You are on page 1of 24

ementerian K Ke Koordinator B Bidang Perek konomian

IS SSN 2088-3153

TINJA T AUANEK OMIDAN EUAN N KONO NKE NGAN


Volume 2 e Nomor 6 Juni 20 r 012

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :

Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email : tinjauan.ekon@gmail.com
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

ISSN 2088-3153 ISSN 2088-3153 ISSN 2088-3153

TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN


KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
VOLUME 2 NOMOR 6 JUNI 2012

REDAKSI Pembina
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

DAFTAR ISI
Editorial Rubrik Agenda Koordinasi Tinjauan Perindustrian Tahun 2012 Tinjauan Sektor Energi Tahun 2012 Rubrik Ekonomi Makro Perkembangan Inflasi Mei 2012 Neraca Perdagangan April 2012 Defisit Rubrik Ekonomi Internasional Belajar dari Program Penghematan Energi Industri China Indonesia di Tengah Gejolak Harga Minyak Dunia Perkembangan Perekonomian China dan India Rubrik Keuangan Perkembangan dan Tantangan Keuangan Syariah Rubrik APBN Arah Kebijakan Fiskal 2013 Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi Kebijakan Stabilisasi Harga Beras Untuk Mengendalikan Inflasi Rubrik Utama Akselerasi Ekspor Melalui Hilirisasi Industri Penguatan Pasar Domestik Sebagai Salah Satu Antisipasi Global Masalah dan Tantangan Utang Luar Negeri Swasta Rubrik Penyaluran KUR Realisasi Penyaluran KUR Mei 2012 Rubrik Ekonomi Daerah Peran Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global 1

Pengarah
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan

2 3

4 5

Koordinator
Bobby H. Rafinus

Kontributor Tetap
Edi Prio Pambudi M. Edy Yusuf Mamay Sukaesih Tri Kurnia Ayu Rista Amallia Windy Pradipta Arin Puspa Nugrahani Ruth Nikijuluw Ahmad Fikri Aulia Alexcius Winang Komite Kebijakan KUR

6 7 8 9

10

11

Kontributor Edisi Ini


Gede Edy Prasetya Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi

13 14 15

16

17

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id

Opini Pakar Wawancara dengan Purbaya Yudhi Sadewa: Target Pertumbuhan Ekonomi Dapat Tercapai dengan Syarat 18

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembangan indikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

EDITORIAL
Menyebarnya kondisi ekonomi Yunani yang memburuk menjadi kekhawatiran berbagai pihak. Krisis ekonomi dan politik Yunani berujung pada pilihan sulit bagi masyarakat dan elit politiknya yaitu tetap sebagai anggota Eurozone dan mematuhi program penyesuaian struktural yang pahit atau keluar dari Eurozone dengan kemungkinan kondisi yang memburuk. Pilihan pertama tidak disukai oleh masyarakat Yunani karena memberikan bayangan hilangnya otoritas kebijakan ekonomi nasional untuk keluar dari masalah hutang dan pengangguran dalam jangka panjang. Sementara itu pilihan yang kedua tidak disukai oleh sebagian besar anggota negara Eurozone. Keluarnya Yunani dikhawatirkan menambah jumlah negara Eropa yang sakit menjadi pasien troika (IMF, ECB, dan EU). Dalam kondisi rumit ini maka semangat ekletisisme yaitu mencari paduan yang terbaik dari berbagai kemungkinan yang ada menjadi penting. Semangat tersebut bagi Yunani khususnya dan Eropa umumnya merupakan bagian dari sejarah perjalanan budayanya. Krisis Eropa memberikan pelajaran Indikator Ekonomi
Indikator
Inflasi (% yoy) Indeks Harga Saham Gabungan Harga Minyak ICP (USD per barel) Indeks Harga Perdagangan Besar Cadangan Devisa* (USD milyar) Nilai Tukar Petani Nilai Tukar (Rp/USD) Pertumbuhan Ekonomi Tw.1-2012 (%) Tingkat Pengangguran (Feb. 2012) (%) *kumulatif, NPI : Neraca Pembayaran Indonesia

bahwa dinamika ekonomi global dapat menghantam negara manapun yang lalai menjaga ketahanan ekonominya. Ada empat aspek ketahanan ekonomi yang perlu dijaga menurut hasil kajian Economic Vulnerability and Resilience oleh Lino Briguglio dan kawan-kawan dari United Nations University tahun 2008. Pertama adalah stabilitas ekonomi makro. Hal ini tercermin antara lain dari indikator defisit anggaran negara dan rasio utang terhadap PDB. Utang beberapa negara Eropa berdampak fatal dan luas karena sumber pembiayaannya berasal dari perbankan di banyak negara. Kedua adalah efisiensi pada tingkat ekonomi mikro. Indonesia memperoleh nilai yang rendah pada aspek ini. Dari Forum Konsultasi Publik Kemenko Perekonomian bulan Juni ini terungkap cukup banyak komoditi yang sediaannya tergantung pada impor impor sehingga rentan terhadap dinamika ekonomi global, seperti kosmetik, alat kesehatan, dan baja. Selain itu juga impor bahan antara untuk memproduksi obat dan pupuk. Forum menyarankan perlunya peningkatan kapasitas dan daya saing
Mei 2012
4,45% 3.832,82 113,76 189,72 115,53 104,77 9.312 6,30 6,32

produksi nasional, seperti pendirian industri alat kesehatan oleh BUMN. Pemerintah merupakan konsumen terbesar komoditi ini. Selain itu disarankan investasi pada pengadaan bahan baku serta revitalisasi mesin pada industri pupuk. Ketergantungan impor bahan obat dapat dikurangi apabila diberikan iklim investasi yang kondusif pada industri farmasi. Ketiga adalah good governance. Aspek ini disarankan dibangun melalui pengawasan barang beredar dan edukasi konsumen yang selanjutnya dapat berdampak pada penguatan pasar dalam negeri. Langkah ini selain melindungi masyarakat dari barang impor yang berbahaya dan berkualitas rendah juga efektif membendung arus impor. Keberhasilannya memerlukan koordinasi dan sinergi antar instansi pemerintah pusat dan daerah. Aspek terakhir dari ketahanan ekonomi nasional adalah social development. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan membangun ketiga aspek sebelumnya akan tercermin dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Dan sebaliknya perbaikan kesejahteraan masyarakat akan menjamin keberlanjutan ketiga aspek yang lain. (BHR)
Apr 2012
203,26 16,0 16,6 626,1 11,86 1.548,3 1.358,2 12,36% -1,03

Apr 2012
4,50% 4.180,73 124,63 189,45 116,41 104,71 9.169 Ekspor (USD miliar) Impor (USD miliar)

Indikator
Utang Pemerintah* (USD milyar)

Mar 2012
202,55 17,3 16,4 658,6 12,01

Wisatawan Mancanegara (ribu orang) Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) Belanja Negara APBN-P 2012 (Rp. Tr)* Pendapatan Negara APBN-P 2012 (Rp. Tr)* Tingkat Kemiskinan (Sept, 2011) (%) Neraca Keseluruhan NPI Tw I-2012 (USD miliar)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Agenda Koordinasi

Tinjauan Perindustrian Tahun 2012


Industri pengolahan non-migas tumbuh sekitar 6,83% pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan untuk pertama kalinya sejak tahun 2005, pertumbuhan industri non migas lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2011 sebesar 6,46%. Namun total pertumbuhan sektor industri pengolahan hanya sekitar 6,22% akibat pertumbuhan industri migas yang negatif 0,92%. Porsi penyerapan tenaga kerja sektor industri meningkat menjadi 13,26% atau sebanyak 14,56 juta tenaga kerja. Dibandingkan rata-rata porsi tenaga kerja sektor industri 2007-2011 sebesar 12,58%. Sebaliknya, dari sisi ekspor porsi industri non-migas mengalami tren menurun akibat peningkatan ekspor migas yang signifikan. Kedepannya, sebagai implikasi dari berbagai peraturan seperti larangan ekspor beberapa barang mineral (Permen ESDM 7/2012), tata niaga ekspor barang mineral (Permendag 29/2012) dan Pengenaan Bea Keluar Barang Mineral (PMK 75/2012) disertai peningkatan kinerja industri non-migas dengan amannya pasokan bahan baku khususnya mineral dalam negeri. Dengan demikian kedepannya porsi ekspor sektor industri pengolahan diharapkan meningkat seiring dengan peningkatan volume ekspor pada sektor tersebut. Sejalan dengan visi tersebut, maka sektor industri ditargetkan tumbuh sebesar 10% dalam 10 tahun mendatang. Pencapaian target tersebut merupakan agenda bersama terutama jika bercermin pada pertumbuhan sektor industri pengolahan triwulan I-2012 yang hanya sekitar 5,66% di bawah pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun tersebut sekitar 6,31%. Investasi, merupakan kata kunci untuk pencapaian target tersebut. Hal ini tercermin dari pertumbuhan sub-sektor industri terbesar pada triwulan I 2012 berasal dari subsektor pupuk, kimia dan barang dari karet seiring dengan peningkatan investasi pada berbagai sub-sektor tersebut. Pada triwulan I tahun 2012 PMDN Industri pengolahan nonmigas meningkat sebesar 4,6% (yoy) dengan peningkatan pada industri kertas dan percetakan sebesar 294,5% serta industri kimia dan farmasi sebesar 123%. Sedangkan PMA meningkat sebesar 76,7%. Dengan demikian risiko pengembangan sektor industri pengolahan terkait dengan tantangan peningkatan investasi serperti belum optimalnya insentif investasi. Selain itu risiko industri pengolahan lainnya mencakup ketidakpastian regulasi, kurangnya infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan energi serta bahan baku. Bercermin dari risiko-risiko tersebut, strategi pencapaian pertumbuhan sektor industri pengolahan digambarkan pada gambar di bawah ini yaitu dimulai dengan partisipasi dunia usaha dalam membangun infrastruktur yang diantaranya tercakup dalam skema MP3EI. Dari sisi regulator, strategi terutama mencakup reformasi birokrasi dan arah kebijakan ekspor untuk mendorong pertumbuhan industri domestik. Dengan kerjasama berbagai pihak, akselerasi peningkatan produktivitas daya saing diharapkan dapat tercapai untuk meningkatkan integrasi pasar domestik. (RA) 2

Gambar 1. Strategi Pencapaian Pertumbuhan Industri

1. Partisipasi Dunia Usaha dalam Membangun Infrastruktur

2. Percepatan Proses Pengambilan Keputusan Pemerintah untuk Menyelesaikan Hambatan Birokrasi (Debottlenecking)

3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi

4. MendorongPeningkatan Produktivitas dan Daya Saing


Sumber: Kementerian Perindustrian

5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Agenda Koordinasi

Tinjauan Sektor Energi Tahun 2012


Selain infrastruktur, pasokan energi merupakan faktor penting dalam peningkatan iklim investasi. Tidak hanya sebagai faktor penggerak dunia usaha, pasokan energi juga merupakan kebutuhan dasar rumah tangga. Bagi pemerintah, sektor energi merupakan sektor strategis yang tidak hanya mempengaruhi stabilitas ekonomi tetapi juga stabilitas politik. Hal ini tercermin dari gejolak yang terjadi pada awal 2012 berupa aksi penolakan masyarakat atas rencana kenaikan subsidi BBM oleh pemerintah. Hingga tahun 2011, sekitar 64 persen pasokan BBM nasional merupakan BBM bersubsidi. Di tengah risiko gejolak ekonomi global dan konflik Timur Tengah pada periode akhir tahun 2011 hingga awal tahun 2012, harga minyak dunia terus meningkat. Hal tersebut merupakan tantangan bagi perekonomian Indonesia yang merupakan net-importir minyak dunia. Implikasi awal tampak dari perubahan asumsi ICP APBN-P 2012 menjadi USD105/barel. Hingga Mei 2012, realisasi ICP USD119,35/barel. Sebaliknya realisasi lifting minyak sebesar 881ribu BOEPD dari 930ribu BOEPD dalam asumsi APBN-P 2012. Dari sisi volume, realisasi volume BBM dan BBN hingga periode yang sama sebesar 17,62 juta KL dari 40 juta KL atau 43,8 persen dari kuota tahunan dan 108 persen dari kuota hingga Mei 2012. Realisasi subsidi listrik hingga Maret 2012 sebesar Rp13,97 triliun dari Rp 65 triliun. Sedangkan komponen subsidi listrik tahun 2012 terdiri atas pertumbuhan penjualan listrik sebesar 7 persen; penjualan listrik 167,23 TWh; susut jaringan (losses) 1 8,5%; BPP tenaga listrik Rp1.152/kWh; dan margin usaha sebesar 7%.Di saat yang sama rasio elektifikasi diharapkan meningkat dari 72,95 persen pada tahun 2011 menjadi 75,3 persen pada tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk akan terus mendorong peningkatan permintaan pasokan energi. Untuk menghadapinya diupayakan diversifikasi sumber energi, seperti konversi bahan bakar gas. Indonesia memiliki potensi sumber daya gas bumi yang besar. Lifting gas bumi terus meningkat dari realisasi tahun 2011 sebesar 1029 ribu BOEPD menjadi 1325 ribu BOEPD hingga Mei 2012. Dari sisi konsumsi, peningkatan konsumsi bahan bakar gas tercermin dari peningkatan konsumsi LPG 3KG dari 5,1 KG/bulan pada tahun 2010 menjadi 5,5 KG/bulan pada Mei 2012. Tidak hanya terbatas pada konversi energi ke bahan bakar gas, pemerintah juga terus mengupayakan energy mix termasuk sumber daya energi yang terbarukan. Perkembangan energy mix ini tercermin dari menurunnya porsi BBM dari 36 persen pada tahun 2008 hingga target 13,83 persen pada tahun 2012. Sedangkan pada periode yang sama prosi biodiesel dan EBT lainnya meningkat dari 0% menjadi 0,52%. Selain untuk memastikan ketahanan energi nasional, program ini juga penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pro-lingkungan. (RA)
Sumber: Kementerian ESDM

Perkembangan Target Energy Mix 2008-2012

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Ekonomi Makro

Perkembangan Inflasi Mei 2012


Inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) Mei 2012 tercatat sebesar 4,45% yoy atau 0,07% mtm, menurun dari 4,5% yoy atau 0,21% mtm pada April 2012. Penurunan inflasi Mei terutama bersumber dari kelompok volatile food dengan sumbangan inflasi sebesar -0,06%. Komponen volatile food mengalami deflasi sebesar -0,25% mtm atau 7,2% yoy pada Mei 2012. Deflasi ini terjadi karena penurunan harga kelompok bahan makanan dan sandang. Sebagai penyebab utama bersumber dari penurunan hara komoditas cabai rawit dan beras karena pasokan yang memadai seiring masih berlangsungnya masa panen raya. Perkembangan harga beras tersebut juga didukung oleh upaya stabilisasi harga beras. Operasi pasar hingga Mei tercatat 228 ribu ton, lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 154 ribu ton sejalan dengan pengadaan beras dalam negeri BULOG yang hingga Mei mencapai 1,97 juta ton atau 76,38% dari target. Realisasi inflasi inti (core inflation) pada Mei 2012 relatif terkendali dilaporkan sebesar 4,14% yoy atau 0,18% mtm, melambat dari bulan sebelumnya (4,24% yoy atau 0,23% mtm). Inflasi inti relatif melambat karena pengaruh penurunan harga komoditas global. Dampak depresiasi nilai tukar yang masih minimal juga ditengarai karena pelemahan rupiah terjadi di akhir bulan sehingga belum sepenuhnya berdampak pada harga domestik dan segera direspon dengan langkah stabilisasi rupiah oleh Bank Indonesia. Inflasi kelompok administered prices menjadi 0,09% mtm atau 2,97% yoy, menurun dari bulan sebelumnya (0,32% mtm atau 3,08% yoy). Rendahnya inflasi tersebut dipengaruhi kenaikan harga rokok 2 pada bulan ini yang hanya mencatatkan kenaikan 0,39% mtm, sementara rata-rata historis Mei sekitar 0,52% (mtm). Selain itu, harga bensin non-subsidi (Pertamax) juga terkoreksi mengikuti perkembangan harga global. Secara spasial, terkendalinya harga bahan pangan mendorong penurunan inflasi pada sebagian besar wilayah Sumatera dan KTI. Secara bulanan (mtm), dari 66 kota IHK, 37 kota mengalami inflasi dan 29 kota mengalami deflasi pada Mei 2012. Faktor risiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan relatif moderat. Dampak depresiasi nilai tukar terhadap komoditas domestik relatif minimal karena pada saat bersamaan harga komoditas global diperkirakan melambat. Kebijakan impor hortikultura diperkirakan dapat memberikan tekanan inflasi kedepannya. Disisi lain, langkah pemerintah untuk segera mengatasi kelangkaan BBM serta langkah penghematan energi diperkirakan turut meredam tekanan inflasi. Langkah penguatan komunikasi kebijakan perlu diintensifkan karena ekspektasi inflasi pelaku pasar keuangan masih meningkat tercermin dari consensus forecast Mei 2012. Koordinasi kebijakan stabilisasi harga melalui forum TPI dan TPID terus digalakkan untuk pencapaian target inflasi tahun 2012. (MS)
Referensi: Analisis Inflasi, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI)

Perkembangan Inflasi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Ekonomi Makro

Neraca Perdagangan April 2012 Defisit


Sudah delapan bulan berturut-turut sejak September 2011, pertumbuhan ekspor Indonesia bergerak dibawah pertumbuhan impor. Bahkan pada bulan April 2012, ekspor tumbuh negatif 3,3% (yoy), yaitu USD 15,9 miliar, sementara impor tumbuh 11,6% (yoy) sebesar USD 16,6 miliar. Akibatnya, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit USD 641 juta atau turun 139% (yoy) dibandingkan April tahun lalu yang surplus USD 1,6 miliar. Secara kumulatif dari Januari hingga April 2012, ekspor hanya tumbuh 4,3% (yoy), sedangkan impor tumbuh 4 kalinya, 16,2% (yoy). Kondisi ini menekan neraca perdagangan sebesar minus 73,9% (yoy) menjadi USD 2,1 miliar; sektor nonmigas surplus USD 3,3 miliar sedangkan sektor migas defisit USD 1,2 miliar. Berdasarkan kelompok sektoral komoditas nonmigas, ekspor sektor pertanian dan industri mengalami pertumbuhan negatif masing-masing sebesar minus 2,9% (yoy) dan minus 0,7% (yoy) selama Januari hingga April 2012. Pertumbuhan ini turun signifikan dibandingkan tahun lalu yang masing-masing tumbuh 24,1% (yoy) dan 34,9% (yoy). Kondisi ini diperkirakan sebagai dampak penurunan permintaan global akibat krisis. Sektor pertambangan pun tumbuh 15,1% (yoy). Sektor industri dominan sebagai kontributor terbesar (59,5%). Berdasarkan golongan barang, pada April 2012, terjadi penurunan ekspor pada komoditas utama, seperti kelompok lemak dan minyak hewan nabati turun sebesar USD 420,1 juta dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan signifikan bea keluar ekspor CPO dari 16,5% pada Maret menjadi 18,5% di April 2012 menjadi penyebab turunnya ekspor CPO. Selain itu permintaan yang melemah dari Cina dan India juga menjadi penyebab. Penurunan ekspor juga terjadi pada kelompok bahan bakar mineral sebesar minus USD 176,8 juta karena memasuki musim semi di dunia bagian barat, sehingga permintaan batubara untuk penghangat berkurang. Dari sisi impor, selama Januari hingga April 2012, peningkatan impor terbesar terjadi pada kelompok barang modal sebesar 35,2% (yoy). Namun demikian, impor terbesar adalah impor bahan baku penolong yang naik 13,2% (yoy) dan mencapai USD 45,5 miliar. Sedangkan impor barang konsumsi turun 3,1% (yoy). Pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku penolong tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi positif pada peningkatan peran sektor industri pada perekonomian. Ditengah melemahnya nilai tukar Rupiah, komoditas ekspor dengan bahan baku domestik akan lebih baik nilai jualnya dibandingkan komoditas dengan bahan baku impor. Industri tekstil, sepatu, otomotif, dan elektronik adalah sejumlah industri yang sebagian bahan bakunya diperoleh dari impor. Pelemahan Rupiah ini menjadi penghambat produksi industri tersebut. Pemanfaatan bahan baku lokal bagi industri domestik menjadi penting untuk ditingkatkan pada kondisi ini. Di sisi lain, hingga saat ini, kelompok bahan baku lebih banyak diekspor ke luar negeri. Untuk itu, kebijakan perdagangan baik kebijakan ekspor maupun impor harus disinergikan dengan kebutuhan industri domestik. Dampak krisis ekonomi global mulai terlihat pada penurunan kinerja perdagangan Indonesia. Mengantisipasi semakin besarnya dampak tersebut, sejumlah strategi perdagangan internasional telah disusun, diantaranya: ekstensifikasi pasar dan komoditas ekspor, peningkatan nilai tambah komoditas ekspor, dan penguatan pasar domestik sebagai upaya menghadapi pelemahan permintaan global. (TKA) 3

PDB Riil Berdasarkan Pengeluaran (Rp. Triliun)

Sumber: BPS

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Ekonomi Internasional

Belajar dari Program Penghematan Energi Industri China


Pada saat ini Cina memfokuskan program penghematan energi dalam empat industri utama selama 35 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, pertumbuhan total produksi dari industri yang positif mengindikasikan adanya suatu gerakan teknologi yang insentif. Hasil penelitian dari Michael T. Rock yang dipaparkan dalam Forum Kajian Pembangunan (FKP) bulan lalu menunjukkan bahwa Cina dapat mencapai pengurangan emisi karena beberapa faktor utama. Pertama ialah prinsip keterbukaan perdagangan yang mendorong harga energi berada pada tingkat harga scarcity value. Selanjutnya, dukungan pemerintah Cina yang dilakukan dengan target pencanangan Cina sebagai innovation country pada tahun 2020 juga turut mendorong pembangunan kapabilitas teknologi industri Cina. Peningkatan kapabilitas ini dilakukan awalnya dengan mendatangkan ahli industri dan insinyur dari negara lain untuk melatih para ahli di negara tersebut sehingga terjadi transfer of knowledge. Tahap berikutnya Cina melakukan proses redesign teknologi yang disesuaikan dengan kondisi negara tersebut dan bukan hanya mengadopsi semata. Selain itu, proses mengejar ketertinggalan teknologi pun dapat dilakukan dengan baik karena strategi pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dilakukan secara terpusat di bawah suatu badan berskala nasional. 6 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012 Berdasarkan pengalaman Cina tersebut, terdapat beberapa langkah yang dapat Indonesia lakukan dalam rangka penghematan energi khususnya di sektor industri. Sama seperti Cina, strategi penghematan dapat dimulai dengan berfokus pada beberapa industri manufaktur terpilih yang menghasilkan emisi gas rumah kaca terbesar. Di samping itu, promosi perdagangan dan wirausaha perlu terus didorong sehingga terjadi proses interaksi dengan pelaku usaha dari negara lain yang pada akhirnya menciptakan transfer teknologi dalam bentuk investasi. Berkaca dari Cina, salah satu kunci keberhasilan program penghematan energi di negara tersebut ialah adanya peran pemerintah yang signifikan. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas dari pemerintah juga merupakan suatu hal yang tak dapat ditawar. Selanjutnya, pemerintah pun dapat menginisiasikan perundangan yang mengatur tentang kepemimpinan. suatu lembaga dalam hal penghematan energi nasional serta memaksimalkan fungsi dari institusi teknologi dan penelitian pemerintah sebagai perwujudan dari pentingnya usaha pengurangan emisi industri Dari sisi industri, perlu dilakukan revitalisasi kebijakan harga energi sehingga berada pada tingkat yang wajar. Selain itu, usaha pemerintah dalam mendorong energi alternatif juga perlu terus menerus dilakukan. Namun demikian, strategi pemerintah saat ini untuk mendorong biofuel dan sumber energi batubara harus dicermati sehingga tidak menimbulkan risiko deforestasi yang lebih massif dan menghasilkan emisi gas rumah kaca dengan jumlah yang hampir sama dengan minyak bumi. Oleh karena itu, usaha menemukan potensi energi pada air, panas bumi, ataupun alternatif energi ramah lingkungan lainnya perlu dilakukan dengan serius. (RN)

Rubrik Ekonomi Internasional

Indonesia di Tengah Gejolak Harga Minyak Dunia


Minyak bumi sebagai sumber energi utama kegiatan usaha tidak akan bisa dilepaskan dari pergerakan harga minyak. Oxford Economics (OE) dalam risalahnya akhir bulan lalu menyatakan bahwa pulihnya perekonomian global masih dipengaruhi oleh potensi kenaikan harga minyak dunia seiring risiko tensi yang tinggi di Timur Tengah. OE memprediksikan bahwa kenaikan yang tinggi pada harga minyak dunia dapat melemahkan ekonomi Amerika Serikat dan memperburuk kondisi ekonomi Eropa. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan menjadi salah satu pemicu perpecahan Uni Eropa. Analisis pergerakan harga yang divergen juga disampaikan oleh Barclays Capital dalam Oil Market Outlook yang dirilis bulan lalu. Dalam publikasi tersebut disebutkan bahwa tiga sentimen utama yang akan mempengaruhi harga minyak dunia pada tahun ini ialah krisis utang Eropa, perlambatan ekonomi Cina, serta konflik geopolitik di Timur Tengah. Selain itu, berdasarkan data faktual, Barclays memprediksi bahwa permintaan minyak di Amerika Serikat dan Eropa tidak melambat sebesar yang diproyeksikan pada awal tahun ini. Dari sisi penawaran, berdasar hasil pengamatan Barclays terungkap bahwa ternyata faktor cuaca berperan dalam pengadaan stok minyak bumi. Sementara itu, pertumbuhan produksi minyak negara-negara non OPEC masih tergolong lemah. Bagi negara berkembang dengan pos pengeluaran subsidi energi yang cukup tinggi, risiko harga minyak ini harus dihadapi dengan penyesuaian pada kebijakan fiskal serta dampak kebijakan harga minyak dalam negeri terhadap tingkat inflasi. Indonesia dengan anggaran subsidi yang mencapai rata-rata 3% dari PDB dalam kurun waktu 2005-2011 telah melakukan antisipasi kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah dalam APBN-P telah merevisi naik asumsi harga minyak mentah ke level 105 US$/barel, dari sebelumnya 90 US$/barel. ICP (Indonesia Crude Oil) yang digunakan sebagai basis harga minyak mentah dalam APBN dan sekaligus indikator perhitungan bagi hasil minyak ini, ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester oleh Tim Harga Minyak Mentah Indonesia. Pergerakan harga ICP sangat responsif terhadap harga internasional karena formulanya mempertimbangkan harga energy global, yakni harga yang dipublikasi RIM (yang fokus pada pasar Jepang/Asia Pasifik) dan harga yang dipublikasi Platts (Pasar Internasional). Tren pergerakan ICP cenderung serupa dengan pergerakan minyak Brent (ICE) yang volatilitasnya sangat ditentukan oleh kondisi geopolitik. Meskipun minyak masih masih menjadi kekhawatiran dalam upaya pemulihan global, namun kondisi geopolitik negara penghasil minyak dan konsumen terbesar minyak dunia dalam 3 bulan terakhir berhasil menghembuskan sentimen negatif ke pasar minyak global. Sejak April, harga minyak Brent dan WTI menunjukkan tren penurunan. Harga minyak mentah brent pada kuartal III tahun 2012 diprediksi turun dari kuartal II, mencapai minimal pada 94,1 US$/bbl dan maksimal pada 102,2 US$/bbl. Tren harga ini akan turun kembali di kuartal IV, mencapai minimal pada 72,8 US$/bbl dan maksimal pada 95,2 US$/bbl (Grafik 4). (bersambung ke halaman 20) 4

Perkiraan Harga Brent 2012

Sumber: Kementerian ESDM

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Ekonomi Internasional

Perkembangan Perekonomian China dan India


A global perfect storm merupakan kalimat yang digunakan Roubini (2012) untuk menggambarkan kondisi ekonomi global saat ini. Perekonomian global ke depan akan sulit untuk menemukan tempat berlindung mengingat krisis menyebar ke segala arah. Krisis Eropa tidak hanya menyebabkan perlambatan di zona euro dan Amerika Serikat, melainkan juga menghantam mesin pertumbuhan ekonomi Asia yaitu China dan India. Alasan utama yang menyebabkan perlambatan China dan India adalah ketergantungan terhadap ekspor ke Negara-negara industri maju. Akibat perlambatan pertumbuhan, khususnya zona euro yang diperkirakan IMF dan Bank Dunia mengalami depresi pada tahun ini sebesar 0,3%, maka perekonomian China dan India juga akan terpukul. Alasan kedua yang dapat menjelaskan adalah kedua Negara ini memiliki kelemahan penting yang belum diatasi. Rajan (2012) mengemukakan bahwa China sangat bergantung pada investasi aset tetap sebagai kontributor tertinggi terhadap pertumbuhan sehingga lebih rentan terhadap kondisi ekonomi global. Sejak tahun 2005, kontribusi investasi terhadap PDB menjadi yang tertinggi dan terus meningkat hingga sementara kontribusi konsumsi terhadap PDB terus mengalami penurunan. Sedangkan India memiliki masalah kekurangan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan pembangkit listrik. 8 Perlambatan perekonomian China mulai dirasakan pada akhir 2011 dan awal 2012 yang ditandai dengan penurunan ekspor pertama kali sejak krisis 2008 dan persediaan. Baik IMF, Bank Dunia, maupun OECD memproyeksi China tumbuh 8,2% pada tahun 2012. Perekonomian India pun juga mengalami perlambatan dengan penurunan permintaan eksternal, Impor yang kuat akan membuat defisit transaksi berjalan semakin besar. OECD memperkirakan India tumbuh sebesar 7,1%, IMF memperkirakan pertumbuhan India sebesar 6,9%, sedangkan Bank Dunia memiliki perkiraan yang lebih pesimis terhadap India yaitu hanya sebesar 6,6%.Meskipun tingkat inflasi India saat ini lebih moderat dari doubledigit, beberapa produk minyak yang merupakan produk harga yang diatur pemerintah akan dinaikkan. Hal ini akan membuat ekspektasi inflasi makin tinggi dan menambah tekanan kepada konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, iklim investasi India semakin kurang diminati dan berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi tahun ini. disebabkan karena China melakukan diversifikasi ekspor ke Amerika Latin, Afrika, dan Amerika Serikat. Ini berarti indirect effect krisis Eropa melalui jalur perdagangan tidak terlalu besar kepada Negara-negara Asia mitra dagang China. Sementara itu, sektor perdagangan luar negeri India lebih mengkhawatirkan karena terjadi penurunan total ekspor dari US$ 26,8 milyar pada Mei 2011 menjadi US$ 25,7 milyar pada Mei 2012. Penurunan ekspor ini diiringi dengan impor yang sebesar US$ 41,9 milyar sehingga semakin memperbesar defisit perdagangan menjadi US$ 16,2 milyar dari defisit bulan April sebesar US$ 13,5 milyar. Dari sisi pasar modal dan keuangan, China memiliki eksposur besar terhadap lembaga-lembaga keuangan Eropa. Kekhawatiran ini membuat risiko yang dihadapi investor semakin besar sehingga dapat meningkatkan yield yang berarti juga akan meningkatkan biaya pinjaman di China. Indeks saham Shanghai Composite per 31 Mei 2012 dibandingkan tahun lalu sudah mengalami penurunan sebesar 12,3%. Meskipun mengalami penurunan pada Mei 2012, yield obligasi pemerintah China dengan tenor 10 tahun terus meningkat bulan Juni ini. Renminbi bergerak moderat sejak awal tahun dan ditambah dengan penurunan harga makanan membuat laju inflasi China rendah.

Ekspor China ke Eropa pada kuartal I-2012 mengalami penurunan menjadi US$ 87 milyar dari kuartal I2011 sebesar US$ 88 milyar. Akan tetapi jika dilihat dari ekspor ke kawasan lain, jalur perdagangan tidak terlalu mengkhawatirkan karena total ekspor masih mengalami peningkatan dari US$ 340 milyar pada kuartal I-2011 menjadi US$ 430 (bersambung ke halaman 20) milyar pada kuartal 1-2012. Hal ini

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Keuangan

Perkembangan dan Tantangan Keuangan Syariah


Perbankan dan lembaga keuangan syariah saat ini mengalami peningkatan pesat. Ditengah ketidakpastian global, perbankan syariah di Indonesia tumbuh 40,2% dalam 5 tahun terakhir, lebih tinggi dua kali lipat dari pertumbuhan perbankan konvensional yang sebesar 16,7%. Secara global, pertumbuhan pesat keuangan syariah terungkap dalam laporan IDB-IFSB (Islamic Development Bank-Islamic Financial Services Board), April 2010. Dalam laporan tersebut disebutkan ada 500 lembaga keuangan Islam yang asetnya tumbuh dengan pesat dari US$ 639 miliar pada tahun 2008 menjadi US$ 822 miliar pada tahun 2009 atau tumbuh sebesar 29%. Sementara dalam periode yang sama, seribu bank konvensional di dunia mencapai pertumbuhan aset tahunan hanya 6-7%. Lebih lanjut, bank syariah lebih tahan terhadap krisis dibandingkan bank konvensional. Pada saat krisis 2008 lalu, 5 dari 10 top bank konvensional telah menerima bantuan dari pemerintah negara masing-masing sebesar US$ 163 milyar dalam rangka mempertahankan kelanjutan usahanya, sementara hanya satu bank syariah yang mendapat bantuan dari pemerintah. Lembaga keuangan syariah memiliki potensi besar dalam memperluas pangsa pasarnya. Berdasarkan penelitian World Bank, hanya 30% nasabah bank syariah yang memperhatikan faktor agama ketika memilih perbankan syariah. Pada umumnya, masyarakat memilih perbankan syariah karena mereka menilai lebih murah, lebih mudah dan memberikan kenyamanan. Melihat perkembangan tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah dalam seminar internasional keuangan syariah ke-2 di Bandung menyatakan kontribusi 5 perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional diperkirakan akan meningkat dari 4,1% pada saat ini menjadi 15-20% pada 10 tahun mendatang. Sampai dengan 2011, total aset keuangan syariah mencapai Rp 214 triliun atau sekitar US$ 23,8 miliar yang terdiri atas 69,5% aset perbankan syariah dan sukuk 18,7%. Tantangan yang dihadapi sektor perbankan syariah antara lain produk syariah yang masih minim yakni sekitar 16-18 produk. Jumlah produk tersebut relatif lebih sedikit dibandingkan produk syariah di Timur Tengah dan Malaysia yang sudah mencapai 40 produk. Oleh karena itu diperlukan langkahlangkah untuk pengembangan dan peningkatan inovasi produk syariah serta layanan yang kompetitif. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi perbankan syariah adalah pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait produk perbankan syariah. Lebih lanjut, Prof. Iwan Jaya Azis, Kepala Office of Regional Economic Integration (OREI) ADB menyatakan jumlah lembaga keuangan syariah relatif besar di Timur Tengah dan Asia Timur namun rasio investasi perbankan syariah terhadap PDB relatif kecil dibandingkan dengan kredit yang disalurkan oleh bank konvensional (Grafik 5). Oleh karena itu, perbankan/lembaga keuangan syariah perlu meningkatkan pangsa pasarnya. (MS) 9

Penyaluran Kredit/Investasi Bank Syariah dan Bank Konvensional

Sumber: ADB

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik APBN

Arah Kebijakan Fiskal 2013


Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi global dan volume perdagangan dunia diperkirakan mulai pulih. Berdasarkan World Economic Outlook April 2012, pertumbuhan ekonomi global 2013 diperkirakan meningkat menjadi 4,1% dari 3,5% pada tahun 2012. Pertumbuhan volume perdagangan dunia 2013 diperkirakan juga mengalami peningkatan menjadi 5,6% dari 4% pada tahun 2012. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa risiko di tahun 2013. Peningkatan beban utang pemerintah negara maju khususnya dikawasan Eropa dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi global. Risiko peningkatan harga minyak dunia karena terkait masih adanya potensi gejala geopolitik juga menjadi tantangan di tahun 2013. Untuk meningkatkan ketahanan ekonomi nasional terhadap risiko global, Pemerintah telah menetapkan Rencana Kebijakan Pemerintah (RKP) 2013 dengan tema Meningkatkan Perekonomian Domestik bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat. Unsur pokok dalam RKP 2013 antara lain daya saing, daya tahan ekonomi, peningkatan dan perluasan kesejahteraan rakyat dan stabilitas sosial dan politik. Sesuai dengan RKP 2013, arah kebijakan fiskal disusun untuk mendukung pelaksanaan RKP tersebut dengan 4 pilar pembangunan yaitu Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Environment. Arah kebijakan fiskal 2013 bertema mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui upaya penyehatan fiskal. Empat komponen utama arah kebijakan fiskal 2013 antara lain optimalisasi pendapatan negara, meningkatkan kualitas belanja negara, pengendalian defisit APBN, dan mengurangi rasio utang terhadap PDB. Sedangkan kebijakan perpajakan 2013 antara lain PPh diarahkan bagi perluasan basis pajak dan sekaligus perbaikan daya beli golongan masyarakat berpendapatan rendah dan ekstensfikasi cukai dan bea keluar. Sementara untuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) antara lain dengan optimalisasi PNBP dari SDA dengan tetap memperhatikan kesinambungan produksi dan kelestarian lingkungan hidup. Arah kebijakan umum belanja negara 2013 ditujukan untuk belanja yang produktif. Langkah-langkah tersebut antara lain menuntaskan program birokrasi kementerian/lembaga, mengalokasikan subsidi yang efisien dengan penerima subsidi yang tepat sasaran melalui pengendalian besaran subsidi baik subsidi energi maupun subsidi non energi dan meningkatkan belanja infrastruktur. Selain itu, terkait pendanaan, fokusnya ditujukan untuk kebutuhan MP3EI, ketahanan pangan, penanggulangan kemiskinan, dan kemampuan pertahanan menuju Minimum Essential Force (MEF) yang cukup besar. Pagu indikatif 2013 diarahkan pada program dan kegiatan yang memiliki keterkaitan langsung dengan prioritas pembangunan nasional (Tabel 1). (MS) Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Tabel 1. Alokasi Pada Prioritas RKP 2013

Sumber: Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2013, Bappenas

10

Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

Kebijakan Stabilisasi Harga Beras Untuk Mengendalikan Inflasi


Sebagai komoditas pangan utama, beras memiliki peran yang dominan dalam perkembangan inflasi di Indonesia. Bobot komoditas beras dalam basket Indeks Harga Konsumen sebesar 5,06% pada tahun 2011. Perkembangan harga beras sejak pertengahan tahun 2010 cenderung akseleratif terutama di tingkat konsumen. Mengamati hal tersebut, Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) mengadakan diskusi mengenai Peningkatan Efektivitas Kebijakan Stabilisasi Harga Beras. Dalam forum tersebut BULOG mengemukakan bahwa pelaksanaan Operasi Pasar (OP) merupakan salah satu program BULOG dalam menjaga stabilitas harga beras. Usulan pelaksanaan OP dapat berasal dari Pemerintah Daerah kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Setelah memperoleh usulan dari Pemda dan atau rekomendasi Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan menginstruksikan kepada BULOG untuk melakukan operasi pasar melalui divisi regional dan subdivisi regionalnya. Menurut Permendag No. 4 Tahun 2012, Menteri Perdagangan dapat menginstruksikan secara langsung kepada BULOG untuk melakukan atau menghentikan OP dalam keadaan tertentu atau mendesak.OP dapat dilakukan di pasar yang konsumen maupun pedagang lainnya dapat membeli langsung dan di pasar yang menyuplai beras ke daerah defisit. Beras yang digunakan dalam OP berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh BULOG dan menjadi bagian dari stok operasional BULOG yang tersebar di seluruh Indonesia, sehingga memudahkan pemanfaatannya apabila digunakan setiap saat dalam rangka perlaksanaan kebijakan pemerintah. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan OP di seluruh wilayah Indonesia kecuali Aceh, Bengkulu, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali dan Sulawesi Tenggara. Namun seiring dengan masa panen, mulai tanggal 1 Maret 2012 OP bagi daerah produsen beras dihentikan sementara dengan memperhatikan perkembangan harga beras di tiap daerah, kecuali di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Kendala yang dihadapi dalam OP antara lain kurangnya dukungan Pemda dalam penetapan Harga Eceran Tertinggi dan perijinan. Selain OP, Program Raskin ikut mempengaruhi stabilitas harga beras. Meskipun program tersebut diadakan dalam rangka mendukung pilar ketersediaan bagi masyarakat berpendapatan rendah. Menurut hasil penelitian P2EB UGM penyaluran Raskin mampu menjaga stabilitas harga eceran beras medium sehingga berdampak pengendalian inflasi secara tidak langsung. Program ini selain membuka akses ekonomi dengan harga yang terjangkau, juga memberikan akses fisik terhadap pangan melalui penyediaan di titik distribusi. Terkait pelaksanaan Operasi Pasar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengemukakan bahwa Gubernur dapat mengusulkan pelaksanaan OP karena adanya lonjakan harga beras. 11

Tabel 2. Bobot dan Sumbangan Pokok Terhadap Inflasi

Sumber: BPS

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Kebijakan dan Regulasi Ekonomi

Lonjakan harga beras terjadi apabila peningkatan harga beras di tingkat konsumen mencapai 10% atau lebih terhadap harga normal yang berlangsung selama paling sedikit satu minggu dan atau dapat meresahkan masyarakat. Dalam pelaksanaan OP pernah terjadi harga OP yang lebih tinggi dibandingkan harga pasar, dan terjadinya tumpang tindih dengan program Raskin. Ke depannya diharapkan pelaksanaan OP lebih terkoordinasi dengan program lain dan disesuaikan dengan daya beli masyarakat. Sementara Kementerian Perdagangan mengemukakan tingkat konsumsi beras semakin tinggi. Berdasarkan data historis, pada tahun 1954 pemenuhan bahan pangan pokok yakni beras mencapai 53,5%. Setelah 33 tahun (1987) pola konsumsi pangan pokok sudah bergeser menjadi 81,1% beras sedangkan sisanya dipenuhi dengan jagung dan ubi kayu. Saat ini kontribusi konsumsi beras mencapai sekitar 90% dan pangsa non beras semakin menghilang dari pasaran. Dari segi pengadaannya selain dari pengadaan dalam negeri yang utama, selama kurun waktu tahun 1999 s/d 2011, Pemerintah telah melakukan kebijakan impor untuk pemenuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan Stok di BULOG, dengan ratarata berkisar 3,4% dari total supply nasional, sehingga kebutuhan DN telah dipasok dari produksi DN sekitar 96,6 % (swasembada beras). Pada saat impor beras belum dibatasi yaitu sebelum tahun 2004, 12

Indonesia mengimpor beras berkisar 1,5 - 2 juta ton/tahun. Jumlah impor beras rata-rata sejak 2004 menurun (Grafik 6). Mulai 2004 diterapkan pengaturan impor beras melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras. Kriteria/trigger yang menjadi bahan pertimbangan Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok dalam menentukan pelaksanaan impor beras, yakni: 1) persediaan beras yeng ada di Perum BULOG; 2) perbedaan harga beras rata-rata terhadap Harga Pembelian Pemerintah (HPP); 3) perkiraan surplus produksi beras nasional. Adapun besaran angka stok, perbedaan harga dan perkiraan surplus produksi ditentukan kemudian pada rapat Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok. Menurut Muhammad Firdaus, peneliti Institut Pertanian Bogor, kebijakan stabilisasi harga beras seyogyanya mencakup langkahlangkah : 1) Peningkatan

produktivitas penyediaan bahan pangan sebesar 1% setahunnya untuk memenuhi permintaan pangan sampai dengan 2050 ; 2) Mendorong diversifikasi pangan melalui i) pendidikan konsumen dan keluarga, ii) pengembangan sumber bahan pangan yang menyerupai beras tetapi terbuat dari bahan tepung lokal, seperti sorgum, sagu, dan umbi-umbian; 3) Meningkatkan infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan dan benih; 4) Memberikan kemudahan pembiayaan pertanian serta terobosan seperti kredit pasca penen dengan mekanisme penyimpanan berkelompok; 5) Menghapuskan hambatan perdagangan sehingga harga beras domestik mengikuti fluktuasi harga beras dunia; 6) Penggudangan oleh pemerintah, misalnya dengan meningkatkan stok sekitar 8% menjadi 20% dari produksi beras nasional; 7) Subsidi penggudangan oleh swasta; 8) Penguatan Infrastruktur pasar induk; dan 9) Penggudangan Regional ASEAN. (AWS dan MS) 6

Perkembangan Impor Beras

Sumber: Kementerian Perdagangan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Utama

Akselerasi Ekspor Melalui Hilirisasi Industri


Berdasarkan data BPS, selama delapan bulan terakhir, pertumbuhan ekspor Indonesia selalu berada di bawah pertumbuhan impor. Bahkan pada April 2012, nilai impor melebihi ekspor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan sebesar USD 641 juta sejak defisit terakhir pada Agustus 2010. Hal ini tentu berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Dalam jangka panjang, kinerja perdagangan Indonesia perlu mendapatkan perhatian. Bila ditinjau dari jenis komoditas, ekspor Indonesia didominasi oleh bahan mentah, diantaranya bahan tambang mineral, karet, dan lemak/minyak hewan/nabati seperti minyak kelapa sawit atau CPO. Selama Januari hingga April 2012, ekspor ketiga kelompok komoditas ini mencapai hampir 40% dari total ekspor. Terlebih lagi, sebagian komoditas utama ekspor tersebut bersifat tidak dapat diperbaharui (nondurable) seperti tembaga, nikel dan batubara. Permintaan bahan mentah dari luar negeri memang cukup tinggi. Di sisi lain, kebutuhan industri dalam negeri akan bahan mentah sebenarnya juga sangat tinggi. Hal ini tercermin dari impor bahan baku/penolong selama Januari hingga April 2012 yang mencapai 72,9% dari total impor. Artinya, ada peluang pemanfaatan komoditas bahan mentah untuk kebutuhan industri dalam negeri selain untuk diekspor. Selain itu, pengolahan bahan mentah oleh industri tentunya akan memberikan nilai tambah produk. Menanggapi hal diatas, saat ini Kementerian Perindustrian semakin fokus pada program hilirisasi industri barang tambang mineral. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah produk bahan tambang mineral dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pengaturan program ini sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama melalui UU No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian dan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun demikian, ketidakpastian ketersediaan bahan baku untuk suplai jangka panjang bagi industri pengolah barang tambang mineral menjadi salah satu alasan belum berkembangnya industri ini. Penerapan UU No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral sejak 16 Mei 2012 diharapkan dapat mendukung program hilirisasi industri barang tambang mineral. UU ini mengatur bea keluar bagi 65 komoditas barang tambang rata-rata sebesar 20%. Dengan demikian, perusahaan tambang akan memiliki kepastian suplai dan terpacu untuk menyiapkan rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) komoditas tambang yang akan memberikan nilai tambah pada industri dalam negeri sekaligus mengurangi impor produk mineral turunan. Selain itu, potensi penerimaan negara dari pengenaan bea keluar tersebut sekitar Rp. 18 triliun per tahun. Banyak pro dan kontra terkait UU bea keluar barang tambang ini. Pengenaan bea keluar ini berpotensi menurunkan nilai ekspor nonmigas dalam jangka pendek. Namun demikian, ada dampak positif bagi industri nasional dengan memacu hilirisasi yang akan meningkatkan produksi dalam negeri, meningkatkan kesempatan kerja, dan penerimaan negara. Disamping pemanfaatan bahan mentah untuk kepentingan industri dalam negeri, program hilirisasi juga berpeluang mendorong industri untuk menghasilkan barang substitusi impor dengan memberikan nilai tambah terhadap produk. Dengan demikian, daya saing produk akan meningkat untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Guna mendukung program hilirisasi ini, pemerintah juga telah melakukan pemetaan produk dan kajian pasar yang dapat memberi gambaran supply dan demand pasar, hingga hambatan apa saja yang dihadapi oleh produk industri nasional. Diharapkan kinerja ekspor manufaktur nasional bisa meningkat 35% apabila dilakukan program hilirisasi industri berbasis sumber daya alam ini. (TKA) 13

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Utama

Penguatan Pasar Domestik Sebagai Salah Satu Antisipasi Global


Melihat perkembangan ekspor Indonesia belakangan ini mengisyaratkan paparan krisis ekonomi global sudah semakin terasa. Pertumbuhan ekspor selama Januari-April 2012 turun drastis dari periode yang sama tahun lalu, yaitu dari 30,1% yoy menjadi tinggal 4,1% yoy. Penyusutan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura menjadi penyebab dan ini tidak hanya dialami oleh Indonesia (Grafik 7). Belajar dari kondisi krisis 2008, kekuatan ekonomi domestik menjadi andalan untuk menghadapi paparan krisis Global saat ini. Pasar domestik begitu besar terlihat dari sumbangan konsumsi domestik pada PDB mencapai 55% pada triwulan I2012. Kekuatan pasar Indonesia sangat besar dan potensial karena jumlah penduduknya terbesar ke-4 di dunia menjadi sumber permintaan dan salah satu paham ekonomi meyakini permintaan menciptakan penawaran. Oleh karena itu, penguatan pasar domestik sangat diandalkan dalam menghadapi badai ekonomi global. Pemerintah berupaya memperkuat pasar dalam negeri antara lain melalui: (1) program pengamanan pasar dalam negeri; (2) promosi peningkatan mutu; dan (3) penggunaan produk dalam negeri. Program pengamanan pasar dalam negeri dari pola persaingan tidak sehat ditempuh dengan menyempurnakan aturan anti dumping/ safeguard, implementasi labeling dan standar produk, serta perlindungan konsumen. Gerakan 100% Cinta Indonesia (ACI) sudah dimulai sejak 2009. Selain itu dilakukan juga peningkatkan standar kualitas produk dalam negeri untuk melindungi konsumen. Penguatan pasar domestik bertujuan menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat agar permintaan agregat tetap terjaga. Perdagangan domestik ditingkatkan dengan penataan sistem distribusi nasional agar kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha, dan daya saing produk domestik terjamin. RKP 2012 mencantumkan strategi perdagangan domestik, antara lain: (a) integrasi perdagangan antar dan intra wilayah melalui pengembangan jaringan distribusi agar ketersediaan barang dan kestabilan harga dapat terjaga. Dukungan sarana, prasarana dan infrastruktur sangat diperlukan untuk konektivitas wilayah; (b) meningkatkan iklim usaha perdagangan melalui persaingan usaha yang sehat, pengembangan UKM, usaha ritel tradisional dan modern, bisnis waralaba, termasuk pengembangan pola kerja sama yang saling menguntungkan antar pelaku usaha; (c) mendorong pengelolaan transparansi dan risiko harga, antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan perdagangan berjangka dan pengelolaan sistem informasi harga; serta (d) meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan memaksimalkan potensi pasar domestik dan ekonomi kreatif. (MS dan EP2)

Pertumbuhan Ekspor Beberapa Negara (%)


Jepang Korsel Indonesia Brazil Cina 0.9 4.1 4.5 6.8 3.8 9.1 27.9

Jan-Apr'12

30.1 31.3 27.4

Jan-Apr'11

Sumber: Kementerian Perdagangan

14

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Utama

Masalah dan Tantangan Utang Luar Negeri Swasta*


Jumlah utang luar negeri swasta (ULNS), termasuk BUMN, meningkat cepat selama tahun 2011 sehingga mencapai USD 110,1 miliar pada Maret 2012 dari USD 83,8 miliar pada akhir Desember 2010. Posisi ULNS tersebut hampir sama dengan Utang Pemerintah dan Bank Indonesia (UPBI) sebesar USD 118,4 miliar. Mayoritas ULNS dimiliki oleh perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar 83,4% dan lembaga keuangan 16,6%. Mayoritas lembaga keuangan tersebut antara lain bukan bank (90%) dan bank (10%). Pada tahun ini diperkirakan jumlah ULNS akan melebihi UPBI. Terdapat faktor penarik dan pendorong peningkatan ULNS. Faktor penarik ULNS masuk ke Indonesia antara lain: i) perbaikan credit rating, ii) terbatasnya supply valas domestik yang tersedia pada perbankan nasional, iii) tingkat bunga yang relatif lebih tinggi, iv) prospek usaha yang menjanjikan. Faktor penarik lain diperkirakan dari kebutuhan investasi BUMN dan BUMS untuk pelaksanaan proyekproyek MP3EI. Nilai investasi proyek yang mulai dikerjakan pada tahun 2011 sebesar Rp. 428 triliun, sementara tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp. 470,1 triliun. Sementara faktor pendorong masuknya utang luar negeri dari negara lain adalah i) supply valas yang melimpah di pasar internasional, ii) tingkat suku bunga luar negeri relatif lebih rendah dari Indonesia, iii) kepercayaan investor asing atas capacity to repay Indonesia. 8 Beberapa resiko utang luar negeri, khususnya ULNS perlu pemantuan yang ketat dari pemerintah dan Bank Indonesia seperti risiko currency mismatch, maturity mismatch serta interest rate risk. Risiko penting lain adalah kewajiban swasta kepada luar negeri yang tidak tercatat dalam neraca perusahaan, atau yang biasa disebut off balance sheet liability. Bentuk kewajiban ini tidak tercatat dalam neraca korporasi, sehingga sulit mengukur potensi risikonya dari sisi jangka waktu maupun besaran kewajibannya. Pemantauan terhadap perkembangan ULNS sudah dilakukan dengan cermat oleh Bank Indonesia. Sementara ini mekanisme persetujuan jumlah pinjaman diterapkan untuk BUMN melalui tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN). Bank Indonesia mengenakan persyaratan yang ketat bagi bank yang akan mengajukan ULNS. Pinjaman oleh perusahaan bukan lembaga keuangan sejauh ini hanya dipantau oleh Bank Indonesia. Menimbang beberapa resiko di atas dan pesatnya ULNS oleh perusahaan bukan lembaga keuangan, Bank Indonesia saat ini sedang mengkaji kemungkinan persyaratan yang ketat. Kajian antara lain mencakup karakateristik ULNS menurut sektor. (Bersambung ke halaman 20)

Posisi Utang Luar Negeri Indonesia (Publik dan Swasta)


Billion USD 140 120 100
58.6

Public (Gov't and BI) (lhs) Private (lhs)


172.9 155.1 150.9 148.1 141.7 141.3 141.2 136.1 135.4 134.5 133.1 132.6 131.3
75.7 74.9 59.6 80.9 83.3 80.6

228.5 225.4 Billion 202.4

USD 200
118.6

118.6

118.4

74.5

67.3

69.4

80.2

75.8

106.7

80 60 40 20 0
79.9
52.5

110.2 107.8 96.9


55.3 53.9

86.6

99.3

150

83.6

72.4

66.8

82.2

63.7

56.8

58.0

56.8

60.6

68.5

73.6

83.8

110.1

100

54.9

54.5

38.3

27.4

48.2

54.3

50

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Sumber: Bank Indonesia

* diolah dari bahan Indonesia Debt Forum Semester I-2012, Bank Indonesia

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

2012 (Mar)

15

Rubrik Penyaluran KUR

Realisasi Penyaluran KUR Mei 2012


Realisasi penyaluran KUR pada Mei 2012 tercatat Rp 3,06 T. Dengan capaian tersebut, KUR yang disalurkan dari Januari hingga Mei 2012 tercatat Rp 12 T. Sedangkan penyaluran total KUR sejak November 2007 hingga Mei 2012 mencapai Rp 75,4 T dengan jumlah debitur 6,45 juta orang. Rata-rata tiap debitur menerima kredit sebesar Rp 11,7 juta dengan tingkat NPL 3,3%. Bank BRI merupakan penyalur terbanyak khususnya untuk KUR Mikro, tercatat realisasi hingga April 2012 mencapai Rp 35,8 T. Realisasi penyaluran KUR oleh BPD pada bulan Mei 2012 mencapai Rp 299,1 M dengan jumlah debitur sebanyak 4.242 orang. Tingkat NPL rata-rata untuk BPD sebesar 5,44%. Bank Jatim dan Jabar Banten merupakan penyalur KUR tertinggi. Dilihat dari sektor yang menerima KUR pada bulan Mei 2012, sektor perdagangan mendapatkan KUR tertinggi, hingga 58%. Pada urutan kedua sektor pertanian sebanyak 16%. Menurut sebaran regional, secara kumulatif penyaluran terbanyak KUR berada di provinsi Jawa Timur tercapat Rp 11,6 T. Untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 11,2 T. Penyaluran KUR di luar Jawa masih sangat rendah, khususnya di Maluku Utara dan Papua Barat yang masingmasing hanya Rp 321 M dan Rp 379 M. Sosialisasi KUR dan kerja sama antara perbankan dan pemerintah daerah dalam perluasan KUR terus ditingkatkan di wilayah Indonesia Timur. Penyaluran KUR bagi Tenaga Kerja Indonesia (KUR TKI) secara bertahap naik hingga Mei 2012 mencapai Rp 14 M. KUR TKI mulai disalurkan di luar Jawa seperti Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat terbanyak berada di Provinsi Jawa Timur, sebesar Rp 4,5 M dengan jumlah debitur 381 TKI. Selanjutnya Jawa Barat dan Jawa Tengah masingmasing tercatat Rp 3,4 M dengan debitur 341 TKI dan Rp 4,2 M dengan 492 TKI. Sebagian besar KUR TKI diberikan pada TKI yang bekerja dengan negara tujuan Korea Selatan sebesar Rp 9,6 M dengan debitur sebanyak 969 orang. Selanjutnya Hongkong sebesar Rp 1,95 M dengan jumlah debitur 101 orang. Menurut jenis lapangan kerja, TKI yang paling banyak menerima KUR adalah yang bekerja di sektor pabrik tercatat Rp 8,5 M dengan jumlahdebitur 916 orang dan konstruksi sebesar Rp 2.4 M dengan jumlah debitur sebanyak 265 orang. (WP)

Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi Nov 2007-Mei 2012

16

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Rubrik Ekonomi Daerah

Peran Pemerintah Daerah dalam Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global


Pada era otonomi daerah sekarang ini, perekonomian nasional tidak dapat dipisahkan dengan peran pemerintah daerah. Sehingga jika pada saat ini krisis ekonomi global sudah mulai berdampak ke Indonesia, walaupun masih dalam skala relatif kecil, penanggulangannya perlu sinergi antara pemerintah pusat dan daerah hal ini mengingat juga kewenangan pengaturan ekonomi sebagian telah diserahkan kepada daerah. Dampak krisis masih dalam skala kecil bisa disampaikan disini dikarenakan sudah terjadi penurunan nilai ekspor sebesar 7,4% pada bulan April 2012 dimana pada bulan sebelumnya nilai ekspornya mencapai US $ 17,25 milyar. Sedangkan jika yoy, ekspor mengalami penurunan sebesar 2,37%. Mitigasi resiko dampak krisis global harus dilaksanakan secara terpadu dengan mengikutsertakan daerah secara aktif. Diperlukan kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi dampak krisis yang bermula dari Eropa dan Amerika ini. sampai terjadi kemerosotan yang mendalam. Langkah yang bisa dicapai Pemerintah dalam mempertahankan konsumsi masyarakat ditempuh melalui upaya mempertahankan daya beli masyarakat. Pemerintah perlu menjaga dampak terjadinya inflasi dan pemutusan hubungan kerja. Kondisi lapangan kerja Indonesia masih didominasi oleh sektor informal dan pertanian. Kendati selama 2010-2011 lapangan kerja formal bertambah 5,71 juta. Komposisi tenaga kerja informal mendominasi sekitar 62-69%. Masalah ini perlu diwaspadai oleh setiap daerah utamanya yang mempunyai komposisi tenaga kerja informal yang dominan. Dampak global akan berakibat pada bertambahnya jumlah tenaga informal dan pengangguran. terutama infrastruktur dan sektor riil. Kondisi ini harus diwaspadai oleh daerah dan mengupayakan agar realisasi anggaran tepat waktu dan tepat guna sehingga nantinya tidak akan membawa dampak yang lebih rumit lagi. Daerah perlu mengembangkan pola pembiayaan yang mengikutsertakan peran masyarakat melalui obligasi daerah, public-private partnership, dan pola pembiayaan lain yang menguntungkan kedua belah pihak.

Penciptaan iklim investasi, melalui berbagai kemudahan, kecepatan dan ketepatan pemberian perijinan akan membantu masuknya investasi baru. Pajak dan Retribusi Daerah sudah tidak memungkinkan dilakukan ekstensifikasi karena akan membawa dampak munculnya Perda Bermasalah yang kontroversial. Daerah juga harus lebih memberi Tarif yang bersaing perlu diberikan perhatian penuh terhadap pelaku daerah kepada investor baru utama sektor riil yang dimotori oleh sehingga investasi yang dilakukan UMKM yang mencapai 99%. Skema dapat membawa dampak yang pembiayaan perlu diperluas untuk positif. membiayai kebutuhan akan Pengembangan potensi ekonomi investasi. Kalau melihat struktur PDB daerah perlu terus dikembangkan, Indonesia pada triwulan I-2012 ini, Tantangan lain yang perlu mendapat diolah dan harus dapat menciptakan nampak bahwa konsumsi rumah perhatian adalah daerah masih nilai tambah. Selain itu, daerah perlu tangga masih mendominasi yaitu mengandalkan pembiayaan bekerjasama dengan pemerintah sebesar 55%. Kemudian investasi pembangunan dari dana pusat dan KBRI untuk sebesar 31,8%, ekspor-impor perimbangan pusat. Sebagian dana mengembangkan tujuan ekspor sebesar 24,8% dan pengeluaran APBN dan APBD dalam menghadapi utamanya ke negara yang tidak pemerintah sebesar 7%. dampak krisis global seharusnya terkena dampak krisis. (GEP) tidak tersedot untuk belanja Dari struktur PDB tersebut, aparatur (rutin) dan hanya tersisa diperlukan peran pemerintah (Pusat dengan jumlah yang kurang dan Daerah) untuk menjaga jangan memadai untuk belanja publik, astruktur dan sektor riil. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012 17

Opini Pakar

Wawancara dengan Purbaya Yudhi Sadewa: Target Pertumbuhan Ekonomi Dapat Tercapai dengan Syarat
Paruh kedua tahun 2012 membawa harapan perbaikan kinerja ekonomi Indonesia. Dalam periode tersebut diperkirakan terjadi peningkatan ekspor, penguatan rupiah, dan aliran modal masuk berpeluang membaik. Meski demikian, target pertumbuhan 6,5% diprediksi sulit tercapai. Demikian pendapat Purbaya Yudhi Sadewa, Ekonom Danareksa Research Institute. Beliau berpendapat bahwa kondisi Amerika Serikat, Eropa, dan Emerging Market diperkirakan masih dalam level aman sepanjang 2012 dan mulai stabil di tahun 2013. Leading Economic Index (LEI) dan Coincident Economic Index (CEI) merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan hal ini. Pada umumnya CEI akan bergerak 6-12 bulan dengan arah yang sama setelah LEI bergerak. Tren LEI Amerika saat ini masih naik, sehingga paling tidak 8 bulan setelah April tahun ini ekonomi AS masih bertumbuh, dan sepanjang tahun ini akan aman dengan pertumbuhan 2,2%. Salah satu pendorongnya adalah kebijakan moneter dan fiskal yang efektif mendorong perekonomian. Indikasi yang tidak terlalu buruk juga terlihat di Eropa, dengan prediksi pertumbuhan -0,4% tahun ini diperkirakan akan berbalik positif 0,9% di tahun 2013. Tak jauh berbeda dengan AS, LEI Jepang juga masih naik seiring dengan upaya pemulihan pasca tsunami yang masih berlangsung. Sementara itu, perlambatan pertumbuhan di China, menurut Purbaya, memang dirancang untuk mengendalikan perekonomian yang sempat overheating pada laju pertumbuhan yang dianggap terlalu tinggi 12%. Langkah bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, sasaran akhirnya adalah mengembalikan China pada laju pertumbuhan potensial. Sama halnya dengan pendapat banyak ekonom, Purbaya yakin masih terdapat ruang yang besar bagi China untuk mengucurkan stimulus moneter maupun fiskal. Optimisme di tengah resiko ketidakpastian global ini memberikan peluang penguatan Rupiah. Nilai tukar Rupiah diprediksi akan menguat pada level Rp 9000/US$ di paruh kedua 2012 dan selanjutnya. Peluang penguatan Rupiah tidak akan membahayakan ekspor sebab ada peluang perbaikan kinerja ekspor pada semester 2 tahun ini. Ekspor riil diprediksi akan tumbuh 7,9% tahun ini. Prospek harga komoditas ke depan juga akan cenderung stabil rendah dengan kemungkinan sedikit dari saat ini. Purbaya perkirakan harga minyak tidak akan naik hingga level yang membahayakan APBN Indonesia. Ini mengindikasikan, probabilitas kenaikan harga BBM di tahun ini menjadi lebih kecil. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan hanya mencapai 6,3%, lebih rendah dari target pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan kuartal II, III, dan IV 2012 diprediksi akan mencapai 6,2%; 6,5%; dan 6,3%. Target pertumbuhan y-o-y 6,5% menurut Purbaya masih ada peluang tercapai bila daya serap anggaran pemerintah pusat dan daerah diperbaiki. Langkah ini terutama ditujukan untuk meningkatkan efisiensi anggaran yang berasal dari hutang karena ada beban pembayaran bunga setiap tahun. Percepatan dan optimalisasi penyerapan anggaran pemerintah selain untuk meningkatkan daya dorong belanja fiskal ke perekonomian, juga untuk menjaga aliran modal masuk. Pemerintah disarankan tetap fokus pada perbaikan iklim investasi, percepatan proses perizinan, serta pembenahan infrastruktur dan insentif lain bagi para investor.

Purbaya Yudhi Sadewa Ekonom Danareksa Research Institute

18

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012

Opini Pakar

Sejalan dengan upaya itu, pemerintah pusat perlu mendorong pemerintah daerah menciptakan iklim investasi yang baik, sehingga investasi langsung dapat tetap terjaga. OECD dalam proyeksi Mei 2012 memperkirakan investasi dan ekspor diprediksi menjadi pendorong utama pertumbuhan tahun 2012. (APN)

China diperkirakan tidak mengalami hard landing karena penurunan ekspor ke Eropa dapat dikompensasi ke kawasan lain. India justru memiliki permasalahan yang lebih berat karena menghadapi permasalahan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan ekspor, tekanan harga domestik yang tinggi serta laju depresiasi yang besar. Eropa diharapkan dapat segera mengambil langkah tepat untuk keluar dari krisis utang sehingga mengembalikan kepercayaan dan tingkat permintaan global. (AFA)

(15,5%), serta Listrik, Gas, dan Air Bersih (14,1%). Hasil kajian BI menunjukkan ULNS pada sektor industri pengolahan kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhannya. Sementara pada kedua sektor yang lain cukup signifikan. Sebagian perusahaan Indonesia memperoleh pendapatan usaha dalam Rupiah, sehingga relatif rentan terhadap beberapa resiko utang luar negeri. Hal tersebut dapat segera dihindari apabila peran perbankan nasional meningkat dalam pembiayaan perusahaan bukan keuangan. (BHR)

Sambungan halaman 7: Indonesia di Tengah Gejolak Harga Minyak Dunia Melihat tren penurunan harga minyak di pasar internasional, mengindikasikan optimisme akan turun dan stabilnya harga ICP. Ini berarti memperkecil kemungkinan ICP rata-rata 6 bulan menembus batas kenaikan 15% diatas asumsi APBN-P 2012 sebagai syarat dinaikkannya harga BBM bersubsidi, yakni 120,75 US$/barel. (APN dan RN)

Sambungan halaman 16: Masalah dan Tantangan Utang Luar Negeri Swasta Saat ini terdapat tiga sektor yang memiliki porsi ULNS besar yaitu Industri Pengolahan (21,3%), Pertambangan dan Penggalian

Sambungan halaman 8: Perkembangan Perekonomian China dan India Di pihak lain, rupee mengalami depresiasi sebesar 25,5% dibandingkan tahun lalu. Bank Dunia menyebutkan bahwa ekonomi India seperti Argentina, Brazil, Ghana, dan Turki yaitu berada diatas PDB potensial sehingga overheating. Kondisi tersebut menimbulkan tekanan di sisi permintaan dan menciptakan situasi dimana sisi penawaran lebih mudah untuk meningkatkan harga. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan I Juni 2012 19

Cadangan devisa adalah Cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia dan tercatat pada sisi aktiva neraca Bank Indonesia, yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan dalam bentuk giro, deposito berjangka, wesel, surat berharga luar negeri dan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri

Debt Service Payment adalah jumlah pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri, termasuk fee

Debt Service Ratio adalah Rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor suatu negara Debt Swap adalah pertukaran atau konversi utang, baik dalam bentuk perjanjian pinjaman maupun surat berharga, dengan kontrak utang baru Obligasi adalah surat berharga jangka panjang bersifat utang yang dikeluarkan oleh pihak penerbit (emiten) kepada pemegang obligasi, dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi

Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu

Pinjaman Official Development Assistence (ODA) atau Concessional loan adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki komponen hibah

Pinjaman Program adalah pinjaman luar negeri pemerintah dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan (in cash) dan digunakan untuk pembiayaan APBN

Pinjaman Proyek adalah pinjaman luar negeri pemerintah yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu dan umumnya ditarik dalam bentuk barang (in kind)

Halaman ini sengaja dikosongkan

You might also like