ash shabru (sabar), Ar rahmah (kasih sayang), Al afwu (pemaaf), Al iqtisshad (sederhana), Al khusu', As sakha (memberi), At tawadhu' (rendah hati), Asy-syukur (syukur), Al-tawakal (berserah diri), Al-sajaah (pemberani) 207
Materi-materi tersebut di atas apabila sukses tersosialisasikan oleh pendidik kepada anak didik, maka sinyalemen al ghazali yang mengatakan materi pendidikan akhlak hendaknya dapat menuju pada tujuan pendidikan yaittu mendekatkan diri kepada Tuhan akan tercapai. Kedua, materi pendidikan akhlak madzmumah (tercela) meliputi : khianat, dusta, melanggar janji, zalim, bertutur kata yang kotor, mengadu domba, hasud, tamak, pemarah, riya', kikir, takabur, keluh kesah, kufur ni'mat, menggunjing, mengumpat, mencela, pemboros, menyakiti tetangga, berlebih -lebihan, membunuh. 208
206 Hamzah ya'qub, Op. Cit, hlm. 98 - 100 207 Barnawie Umary, Materi Akhlak, ( Solo : Ramadhani, 1996 ) hlm. 44 - 45 208 Ibid, hlm. 56 - 58 Titik tekan pada penulisan skripsi ini adalah pada etika Islam (akhlak). Batasan-batasan baik dan buruk mengenai tingkah laku manusia dilihat dari sudut pandang Islam yang berdasar pada al- Quran dan al-Hadis. Islam bukan hanya agama dalam pengertian umum melainkan juga merupakan suatu sistem kehidupan (bukan hanya sistem sosial) yang bulat dan terpadu, yang ajarannya demikian intens dan luas meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk akhlak. 209
Di samping itu dalam akhlak bukan saja mengemukakan pedoman-pedoman yang dikehendaki untuk berlaku sebagaimana dalam akhlak normatif, melainkan juga mengandung ajaran moral dan bahkan juga sebagai art of life. Beberapa dimensi akhlak yang dapat ditulis dalam skripsi ini meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji. 210 Beberapa butir akhlak terhadap Allah diantaranya: a) Bertuhankan kepada Allah harus didasarkan atas tauhid. Allah maha esa, tempat memohon, tidak berputra dan berputrakan dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamainya. b) Islam berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah: sholatnya, ibadahya, hidupnya, matinya dan semua hal diperuntukkan kepada Allah, Tuhan semesta alam. c) Allah merupakan sumber hukum dan sumber moral, melalui al-Quran dan al-Hadis.
209 Tohari Musnamar, Etika dan Prinsip Pendidikan Islam, Sumbangannya Terhadap Pendidikan Islam, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 35. 210 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran., (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 264. d) Setiap perbuatan hendaknya didasarkan atas mencari ridha Allah, lillahi taala, ikhlas karena Allah semata. 211
2) Akhlak terhadap sesama manusia Akhlak terhadap sesama manusia termasuk terhadap diri sendiri Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melainkan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakang. 212 Beberapa butir akhlak terhadap sesama manusia maupun kepada diri sendiri antara lain: a) Al-Quran menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi ) seperti tersebut dalam surat an-Nur: 27, yaitu: !!., _.] `.. , l>.. !.`,, ,s .`,, _.> .!.`. .l. _ls !l> >l: ,> >l >l-l _`.. __
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. An-Nur: 27)
b) Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik. (QS. An-Nisa: 86)
211 Tohari Musnamar, op. cit., hlm. 88-91. 212 M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 266-267. :| ,.,,`> ,>., ,> _.>!, !.. !>:' | < l _ls _ ,`_: !,,.> __ artinya: Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atu balaslah penghormatan itu(dengan yang serupa) . . . . (QS. An-Nisa: 86)
c) Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik. (QS. Al- Baqoroh: 83) :| !..> _.:,. _., _,,`.| .,-. | < _.]l!, !.! .>| _: _1l _...,l _,. . ,l l _!.ll !.`.`> ., :l.l ., :l . `.,l. | ,l .. .. _.-. __ Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
d) Bila kita berbicara harus sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara serta harus berisi perkataan yang benar (QS. Al-Ahzab: 70) !!., _.] `.. , 1. < l .,. . _ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (QS. Al-Ahzab: 70)
e) Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk (QS. Al-Hujurat: 11-12) f) Hendaklah selalu menjadi orang yang pemaaf (QS. An-Nur: 22) 3) Akhlak terhadap lingkungan Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuhan maupun benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-.Quran kepada lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. 213 Dalam pandangan Islam seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. 214 Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT. Karena itu dalam al-Quran surat al-Anam ayat 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burungpun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya tidak boleh diperlakukan secara aniaya. Dalam QS. Al-Hasyr : 5 disebutkan bahwa semua hal adalah milik Allah termasuk tumbuh-tumbuhan, sehingga semua perlakuan hendaknya dilakukan atas izin Allah karena manusia akan dimintai pertanggung-jawaban atas semua nikmat yang diperoleh. Alam raya kelak ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan
213 M. Quraish Shihab, op. cit., hlm. 270. 214 Ibid. sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah ditundukkan Allah untuknya. Ia tidak boleh diperbodoh oleh benda-benda itu sehingga mengorbankan kepentingan sendiri. 215
F. Metode Pendidikan Dalam pendidikan telah dikenal beberapa aspek yang penting dsan berpengaruh terhadap kesuksesan dalam mewujudkan tujuan pendidikan, salah satunya adalah aspek metode pengajaran. Hal ini dikarenakan metode pengajaran terkait dengan proses interaksi dan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Menurut Ki Hadjar Dewantara secara umum metode pendidikan dan pengajaran telah terangkum dalam satu sistem yang dikenal dengan among methode atau sistem among. Among memilki arti menjaga, membina, dan mendidik,anak dengan kasih sayang. 216 Hal ini dapat ditemukan dalam 7 azas taman siswa yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922 217 dan menurut kondisi saat itu yang berisikan: sang anak harus tumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemadjuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas- luasnja. Pendidikan yang beralaskan paksaan-hukuman-ketertiban (regeering-tuch en orde) kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Jang kita pakai sebagai alat pendidikan jaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnja hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnja sendiri. Itulah yang kita namakan among methode Selandjutnja dalam butir kedua berbunji peladjaran berarti mendidik anak-anak akan mendjadi manusia jang merdeka batinnja, merdeka fikirannja dan merdeka tenaganja.
215 Ibid., hlm. 272 216 Ki Priyo Dwiarso, sistem among mendidik sikap merdeka lahir dan batin,www.tamansiswa.com, akses 7 juni 2008,jam 07.00 WIB 217 Ki Hajar Dewantara, Op. Cit., hlm. 48 Among methode adalah Pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. 218
Sistem among mengemukkan dua dasar 219 : 1. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin, hingga dapat hidup merdeka (dapat berdiri sendiri). 2. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Dalam lingkup pendidikan budi pekerti Ki Hadjar Dewantara memilki metode pengajaran dan pendidikan tersendiri yang terdiri atas tiga macam metode yang didasrkan pada urutan pengambilan keputusan berbuat, yang artinya ketika kita bertindak haruslah melihat dan mencermati urutan-urutan yang benar sehingga tidak terdapat penyesalan di kemudian hari. Metode tersebut antara lain adalah: ngerti (mengerti), ngrasa (merasakan)dan ngelakoni (melaksanakan). 220
Dari tiga macam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Metode Ngerti Metode Ngerti dalam pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, mempunyai maksud memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada anak. Didalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Berkaitan dengan budi
218 Ki Hajar Dewantara, Log. Cit., hlm. 48 219 I. Djumhur dan H. Danasupatra, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hlm. 174 220 Muhammad Tauchid, Perjuangan Hidup Ki Hadjar Dewantara, (Yogyakarta:MLPTS,1963), hlm.57 pekerti ini seorang pamong (guru) ataupun orang tua harus berusaha menanamkan pengetahuan tentang tingkah-laku yang baik, sopan-santun dan tata krama yang baik kepada peserta didiknya. Dengan harapan peserta didik akan mengetahui tentang nilai-nilai kebaikan dan dapat memahami apa yang dimaksud dengan tingkah- laku yang buruk yang dapat merugikan mereka dan membawa penyesalan pada akhirnya. Selain itu pamong juga memiliki tugas untuk mengajarkan tentang hakikat hidup bermasyarakat, berbangsa dsan bernegara serta beragama. Dengan tujuan akhir peserta didik dirahkan untuk mampu menjadi manusia yang merdeka dan memahami pengetahuan tentang perilaku baik dan buruk serta memliki budi pekerti (akhlak) yang luhur (mulia). 2. Metode Ngrasa Metode yang kedua adalah metode Ngrasa yang merupakan kelanjutan dari metode Ngerti, metode pendidikan budi pekerti merupakan metode yang bertahap yang merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.yang dimaksud dengan metode Ngrasa adalah berusaha semaksimal mungkin memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini peserta didik akan dididik untuk dapt memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah. 3. Metode Nglakoni Metode Nglakoni merupakan tahapan terakhir dalam metode pengajaran budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yang dimaksud dengan metode Ngelakoni adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika tindakan telah dirasakan mempunyai tanggungg jawab, tidak mengganggu hak orang lain, tidak menyakiti orang lain maka dia harus melakukan tindakan tersebut. Dari metode pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara tersebut di atas menurut penulis merupakan metode pengajaran yang menekankan kepada penyadaran diri dari masing-masing peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari tahapan-tahapan yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara yang melihatkan pentingnya sebuah tindakan. Dari macam-macam metode diatas penulis akan memaparkan beberapa pendapat tentang metode pendidikan budi pekerti (akhlak). Dalam pendidikan akhlak terdapat metode-metode spesifik untuk diterapkan. Dalam konteks ini al- Quran telah menegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 35, yang berbunyi !,!., _.] `.. , 1. < -., ,l| ,.l ..> _ .,,. l-l _>l. __ Artinya:Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Menurut Athiyah al-Ibrasyi, metode yang praktis dan efektif bagi pendidikan akhlak antara lain: 1) Pendidikan secara langsung, dengan cara memberi petunjuk ataU nasehat, menjelaskan manfaat dan bahaya, menuntun pada amalamal baik, mendorong mereka berbudi pekerti tinggi, dan menghindari hal-hal tercela. 2) Pendidikan secara tidak langsung, dengan jalan seperti mendiktekan sajak- sajak, syair-syair, kata-kata hikmah dan nasehat-nasehat. 3) Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak didik dalam rangka mendidik akhlak, contohnya kesenangan anak meniru sesuatu, maka guru seyogyanya menghias diri dengan akhlak mulia. 221 Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, metode pendidikan meliputi: metode hiwar, metode kisah, metode amtsal (perumpamaan), metode teladan, metode pembiasaan diri dan pengalaman, metode pengambilan pelajaran dan peringatan, metode targhib dan tarhid (janji dan ancaman). 222 Sedangkan Muhammad Quthb berpendapat bahwa metode yang digunakan adalah metode teladan, metode nasehat, metode hukuman, metode cerita, metode kebiasaan, metode penyaluran kekuatan, metode mengisi kekosongan, dan metode hikmah suatu peristiwa. 223
Dari berbagai pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan akhlak adalah: 1) Metode Teladan Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir, dan sebagainya. dalam hal belajar, anak didik umumnya lebih mudah menangkap yang
221 M.Athiyah al-Ibrasyi, Op.Cit.,hlm.106-108 222 Djasuri,Pengajaran Akhlak, dalam Chabib Thoha,dkk.(eds), Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar,1999),hlm.123-125 223 Ibid.,hlm.126 kongkrit daripada yang abstrak. Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejmlah metode yang efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak didik secara spiritual, moral dan sosial, sebab seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak. Al-Quran menunjukkan pentingnya keteladanan dalam pendidikan. Al-Quran menggambarkan pribadi rasulullah SAW. Sebagai figur teladan, seperti tersebut dalam Al-Quran surat al- Ahzab ayat 21, yang berbunyi: .1l l >l _ _. < :`. . .> _.l l `>, < ,l > : < ,: _ Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
2) Metode Kisah Dengan menggunakan metode kisah, dalam interaksi belajar mengajar mampu mempengaruhi seseorang yang membacanya atau mendengarnya, sehingga dengan itu dia tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan. Dalam Al-Quran juga disebutkan kisah-kisah tentang pendidikan akhlak seperti tersebut dalam Al-Quran surat Yusuf ayat 111 yang berbunyi: .1l _l _ .. :s _|` .,l Artinya: Sesungguhnya dalam cerita mereka itu ada pelajaran bagi orang-orang yang berakal . . . . (QS. Yusuf: 111)
3) Metode Nasehat Al-Quran penuh dengan muatan-muatan dan untaian nasehat, bahkan al-Quran sendiri menyebutkan bahwa kedatangannya itu sebagai nasehat bagi manusia, sebagaimana tesebut dalam firman Allah QS. Yunus : 57 yang berbunyi: !!., '_!.l . >. ,!> Ls. _. , ",! : !.l _ ..l _.> .- _,...ll __ Artinya: Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahnat bagi orangorang yang beriman. (QS. Yunus: 57)
4) Metode Targhib dan Tarhid Yaitu metode yang dapat membuat senang dan membuat takut. Dengan metode ini kebaikan dan keburukan yang disampaikan kepada seseorang dapat mempengaruhi dirinya agar terdorong untuk berbuat baik. 224
G. Lingkungan Pendidikan Sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dibahas diatas yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seuthnya. Dalam hal ini, manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Ynag Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
224 Djasuri, Pengajaran Akhlak, dalam Chabib Thoha, dkk. (eds), Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 126 keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan. 225 Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan tersebut sekiranya terdapat beberapa unsur yang terlibat didalam yang berfungsi sebagai transformator dari tujuan pendidikan tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan ini dibatasi oleh lingkungan sosial anak, lingkungan sosial adalah lingkungan di mana anak itu tinggal. Terdapat tiga lingkungan pendidikan, yaitu keluarga sekolah dan masyarakat. Dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti bukan hanya tanggung jawab sekolah saja, melainkan juga keluarga dan masyarakat di sekitar peserta didik itu tinggal.hal ini didukung oleh pendapatnya KI Hadjar Dewantara yang menyebutkan bahwa lingkungan pendidikan terdapata tiga unsure yaitu yang dikenal dengan istilah tripusat pendidikan atau tri sentra pendidikan yang terdiri dari alam keluarga, alam paguron (sekolah) dan alam pemuda (masyarakat). 226 Berikut akan di jelaskan dari masing-masing lingkungan pendidikan budi pekerti: 1. Keluarga Keluarga terdiri atas dua kata yaitu kawula dan warga. Didalam bahasa jawa kuno, kawula berarti hamba. Maksudnya, orang yang menghambakan diri. Warga artinya anggota. Maksudnya, seseorang yang dalam lingkungannya mempunyai hak dan kewajibanatas terselenggaranya sesuatu yang baik bagi lingkungannya. Jadi, keluarga ialah suatu kesatuan (kelompok), dimana anggota-
225 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Op. Cit., hlm.70 226 Ki Hajar Dewantara Op. Cit., hlm.70 anggotanya mengabdikan diri kepada kepentingan dan tujuan kelompok tersebut. 227
Menurut Ki Hadjar Dewantara Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama, 228 dikatakan demikian karena keluarga merupakan tempat pendidikan pertama kali yang dialami oleh anak. Yang memberikan dasar- dasar pendidikan, sikap dan keteramopilan dasar seperti pendidikan agama. Pendidikan dalam keluarga atau rumah tangga termasuk pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan. Maksudnya, frekuensi pendidikan pada anak sangat besar dalam keluarga karena pendidikan disekolah terbatasi oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini Sigmund freud menjelaskan pada dasarnya kepribadian seseorang telah terbentuk pada akhir tahun kelima dari umur orang itu. 229 Sehingga peran dari keluarga untuk membimbing dan membina kepribadian anaknya sangat diperlukan. Adapun tugas utama dari orang tua dalam pendidikan ini adalah sebagai peletak dasar pendidikan budi pekerti, akhlak dan pandangan hidup yang akan dipegang erat oleh anak. 230
2. Sekolah Pendidikan di sekolah ialah pendidikan formal, yang dilaksanakan secara teratur, sistematis, berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlansung dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. 231 Dalam pendidikan Islam sekolah dikenal dengan nama madrasah yang memilki arti tempat untuk belajar. Istilah madrasah kini telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan
227 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Op. Cit., hlm.84 228 Ki Hajar Dewantara, Op.Cit., hlm.70 229 Ibid.hlm. 85 230 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos,1997),hlm.86-87 231 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Op. Cit., hlm.90 (terutama perguruan Islam). Di sekolah atau madrasah anak akan menerima berbagai ilmu yang belum diterima dalam keluarga, seperti Matematika, IPS, IPA, Bahasa, Sejarah, dan lain sebagainya. Menurut Zahara Idris sebaiknya kegiatan-kegiatan di sekolah dapat diarahkan seperti berikut: 232
a. Kebiasaan belajar yang keras dengan pemupukan sikap peserta didik. Dalam hal ini, sikap rajin, disiplin, dan tekun belaja; gairah menulis secara analitis; gemar,biasa, dan butuh membaca; suka meneliti; terampil dan cekatan; mampu menerapkan teknologi secara memadai; senag terhadap pekerjaan fisik dan intelektual. b. Pendidikan mansia yang berbudi luhur dengan pembentukan peserta didik yang bertakwa ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa; bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mengamalkan, kepribadian dengan memperhatikan sopan santun; bersikap dan bertngkah laku dengan baik. c. Pengembangan estetika dengan pembentukan peserta didik supaya senantiasa memperhatikan kebersihan, ketertiban, keamanan, keindahan dan rasa kekeluargaan yang di kenal dengan istilah (5K). Sedangkan menurut al-Nahwali, seperti yang di kutip oleh abdul Mujib dalam bukunya tugas-tugas yang diemban oleh madrasah (sekolah) setidaknya
232 Ibid.,hlm.90-91 mencerminkan sebagi lembaga pendidikan Islam yang lain. Tugas lembaga madrasah sebagi lembaga pendidikan islam adalah: 233
1. Merealissasikan pendidikan Islam yang didasarkan atas prinsip piker, akidah, dan tasyri yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. itu ialah agar peseta didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT., tunduk dan patuh atas perintah-Nya serta syriat-Nya. 2. Memelihara fitrah anak didik sebagai insane yang mulia, agar ia tidak menyimpag dari tujuan Alklah menciptakanya. 3. Memberikan kepada anak didik dengan seperangkat peradapan dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintregrasikan antara ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, ilmu esakta, yang dilandaskan atas ilmu-ilmu agama, sehingga anak didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan Iptek. 4. Membersihkan pikiran dan jiwa dari pengaruh subyektivitas (emosi), karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi. Dalam hal ini, lembaga pendidikan madrasah berpengaruh sebagi benteng yang menjaga kebersihan dan kesalamatan fitrah manusia tersebut. 5. Memberikan wawasan nilai dan moral, serta peradapan manusia yag membawa khazanah pemikiran anak didik menjadi berkembang. 6. Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antar anak didik. 7. Tugas mengordinasi dan memnbenahi kegiatan pendidikan
233 Abdul Mujib,et al. Op. Cit., hlm.243 8. Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan keluarga, masjid dan pesantren. 3. Masyarakat Setiap masyarakat mempunyai nilai-nlai sosial budaya dan peraturan- peraturan yang dijunjung tinggi, dihayati, dan diamalkan. Nilai-nilai dan peraturan-peraturan tersebut selalu berubah dan berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan pada waktu itu. 234 Sehingga pendidikan diharapkan mampu untuk mengikuti perubahan tersebut dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan. Masyarakat juga memliki pengaruh yang besar terhadap pendidikan anak,terutama para pemimpin dan penguasa di dalamnya. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, moral atau etik, masyarakat berfungsi sebagai control sosial yang baik, yaitu mampu untuk menjaga nilai-nilai luhur yang selama ini dipgang dan dilaksanakan melalui tradisi masyarakat. Tugas yang tertpenting dari masyarakat adalah bagaimanalingkungan masyarakt dapat membentuk sekelompok masyarakat yang mempunyai kesadaran terhadap pentingnya pendidikan, hal ini dapat dilaksanakan melalui pembentukan masyarakat belajar (learning comunity). Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan budi pekerti tidak hanya merupakan tanggung jawab sekolah, melainkan semua unsur atau lingkungan yang ada. Sehingga menurut Jackon sperti yang dikutip oleh Nurul Zuriah bahwa melihat pendidikan moral yang sangat luassehingga tidak
234 Zahara Idris dan Lisma Jamal, Op. Cit., hlm.99 mungkin pendidikan moral hanya menjadi tanggung jawab guru atau sekolah. Oleh karena itu, timbul sebuah gagasan tentang pentingnya kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). 235 Dengan perkataan lain, pandangan ini menuntut adanya tanggung jawab kolektif dari semua pihak terhadap keberhasilan pendidikan budi pekerti.
BAB V P E N U T U P Pada bagian akhir dari pembahasan ini, penulis mengambil sebuah konklusi atau kesimulan yang diperoleh berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Penulis juga memberikan saran-saran yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi pikiran yang berharga bagi pendidikan umumnya, dan atau pendidikan Islam khususnya.
235 Nurul Zuriah Op. Cit., hlm. 25 A. Kesimpulan Dari apa yang telah diuraikan tersebut di atas, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: Konsep pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara dalam menanamkan moral pada anak didik terdiri dari beberapa komponen, yaitu: Pertama, maksud dan tujuan pendidikan budi pekerti adalah berusaha memberikan nasehat-nasehat, materi-materi, anjuran-anjuran yang dapat mengarahkan anak pada keinsyafan dan kesadaran akan perbuatan baik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, mulai dari masa kecilnya sampai pada masa dewasanya agar terbentuk watak dan kepribadian yang baik untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.Dalam proses pendidikan tersebut harus ada pendidik dan anak didik. Kedua, pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara berdasarkan pada asas pancadharma, yang terdiri dari kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Ketiga, Dalam penyampaian pendidikan budi pekerti, Ki Hadjar Dewantara menggunakan metode yang disesuaikan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat, yaitu metode ngerti, ngrasa dan nglakoni. Keempat, materi pendidikan budi pekerti dapat diambil dari cerita rakyat, lakon, babad dan sejarah, buku karangan pada pujangga, kitab suci agama dan adat istiadat. Kelima, Lingkungan pendidikan budi pekerti yaitu: keluarga, sekolah dan masyarakat. .B. Saran-saran Dari hasil kesimpulan di atas, perlu kiranya penulis memberikan saran konstruktif bagi dunia pendidikan, baik bagi pendidik maupun instansi yang 137 menangani pendidikan. Petama, Pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara memiliki maksud dan tujuan yang bagus, serta tetap relevan hingga saat ini, di tengah dekadensi moral yang melanda bangsa ini. Di tengah orang- orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk kepentingan pribadi dan kelompok, di tengah orang-orang yang mementingkan material dari pada moral, konsep pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara perlu diterapkan dalam usaha penanaman moral negerasi muda saat ini. Kedua, Sebagai seorang guru hendaknya dapat menjadi tauladan yang baik bagi anak didiknya, sehingga seorang guru harus dapat digugu dan ditiru oleh anak didiknya. Ketiga, perlunya sosialisasi terhadap para pendidik ataupun masyarakat luas bahwa kekerasan, penindasan, serta penekanan-penekanan terhadap peserta didik dalam proses belajar akan berimplikasi terhadap kondisi perkembangan psikisnya dan hanya akan melahirkan pribadi-pribadi yang tidak percaya diri, keras dan kasar, yang menyebabkan semakin jauh dari nilai-nilai luhur agama (Islam) yang sangat mengagungkan rasa cinta dan kasih sayang sebagai cerminan akhlak yang mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 1999. Studi Agama Normativitas atau Historisasi. Yogyakarta: Puataka Pelajar
Abrasyi, M. Athiyah Al, 2000. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet 5 Jakarta:Bumi Aksara
Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarid al-Thabari, tt., Tafsir al-Thabari, al-Musamma Jami al-Bayan fi Tawil al-Quran, X, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyahlm
Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah al- Quran Depag RI
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Maruf, Judul Asli Al- Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang
Arifin, HM. 1995. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara,
________,2000. Ilmu Pendidikan Islam. Cet 5. Jakarta: Bumi Aksara
Arifin, Imron (ed.), 1996. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasahada
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
________,1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
AS, Asmaran. 2002. cet.III. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Azizy, A. Qadri. 2003. Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat). Semarang: Aneka Ilmu
Aziz, Erwati. 2003.Prinsip-prinsip Pendidikan Islam. cet. 1. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Burhanudin, Tamyiz. 2001. Akhlak Pesantren, Cet. I Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika
Cahyoto. Budi Pekerti dalam Perspektif Pendidikan.Malang: Depdiknas-Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah-Pusat Penataran Guru IPS dan PMP Malang
Chabib Thoha, dkk.(eds). 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar
Drajat, Zakiah. 1971. Membina Nilai-Nilai Moral Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Dewantara, KI Hadjar, 1962. Karya Bagian I Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
________,1963. Masalah Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
Dewantara, Bambang S 1989. Ki hajar Dewantara, Ayahku. cet. I . Jakarta: pustaka Harapan
Dewantara, Bambang S. 1989. 100 Tahun Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Pustaka Kartini
Dewantara, Bambang Sokawati. 1981. Mereka yang Selalu Hidup Ki Hajar Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara. Jakarta; Roda Pengetahuan
Djatnika, Rachmat. 1992. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas
Darsini Soeratman, 1985. Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidkan Indonesia
Daradjat, Zakiah. 1979. dkk. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
________,1982. Membangun Mental dengan Pendidikan Agama, cet. IV. Jakarta: Bulan Bintang
Dwiarso, Ki Priyo sistem among mendidik sikap merdeka lahir dan batin, www.tamansiswa.com, akses 7 juni 2008,jam 07.00 WIB
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. cet.I. karta: Prenada Media
Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989. Jilid 4. cet. I. Jakarta: Cipta Adi Pustaka
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Pedoman Penulisan Skripsi Freire, Paulo. 1972. Pendidikan Kaum Tertindas,terjm. Tim redaksi asosiasi pemandu latihan. Yogyakarta: LP3ES
Gunawan, 1992. Berjuang Tanpa Henti dan Tak Kenal Lelah Dalam Buku Peringatan 70 Tahun Taman Siswa. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
Hadi, Sutrisno 1987. Metode Research I . Yogyakarta: Andi Offset http: // beritasore.com/2008/11/17/era-global-sarat-dengan-masalah-moral.
Hadiwardoyo, P., Moral dan Masalahnya, (Yogyakarta: Kanisius, 1990)
Hah. Harahap dan Bambang Sokawati Dewantara. 1980. Ki Hadjar Dewantara dan Kawan-kawan, Ditangkap, Dipenjara, dan Diasingkan. Jakarta: Gunung Aguna
Hardjana, A.M. 1999. Penghayatan Agama: yang Otentik dan Tidak Otentik,. Yogyakarta: Kanisius
Hitami, Munzir. 2004Mengonsep Kembali Pendidikan Islam. Pekanbaru: Infinite Press
Idris, Zahara. 1981. Dasar-Dasar Pendidikan. Angkasa Raya
Idris, Zahara, dan Lisma Jamal, 1992. Pengantar pendidikan I. Jakarta: PT.Gasindo
Imam Ibnu Majah. tt. Sunan Ibnu Majah. Semarang: Toha Putra
Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Anshor al-Qurthubi, tt., Tafsir al-Qurthubi, al-Jami Liahkam al-Quran,VI, Kairo: Daarus Saab
Iman, Muis Sad. 2004. Pendidikan Partisipatif. Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey. Yogyakarta: Safiria Insania Press
I. Djumhur dan H. Danasupatra. 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV. Ilmu
Imaduddin Ibnu Fida Ismail Ibnu Katsir, tt., Tafsir Ibnu Katsir, III, Dar al-Qalam al-Araby
Ki Hariyadi. 1989. Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin Rakyat, dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan Mentriknya. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
M. Ahmad, dkk., 1998. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Pustaka Setia Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al- Maarif
Masduqi, Machbub 1983Tahdzibul Akhlaq, Diktat. Semarang: Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo
Muhaimin, dkk. 1999. Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam. Cirebon: Pustaka Dinamika
Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigen Karya
Mujib, Abdul et al. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Moleong, Lexi J. 1989. Metodologi Penelitiaan Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Muththahhari, Murtadho. 1992. Perspektif al-Quran tentang Manusia dan Agama. Bandung: Mizan
Nata, Abuddin 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. cet2. Jakarata: PT grafindo persada
________, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), hlm. 91-92
________, 1997. Akhlak Tasawuf. Cet. 2. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Nursalim, dkk. 2002. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Buku Kedua. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Poerbakawatja, Soegarda. 1976. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, 1997. Pedoman Pengajaran Budi Pekerti. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, departemen pendidikan dan kebudayaan
Rosyadi, Khoiron. 2004. pendidikan profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ramayulis. 1997. Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Logos Razak, Nasrudin. 1973. Dienul Islam.Bandung: PT.Almaarif
Shihab, M. Quraish. 2000. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sudjana, Nana. 1993. Penilaian Hasil Belajar Mengajar.Bandung: Rosda Karya
Sojono dan Abdurrahman, 1999. Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan penerapan. PT. Rineka Cipta
Syarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta, PT. Bumi Aksara
Sardy, Martyn. 1985. Pendidikan Manusia. Bandung: Penerbit Alumni
Sagimun M.D. 1983. Mengenal Pahlawan-Pahlawan Nasional Kita, Ki Hajar Dewantara. , Cet. Ke-II. Jakarta: Bhratara karya Aksara
Soeratman, Darsiti. 1983/1984. Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Soewito, Irna H.N. Hadi 1985. Soewardi Soeryaningrat dalam Pengasingan, Jakarta: Balai Pustaka
Sugiyono, 1989. Ki HajarDewantara Berani dan Menentang OO; Dalam Buku Ki Hajar Dewantara dalam pendangan Cantrik dan Mantriknya, Yogyakarta; Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa)
Tauhid, Moch. 1963. Perjuangan dan ajaran Hidup Ki Hajar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional; Suatu Tinjaun Kritis. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia Etnitas dan Identiras Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Tim penyusun kamus pusat bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. cet I. Jakarta: Balai Pustaka
Tatapangarsa, Humaidi. 1984. Pengantar Kuliah Akhlak. cet. IV. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Turmudzi, t.th .At. Al Jam As-Shahih. juz 3, Semarang: Toha Putra Tafsir, ahmad. dkk, 2002. Moralitas al-Qur'an dan Tantangan Modernitas. Cet. I Yogyakarta: Gama Media Offset
________, Ahmad. 2000. Pendidikan Agama dalam Keluarga.cet.III. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tohari Musnamar, 1986. Etika dan Prinsip Pendidikan Islam, Sumbangannya Terhadap Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Rajawali
Tauchid, Muhammad. 1963. Perjuangan Hidup Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa
Undang-Undang Republik Indonesia NO.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, 2003. Semarang: Aneka Ilmu
Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan pelaksanaanya, 2004. Yogyakarta: CV. Tamima Utama
www.aatafsir.blogspot.com diakses pada tanggal 11 Februari 2009 pukul 22.00WIB
Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia; Belajar Dari Paulo Freire Dan Ki Hajar Dewantara. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Zainuddin, M. 2004. Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Yogyakarta: Pustaka Pesantren
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pkerti dalam Perspektif Perubahan. cet.I Jakarta: PT.Bumi Aksara
Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. cet-V. Jakarta: Bumi Aksara
DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG FAKULTAS TARBIYAH Jl. Gajayana 50 Malang Telp. (0341) 551354 Fax. (0341) 572533
BUKTI KONSULTASI Nama : Dodit Widanarko NIM/Jurusan : 05110142/Pendidikan Agama Islam Dosen Pembimbing : Dr. H.M. Samsul Hady, M.Ag Judul Skripsi : Pendidikan Budi Pekerti Perspektif Ki Hadjar Dewantara
No Tanggal Hal yang Dikonsultasikan Tanda Tangan 1 05 Februari 2009 Revisi Proposal 2 09 Februari 2009 ACC Proposal 3 12 Februari 2009 Pengajuan Bab I, II, III 4 15 Februari 2009 Revisi Bab I, II, III 5 17 Februari 2009 Pengajuan Bab IV, V 6 20 Maret 2009 Revisi Bab IV, V 7 25 Maret 2009 Pengajuan Seluruh Bab 8 02 April 2009 ACC Keseluruhan
Malang, 03 April 2009 Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang
Prof. Dr. H.M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031
BIODATA PENULIS Nama : Dodit Widanarko TTL : Mojokerto, 11 Februari 1987 Alamat : Candiharjo, Ngoro, Mojokerto Phone : 085648610480 E-mail : elwiedo@yahoo.co.id
Pendidikan Formal SD. Negeri Candiharjo (1999) di Mojokerto MTs. Negeri Mojosari (2002) di Mojokerto MA. Negeri Mojosari (2005) di Mojokerto Universitas Islam Negeri (UIN) Malang (2009) di Malang
Pendidikan Non Formal : Basic Training (LK-I) HMI (2005) di Malang Short Course of Research (2006) di Malang School of movement (2007) di Malang Diklat Jurnalistik (2007) di Malang Training To Trainer (2008) di Malang
Pengalaman Organisasi : Ketua Osis MA. Negeri Mojosari (2003) Ketua Ambalan P. Diponegoro MA. Negeri Mojosari (2003) Departemen P3A Koms. Tarbiyah UIN Malang (2006-2007) Sekretaris Bidang PTKP HMI Koms. Tarbiyah UIN Malang (2007-2008) Skretaris Bidang Pengembangan Kurikulum dan Instruktur BPL Malang (2008-Sekarang)