You are on page 1of 15

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Etika Pancasila 1.

Etika Berdasarkan Pancasila Etika adalah cabang filsafat atau cabang aksiologi yang membicarakan manusia terutama tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan dengan sadar dilihat dari kaca mata baik buruk. Etika adalah moral atau filsafat kesusilaaan. Sedangkan pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia. Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia. Etika Pancasila adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan Pancasila. Etika Pancasila adalah filsafat moral atau filsafat kesusilaan yang berdasarkan atas kepribadian, ideologi, jiwa, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Etika Pancasila adalah etika yang berdasarkan atau berpedoman pada norma-norma yang bersumber dari ajaran Pancasila, karena hakikat atau inti ajaran Pancasila adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Maka, etika Pancasila adalah etika yang berdasarkan atas inti ajaran tersebut. Kata Pancasila menunjukkan kekhususan yang membedakan dengan etika lainnya, misalnya etika berdasarkan ajaran hedonisme, edaemonisme, stoicisme, epicurisme, vitalisme, utilitarianisme, pragmatisme, idealisme, marxisme, liberalisme, fascisme. Jika pragmatisme mengagungkan pragma sebagai kenyataan dan hedonisme mengagungkan kesenangan sebagai kenyataan serta vitalisme mengagungkan hidup sebagai kenyataan, maka etikanya harus mendasarkan diri atas ajaran tersebut bahkan wajib mengembangkannya. Filsafat pancasila mengajarkan bahwa kenyataan adalah pancasila. Selanjutnya mengenai istilah etika dalam bukunya Inleiding Tot De Ethiek, H de Vos menuliskan bahwa etika adalah ilmunya sedang kesusilaan atau moral adalah objeknya. Dalam bahasa Yunani istilah ethos masih dibedakan dengan ethos sebagai kesusilaan dengan adat, sedang dalam bahasa latin tidak. Meskipun demikian ada perbedaan antara adat dengan kesusilaan. Adat bersifat onpersoonlijk, sudah dengan

sendirinya dan tidak menjadi persoalan perseorangan, sedang kesusilaan tidak demikian. Hubungan antara kesusilaan dengan masyarakat lebih longgar daripada adat. 2. Etika Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Etika pancasila tidak dapat dipisahkan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 karena Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 adalah pengejawantahan Pancasila, atau dengan kata lain inti Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 adalah Pancasila. Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 mengandung sumber hukum religious, moral, kodrat dan filsafati. Karena itu intinya yaitu Pancasila oleh ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 dikatakan sebagai sumber daripada segala sumber hukum. Dengan kata lain sumber daripada sumber etika yang berlaku di Indonesia adalah Pancasila. Pembukaan Undang-Undang Dasar1945 Alinea Pertama: Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dari kalimat-kalimat tersebut dapat diambil intinya, yaitu berisi ajaran etika yang tinggi. Kecuali penjajah itu sendiri,siapa yang tidak mengakui bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Demikian pula siapa yang tidak sependapat bahwa penjajahan tidak berperi kemanusiaan dan tidak berperi keadilan. Alinea Kedua: Alinea ini menerangkan perjuangan Bangsa Indonesia untuk menghancurkan penjajahann. Dari kalimat tersebut dapat diambil intinya yaitu bahwa perjuangan bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai yang luhur. Alinea Ketiga: Alinea ini menerangkan bahwa kemerdekaan yang telah kita capai adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia yang didasarkan atas nilai moral dan religius, terbukti dengan kalimat dengan didorongkan oleh keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas dan atas berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa. Alinea Keempat: Disusunnya kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia. Disusunnya Negara Indonesia dalam bentuk Republik yang berkedaulatan rakyat. Dibentuknya suatu Pemerintah Negara Indonesia yang: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia berdasarkan kepada:

Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Disinilah terdapat hakekat nilai moral Pancasila, yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. B. Etika Pancasila Tercermin Di Dalam Segala Peraturan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pengejahwentahan Pancasila.oleh karena itu seluruh pasal-pasal Undang-undang Dasar 1945 juga mengandung niai moral Pancasila. Seperti asas Ketuhanan Yang Maha Esa dilaksanakan dalam pasal 29; Asas Kemanusiaan yang adil dan beradab dilaksanakan dalampasal 27, 28, 31 ayat 1. Ketetapan MPR merupakan pelaksanaan lebih lanjut Pancasila, Karena itu moral Pancasila juga terkandung di dalam ketetapan tersebut. Misalnya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-undang Dasar 1945 yaitu Undang-undang. Sehingga dalam Undang-undang juga terkandung nilai moral Pancasila. 1. Etika Pancasila Tercermin di Dalam Pasal-pasal Undang-undang Dasar 1945. a. Hak Asasi Manusia Pasal-pasal yang mengandung hak asasi manusia antara lain:

Pasal 27 ayat 1 bunyinya: Segala warga Negara bersamaan kedudukannya did lam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pasal 27 ayat 2 bunyinya: Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28 bunyinya: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 29 ayat 2 bunyinya: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.

b. Hak Asasi Manusia Menurut Ajaran Pancasila Pancasila mengajarkan bahwa hak-hak asai merupakan sesuatu yang sangat hakiki. Dengan kata lain hak asasi harus dihormati dan tidak boleh ditelantarkan. Oleh karena sisi hak asasi adalah kewajiban asasi maka keduanya harus diberlakukan seimbang. Kewajiban asasipun wajib dihormati dan tidak boleh dilupakan. Contohnya pasal 29 ayat 2 seperti yang telah disebutkan di atas. Tiap-tiap penduduk dijamin kemerdekaannya untuk memeluk agama masingmasing dan beribadat menurut agamanya. Tiap tiap penduduk dijamin kemerdekaannya untuk memeluk agama masing masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Setiap orang boleh berpropaganda agar penduduk Indonesia beragama, tetapi sebaliknya mereka tidak diperbolehkan berpropaganda untuk tidak beragama. Mereka

disamping melaksanakan haknya juga harus memenuhi kewajibannya yaitu wajib untuk berpropaganda beragama. Negara telah memberikan kepada warga negaranya apa yang menjadi hak mereka dalam hal ini hak untuk beragama. Negara telah melakukan kewajibannya yaitu menjamin hak warga negaranya itu. Sebaliknya warga negara harus melaksanakan kewajibannya yaitu taat kepada negara, dalam hal ini tidak melanggar ketentuan negara dan tidak boleh berbuat anti agama. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban tersebut, antara lain telah dituang dalam Surat Keputusan Menteri Agama No. 70 yang mengatur hubungan antara umat dari agama masing masing, antara umat dari agama yang satu dengan yang lain dan antara umat dari berbagai agama dengan Pemerintah. Berbicara tentang hak-hak asasi manusia di Indonesia harus didasarkan atas dan dikembalikan kepada ketentuan yang tercantum di dalam Undang undang Dasar 1945. Dalam hal ini yang penting untuk dihayati adalah adanya keseimbangan antara hak dan wajib dan tidak boleh berat sebelah. Bahkan bila perlu kewajiban harus didahulukan daripada hak. Jika diperhatikan dengan seksama, hak asasi manusia menurut ajaran Pancasila bersifat manusiawi artinya sesuai dengan martabat manusia dan tidak melewati batas batas kemampuannya. Dalam menggunakan hak misalnya harus dalam kewajaran dan tidak boleh melewati batas sehingga merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Demiian pula dalam hal melakukan kewajiban harus tetap mengingat batas-batas kemampuan manusia. Jiwa hak-hak asasi manusia yang tercantum di dalam pasal pasal Undang Undang Dasar 1945 pada hakekatnya tidak lepas dari latar belakang terjadinya Undang Undang Dasar 1945. Undang Undang Dasar 1945 adalah Undang Undang Dasar Proklamasi, karena itu juga berisi perjuangan bangsa Indonesia untuk menghancurkn kolonialisme yang menindas hak asasi bangsa Indonesia. Karena itu hak asasi yang kemudian diberi tempat terhormat di dalam Undang Undang Dasar 1945 merupakan pengejawantahan dari cita cita keadilan yang diidamkan oleh bangsa Indonesia. Keadilan menyangkut hubungan yang seimbang antara hak dan wajib. Karena itu hak asasi manusia menurut ajaran Pancasila adalah hak dan wajib asasi yang seimbang dan selaras.

2.

Etika Pancasila Tercermin Di Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat a. Hak Hak Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
Setiap anggota majelis mempunyai hak yang sesuai dengan ketetapan

yang berlaku. Di dalam pasal 10 Ketetapan MPR No. I/MPR/1978 ditegaskan bahwa setiap anggota Majelis mempunyai hak yang cukup banyak. Nilai moral ynag terkandung di dalamnya adalah kesesuaiannya ketetapan tersebut dengan hakekat manusia yaitu yang menyangkut hak dan kewajiban. Dengan mencantumkan hak tersebut berarti bahwa setiap anggota harus berbuat sesuai dengan ketentuan itu sehingga dapat mengembangkan dirinya.
Hak kekebalan. Anggota Majelis mempunyai kekebalan, hal ini

dicantumkan dalam ketetapan MPR No. I/MPR/1978. Dengan adanya jaminan tersebut, berarti setiap anggota Majelis dapat menyuarakan hati nuraninya sesuai dengan hati nurani rakyat yang mereka wakili. Hal kewajiban inipun ada batas batasnya. Batas tersebut sebenarnya mengandung nilai moral yang tinggi karena membocorkan rahasia bersama adalah perbuatan yang tidak sesuai dengsn moral Pancasila. Inilah kode etik jabatan sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Penggunaaan hak. Meslipun anggota Majelis mempunyai hak seperti

tersebut di atas, namun mereka juga dapat membuat konsensus untuk tidak menggunakan hak. Konsensus sebagaimana tercantum dalam pasal 115 mengandung nilai moral yang sangat tinggi. Meskipun sebenarnya para anggota sebagai wakil rakyat mempunyai hak, namun mereka dengan kesadaran dan penuh rasa tanggung jawab bersepakat untuk tidak menggunakan haknya, bahkan tidajk ada keinginan untuk mengubah Undang Undang Dasar 1945. Ini berarti bahwa moral Pancasila telah tercermin dalam diri mereka, sebhingga dapat melakukan suatu keputusan, yang bijaksana, yang secara objektif dituangkan ke dalam ketetapan MPR itu. b. Kewajiban Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat

Di samping hak, anggota majelis juga mempunyai berbagai kewajiban antara lain: Kewajiban Berbicara yang Sopan Hal ini sesuai dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/1978. Pasal 73 Ayat 1. Apabila seornag pembicara dalam rapat mempergunakan kata kata yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, Pimpinan Rapat dapat memberi nasehat dan memperingatkan supaya pembicaraan tertib kembali. Dari kutipan tersebut ternyata bahwa dalam hal berbicara, anggota Majelis tidak boleh menggunakan kata-kata yang melanggar norma-norma moral. Meskipun setiap anggota majelis memiliki hak dan kekebalan namun ia juga terikat pada tata tertib dan sopan santun yang berlaku dalam tubuh Majelis. Hal ini merupakan contoh yang baik bagi seluruh masyarakat, karena anggota Majelis pada hakekatnya adalah wakil-wakil mereka dan menyuarakan kehendak mereka pula. Adalah suatu hal yang tidak terpuji sekiranya ada anggota Majelis yang sampai melanggar tata tertib sidang, sehingga mendapat peringatan dan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagi mereka yang merasa tidak melanggar tata tertib dan mendapat perlakuan yang dianggap merugikan dirinya, boleh mengajukan pembelaan sebagaimana mestinya. Inilah contoh keadilan yang merupakan salah satu pengejawentahan moral pancasila. Bagaimanapun juga, aturan main di dalam forum Najelis sebagai Lembaga Negara Tertinggi masih tetap berjalan dan tidak boleh dilanggar, karena hal itu menyangkut martabat bangsa dan negara.

3.

Etika Pancasila Tercermin Di Dalam Undang-Undang Undang-undang sebagai pengejawentahan lebih lanjut Pancasila mencerminkan

nilai-nilai Pancasila. Karena itu etika Pancasila tercermin di dalam Undang-undang. a. Undang-undang No. 3 Tahun 1967 Tentang Dewan Pertimbangan Agung Pada Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa seorang anggota Dewan Pertimbangan Agung harus berpribadi Pancasila. Dengan kata lain moral Pancasila tercermin di dalamnya. Selanjutnya ditegaskan bahwa sebelum memangku jabatannya seorang calon anggota Dewan Pertimbangan Agung harus melakukan sumpah dan janji. Dalam janji tersebut dikatakan bahwa anggota Dewan Pertimbangan Agung akan senantiasa menjunjung tinggi amanat penderitaan rakyat, taat dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta berusaha sekuat tenaga memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia dan setia pada nusa bangsa dan Negara Republik Indonesia.

4.

Etika Pancasila Tercermin di Dalam Peraturan Pemerintah. Contoh etika pancasila yang tercermin dalam Peraturan Pemerintah yaitu pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1975 Tentang Sumpah/ Janji Pegawai negeri Sipil Republik Indonesia. Dalm janji tersebut calon pegawai negeri sipil menyatakan bahwa mereka akan senantiasa dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. Perwujudannya yaitu dengan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas yang dipercayakan dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab dan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, serta bersemangat untuk kepentingan Negara.

5.

Etika Pancasila Tercermin Di Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Contoh etika pancasila tercermin dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1959 Tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang Presiden Republik Indonesia. Dalam sumpah tersebut dinyatakan bahwa mereka senantiasa akan menjalankan pekerjaan mereka dengan lebih mementingkan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri maupun kepentingan golongan. C. Etika Pancasila dalam Bidang Pendidikan dan Ekonomi Etika Pancasila tercermin didalam berbagai peraturan yang ada. Dengan kata lain ajaran etika Pancasila telah dilaksanakan didalam peraturan tersebut. Pancasila juga harus dilaksanakan didalam segala kegiatan kenegaraan, kemasyarakatan, dan perorangan. Karena itu ajaran etika Pancasila juga tercermin didalam segala kegiatan itu. Kegiatankegiatan tersebut sangat luas dan meliputi berbagai bidang kehidupan, seperti bidang pendidikan dan bidang ekonomi. Logikanya etika Pancasila mewarnai kegiatan dalam berbagai bidang itu. 1. Etika Pancasila dalam Bidang Pendidikan a. Pelaksanaan Etika Pancasila Dalam Bidang Pendidikan Setelah Indonesia merdeka dan Pancasila secara resmi menjadi dasar filsafat Negara Republik Indonesia,maka dengan sendirinya etika Pancasila juga menjiwai pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu pendidikan ada yang formal,informal dan non formal tentunya ketiga jenis itu juga dijiwai oleh moral Pancasila. Sejak kemerdekaan usaha untuk meningkatkan pendidikan telah

dilaksanakan. Suatu hal yang menggembirakan adalah ditekankannya tujuan pendidikan antara lain menjadikan manusia yang cakap dan susila meskipun dengan formulasi yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa sejak semula sudah ada usaha untuk menjadikan manusia Indonesia yang berkepribadian Pancasila atau dengan istilah yang popular sekarang disebut sebagai manusia utuh. Pendidikan mendapat perhatian penuh, terbukti dengan dibentuknya Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

1) Keputusan Menteri P.P. dan K.No. 104/Bhg. O . (Soegarda Poerbakawatja).

Pada tanggal 1 Maret 1946. Menteri Suwandi mengeluarkan Keputusan No. 104/Bhg. O yaitu membentuk panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin oleh K.H. Dewantara. Keputusan terserbut merupakan pelaksanaan putusan rapat Badan Pekerja tanggal 27 Desember 1945.
2) Undang-Undang No.4 Tahun 1950. Sesuai dengan keadaan jaman pada waktu

itu,maka telah diadakan berbagai usaha untuk kelangsungan pendidikan di Republik Indonesia,antara lain: a) Mengadakan hubungan dengan luar negeri untuk meningkatkan mutu pendidikan. b) Mendirikan perguruan tinggi,antara lain Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. c) Melahirkan Undang-Undang No.4 tahun1950 yaitu mengenai dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. 3) Undang-Undang No.22/1961 Pasal 1: Perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menengah dan yang memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia dan dengan cara ilmiah Pasal 2: Perguruan tinggi pada umumnya bertujuan untuk:
Membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila dan bertanggung

jawab dan terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur,materiil dan spiritual. Menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan yang memerlukan pendidikan tinggi dan yang cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan . melakukan penelitian dan

usaha

kemajuan

dalam

lapangan

ilmu

pengetahuan,kebudayaan

kemasyarakatan. Peranan Etika Pancasila dalam Bidang Pendidikan a. Unsur Ketuhanan. Sejak semula sudah disadari bahwa unsure ketuhanan mempunyai peranan penting dalam pembentukan manusia Indonesia yang utuh. Hal ini terbukti dari putusan rapat Badan Pekerja tanggal 29 Desember 1947 yang menekankan agar agama mendapat tempat teratur dan seksama,sedangkan madrasah serta pesantrenhendaknya mendapat perhatian. Karena itu salah satu hasil Panitia Pengajaran adalah tentang agama dan pengajaran. Didalam Undang-Undang No.4 tahun 1950 ditegaskan bahwa pengajaran agama diberikan di sekolah neger. Realisasinya diatur dengan peraturan bersama Menteri Pendidikan,Pengajaran,dan Kebudayaan serta Menteri Agama di tiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan. Selanjutnya di dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1961 dinyatakan bahwa pendidikan agama diajarkan di Sekolah Rendah sampai Perguruan Tinggi. Dengan melalui pendidikan agama diharapkan setiap siswa dan mahasiswa dapat mendalami dan mengamalkan agamanya masing-masing. Dengan melalui pendidikan agama diharapkan bahwa siswa dan mahasiswa memahami nilai-nilai luhur dan moral yang terkandung di dalam agamanya masing-masing. Melalui pendidikan agama manusia Indonesia yang utuh diharapkan akan memiliki sifat ketuhanan. Dalam rangka pendidikan di Indonesia unsur ketuhanan telah mendapat perhatian dan tenpat sebagaimana mestinya.
b. Unsur Kemanusiaan

Pendidikan agama sekaligus sebenarnya bertujuan mendidik manusia untuk berbudi pekerti yang luhur. Orang yang berbudi pekerti luhur akan tebal pula rasa kemanusiaannya. Orang yang mendapat pendidikan agama tentunya akan menyadari siapa dirinya dan bagaimana hubungannya dengan orang lain. Salah satu putusan Badan Pekerja tanggal 27 Desember 1945 menegaskan agar faham perorangan yang sampai pada saat itu berlaku harus diganti dengan faham kesusilaan dan rasa peri

kemanusiaan yang tinggi. Dalam hal ini Nampak bahwa sejak semula unsure kemanusiaan telah diutamakan. Selanjutnya dalam Undang-Undang No.4 tahun 1950 dikatakan bahwa tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila. Dalam hal ini nampak bahwa kesusilaan mendapat tempat terhormat dan salah satu perbuatan yang susila adalah berperi kemanusiaan. Hal semacam ini ditegaskan lagi dalam Undang-Undang No.22 tahun 1961 dengan kata-kata membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila. c. Unsur Persatuan Dengan disebutkannya dalam putusan rapat Badan Pekerja tanggal 27 Desember 1945 bahwa faham perorangan harus diganti,berarti bahwa yang lebih diutamakan adalah faham kebersamaan. Dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1950 bahwa asas-asas pendidikan dan pengajaran adalah Pancasila,Undang-Undang Dasar 1945 dan Kebudayaan Kebangsaan Indonesia,berarti bahwa unsur persatuan yang dalam hal ini dijabarkan dalam kata kebudayaan kebangsaan telah mendapat tempat yang wajar. Khusus tentang pendidikan di Perguruan Tinggi penjelasan UndangUndang No.22 tahun 1961 juga menegaskan dibentuknya manusia susila yang berjiwa Pancasila sebagai pendukung dan pengemban kebudayaan Pancasila. d. Unsur Kerakyatan Putusan rapat Badan Pekerja tanggal 27 Desember 1945 berisi agar melalui pendidikan dan pengajaran dapat menjadikan manusia Indonesia sebagai warga Negara yang bertanggung jawab. Agar dapat bertanggung jawab mereka diberi pengetahuan yang cukup antara lain ekonomi, teknik, pertanian, industri, pelayaran, perikanan dan keolahragaan. Undang-Undang No.4 tahun 1950 bahkan menegaskan agar manusia Indonesia yang dibentuk melalui pendidikan dan pengajaran adalah cakap, demokratis, dan bertanggung jawab. Hal inipun disebut lagi dalam UndangUndang No.22 tahun 1961. e. Unsur Keadilan

Unsur keadilan ini tampak mendapat perhatian sejak semula yaitu dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan agama masing-masing,memberikan pendidikan kecakapan dan keterampilan agar dapat bertanggung jawab dalam menyusun masyarakat baru,atau menurut Undang-Undang No.4 tahun 1950 kesejahteraan masyarakat dan tanah airnya. 2. Etika Pancasila Dalam Bidang Ekonomi Auguste comte berpendapat bahwa kekuatan yang dapat memimpin masyarakat pada masa yang akan datang adalah pengetahuan dan ekonomi. Pendapat ini sesuai dengan ajarannya yaitu positivism yang kurang menghargai nilai-nilai agama maupun metafisika. Karena yang tertinggi adalah nilai positif, maka ia hanya mendasarkan diri dan melihat keadaan yang ada sekarang dan masa sekarang pula. Beberapa sistem ekonomi dan sistem ekonomi pancasila: Sistem ekonomi pancasila adalah satu bentuk atau sistem di bidang ekonomi. Di bagian lain telah kita kemukakan bahwa yang menjadi masalah adalah bagaimana ajaran sistem ekonomi pancasila itu. Dalam tulisan ini bukan maksud kita untuk menulis tentang sistem ekonomi pancasila semata-mata. Dalam rangka membicarakan etika Pancasila di bidang ekonomi tidak mungkin jelas tanpa mengemukakan sistem ekonomi Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu berikut ini kita sajikan garis-garis besar beberapa jenis sistem ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila sekedar sebagai bahan perbandingan. a. Berbagai Sistem Ekonomi.

Setiap negara mempunyai sistem ekonomi sesuai denga pandangan hidup, ideology atau dasar filsafatnya masing-masing. Sejarah telah mencatat adanya berbagai jenis sistem ekonomi antara lain : 1) sesuai Sistem ekonomi liberal berpedoman pada filsafat liberalism yaitu yang dengan kemampuannya memilih sesuai dengan seleranya dan

mendasarkan diri atas kebebasan mutlak individu. Setiap orang harus berusaha menggunakan sesuai dengan kehendaknya. Kepentingan pribadi dan hak milik pribadi diutamakan. Setiap orang dapat bebas bersaing dan Negara tidak boleh

campur tangan jika tidak terjadi pelanggaran. Oleh karena perkembangan liberalisme sejajar dengan kapitalisme, maka biasanya lalu disebut sistem ekonomi kapitalisme liberal. 2) Sistem ekonomi fascis berpedoman pada filsafat facisme. Sebenarnya fascism adalah hasil usaha menyelamtakan kapitalisme yang sudah berada di ambang keruntuhan. Dalam hal ini ynag penting bukan kebebasan mutlak individu, tetapi manusia sebagai kelompok. 3) Sistem ekonomi sosialis mendasarkan diri atas filsasat sosialisme. Setiap orang masih boleh memiliki hak milik privat. Hal-hal yang sangat penting bagi kehidupan rakyat pada umumnya harus dikuasai dan dikelola oleh Negara. Hak milik privat masih ada dalam batas-batas tertentu. 4) Sistem ekonomi komunis berdasarkan pada filsafat komunisme. Dalam hal ini campur tangan Pemerintah besar sekali, sebaliknya kebebasan individu sangat dibatasi. b. Peranan Etika Pancasila Di dalam Kegiatan Ekonomi

Peranan Etika Pancasila Di dalam Kegiatan Ekonomi Menurut UUD 1945. Sebagai suatu postulat maka nilai Pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan wajib dijabarkan dalam kegiatan ekonomi. Agar dapat dijabarkan secara baik, maka harus ada pedoman atau cantelan tempat berdiri dan bergantungnya semua kegiatan ekonomi tersebut. Hal ini dapat dikembalikan pada poko-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain berbunyi : Negara hendak mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat. Dengan tegas dinyatakan bahwa keadilan social bagi seluruh rakyat merupakan hal yang sangat penting, karenanya harus diwujudkan. Kegiatan di bidang ekonomi merupakan salah satu usaha untuk merealisasi cita-cita tersebut di atas. Selanjutnya penjelasan pasal 33 UUD 1945 mengandung hal-hal yang bernilai etik yaitu tentang demokrasi ekonomi yang cirri-cirinya adalah : 1. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua 2. Dipimpin oleh angota-anggota masyarakat 3. Mengutamakan kemakmuran masyarakat

4. Disusun atas usaha bersama 5. Berdasarkan kekeluargaan

You might also like