You are on page 1of 17

REFERAT

INVAGINASI

Oleh:

Jessieca Liusen NIM. 0708112138


Pembimbing:

dr. Tubagus Odih RW, SpBA

BAGIAN / SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD PEKANBARU - 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang tepat berdekatan.1 Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak lelaki.2 Berdasarkan penelitian ORyan et al, dari kasus intususepsi di RS Santiago tahun 2000-2001 ditemukan bahwa insidens invaginasi pada pasien berusia kurang dari 12 bulan sebanyak 55 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan untuk usia 0-24 bulan sebanyak 35 per 100.000 kelahiran hidup.3 Insidens bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding perempuan 4:1.4 Invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.2 Paul Barbette dari Amsterdam mengenalkan istilah invaginasi pada tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya sebagai prolapsus usus ke dalam lumen yang berdampingan dengannya. Seorang ahli bedah asal Inggris, John Hutchinson adalah orang pertama yang berhasil melakukan operasi pada kasus invaginasi pada tahun 1873.5 Penelitian Ko melaporkan gejala klinis tersering pada invaginasi adalah muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam (52,6%), bloody stool (26,3%), massa abdomen (15,8%), hematemesis

(10,5%).6 Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.2

1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan invaginasi.

1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan referat ini adalah: 1. Memahami mengenai invaginasi. 2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran khususnya bagian ilmu bedah. 3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

1.4 Metode Penulisan Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Invaginasi adalah suatu proses di mana segmen intestin masuk ke dalam bagian lumen usus yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran cerna.7 Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang tepat berdekatan.1 Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian yang menerima intususepturn dinamakan intususipiens. Oleh karena itu, invaginasi disebut juga intususepsi. 5

Gambar 2.1 Invaginasi8

2.2 Etiologi Sebagian besar etiologi invaginasi pada anak tidak dapat ditentukan atau disebut juga invaginasi primer. Faktor presipitasi invaginasi pada anak dapat berupa infeksi virus dan pertumbuhan tumor intestinum. Dahulu, beberapa kasus invaginasi berhubungan dengan vaksin rotavirus. Rotavirus adalah virus yang dapat menyebabkan infeksi yang dapat mengakibatkan 4

terjadinya diare, vomitus, demam, dan dehidrasi. Pada orang dewasa invaginasi dapat disebabkan oleh tumor jinak maupun ganas saluran cerna, parut (adhesive) usus, luka operasi pada usus halus dan kolon, IBS (Irritable Bowel Syndrome), dan Hirschsprung. 8 Hipertrofi Payers patch di ileum dapat merangsang peristaltik usus sebagai upaya mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan invaginasi. Invaginasi sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas dan serangan episodik gastroenteritis yang menyebabkan pembesaran jaringan limfoid.2,5,9 Adenovirus ditemukan pada 50% kasus invaginasi. Invaginasi idiopatik umumnya terjadi pada anak berusia 6 -36 bulan karena tingkat kerentanannya tinggi terhadap virus.5 Pada sekitar 5-10% penderita, dapat dikenali hal-hal pendorong untuk terjadinya intususepsi, seperti appendiks terbalik, divertikulum Meckel, polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Intususepsi juga dapat terjadi pada penderita kistik fibrosis yang mengalami dehidrasi.4

2.3 Patofisiologi Invaginasi sekunder biasanya terjadi karena adanya lesi patologis atau iritan pada dinding usus yang dapat menghambat gerakan peristaltic normal serta menjadi lokus minoris untuk terjadinya invaginasi. Invaginasi dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal dalam lekukan mesenterika dalam lumen usus distal. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus dan menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut. Akhirnya dapat mengakibatkan obstruksi 5

usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus hingga iskemia dinding usus.10 Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit, dan menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang akan menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur mucus (red currant stool).5,9,11 Jika reduksi intususepsi tidak dilakukan, terjadi insufisiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan menyebabkan pendarahan, perforasi, dan peritonitis.12 Perjalanan penyakit yang terus berlanjut dapat semakin memburuk hingga menyebabkan sepsis.13

2.4 Klasifikasi Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya: 10 1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus 2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon 3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens 4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minorisnya adalah katup ileosekal. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.2

2.5 Diagnosis Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly stool) per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas yang jelas seperti sosis.2 Massa teraba di kuadran kanan atas dengan tidak ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden (dances sign).14 Bila invaginasi disebut strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Invaginasi yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio uterus pada pemeriksaan vagina sehingga disebut sebagai pseudoportio atau porsio semu.2 Invaginatum yang keluar lewat rectum jarang ditemukan; keadaan tersebut harus dibedakan dengan prolapsus mukosa rectum. Pada invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.2 Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Diagnosis 7

invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.2 Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi (lihat Gambar 2.2) dan massa di kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.2 Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali idiopatik. Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti divertikulum Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya berupa gejala dan tanda obstruksi usus, tetapi tergantung dari letak ujung invaginasi.2 Kriteria diagnosis invaginasi akut:15 1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi) a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang dideteksi dengan USG c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi 2. Mungkin invaginasi (probable) 8

Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor 3. Possible invaginasi Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor

Kriteria mayor pada invaginasi yakni: 15 1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna a. Riwayat muntah kehijauan b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus 2. Inspeksi a. Massa di abdomen b. Massa di rectal c. Prolapsus intestinal d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari jaringan lunak 3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena a. Keluarnya darah per rectal b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah: usia < 1 tahun, laki-laki, nyeri perut, muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan pola gas usus yang abnormal. 15

Gambar 2.2 Invaginasi ileo-ileal16

Gambar 2.3 Invaginasi ileosekal16

10

Gambar 2.4 Invaginasi ileokolika16

2.6 Tatalaksana Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Resusitasi cairan dan elektrolit 2. Dekompresi maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik, pemberian antibiotik 3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif.17 Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu diagnosis rontgen tersebut ditegakkan.2 Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu.17 Syaratnya ialah keadaan umum mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat okbtruktif tinggi.2 11

Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik. Pengelolaan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium. 2 Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif.2 Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sisterna usus yang berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari penemuan keadaan usus, reposisi manual harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada keterampilan operator dan pengalaman operator.17 Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal:dorongan dilakukan dengan hatihati tanpa tarikan dari bagian proksimal. 2 Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.17 Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan. Oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi 12

dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati, tetapi jika ditemukan nekrosis, perforasi, dan edema, reduksi tidak perlu dilakukan dan reseksi segera dikerjakan. Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi.17

2.7 Prognosis Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24 jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama setelah hari kedua.4

13

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk ke dalam segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang berhubungan. Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak obstruksi usus pada bayi dan anak kecil. Penyebab invaginasi sebagian besar tidak diketahui. Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Lokasi terjadinya invaginasi dapat pada entero-enterika, kolo-kolika, ileokolika, ileosekal. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut berupa perforasi sehingga terjadi peritonitis. Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi cairan dan elektrolit serta dekompresi, kemudian dilakukan reposisi. Reposisi hidrostatik yang dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis ditegakkan ataupun reposisi pneumostatik. Jika reposisi konservatif gagal, reposisi operatif dapat dilakukan. Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka mortalitas semakin meningkat jika penanganannya semakin lambat.

14

3.2 Saran Penegakan diagnosis secara dini pada invaginasi sangat penting sehingga perlu pengetahuan dan pemahaman mengenai invaginasi. Dengan demikian, penatalaksanaan dapat segera dilakuan untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson DM, et al. Kamus kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta: EGC; 2002. 2. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004. 3. Miguel OR, Yalda L, Alfredo P, Teresa VM. Two year review of intestinal intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric Infectious Disease Journal. 2003;22:717-21. 4. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors. Nelson ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000. 5. Ignacio RC, Fallat ME. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP, editors. Ashcrafts pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2010. 6. Ko SF, Lee TY, Ng SH, Wan YL, Chen MC, Tiao MM, et al. Small bowel intussusceptions in symptomatic pediatric patients: experiences with 19 surgically proven cases. World Journal of Surgery. 2002;26(4):438-43. 7. Blanco FC. Pediatric intussusceptions. Medscape Reference [serial on the Internet]. 2010; [cited 2011 Apr 26]; [about 4 p.]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview 8. Mayo Clinic [homepage on the Internet]. Arizona: Intussusception; c19982011 [cited 2011 Apr 26]. Available from:

http://www.mayoclinic.com/health/intussusception/DS00798

16

9. Fardah AA, Ranuh RG, Sudarmo SM. Intususepsi. Fakultas Kedokteran UNAIR. 2006 [cited 2011 Mar 13]; Available from: http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori =pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-dzti231.htm 10. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou S, et al. Intussusception of the bowel in adults: a review. World Journal Gastroenterology. 2009;15(4):407-11. 11. King L. Intussusception in emergency medicine. 2010 June 15 [cited 2011 March 11]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/802424-media. 12. Texas Pediatric Surgical Associates. Intussusception.[cited 2011 March 11]. Available from: URL: http://www.pedisurg.com/pteduc/Intussusception.htm. 13. Spalding SC, Evans B. Intussusception. Emergency Medicine Journal. 2004;36(11):12-9. 14. Brunicardi FC,Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartzs principle of surgery. 8th ed. United Stated of America: The MacGraw-Hill Companies; 2007. 15. Bines JE, Ivanoff B, Justice F, Mulholland K. Clinical case definition for the diagnosis of acute intussusceptions. Journal of Pediatric

Gastroenterology and Nutrition. 2004;39:511-8. 16. Shenlie. Intussusception. Olivarez College Paranaque Journal. 2010;1-10. 17. Ilmu Bedah. Invaginasi. 2009 [diakses 27 Maret 2011]. Diunduh dari: http://www.bedahugm.net/bedah/bedah-anak/invaginasi. 17

You might also like