You are on page 1of 25

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

Metodologi Penelitian

ARAHAN PENYEDIAAN FASILITAS PELAYANAN KOTA DI DAERAH URBAN SPRAWL SURABAYA

Oleh : Alifiana Hafidian R. Sisca Henlita Hesti Martadwiprani Ainun Dita Febriyanti M. Emil Widya Pradana Daniel Yedidia W. 3609 100 012 3609 100 013 3609 100 014 3609 100 019 3609 100 021 3609 100 039

Dosen Pembimbing : Putu Gde Ariastita, ST, MT

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan kota diiringi dengan jumlah penduduk yang akan terus meningkat sedangkan jumlah lahan perkotaan akan semakin menyusut. Hal ini adalah siklus alami dari perkembangan kota. Salah satu fenomena yang muncul dalam proses tumbuhnya kota adalah fenomena urban sprawl, yaitu perluasan kawasan perkotaan. Menurut Devira (2008), menjelaskan bahwa perluasan kawasan perkotaan terjadi secara terus-menerus di kawasan sekitar pusat kota atau kota induk dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas di pusat kota. Demand atau permintaan yang tinggi dengan supply lahan yang terbatas menyebabkan biaya semakin tinggi, sehingga mengakibatkan penduduk untuk memilih tempat tinggal di kawasan pinggiran (sub-urban). Gejala urban sprawl di suatu wilayah sangat terkait dengan urbanisasi, yang secara umum berarti pengkotaan (proses menjadi kota). Adapun permukiman yang mengalami proses pengkotaan adalah permukiman rural. Selanjutnya, kota-kota tersebut tumbuh meluas, daerah pinggiran yang semula berupa daerah perdesaan kemudian berubah menjadi kota. Fenomena urban sprawl biasanya terjadi pada kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Bandung. Salah satu fenomena tersebut terjadi di kawasan Surabaya Metropolitan Area (SMA) yang terdiri dari Kota Surabaya sebagai kota intinya serta Kabupaten Sidoarjo, Bangkalan, dan Gresik sebagai wilayah pinggirannya. Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah sprawling kota Surabaya yang terdiri dari Kecamatan Waru, Kecamatan Sedati, Kecamatan Gedangan, dan Kecamatan Taman. Adanya pemekaran kota di sub-urban kota Surabaya ditandai dengan gejala filtering up yaitu pergantian permukiman-permukiman lama dengan permukiman-permukiman baru yang kondisi ekonominya lebih baik (Yunus, 1987). Salah satu tanda terjadinya pemekaran kota di daerah pinggiran kota yaitu adanya pergantian permukiman-permukiman lama dengan permukiman-permukiman baru yang kondisi ekonominya lebih baik (Rustiati dalam Devira 2008). Pada umumnya, keberadaan urban sprawl di suatu wilayah ditandai dengan munculnya permukiman di pinggiran kota, salah satunya adalah permukiman yang ada di Kecamatan Waru. Daerah urban sprawl di Kecamatan Waru didominasi oleh lahan permukiman. Berdasarkan RDTRK Kecamatan Waru Tahun 1999/2000-2008/2009, penggunaan lahan di Kecamatan Waru sebagian besar diperuntukkan sebagai permukiman yakni sebesar 1.185, 49 Ha atau sebesar 42,75%. Hal tersebut menunjukan bahwa Kecamatan Waru merupakan daerah yang penduduknya padat. Menurut Revisi RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 2008-2028, Kecamatan Waru merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tertinggi di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut didukung dengan Laporan Fakta dan Analisa RDTRK Kecamatan Waru tahun 2010 yang menjelaskan bahwa kepadatan penduduk Kecamatan Waru yaitu sebesar 63 jiwa/Ha dengan luasan wilayah 30,32 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 192.511 jiwa pada tahun 2008. Semakin padatnya penduduk di suatu wilayah tentu akan menimbulkan pertumbuhan permukiman yang harus diimbangi dengan ketersediaan akan fasilitas pelayanan kota. Makin besar suatu kota, makin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya (Tarigan, 2005;30). Kecamatan Waru merupakan wilayah prioritas yang akan dikembangkan oleh Kabupaten Sidoarjo karena wilayah ini memiliki tingkat aksesibilitas tinggi. Hal tersebut diperjelas dalam Revisi RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 20082028 yang menyebutkan bahwa Kecamatan Waru menjadi pusat pengembangan dari SSWP I

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya dengan fungsi kegiatan permukiman, industri dan perdagangan skala lokal, regional, dan internasional. Menurut Revisi RTRW Kabupaten Sidoarjo tahun 2008-2028, luasan lahan untuk fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru sebesar 54,641 Ha dari total keseluruhan luas lahan yang ada. Adanya pengembangan wilayah di Kecamatan Waru ini ditandai dengan banyaknya permukiman yang ada di Kecamatan Waru. Namun, banyaknya permukiman yang ada tidak diimbangi dengan penyediaan fasilitas pelayanan kota. Pada umumnya permukiman yang padat mengindikasikan tuntutan kebutuhan yang tinggi akan fasilitas pelayanan kota. Hal ini disebabkan setiap penduduk membutuhkan sarana yang mampu memfasilitasi segala aktivitas dalam kesehariannya. Fasilitas pelayanan kota yang dimaksud meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas perdagangan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Tarigan (2005) yang mengatakan bahwa ketersediaan fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas perdagangan seperti pasar dan pertokoan, merupakan fasilitas pelayanan kota yang menciptakan daya tarik bagi sebuah kota. Menurut Laporan Fakta dan Analisa RDTRK Kecamatan Waru Tahun 2010, fasilitas pendidikan di Kecamatan Waru yang ada pada saat ini berjumlah 192 unit yang terdiri dari TK sebanyak 90 unit, SD/MI sebanyak 64 unit, SMP/MTs sebanyak 22 unit dan SMU/MA sebanyak 16 unit. Fasilitas pendidikan tersebut lebih didominasi oleh sekolah swasta. Sementara itu penyediaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan rumah bersalin, lebih menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan commuting. Kedua jenis fasilitas kesehatan yang merupakan pelayanan kesehatan primer tersebut merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta memiliki nilai strategis (Sukron, 2009). Rumah sakit di Kecamatan Waru terdapat 2 unit, sedangkan untuk rumah bersalin terdapat 3 unit. Selain itu, fasilitas perdagangan yang terdiri dari pasar dan pertokoan juga memiliki daya tarik bagi kota. Fasilitas perdagangan di Kecamatan Waru berupa pasar terdapat sebanyak 7 unit, sedangkan untuk pertokoaan terdapat 8 unit (Laporan Fakta dan Analisa RDTRK Kecamatan Waru Tahun 2010). Menurut Dinas PU dalam Tarigan (2005;125) menjelaskan bahwa suatu kota dengan kepadatan 50 jiwa/Ha dapat dikatakan mampu memenuhi fasilitas pelayanan kotanya sendiri. Pada kenyataanya, kebutuhan penduduk Kecamatan Waru akan penyediaan fasilitas pelayanan kota masih tergantung pada Kota Surabaya. Ketergantungan tersebut terlihat pada kecenderungan penduduk Kecamatan Waru yang melakukan commuting atau nglaju ke Kota Surabaya. Aktivitas nglaju ke Kota Surabaya tersebut dilakukan penduduk untuk bekerja, sekolah, melakukan kegiatan rekreasi dan lain-lain. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun 2008, jumlah penduduk Kota Surabaya yakni 2.902.507 jiwa, namun pada siang hari jumlah penduduk yang ada di Surabaya bisa mencapai 5 sampai 6 juta sedangkan pada malam hari kembali normal. Dengan begitu dapat terlihat jelas bahwa jumlah penduduk di Surabaya 2 sampai 3 juta jiwa pada siang hari adalah penduduk di wilayah sekitar Surabaya yang melakukan commuting atau nglaju (Rini, 2011). Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa Kecamatan Waru yang berkepadatan penduduk tinggi dapat dikatakan belum mampu memenuhi fasilitas pelayanan kota untuk wilayahnya sendiri. Ketidakmampuan dalam penyediaan beberapa fasilitas pelayanan kota ini terlihat dengan adanya aktifitas commuting atau nglaju yang dilakukan oleh penduduk Kecamatan Waru dalam hal memperoleh fasilitas pelayanan kota. Aktifitas commuting ini tidak hanya berlaku dalam hal memperoleh pekerjaan, melainkan juga dalam memperoleh pelayanan akan fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas perdagangan. Selain itu, dengan adanya fenomena commuting dan nglaju di Kecamatan Waru seharusnya ketersediaan akan fasilitas pelayanan kota sudah terpenuhi, mengingat Kecamatan Waru merupakan daerah urban sprawl Kota Surabaya. Menurut Grigg (1998) dalam Wahyu (2012) menyebutkan bahwa penyediaan infrastruktur perkotaan, yaitu 3

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya pemenuhan pembangunan akan sarana maupun prasarana merupakan sebuah kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, baik dalam lingkup sosial maupun ekonomi. Melihat adanya ketergantungan Kecamatan Waru terhadap Kota Surabaya dalam hal memperoleh pelayanan fasilitas kota, menandakan bahwa penyediaan fasilitas kota di Kecamatan Waru masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk kawasannya yang bisa dipastikan akan terus meningkat. Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa masih diperlukan pemenuhan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. Pemenuhan ini tetap mempertimbangkan distribusi fasilitas pelayanan kota yang sesuai dengan preferensi masyarakat. Hal tersebut ditujukan untuk memastikan bahwa tiap kawasan di Kecamatan Waru benar-benar terlayani. Oleh karena itu, Kecamatan Waru memerlukan arahan terkait penyediaan fasilitas kota berdasarkan preferensi penduduk disana, sehingga terjadi kesesuaian antara kebutuhan dengan penyediaan dalam pembangunan kota. Gambaran dari keadaaan penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru tersebut merupakan titik awal diperlukannya usaha untuk menyusun arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota sesuai dengan kebutuhan penduduk di Kecamatan Waru sebagai daerah urban sprawl Kota Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan fakta kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan kondisi persebaran fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru, distribusi fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru masih kurang optimal. Kecamatan Waru yang merupakan daerah urban sprawl Kota Surabaya akan mengalami perkembangan kota, dimana dalam kondisi tersebut harus diimbangi dengan kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan kota. Kurang optimalnya fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru ini ditandai dengan adanya kegiatan commuting atau nglaju ke Surabaya yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Waru untuk memperoleh pelayanan fasilitas kota, sementara pada dasarnya fasilitas pelayanan kota merupakan elemen penting pada sebuah struktur ruang kota. Dari rumusan permasalahan tersebut pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah strategi apa yang sesuai untuk menyamaratakan persebaran pelayanan fasilitas kota yang ada di Kecamatan Waru? 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kecamatan Waru. Sementara itu, tujuan di atas memiliki sasaran sebagai berikut : 1. Menganalisa penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru 3. Mengidentifikasi kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat di Kecamatan Waru 4. Menganalisa kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat dan penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah salah satu daerah urban sprawl Kota Surabaya yaitu Kecamatan Waru. Secara geografis, Kecamatan Waru terletak di sisi utara Kabupaten Sidoarjo, yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya. Luas keseluruhan Kecamatan Waru adalah 71424,5 Ha. 4

Gambar 1.1 Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban SprawlPeta Ruang Lingkup Wilayah Studi Surabaya

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan Lingkup pembahasan penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. Selanjutnya mengidentifikasi kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat dan menganalisa penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. Setelah itu merumusakan distribusi fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. Ruang Lingkup Substansi Landasan teori atau konsep yang berpengaruh pada penelitian ini meliputi teori struktur ruang kota dan distribusi fasilitas pelayanan kota.

1.4.3

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan studi terhadap bidang ilmu perencanaan wilayah dan kota terkait struktur ruang kota, khususnya dalam penyediaan fasilitas pelayanan kota di daerah urban sprawl. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Sidoarjo, khususnya Kecamatan Waru dalam penyusunan kebijakan berupa arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota sebagai upaya pemenuhan kebutuhan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru dalam menanggapi fenomena urban sprawl.

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Urban Sprawl Urban sprawl merupakan proses perembetan kenampakan fisik kota ke arah luar (Yunus, 2000). Peristiwa perembetan kenampakan fisik ini terjadi ketika kebutuhan akan ruang di perkotaan besar namun tidak diikuti dengan ketersedian ruang di dalam kota, sehingga menyebabkan pengambil alihan lahan non urban oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota. Faktor yang mendorong terjadinya proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar (Urban Sprawl) antara lain dipengaruhi oleh gerak sentrifugal. Dimana gerak sentrifugal ini mendorong gerak keluar dari penduduk dan relokasi usahanya, lalu terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zona-zona kota. Terdapat enam hal yang mendorong gerak sentrifugal (Yunus, 2006) yaitu: 1. Adanya gangguan yang berulang seperti macetnya lalu lintas, polusi dan gangguan bunyi menjadikan penduduk kota merasa tak enak bertempat tinggal dan bekerja di kota. 2. Industri modern di kota memerlukan lahan-lahan yang relatif kosong di pinggiran kota dimana dimungkinkan pemukiman yang tak padat penghuninya, kelancaran lalu lintas kendaraan kemudian parkir mobil. 3. Sewa lahan yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di tengah kota. 4. Gedung-gedung bertingkat di tengah kota tak mungkin lagi diperluas, ini berlaku juga untuk perindustrian, kecuali dengan biaya yang sangat tinggi. 5. Perumahan di dalam kota pada umumnya serba sempit, kumuh dan tak sehat, sebaliknya rumah-rumah yang dapat dibangun di luar kota dapat diusahakan luas dan sehat. 6. Sebagian penduduk kota berkeinginan secara naluri untuk menghuni wilayah di luar kota yang terasa lebih alami. Dalam penelitian ini, penulis menitikberatkan fokus studi pada proses perkembangan spasial fisikal kota secara horizontal sentrifugal, yakni proses bertambahnya ruang kota ke arah luar/pinggiran kota atau urban sprawl yang masih kental dengan kenampakan fisik desa yaitu lahan pertanian terutama sawah dengan irigasi teknis. Artinya terjadi alih fungsi (konversi) penggunaan lahan pertanian menjadi built up area yang menjadi perumahan/permukiman penduduk, perkantoran, sekolah, perdagangan dan berbagai infrastruktur perkotaan lainnya. Pengaruh urban sprawl dari struktur fisik adalah terjadinya pola penyebaran permukiman yang semakin meluas/melebar ke samping kiri kanan jalur transportasi, dengan kata lain terjadi pemusatan fasilitas umum perkotaan di bagian wilayah tertentu karena pengaruh aksesibilitas. Sedangkan dari struktur ekonomi, pengaruh urban sprawl adalah terjadinya perubahan pola kegiatan ekonomi penduduk ke arah non pertanian. Hal ini terlihat dengan semakin berkurangnya penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan meningkatnya penduduk yang bekerja di sektor non pertanian (pedagang, buruh industri dan jasa). 2.2 Struktur Ruang Kota Menurut Sinulingga (2005:97), struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Sinulingga (2005) mengemukakan elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota yaitu: 7

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya a. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan. b. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. c. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau. d. Jaringan transportasi yang menghubungkan pelayanan jasa, sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan, dan permukiman. Menurut Sinulingga (2005:103-105), bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi beberapa perkembangan yaitu : 1. Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District). 2. Polycentric city adalah perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsurangsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan (Sinulingga, 2005) yaitu : 1. Mono centered Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain. 2. Multi nodal Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat. 3. Multi centered Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya. 4. Non centered Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas yang diperoleh dari beberapa sumber terkait dengan struktur ruang kota dapat disimpulkan bahwa struktur ruang kota merupakan susunan dari pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Yang dibentuk dari elemenelemen pelayanan jasa, pusat permukiman, sistem transportasi serta kumpulan indsutri sekunder (manufaktur). Hal tersebut berpengaruh terhadap pola perkembangan tata ruang suatu wilayah. Diharapkan dari hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai variabel pertimbangan dan arahan dalam pembangunan penataan ruang, salah satunya dalam distribusi fasilitas pelayanan kota. Dalam penelitian ini model struktur ruang berdasarkan pusat-pusat pelayanan yang mencerminkan wilayah Kecamatan Waru adalah model struktur multi nodal. Model nodal ini menggambarkan bahwa pelayanan fasilitas kota seharusnya tersebar pada pusat-pusat kegiatan.

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya 2.3 Fasilitas Pelayanan Kota Fasilitas adalah segala sesuatu yang dinilai sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk pemenuhan kebutuhan tertentu (Mitchell, 1969, dalam Anna, 2010). Fasilitas pelayanan kota yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan suatu kota meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan makam serta fasilitas penunjang kegiatan sosial lainnya di kawasan perkotaan. Menurut Tarigan (2005), terdapat beberapa fasilitas pelayanan kota yang tidak diragukan lagi menciptakan daya tarik bagi sebuah kota, misalnya pasar (termasuk toko serba ada atau swalayan dan kompleks pertokoan /ruko), fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Akan tetapi, cukup banyak fasilitas lain yang ada di perkotaan yang juga memiliki daya tarik dan apabila tidak dibatasi akan membuat daftar fasilitas menjadi sangat panjang. Fasilitas lain misalnya perbankan, apotek, notaris, pengacara, perkantoran dan lain-lain. Apabila diinginkan semua faktor lain dapat dimasukkan dalam analisis, tetapi bisa juga disederhanakan dengan hanya memasukkan tiga faktor utama tersebut. Penyerdehanaan ini didasarkan atas asumsi bahwa banyak fasilitas lain berbanding secara proporsional dengan jumlah penduduk kota sehingga dengan memasukkan faktor jumlah penduduk kota maka faktor lain itu dianggap terwakili. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa fasilitas pelayanan kota yang tidak diragukan lagi menciptakan daya tarik bagi sebuah kota : 1 Fasilitas Perdagangan Fasilitas perdagangan menurut Anoraga dalam Herliani (2003: 6) adalah tempat beraktivitasnya pembelian barang dengan maksud untuk dijual kembali kepada pedagang lain, konsumen atau akhir pemakai industri. Bentuk fasilitas perdagangan dapat berupa pasar modern (mall), pasar grosir dan retail modern (Giant, Hypermart, Carrefour), pasar retail modern (Indomart, Alfamart, swalayan sejenis), pasar grosir dan retail tradisional, pasar khusus, kompleks pertokoan. Fasilitas perdangan tersebut memberikan pelayanan baik secara lokal maupun regional. 2 Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan adalah aktivitas atau materi yang dapat melayani kebutuhan masyarakat akan kebutuhan yang bersifat member kepuasan sosial, mental dan spiritual melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan (UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Fasilitas pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk disediakan karena dengan adanya fasilitas ini dapat meningkatkan sumber daya manusia. Dalam memberikan pelayanan fasilitas pendidikan yang baik, diperlukan persebaran unit fasilitas pendidikan dan memperhatikan kuantitas fasilitas pendidikan, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang baik dalam penyediaan fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fasilitas pendidikan formal meliputi TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. 3 Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan (Permen Kesehatan No.1796 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan). Menurut definisi operasional standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota Propinsi Jawa Timur, fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan milik pemerintah, swasta, maupun perorangan, dan pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta termasuk dokter praktek. Menurut Rondinelli dan Ruddle dalam Dita (2007), fasilitas pelayanan seharusnya berlokasi di pusat pasar sebuah kota kecil, diantaranya terdiri dari: pasar permanen, kantor pemerintahan, 9

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya bank, klinik dan rumah sakit kecil, sekolah menengah, jalan arteri, listrik, pipa air, persampahan, transportasi, terminal, lumbung/gudang, fasilitas pemrosesan makanan, telepon, kantor polisi, kantor pos, pemadam kebakaran, dan pelayanan keamanan. Berdasarkan uraian mengenai fasilitas pelayanan kota diatas, maka dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa fasilitas pelayanan kota yang menjadi daya tarik suatu kota antara lain, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas perdagangan. Dengan kata lain, fasilitas-fasilitas tersebut menjadi fasilitas umum utama bagi sebuah kota. 2.4 Distribusi Fasilitas Pelayanan Kota Berkembangnya keadaan sosial ekonomi masyarakat dengan sendirinya akan mempengaruhi tuntutan masyarakat terhadap barang dan jasa, menyebabkan kota tersebut menjadi berkembang. Menurut Chappin dan Kaiser (1979) dalam Yuditrinurcahyo (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi pola atau struktur tata guna tanah adalah distribusi fasilitas pelayanan kota. Fasilitas kota selain mampu membentuk struktur fisik kota, juga dibutuhkan sebagai wadah aktivitas baik ekonomi maupun sosial sehari-hari bagi masyarakat setempat (Morris dalam Dita 2007). Selain itu, menurut United Nations (1979) dalam Dita (2007) menjelaskan bahwa fasilitas yang harus tersedia dalam suatu kota diantaranya adalah fasilitas: pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, olah raga, keagamaan, rekreasi, kebudayaan, administrasi, keamanan, komersial, keuangan, pertanian, peternakan, industri, transportasi, pos dan telekomunikasi, perumahan, persampahan, drainase, listrik, serta jalan. Dalam distribusi fasilitas pelayanan kota harus memperhatikan beberapa hal, antara lain perlunya merinci ruang lingkup pelayanan, jumlah dan kualitas fasilitas untuk masing-masing kelompok umur, kebutuhan ruang, dan lain sebagainya. Pendekatannya dilakukan atas satuan penduduk yang dapat mendukung adanya fasilitas tersebut. 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota Kustama (2009) dalam Mitchell (1969) menyebutkan bahwa fasilitas adalah segala sesuatu yang dinilai sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu untuk pemenuhan kebutuhan tertentu. Dalam pengertian lain jika dikaitkan dengan permukiman, maka fasilitas adalah suatu aktivitas atau materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu dalam suatu kehidupan lingkungan. Secara sistematis, aktivitas dari suatu fasilitas dibedakan menjadi dua yaitu fasilitas sosial dan fasilitas fisik. Fasilitas sosial dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang memberikan kepuasan sosial, mental, spiritual, yang antara lain terdiri dari fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, olah raga, rekreasi, perbelanjaan, pemerintahan serta fasilitas pemakaman. Sedangkan fasilitas fisik dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang bersifat fisik yang menyangkut utilitas umum (Sujarto, 1989). Dalam penelitian ini, fasilitas pelayanan kota yang dimaksud adalah fasilitas sosial dimana dalam dibatasi menjadi fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perdagangan. Menurut Sujarto (1977) dalam Musdalifah (2009), faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan fasilitas sosial antara lain jumlah kepadatan dan perkembangan penduduk, status sosial ekonomi, nilai-nilai kebudayaan dan antropologi. Selain itu, Daniels dan Warners (1983) dalam Musdalifah (2009) juga menyebutkan bahwa faktor usia, jenis kelamin, struktur keluarga, jarak ke fasilitas dan lingkungan administratif seperti kebijakan dan kelembagaan merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan fasilitas sosial. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik preferensi penduduk dalam memilih fasilitas sosial dapat menggunakan faktor keterpusatan fasilitas, jaringan pergerakan dan letak geografis menjadi karakteristik. Berhasil tidaknya pemenuhan fasilitas pelayanan sosial khususnya dalam lingkup perumahan dapat dilihat dari besarnya minat dan kesediaan para penghuni untuk menggunakan fasilitas tersebut (Kustama, 10

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya 2009 dalam Golany, 1976). Selain itu menurut pandangan Prihutomo (1988) dalam Devira (2008), faktor-faktor dominan yang berkaitan dengan lokasi dalam penggunaan lahan di daerah urban sprawl, yaitu faktor aksesibilitas dan faktor perangkutan. Terdapat pula pandangan lain menurut Suryokusumo (2008) dalam Wahyu (2012) yang menyatakan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi lemahnya penyediaan infrastruktur (salah satunya fasilitas kota) yaitu faktor efektivitas dan efisiensi. Efektivitas memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan dari organisasi publik, tingkat pelayanan, dan derajat kepuasan masyarakat, yang kesemuanya merupakan salah satu ukuran efektivitas. Sedangkan untuk efisiensi lebih melekat pada upaya organisasi pemerintah untuk menghemat sumber daya publik yang dititipkan kepadanya. 2.6 Sintesa Tinjauan Pustaka Sintesa teori menjelaskan bagaimana hasil tinjauan dari pustaka-pustaka pada sub bab sebelumnya. Rumusan sintesa kajian pustaka ini akan mempermudah dalam penentuan faktorfaktor dan variabel-variabel terkait dalam penelitian ini.
Tabel 2.1 Sintesa Kajian Teori Penelitian Sumber Sintesa Karakteristik Urban Sprawl Yunus, 2000 Kenampakan fisik ke arah luar karena adanya aksesibilitas Priohutomo, 1988 Faktor aksesibilitas dan perangkutan Karakteristik Struktur Ruang Kota Sinulangga, 2005 Penyebaran pelayanan mendekati pusat kegiatan Fasilitas Pelayanan Kota yang Menjadi Daya Tarik Kota a. Fasilitas perdagangan (pasar dan pertokoan) Tarigan, 2005 b. Fasilitas pendidikan c. Fasilitas kesehatan Distribusi Fasilitas Pelayanan Kota a. Ruang lingkup pelayanan Chapin dan Kaiser, b. Jumlah dan kualitas fasilitas 1979 c. Kebutuhan ruang Faktor yang Mempengaruhi Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota Sujanto, 1997 a. Kepadatan dan perkembangan penduduk b. Status sosial ekonomi c. Nilai kebudayaan dan antropologi Daniel dan Warmers, a. Faktor usia, 1983 b. Jenis kelamin c. Struktur keluarga d. Jarak ke fasilitas e. Kebijakan dan kelembagaan Musdalifah, 2009 a. Faktor keterpusatan fasilitas b. Jaringan pergerakan c. Letak geografis Suryokusumo, 2008 a. Pencapaian terhadap tujuan b. Tingkat pelayanan c. Derajat kepuasan masyarakat

No 1 2 1.

Sumber : Hasil Sintesa Peneliti, 2012

Setelah menjelaskan dan memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan konteks penelitian ini, maka dapat diperoleh indikator penelitian yang kemudian oleh peneliti ditentukan varibel-variabel didalamnya yang sesuai dengan kondisi eksisting yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. 11

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya


Tabel 2.2 Sintesa Pustaka

Sumber Variabel Sub Variabel Yunus Prihutomo Sinulangga Chapin dan Kaiser Jarak tempuh Aksesibilitas Waktu tempuh Kedekatan dengan pusat kegiatan Tingkat pelayanan Efektivitas Pelayanan Fasilitas Kota Kepuasan masyarakat Skala pelayanan Jumlah fasilitas kota Penduduk Status Sosial Ekonomi Masyarakat Kebutuhan ruang Kepadatan penduduk Tingkat Pendapatan Ketersediaan lahan v v v v v v v v v v v v v v Sujanto Daniel dan Warmers v Musdalifah Suryokusumo

Sumber : Peneliti, 2012

12

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Metode penelitian merupakan dasar dalam menuntun sebuah penelitan dalam memperoleh bentuk berupa langkah-langkah dalam penelitian yang dilakukan. pada bab metodologi penelitian ini akan membahas mengenai metode berupa langkah penelitian tersebut seperti pendekatan penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis. 3.1 Pendekatan Penelitian Menurut paradigma keilmuannya, metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan rasionalistik. Yuri (2012) menyebutkan bahwa pendekatan rasionalistik merupakan sebuah kebenaran bukan hanya berdasarkan empiris namun juga dari argument suatu konstruksi berpikir. Pendekatan rasionalistik sendiri umumnya digunakan dalam penyusunan kerangka konseptualistik teoritik yaitu dimana semua ilmu berasal dari pemaknaan intelektual yang dibangun atas kemampuan berargumentasi secara logik yang ditekankan pada pemaknaan sensual, etik, logik dengan syarat empirik yang relevan. Dalam penelitian ini, awalnya merumuskan grand theory yang menjadi ruang lingkup penelitian, definisi teoritik, dan empirik yang berkaitan dengan struktur ruang kota dan distribusi fasilitas pelayanan kota. kemudian dari grand theory tersebut dirumuskan menjadi suatu konseptualistik teoritik yang melahirkan variabel yang dianggap valid dan reliable sebagai kriteria faktor penentu penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru. Dalam hal ini, para ahli ataupun pakar yang mengerti dilibatkan demi penentuan nilai/ bobot pengaruh tiap variabel. Kemudian pada tahapan terakhir yaitu tahap generalisasi dimana tahapan ini bertujuan menarik sebuah kesimpulan berdasarkan hasil analisa. 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini analah dekriptif kuantitatif dimana penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas yang ada di suatu masyarakat (Mantra, 2008 dalam Harta, 2009). Penelitian deskriptif memungkinkan peneliti untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (West dalam Ridwan, 2012). Sementara penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena penelitian ini banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta penampilan datanya (Arikunto, 1998, dalam Meiriya, 2007). 3.3 Variabel Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, didapatkan variabel dan subvariabel yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mencapai sasaran-sasaran penelitian. Variabel-variabel yang terdapat dalam kajian pustaka kemudian disesuaikan lagi dengan ruang lingkup penelitian. Definisi operasional dari variabel dikembangkan oleh peneliti untuk menjalankan penelitian dilapangan. Adapun variabel dan subvariabel dan definisi operasional dijelaskan lebih rinci pada tabel berikut ini :

13

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya Tabel 3.1 Variabel Penelitian
No 1. Sasaran Analisa penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Variabel Aksesibilitas Sub Variabel Jarak tempuh Definisi Operasional Besar jarak yang ditempuh untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Besar jarak antara fasilitas pelayanan kota dengan pusat kegiatan Tingkat penilaian terhadap pelayanan fasilitas kota Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas kota Jangkauan pelayanan fasilitas kota Banyaknya fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Besar jarak yang ditempuh untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Besar jarak antara fasilitas pelayanan kota dengan pusat kegiatan Besar kepadatan penduduk pada tiap kelurahan di Kecamatan Waru Tingkat pendapatan masyarakat di Kecamatan Waru Ketersediaan lahan untuk mendirikan fasilitas pelayanan kota Besar jarak yang ditempuh untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Besar jarak antara fasilitas pelayanan kota dengan pusat kegiatan Tingkat penilaian terhadap pelayanan fasilitas kota Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas kota Jangkauan pelayanan fasilitas kota Banyaknya fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Besar jarak yang ditempuh untuk mencapai fasilitas pelayanan kota Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas

Waktu tempuh

Kedekatan dengan pusat kegiatan Efektivitas pelayanan fasilitas kota Tingkat pelayanan Kepuasan masyarakat Skala pelayanan Jumlah fasilitas kota 2. Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Aksesibilitas Jarak tempuh

Waktu tempuh

Kedekatan dengan pusat kegiatan Penduduk Kepadatan penduduk

Status sosial ekonomi masyarakat Kebutuhan ruang

Tingkat pendapatan Ketersediaan lahan

3.

Identifikasi kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat di wilayah studi

Aksesibilitas

Jarak tempuh

Waktu tempuh

Kedekatan dengan pusat kegiatan Efektivitas pelayanan fasilitas kota Tingkat pelayanan Kepuasan masyarakat Skala pelayanan Jumlah fasilitas kota 4 Analisa kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat Aksesibilitas Jarak tempuh

Waktu tempuh

14

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya


dan penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di wilayah studi Efektivitas pelayanan fasilitas kota pelayanan kota Besar jarak antara fasilitas pelayanan kota dengan pusat kegiatan Tingkat penilaian terhadap pelayanan fasilitas kota Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas kota Jangkauan pelayanan fasilitas kota Banyaknya fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Besar kepadatan penduduk pada tiap kelurahan di Kecamatan Waru Tingkat pendapatan masyarakat di Kecamatan Waru Ketersediaan lahan untuk mendirikan fasilitas pelayanan kota

Kedekatan dengan pusat kegiatan Tingkat pelayanan Kepuasan masyarakat Skala pelayanan Jumlah fasilitas kota Penduduk Kepadatan penduduk

Status sosial ekonomi masyarakat Kebutuhan ruang

Tingkat pendapatan Ketersediaan lahan

Sumber : Peneliti, 2012

3.4 Metode Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian. Dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan, yaitu diperoleh dari observasi lapangan dan kuisioner. a. Observasi merupakan teknik yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan pengamatan langsung dilapangan yang berkaitan dengan gambaran umum mengenai fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru b. Kuisioner merupakan pengamatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran kedua, ketiga, dan keempat yaitu kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat di Kecamatan Waru, mengetahui dari segi penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru serta bagaimana perkembangan fasilitas pelayanan kota yang ada di Kecamatan Waru. Penyebaran kuisioner ini dilakukan kepada pemerintah lokal dan masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Waru. 2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur yang berkaitan dengan studi yang diambil (penyediaan fasilitas pelayanan kota di daerah urban sprawl Surabaya). Studi literatur ini terdiri dari tinjauan teoritis dan pengumpulan data instansi. Untuk tinjauan teoritis, kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari teori teori, pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan studi. Sedangkan untuk pengumpulan data dari instansi instansi adalah data terkait guna mendukung pembahasan studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan. 3.5 Metode Sampling Sampling merupakan suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh dalam artian tidak mencakup seluruh objek penelitian. Pengambilan sampel untuk populasi ini berdasarkan Purposive Sampling. Sesuai dengan namanya,sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya 15

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya (Mustafa, 2000). Dalam penelitian teknik purposive sampling digunakan untuk mengetahui preferensi masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kota. Adapun yang dijadikan sampel penelitian adalah diperoleh stakeholder kunci dan stakeholder utama yang berpengaruh serta dapat memberikan informasi yang spesifik berdasarkan pandangan dan kepentingan kelompok sampel tersebut sebanyak dan seakurat mungkin. 3.6 Metode Analisa Analisa data adalah suatu proses mengatur urutan data,mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar (Patton dalam Moleong, 2001). Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota, mengidentifikasi kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat, menilai kinerja fasilitas pelayanan kota serta mengetahui arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru . Analisis kualitatif dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif, analisa skoring dan analisis triangulasi. 3.6. 1 Analisa Deskriptif Adanya analisa deskriptif ini adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Di dalam penelitiaan ini, analisa deksriptif bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru berdasarkan teori yang ada. Untuk input data yang digunakan adalah pengkomparasian kondisi eksisting dengan tinjauan pustaka. 3.6.2 Analisa Skoring Setelah ditentukan komponen-komponen yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota pada kawasan penelitian, akan dilakukan identifikasi mengenai kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat di wilayah studi serta penilaian kinerja pelayanan fasilitasnya. Identifikasi kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat serta penilaian kinerja pelayanan fasilitas yang akan didapatkan merupakan input dalam analisa perumusan arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota di tahap selanjutnya. Analisa yang digunakan adalah analisa skoring yang dimana akan dilakukan sintesa terhadap kondisi empiri (pengamatan lapangan dan wawancara tokoh masyarakat) dan tinjauan teori terlebih dahulu yang akan menghasilkan rumusan awal untuk diajukan pada responden, yang nantinya responden akan menilainya dengan skala likert yang akan digunakan. Menurut Wikipedia, skala likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survey. Responden yang dalam analisa ini adalah masyarakat setempat untuk mengukur kebutuhan mereka terhadap fasilitas pelayanan kota, dan pakar yang kompeten (tokoh masyarakat setempat, aparat pemerintah dan lain-lain) untuk mengukur kinerja fasilitas pelayanan kota yang ada di Kecamatan Waru.
Tabel 3.2 Skala Pengukuran Likert pada Variabel Penilaian Kinerja Fasilitas Pelayanan Kota di Wilayah Studi Skala Pengukuran 1 2 3 4 Sumber: Peneliti, 2012 Keterangan Tidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik

16

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya


Tabel 3.3 Skala Pengukuran Likert pada Variabel Kebutuhan Fasilitas Sesuai Preferensi Masyarakat di Wilayah Studi Skala Pengukuran 1 2 3 4 Sumber: Peneliti, 2012 Keterangan Tidak Dibutuhkan Cukup Dibutuhkan Dibutuhkan Sangat Dibutuhkan

3.6.3 Analisa Triangulasi Untuk mengidentifikasi arahan-arahan dalam penyediaan fasilitas pelayanan kota juga dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi. Hal yang membedakan analisa triangulasi ini adalah pendekatan triangulasi yang digunakan. Hal yang menjadi dasar dalam merumuskan arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota dalam analisa triangulasi ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilits pelayanan kota dan penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota yang diprioritaskan untuk ditangani serta variabel tilikan yaitu arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota.
Tabel 3.4 Analisa Triangulasi dalam Perumusan Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Kecamatan Waru Aspek Analisis Triangulasi Wacana empirik Sumber informasi Masyarakat setempat Pakar Tujuan Mencari kesesuaian prioritas dan solusi dari semua pihak Alat Kuisioner dan studi literatur dari pengalaman empirik di tempat lain Validasi Terdapatnya kesamaan hal yang dikemukakan Sumber : Peneliti, 2012

Gambar 3.1 Analisa Triangulasi Perumusan Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Kecamatan Waru

Wacana dari penelitian sebelumnya dan litelatur

Hasil preferensi msyarakat

Hasil kinerja berdasarkan penilaian pakar

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Kecamatan Waru

Sumber : Peneliti, 2012

17

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya Analisa triangulasi ini dilakukan dengan mencari kesepakatan berdasarkan preferensi masyarakat dan kinerja berdasarkan penilaian pakar yang kemudian akan dikomparasikan dengan studi atau project mengenai fasilitas pelayanan kota yang pernah ada, serta pendapat dari pakar untuk mendapatkan sebuah rumusan bersama. 3.7 Tahapan Penelitian 1. Tahap Pendahuluan Meliputi kegiatan pemilihan lokasi studi, mencari isu strategis dan perumusan masalah berdasarkan studi literatur. Lokasi studi penelitian yaitu Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, yang dipilih berdasarkan isu ketidakoptimalan distribusi fasilitas pelayanan kota yang menyebabkan commuting masyarakat Waru menuju Surabaya. Sementara itu studi literatur dilakukan berdasarkan teori yang ada dalam referensi pustaka cetak serta jurnal ilmiah di internet. Kemudian dapat dirumuskan permasalahan yang selanjutnya akan terjawab melalui hasil penelitian. 2. Tahap Pengumpulan Data Meliputi kegiatan observasi baik primer maupun sekunder. Untuk survey primer, data diperoleh melalui survey kuesioner pada masyarakat Kecamatan Waru dan aparat pemerintah. Sementara survey sekunder, dilakukan dengan cara pengompilasian data dari dokumen instansi-insatansi terkait. 3. Tahap Analisa Meliputi kegiatan pengolahan data dengan alat analisa yang sesuai sehingga didapatkan hasil akhir dari penelitian ini, yaitu analisa deskriptif, analisa skoring dan analisa triangulasi.

18

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya Bagan 3.1 Tahapan Penelitian
Tahapan Perumusan Masalah Tahapan Tinjauan Pustaka Tahapan Analisa

Fenomena urban sprawl yang menyebabkan lahan-lahan di kawasan sub-urban dan rural terkonversi dengan dominasi permukiman baru

Tujuan Penelitian : Menentukan arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kecamatan Waru

Sasaran 1 : Menganalisa penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Analisa skoring

Sasaran 2 : Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap penyediaan fasilitas kota Analisa deskriptif Sub Variabel Jarak tempuh Waktu tempuh Kedekatan dengan pusat kegiatan Tingkat pelayanan Kepuasan masyarakat Skala pelayanan Jumlah fasilitas kota Kepadatan penduduk Tingkat Pendapatan Ketersediaan lahan Arahan penyediaan fasilitas kota di Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo

Variabel Dominasi permukiman di daerah urban sprawl menuntut terpenuhinya fasilitas pelayanan kota

Sasaran 3 : Mengidentifikasi kebutuhan fasilitas kota berdasarkan preferensi masyarakat di Kecamatan Waru Analisa skoring

Aksesibilitas

Efektivitas Pelayanan Fasilitas Kota Ketergantungan terhadap kota induk (Kota Surabaya) sebagai pemenuh kebutuhan Penduduk Status Sosial Ekonomi Masyarakat Kebutuhan ruang

Sasaran 4 : Menganalisa kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat dan penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru Analisa triangulasi

Sumber : Peneliti, 2012

19

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya Tabel 3.5 Tahapan Penelitian Sasaran Studi 1 Variabel Aksesibilitas Efektivitas pelayanan fasilitas kota Aksesibilitas Penduduk Status Sosial Ekonomi Masyarakat Kebutuhan Ruang Aksesibilitas Efektivitas pelayanan fasilitas kota Analisis Analisa Skoring Output Tingkat kinerja fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru (tidak baik, cukup baik, baik, sangat baik) Faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas kota di Kecamatan Waru Tingkat kebutuhan fasilitas pelayanan kota di Kecamatan Waru (tidak dibutuhkan, cukup dibutuhkan, dibutuhkan, sangat dibutuhkan) Arahan penyediaan fasilitas kota di Kecamatan Waru

Analisa Deskriptif

Analisa Skoring

Aksesibilitas Efektivitas pelayanan fasilitas kota Penduduk Status sosial ekonomi masyarakat Kebutuhan ruang

Analisa Triangulasi

Sumber : Peneliti, 2012

20

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Hestuadiputri, Dita. 2007. Peran dan Fungsi Ibu Kota Kecamatan Lasem Sebagai Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Rembang. Eprints UNDIP. Semarang. Putriani, Devira. 2008. Studi Perkembangan Urban Sprawl di Surabaya Metropolitan Area. Digilib ITS. Surabaya. Pratista, Wahyu Endi. 2012. Arahan Pengembangan Infrastruktur di Pinggiran Kota Yogyakarta (studi kasus : Kecamatan Umbulharjo). Digilib ITS. Surabaya. Revisi RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2008-2028 Ridwanaz. 2012. Pengertian Penelitian Deskiptif. Diunduh dari www.ridwanaz.com pada tanggal 5 Juni 2012 pukul 16.37 Pradinie, Karina. 2012. Paradigma dan Metode Penelitian. Bahan Ajar Metodologi Penelitian Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITS. Surabaya. Safeyah, Muchlisiniyati. 2003. Perkembangan Perumahan dan Permukiman Kecamatan Waru, Sidoarjo. Jurnal Aksial ; Majalah ilmiah teknik sipil UPN Veteran Jatim. Surabaya. Sukron, Muhammad. 2009. Pelayanan Kesehatan . Lontar UI. Jakarta Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta. Widya, Rini. 2011. Jumlah Penduduk Komuter Di Surabaya Mendekati Jumlah Penduduk Tetapnya. Diunduh dari www.randi8590.blogspot.com pada tanggal 2 Mei 2012 pukul 20.35 Yunus, H.S. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Yuditnurcahyo, Moh. 2005. Kajian Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Umum Tata Ruang Kota Kendal. Eprints UNDIP. Semarang. Yuri, Viorensia. 2012. Metodologi Penelitian. Diunduh dari www.scribd.com pada tanggal 5 Juni 2012 pukul 16.30

21

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

LAMPIRAN

22

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

KUISIONER I
Nama Lengkap No.Hp Jabatan / Pekerjaan : : :

Penilaian Fasilitas Pelayanan Kota


Penilaian Kriteria Fasilitas Pelayanan Kota Kedekatan dengan pusat kegiatan Sangat Tidak dekat Tidak dekat Cukup dekat Sangat dekat Tidak baik Tingkat pelayanan Cukup baik Baik Sangat baik Tidak puas Kepuasan masyarakat Cukup puas Puas Sangat puas Skala pelayanan Lokal Region -al Jarak Tempuh (meter)
> 1000 5001000 < 500

Waktu Tempuh (menit)


> 20 1020 < 10

TK Fasilitas Pendidikan SD SMP SMA Fasilitas Kesehatan Fasilitas Perdagang -an Rumah Sakit Puskesmas Pasar Pertokoan

* KETERANGAN : Isi kuisioner dengan tanda X 23

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

KUISIONER II (Sasaran 3)
Nama Responden Alamat Pekerjaan : : :

Penilaian Fasilitas Pelayanan Kota


Penilaian Kriteria Fasilitas Pelayanan Kota Kedekatan dengan pusat kegiatan Sangat Tidak dekat Tidak dekat Cukup dekat Sangat dekat Tidak baik Tingkat pelayanan Cukup baik Baik Sangat baik Tidak puas Kepuasan masyarakat Cukup puas Puas Sangat puas Skala pelayanan Lokal Region -al Jarak Tempuh (meter)
> 1000 5001000 < 500

Waktu Tempuh (menit)


> 20 1020 < 10

TK Fasilitas Pendidikan SD SMP SMA Fasilitas Kesehatan Fasilitas Perdagang -an Rumah Sakit Puskesmas Pasar Pertokoan

* KETERANGAN : Isi kuisioner dengan tanda X

24

Arahan Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kota di Daerah Urban Sprawl Surabaya

TABEL JADWAL PENELITIAN


No A Uraian Kegiatan Persiapan 1. Tinjauan ulang lokasi penelitian 2. Tinjauan ulang literatur yang digunakan 3. Persiapan surat-surat yang dibutuhkan Survey dan Pendataan 1. Dokumentasi kawasan penelitian 2. Observasi mengenai fasilitas pelayanan kota yang ada di Kecamatan Waru 3. Studi kepustakaan mengenai karakteristik penyediaan fasilitas pelayanan kota 4. Identifikasi potensi dan permasalahan kawasan penelitian 5. Menyebarkan kuesioner mengenai kebutuhan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat KecamatanWaru Analisa Data 1. Analisa penilaian kinerja fasilitas pelayanan kota 2. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas pelayanan kota 3. Analisa arahan penyediaan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat 4. Analisa kebutuhan pengembangan fasilitas pelayanan kota berdasarkan preferensi masyarakat dan penilaian kinerja fasilitas pelayan kota Kecamatan Waru Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyelesaian Laporan Tugas Akhir 1. Penyusunan Rekomendasi 2. Penyusunan Lampiran 3. Penyusunan Daftar Pustaka Sumber: Peneliti, 2012

25

You might also like