You are on page 1of 19

I.

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading (1.276.000 ton) dan Ghana (586.000 ton). Luas lahan tanaman kakao Indonesia 992.448 ha dengan produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per tahun (Departemen Perindustrian, 2007; Suryana dkk, 2005).

OPT utama yang menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan agribisnis kakao adalah penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella), penghisap buah kakao (Helopeltis antonii), dan busuk buah kakao (Phytophthora palmivora). OPT utama yang saat ini menjadi prioritas utama untuk dikendalikan adalah penggerek buah kakao mengingat kecenderungan intensitas dan luas serangannya yang semakin meningkat (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008; Sulistyowati dkk. 2003).

Penggerek buah kakao (PBK) C. cramerella merupakan hama utama kakao saat ini di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Serangan hama PBK menyebabkan hancurnya budidaya tanaman kakao di Indonesia pada akhir tahun 1800-an. Pada tahun 1990-an hama PBK yang sebelumnya hanya terdapat pada areal pertanaman kakao di Maluku bagian Utara dan di pulau Sebatik Kalimantan Timur, mulai meluas ke bagian lain Kalimantan Timur,
1

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara serta daerah-daerah pertanaman kakao lainnya ( Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2006; Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Saat ini, penyebaran hama penggerek buah kakao hampir menyerang semua wilayah perkebunan kakao di Indonesia khususnya di daerah Sulawesi, Kalimantan dan sumatera, dan masi banyak lagi daerah-daerah yang terserang hama penggrek buah kakao (PBK). Hingga pada tahun 2004, luas serangan hama PBK di Indonesia mencapai 348.000. ha dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. Hama PBK dapat menyerang mulai buah muda sampai dengan buah masak, akan tetapi lebih menyukai buah kakao yang panjangnya 9 cm. Serangan PBK yang terjadi pada saat buah masih muda akan

mengakibatkan kerusakan yang cukup berat karena biji saling lengket dan melekat kuat pada kulit buah, sehingga akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas biji kakao (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Kehilangan hasil akibat serangan hama PBK dapat diperkecil. Salah satunya adalah pengendalian hama dengan cara kultur teknis berupa pemangkasan tanaman kakao maupun tanaman penanung, pemupukan, sanitasi, panen sering, dan sarungisasi. Saat ini pengendalian yang paling sering dilakukan dan yang paling efektif adalah melakukan sarungisasi walaupun membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak (Deptan, 2009; Daha, 2002).
2

Tujuan dan kegunaan

Kegiatan Praktek usaha mandiri bertujuan untuk mengetahui bentukbentuk pengendalian yang efektif dan telah diterapkan oleh PT Mars MCDC untuk menekan populasi hama PBK . Bentuk pengendalian yang

diaplikasikan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan panduan dalam rangka meningkatkan produktifitas tanaman kakao

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Pemencaran PBK Populasi hama PBK ( penggerek buah kakao) yang hidup pada buah kakao merupakan ras biologi setelah memisah dari populasi asalnya yang hidup pada buah rambutan. Timbulnya hama PBK pertama kali terjadi di Filiphina kemudian keturunannya masuk ke pulau Jawa seiring penyebaran buah kakao Criollo Sp. ke Sulawesi Utara pada tahun 1880, dan terus berkembang di Indonesia dan pada akhirnya menyebar ke Jawa Timur sejak tahun 1901(Sulistiyawati, 1994). Timbulnya hama PBk di berbagai daerah di Indonesia diduga berkaitan dengan introduksi bahan tanaman kakao (buah dan bibit) dari daerah sumber hama PBK ke dalam pertanaman yang telah berproduksi dalam rangka perluasan area tanam. Suatu hal yang belum bisa dijelaskan secara rasional adalah pemencaran hama PBK dalam waktu yang relative singkat, pada areal yang terisolasi. Menurut Wiryadiputra (1994) bahwa perkebunan yang terekspose pada arah datangnya angin dari areal yang terserang akan tertular hama terlebih dahulu, atau di daerah terisolasi tersebut terdapat hama PBK pada inang yang lain dan berhasil beradaptasi pada buah kakao atau bibit yang ditanam di arel terisolasi itu terdapat kepompong PBK yang terbawa dari sumber bibit.

Aspek Morfologi PBK Klasifikasi PBK (C. cramerella Snellen.), memiliki determinasi sebagai berikut
(Sulistyowati dkk. 2003).

Kingdom Phylum Class Ordo family Genus species

: : : : : : :

Animalia Arthropoda Insecta Lepidoptera Gracillariidae, Conopomorpha, C. cramerella.Snellen

Metamorposanya sempurna, yaitu dari telur, larva, kepompong, dan serangga dewasa. Telur berbentuk oval dan berwarna kuning orange pada saat baru diletakkan. Panjang telur 0,45-0,50 mm dan lebar telur 0,25-0,30 mm. Larva yang baru keluar dari telur berwarna putih transparan dengan panjang 1 mm. Dalam kondisi pertumbuhan penuh, panjang larva dapat mencapai 12 mm dan berwarna hijau muda. Pupa berwarna kecokelatan panjang 7-8 mm dan lebar 1mm. Ngengat (serangga dewasa) memiliki panjang tubuh 7 mm dan lebar 2 mm, dengan panjang rentang sayap 12 mm. Warna dasar ngengat adalah cokelat dengan warna putih berpola zig-zag sepanjang sayap depan dan spot oranye pada ujung sayap (Snellen, 1904; Wessel, 1983).

Siklus Hidup PBK Siklus hidup PBK terdiri dari stadium telur 2-7 hari, larva 14-18 hari, dan pupa 5-8 hari, serta ngengat 5-8 hari. Sekurangnya dibutuhkan waktu 35 45 hari oleh hama PBK untuk berkembang dari telur menjadi imago (serangga dewasa), sehingga wajar dalam waktu yang cukup singkat perkembangan hama PBK ini sangat cepat. Siklus hidup serangga PBK ini sama seperti umumnya serangga lain yaitu : telur, larva, pupa dan imago (Wardojo, 1994; Wessel, 1983). Telur Pada fase telur, PBK akan bertelur dengan warna merah jingga. Telurtelur tersebut akan diletakkan induk betinanya pada kulit buah. Bentuk telur itu sendiri sulit diidentifikasi saking kecilnya dan sukar dilihat dengan mata telanjang. Telurnya berukuran panjang 0.8 mm dan lebar 0.5 mm. Serangga dewasa dapat bertelur antara 50 100 butir pada setiap buah kakao. Telurtelur tersebut akan menetas antara 3 7 hari setelah diletakkan (Wardojo, 1994; Wessel, 1983). Larva Setelah telur menetas, akan keluar larva. Larva tersebut akan bergerak dan mulai membuat lubang ke dalam kulit selanjutnya masuk ke dalam buah kakao. Lubang gerekan berada tepat di bawah tempat meletakkan telur. Selanjutnya akan menggerek daging buah, diantara biji dan plasenta. Panjang larva sekitar 1,2 cm dan berwarna ungu muda hingga
6

putih, lama hidup dalam buah kakao antara 14 18 hari, kemudian telur berubah menjadi kepompong. Biasanya larva berkepompong pada daun atau alur buah, pada fase ini larva membuat lubang keluar dengan benangbenang sutra yang keluar dari mulutnya. Melalui benang itulah, ia turun ke tanah dan menggulung menjadi kepompong. Oleh sebab itu kepompong seringkali ditemukan pada daun atau kantong plastik yang ada di sekitar pohon (Ooi et al., 1987). Pupa Setelah enam hari menjadi kepompong, akan keluar pupa berwarna abu-abu gelap dengan panjang 8 mm. Ketika setengah badan pupa keluar dari kepompong, ia melepaskan kulitnya lalu muncul sebagai imago (Wardojo, 1994; Wessel, 1983). Imago Imago (serangga dewasa) dari hama PBK ini panjangnya 7 mm dan lebar 2 mm, memiliki sayap depan berwarna hitam bergaris putih, pada setiap ujungnya terdapat bintik kuning dan sayap belakang berwarna hitam, memiliki antena yang panjang serta runcing. Serangga ini aktif pada malam hari pukul 18 : 00 20 : 30. Pada siang hari biasanya berlindung di tempat lembab dan tidak terkena sinar matahari. Daya terbangnya pun tidak terlalu tinggi namun mudah terbawa oleh angin. Serangga dewasa ini sendiri hanya berumur 5 7 hari, jadi setelah bertelur dia akan mati (Wardojo, 1994; Wessel, 1983).

Gejala Serangan PBK Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi. Serangan PBK menyebabkan kematian jaringan plasenta biji sehingga biji tidak dapat berkembang sempurna lalu menjadi lengket. Serangan pada buah muda mengakibatkan kehilangan hasil yang lebih besar sebab buah akan mengalami masak dini sehingga buah tidak dapat dipanen Sulistyowati (1997) Pengendalian Hama PBK
Pangkasan bentuk pohon kakao yang bertujuan untuk membatasi tinggi tajuk tanaman kakao agar memudahkan pelaksanaan panen dan pengendalian hama. Pemangkasan dilakukan baik pada tanaman kakao maupun tanaman penaung untuk mengurangi kelembapan yang tinggi dan membuka kanopi agar tanaman mendapat penyinaran merata karena hama PBK lebih menyukai tanaman yang rimbun dan gelap (Sulistyowati dkk. 2003; Direktorat Jendral Perkebunan, 2006). Metode panen sering pada saat buah masak awal yang diikuti sanitasi dapat menekan populasi PBK. Hal ini karena pada buah yang masak awal, ulat PBK belum keluar sehingga jika kulit buah dan plasenta langsung ditanam, maka ulat yang ada di dalamnya akan mati. Rotasi panen paling lama satu minggu dan kulit buah, buah

busuk, plasenta dan semua sisa-sisa panen segera ditanam dan ditimbun dengan tanah setebal 20 cm (Sulistyowati dkk. 2003). Rampasan buah bertujuan untuk mengeradikasi PBK. Tindakan ini juga harus didukung dengan pengendalian kultur teknis agar dapat berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan mengambil seluruh buah yang terdapat di pohon dan melakukan pangkasan cabang sekunder dan tersier. Sistem tersebut hanya disarankan untuk daerah serangan baru yang masih terbatas dan terisolir (Sulistyowati, 2006). Pengendalian hayati PBK dapat dilakukan dengan menggunakan predator larva PBK antara lain Oecophylla smaragdina, Anoplolepis longipes, Crematogaster sp., Dolichoderus thoracicus, seperti dan laba-laba. Pengendalian dengan jamur

entomopatogen

penggunaan

Beauveria

bassiana,

Penicillium,

Acrostalagmus, Verticillium, Fusarium dan Spicaria. Dapat juga dilakukanDapat juga dilakukan dengan menggunakan nematoda entomopatogen seperti Steinernema carpocapsae (Rauf, 2008). Sarungisasi buah bertujuan untuk melindungi buah dari serangan PBK, akan tetapi memerlukan biaya dan tenaga kerja yang besar. Sarungisasi dilakukan mulai buah kakao berukuran panjang antara 8-10 cm sampai dengan buah dipanen. Kantong plastik yang digunakan berukuran 30 x 15 cm tebal 0,02 mm dan kedua ujungnya terbuka. Cara menyelubungi buah adalah dengan mengikat bagian atas plastik pada tangkai buah sedang bagian bawah terbuka (Sulistyowati dkk. 2003). Aplikasi insektisida kimia hanya dilakukan jika persentase serangan PBK dengan kategori serangan berat sudah mencapai 40%. Jenis insektisida yang 9

dianjurkan adalah dari golongan sintetik piretroid, antara lain. deltametrin, sihalotrin, betasiflutrin, esfenfalerat, dan alfa sipermetrin (Sulistyowati dkk. 2003).

feromon

sintetik PBK

sudah

dikembanggkan

oleh

Bio-Control

Reasearch Laboratories, divisi Pest Control (PCI).

Feromon merupakan

senyawa yang dilepas oleh salah satu jenis serangga yang dapat mempengaruhi serangga lain yang sejenis dengan adanya tanggapan fisiologi tertentu. Feromon serangga dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan serangga hama baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu digunakan dalam hal: pemantauan serangga hama, perangkap massal, pengganggu perkawinan, maupun kombinasi antara feromon sebagai atraktan dengan insektisida atau patogen serangga sebagai pembunuh (Balitbangtan, 2007).

10

IV. BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Kegiatan PUM dilaksanakan pada bulan Maret Mei 2012 di PT. Mars Incorporated MCDC ( Mars Cacao Development Center ) desa Tarengge , kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah perkebunan kakao milik PT.Mars incorporated. Alat yang digunakan adalah alat tulis menulis, kamera digital. Metode Pelaksanaan Kegiatan PUM dilaksanakan dalam bentuk survey dengan substansi pengendalian hama PBK: 1. Mengamati kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan

pengendalian hama khususnya PBK. 2. Metode wawancara dan diskusi mengenai aspek pengendalian hama PBK. 3. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengelompokkan kegiatankegiatan pengendalian hama PBK kedalam beberapa komponen pengendalian dan menganalisa kelebihan dan kekurangan masingmasing-masing komponen.
11

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Serangan Hama PBK Serangan hama PBK di wilayah Kabupaten Luwu Timur yang merupakan wilayah pengamatan PT MCDC disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat serangan PBK dalam perbandingan buah A, B, C, dan D pada tahun 2006 2011. Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: PT MCDC

buah A 19 41 33 24 22 37

buah B 46 36 33 37 41 43

buah C 29 20 31 34 28 16

buah D 6 3 3 5 9 4

Keterangan : - buah A : buah yang bebas dari hama PBK dan masak fisiologis buah B: buah yang teserang PBK namun masih bias dikeluarkan dengan menggunakan tangan buah C: buah yang terserang PBK, bijiinya masih bisa diambil, namun menggunakan alat cungkil buah D: buah yang tergolong sudah rusak akibat serangan PBK dan sama sekali buahnya tidak dapat diambil.

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa serangan hama PBK dari tahun 2006-2011 tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari rendahnya persentase buah A yang merupakan buah bebas dari hama PBK dan masak fisiologis, dibandingkan buah B,C, dan D yang masuk dalam kategori buah terserang hama PBK. Tingginya

persentase buah yang terserang hama PBK ini karena wilayah kabupaten Luwu Timur khususnya desa tarengge, merupakan daerah pengembangan tanaman 12

kakao. Hal ini menguntungkan perkembangan dan kehidupan hama PBK karena ketersediaan makanan yang sesuai. Menurut Untung (1993), masalah hama selalu timbul karena ekosistem pertanian yang kita ciptakan memberikan keadaan yang sesuai bagi perkembangan dan kehidupan hama yaitu menyediakan semua kebutuhan hidup hama secara terus-menerus baik secara spasial (antar ruang) maupun temporal (antar waktu). Untuk mengatasi serangan hama PBK, maka PT MCDC sebagai pihak pengembang tanaman kakao khususnya di desa Tarengge, telah melakukan beberapa komponen pengendalian (kultur teknis, fisik/mekanik, hayati, dan kmiawi) dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas produksi kakao.

Pengendalian Secara Kultur Teknis Hasil survey terhadap bentuk-bentuk pengendalian secara kultur teknis yang diaplikasikan di PT. Mars Incorporated MCDC disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Pengendalian hama PBK secara kultur teknis
Bentuk Pengendalian Penggunaan Tanaman Tahan hama Pelaksanaan Penanaman klon MT,S1,BB 01,THR Tujuan Menghindari kerusakan tanaman yang lebih besar Meningkatkan toleransi tanaman Mengganggu ketersediaan makanan Menghancurkan habitat pengganti Menciptakan Kelebihan Praktis karena sudah termasuk dalam praktek budidaya Kompatibilitas dengan komponen pengendalian lain Aman, tidak mencemari lingkungan Tidak perlu mengeluarkan Kekurangan Khusus untuk tanaman tahan hama terkadang hanya tahan terhadap hama tertentu tapi tidak tahan terhadap hama lain

Pemupukan

Pupuk NPK,Urea,SP36/SP18 ,pupuk daun (folior)jenis kristalon Jarak tanam 4 x 4 m

Penetapan jarak tanam

Sanitasi

sanitasi buah yang terserang dan kulit buah yang telah di belah 1x dalam sebulan,

Pemangkasan

13

yaitu membuang cabang-cabang mati, , terserang hama, tunas-tunas air. Memanen semuah buah yang masak juga buah yang terserang hama

kondisi tanaman merugikan perkembangan PBK Memotong siklus hidup hama

biaya khusus untuk pengendalian

Panen sering

Pengendalian secara kultur teknis merupakan pengendalian agronomik yang secara umum bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga lingkungan tersebut menjadi kurang cocok bagi kehidupan dan pembiakan hama (untung, 1993). Pengendalian secara kultur teknis yang dilakukan di PT

MCDC merupakan usaha pengendalian yang bersifat prefentif yang dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan harapan agar populasi tidak melebihi ambang ekonomi. Selain kegiatan PsPSP (panen sering, pemupukan, sanitasi dan pemangkasan) kegiatan lain yang dapat dikategorikan sebagai tindakan agronomis adalah penggunaan klon-klon yang moderat maupun tahan hama seperti MT,S1,BB
01,THR dan pengaturan jarak tanam.

Pengendalian Secara Fisik/Mekanik Hasil survey terhadap bentuk-bentuk pengendalian secara disajikan pada tabel 2. fisik/mekanik

14

Tabel 2. Pengendalian hama PBK secara fisik/mekanik


Bentuk Pengendalian Penyelubungan buah dengan kantong plastik Pelaksanaan Membungkus buah dengan plastik Tujuan Mencegah imago PBK meletakan telur Menarik serangga jantan PBK Kelebihan Kompatibel dengan pengendalian lain Kekurangan Palstik digunakan mencemari lingkungan yang dapat

Pemasangan perangkap hama (penggunaan feromon)

feromon di gantung atau diletakkan ditiang yang telah dibuat ditengah atau dipinggir lahan.dengan ketinggian tinggi dari tanaman kakao.

Mudah diaplikasikan

Terkadang buah yang dibungkus plastik menyebabkan buah menjadi busuk Membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang banyak

Menurut Untung (1993), pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan mematikan hama, mengganggu aktivitas fisiologi hama. Tindakan pengendalian fisik/mekanik yang dilakukan oleh MCDC meliputi penyelubungan buah dan penggunaan perangkap

feromon. Berdasarkan hasil survey bahwa kegiatan pengendalian

penyelubungan buah dan penggunaan perangkap feromon yang dilakukan oleh PT MCDC secara nyata mampu menurunkan populasi dan

menyelamatkan pertanaman dari serangan hama PBK. pengendalian terkendala beberapa faktor

Namun kegiatan mahal dan

seperti, biaya

membutuhkan banyak tenaga kerja, , sehingga kegiatan tersebut tidak dilanjutkan pelaksanaannya.
15

Pengendalian Secara Hayati Hasil survey terhadap bentuk-bentuk pengendalian secara hayati disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kajian Pengendalian hama PBK secara hayati
Bentuk Pengendalian Pemanfaatan Mikroorganisme Pelaksanaan Pemanfaatan predator semut hitam Pemanfaatan entomopatogen Beauveria bassiana Tujuan Memangsa hama PBK Kelebihan Aman, tidak meninggalkan residu Mudah diperoleh di alam Dapat mengurangi penggunaan pestisida Tidak menimbulkan ledakan hama sekunder Memungkinkan pengendalian hama jangka panjang Kekurangan Tidak kompatibel dengan pengendalian kimiawi Memerlukan biaya yang mahal, fasilitas lengkap dan SDM yang berkualitas

Menghambat pertumbuhan dan pembiakan hama PBK

Penggunaan biopestisida

Penggunaan 29 dan B 19

Menghambat pertumbuhan dan pembiakan hama PBK

Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan agens hayati (musuh alami dan biopestisida) untuk keperluan pengendalian

organism pengganggu tumbuhan dalam proses produksi dan pengolahan hasil (Cahyaniati, dkk, 2002). Berdasarkan hasil survey di PT MCDC , kegiatan pengendalian hayati yang dilakukan meliputi pemanfaatan semut hitam dan penggunaan biopestisida.

Pemanfaatan semut hitam berfungsi untuk mengusir imago (ngengat) yang akan 16

meletakkan telur pada buah kakao. Penggunaan biopestisida seperti B 29 dan B 19 yang merupakan racikan dari berbagai bahan tanaman seperti babadotan, daun sirih, akar pinang, daun merica dan buah merica, daun serehwangi, daun mimba, cengkeh,temulawak, kayu manis, brotoli, dan daun serikaya. Meskipun

pengendalian ini merupakan pengendalian yang dapat menekan pertumbuhan populasi hama PBK dan aman terhadap lingkungan, namun PT MCDC tidak melanjutkan pelaksanaannya karena tidak kompatibel dengan pengendalian secara kimia. Pengendalian Secara Kimiawi Hasil survey terhadap pengendalian secara kimiawi disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Pengendalian hama PBK secara kimiawi Komponen Bentuk Tujuan Pengendalian Pengendalian Kimiawi Penggunaan Mematikan Insektisida hama PBK (Alika, bahan aktif:lamda sihalotrin dan tiametoksam) Kelebihan Kekurangan

Menjatuhkan Dapat mematikan hama secara musuh alami cepat(efek knock down) Meninggalkan residu pada bahan Mudah tanaman diaplikasikan Dapat mencemari Hasilnya cepat lingkungan terlihat Dapat menimbulkan resistensi Membutuhkan biaya tambahan untuk pengendalian

Pengendalian secara kimia adalah penggunaan pestisida bahan kimia untuk mengendalikan hama PBK. Menurut Sulistyowati,
dkk.( 2003), jenis 17

insektisida yang dianjurkan adalah dari golongan sintetik piretroid, antara lain. deltametrin, sihalotrin, betasiflutrin, esfenfalerat, dan alfa sipermetrin. Penggunaan pestisida yang diaplikasikan oleh MCDC adalah insektisida alika, matador.

Nurelle, cloromite, capture (sipermetrin), reggen. Insektisida yang digunakan adalah golongan pyretroid sintetik (PS) yang disemprotkan pada cabangcabang horizontal. Menurut hasil survey insektisida ini dapat menekan

populasi hama PBK sehingga penyemprotan dilakukan secara intensif 2 kali sebulan. Meskipun insektisida golongan PS memiliki daya mematikan yang tinggi namun insektisida tersebut menghadapi permasalahan yaitu

percepatan perkembangan strain hama baru yang tahan terhadap insektisida PS (untung, 1993).

18

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil survey dapat disimpulkan bahwa: pengendalian hama PBK yang dilakukan di PT MCDC secara intensif adalah 1. pengendalian secara kultur teknis yang meliputi kegiatan penggunaan varitas tahan, pemupukan, penetapan jarak tanam, pemangkasan, sanitasi dan panen sering. 2. pengendalian secara kimiawi dengan penggunaan insektisida

golongan piretroid sintetik.

Saran Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian hama penggerek buah kakao perlu diperhatikan sehingga produktifitas tanaman kakao dapat ditingkatkan.

19

You might also like