You are on page 1of 7

I.

PENDAHULUAN Dalam mempelajari suatu hukum, atau ketika manusia dihadapkan pada suatu permasalahan hukum, sering kali kita akan menemukan dalil-dalil Alquran atau hadits yang seakan saling bertentangan antara satu dengan yang lain.

A. Pengertian Tarjih Tarjih menurut bahasa berarti membuat sesuatu cenderung atau mengalahkan. Menurut istilah, seperti dikemukakan oleh al-Baidawi, ahlu ushul fiqh dari kalangan syafiiyah, tarjih adalah menguatkan salah satu dari dua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan. Dua dalil yang bertentangan dan akan ditarjihkan salah satunya itu adalah sama-sama zanni. Sedangkan menurut kalangan hanafiyah, dua dalil yang bertentangan yang akan ditarjih salah satunya itu bisa sama-sama qathi, atau sama-sama zanni. Oleh sebab itu

mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari dua dalil yang sama atas yang lain. B. Cara Pentarjihan Ali ibn saif al-Din al-Amidi, ahli ushul fiqh dari kalangan syafiiyah menjelaskan secara rinci metode tarjih yang berhubungan dengan pertentangan antara dua nash atau lebih antara lain secara global adalah : 1. Tarjih dari segi sanad Tarjih dari sisi ini mungkin dilakukan antara lain dengan meneliti rawi yang menurut jumhur ulama Ushul Fiqh, Hadits yang diriwayatkan lebih banyak perawi yang lebih banyak jumlahnya, didahulukan atas hadits yang lebih sedikit perawinya. 2. Tarjih dari segi matan Tarjih ini dapat dilakukan dengan beberapa bentuk antara lain , bila terjadi pertentangan antara dua dalil tentang hukum suatu masalah, maka dalil yang melarang didahulukan atas dalil yang membolehkan. 3. Tarjih dari segi adanya faktor luar yang mendukung salah satu dari dua dalil yang bertentangan Dalil yang didukung oleh dalil yang lain termasuk dalil yang merupakan hasil ijtihad, didahulukan atas dalil yang tidak dapat dukungan.

Para ulama telah menerangkan jalan-jalan pentarjihan dalil-dalil itu, salah satu jalan pentarjihan adalah qiyas, ialah illat dari qiyas yang pertama dinaskan sendiri oleh syara sedangakn illat diperoleh dengan jalan munasabah. Dalam hal ini ada beberapa prinsip yang ditetapkan oleh para ulama, diantaranya : a. Apabila berlawanan antara dalil yang mengharamkan dengan yang memubahkan, maka ditarjihkan yang mengharamkan. b. Apabila berlawanan antara dalil yang menghalangi dengan yang menghendaki, maka ditarjihkan yang menghalangi. c. Apabila kita tidak dapat mentarjihkan salah satunya, maka barulah kita tinjau sejarah dari dalil tersebut. C. Syarat-syarat Tarjih Sebelum melakukan tarjih perlu mengetahui syaratsyarat sebagai berikut : 1. Proses pentarjihan itu harus melibatkan dalil 2. Yang menjadi soal itu adalah suatu masalah, tidak boleh berlainan atau bertentangan. Misal permasalahan haji maka semua riwayatnya harus tentang haji. 3. Dalil-dalil yang berlawanan harus sama kekuatannya, seperti Al-quran dengan Al-quran, Al-quran dengan

hadits mutawatir. Jika yang bertentangan it antara hadits mutawatir dengan hadits ahad , maka tidak perlu ada pentarjihan, sebab yang didahulukan adalah hadits mutawatir. 4. Harus ada penyesuaian hukum antara kedua dalil yang bertentangan, baik waktunya, tempat dan keadaanya. Misal adanya larangan jual beli pada waktu sholat jumat, diwaktu lain diperbolehkan. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tarjih adalah menguatkan salah satu dari dua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan. Dua dalil yang bertentangan dan akan ditarjihkan salah satunya itu bisa sama-sama zanni, ataupun sama-sama qathi. Tarjih merupakan upaya mencari keunggulan salah satu dari dua dalil yang sama atas yang lain. DAFTAR PUSTAKA Drs. H. Muh. Rifai. 1984. Ushul Fiqh. Semarang : Wicaksana Karim, H.A. Syafii. 1997. Ushul Fiqh. Bandung : pustaka setia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Usul fiqih terdiri dari dua kata yaitu usul ( fondasi ) dan fiqih ( landasan atau pemahaman secara mendalam yang membutuhkan oergerakan potensi akal ). Pada abad ke-8Hijriyah muncul Imam Abu Ishaq Al-syatibi dengan bukunya Al-mufaqat fiAl-usul Al syariah yang menguraikanberbagai kaidah yang berkaitan dengan aspekaspek kebahasan, ia juga maqasid al-syariah (tujuan-tujun syara dalam menetapkan

hukum )yang selama ini kurang diperhataikan oleh ulama-ulama usul fiqih.dengan demikian Al-syiyibi member warna baru dibidang usul fiqih yang oleh para ahli usul fiqih kontemporer dianggap sebagai buku usul fiqih yang konterporer dan akomodatif untuk zaman sekarang. Sebagai orang islam kita wajib mengetahui hukum-hukum islam yang ada guna membimbing dalam proses berlakunya hukum-hukum terdahulu yang sama materinya,sehingga kita bisa tau mana hukun yang benar dan mana hukum tidak benar. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian nasakh Nasakh menurut istilah adalah : Artinya : Membatalkan suatu hukum dengan dalil yang datang kemudian Maksudnya adalah hukum yang dihapus itu atas kehendak ALLAH dan penghapusannya sesuai dengan habisnya masa berlaku hukum tersebut. Menurut ulama usul fiqih mengemukakan masalah yang dianggap benar apabila a) Pembatalan itu dilakukan melalui tuntunan syara yang mengandung hukum syara ALLAH dan Rosulullah. b) Yang dibatalkan adalah hukum syarak yang disebut mansukh. c) Hukum syara yang dibatalkan itu lebih dahulu datangnya dari hukum yang membatalkan. B. Pembagian nasakh 1. Nasakh yang tidak ada gantinya Contoh : Pemberian shodaqoh kepada seseorang yang hendak bertemu dengan Rosulullah SAW. 2. Nasakh yang tidak ada gantinya Contoh : sholat lima puluh kali menjadi lima kali 3. Nasakh kaum ayat, sedangkan bacaanya masih berlaku Contoh : hukuman rajam bagi orang laki-laki dan perempuan yang melakukan zina. 4. Nasakh syarih adalah berakhirnya hukum yang dinasakhkan. Contoh : Hadits tentang ziarah kubur. 5. Nasakh zimmi adalah nasakh antara dua nash yang berlawanan. Contoh : ayat wasiat kepada ahli waris dinasakhkan oleh ayat mewaris. Nasakh zimmi dibagi lagi menjadi : 1. Nasakh terhadap segala hukum yang dianggap nash terdahulu. Contoh : Artinya : Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaknya berwasiat untuk istri-istrinya diberi nafkah setahun lamanya dengan tinggal di rumahnya, akan tetapi jika mereka pindah sendiri tidak ada dosa baginya. Dinasakhkan oleh ayat

Artinya : Dan orang-orangynag meninggal diantara kamu dengan meninggalkan istriistri hendaknya para hendaknya para istri-istri itu beribadah beribadah empat bulan sepuluh hari. Menurut M. Abu zuhru kedua ayat tersebut dikhususkan untuk janda yang ditinggal mati

oleh suaminya. 2. Nash juzI yaitu mengeluarkan hukum dari nash terdahulu. Contoh : ayat qadzaf dengan ayat lian C. RUKUN NASAKH Rukunnya ada empat yaitu: 1. Adal al-nasakh ( ) yaitu pernyataan yang menunjukkan pembatalan hukum yang telah ada. 2. Nasikh ( ) yaitu ALLAH taala, Dialah yang membuat hukum dan Dia pula yang membatalkan. 3. Mansukh ( ) yaitu hukum yang dibatalkan. 4. Mansukh anhu ( ) yaitu orang yang dibebani hukuman. D. SYARAR-SYARAT NASAKH - Yang disepakati 1. Nasikh harus terpisah dari mansukh. 2. Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh. 3. Nasikh harus dalil-dalil syara 4. Mansukh tidak dibatasi pada suatu-waktu 5. Mansukh harus hukum-hukum syara. - Yang belum disepakati 1. Nasikh da mansukh tidak satu jenis. 2. Ada hukum yang baru sebagai pengganti yang dinasakhkan. 3. Hukum pengganti lebih berat daripada yang dinasakhkan. # CARA MENGETAHUI NASIKH DAN MANSUKH Diperlukan penelitian dan kehati-hatian seorang mujtahid, sehingga tahu mana nash yang dating lebih dahulu dan mana yang datang kemudian. Nash yang dulu disebut MANSUKH dan yang datang kemudian disebut NASIKH. Urutan datangnya nash dapat diketahui melalui 1. Penjelasan langsung dari Rosulullah Saw,jika ayat itu mansukh dan ayat ini nasikh 2. Dalam salah satu nash yang bertentangan ada petunjuk mengatakan salah satu nash lebih dahulu datangnya dari yang lainnya. Misal : sabda Rosulullah tentang hukum menziarah kubur

Artinya : Dahulu saya melarang kamu menzirah kubur, tetapi kini tidak 3. Periwayat hadits secara jelas menunjukkan bahwa salah satu hadits yang bertentangan itu lebih dahulu datangnya dari hadits yang lain. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Nasakh adalah penghapusan hukum dengan dalil-dalil yang datang kemudian 2. Pembagian nasakh ada 5 yaitu : a. Nasakh syarih : berakhirnya hukum yang disesuaikan b. Nasakh zimmi : adanya dua hukum nash yang berlawanan c. Nasakh yang tidak digantikan d. Nasakh yang digantikan

e. Nasakh hukum ayat ( teks ) 3. Rukun nasakh ada 4 yaitu : a. Adal al nasakh : pernyataan yang menunjukkan pembatalan hukum yang telah ada. b. Nasikh : ALLAH taala. c. Mansukh : hukum yang dibatalkan d. Mansukh anhu: orang yang dibebani hukuman 4. Syarat-syarat nasakh - Yang disetujui a. Nasakh harus terpisah dari mansukh b. Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh c. Nasikh harus dalil-dalil syari d. Mansukh harus hukum-hukum syara - Yang tidak disetujui a. Nasikh dan mansukh tidak satu jenis b. Ada hukum baru sebagai pengganti yang dinasakhkan c. Hukum pengganti lebih berat daripada yang dinasakhkan

You might also like